Anda di halaman 1dari 21

1.

Sejarah Pengendalian Hayati di Luar Negeri


a. Sejarah pengendalian hayati hampir sama tuanya dengan upaya awal manusia untuk bercocok tanam.
Misalnya, pada tahun 300-an M tercatat bangsa Cina sudah menggunakan semut rangrang (Oecophylla
smaragdina) untuk melindungi tanaman jeruk Mandarin dari hama. Mereka memasang bambu diantara
pohon jeruk, sehingga semut tersebut dapat berpindah dan bergerak antar tanaman. Semut mampu
berkolonisasi, sehingga akhirnya semut itu akan menurunkan serangan hama dari ordo Lepidoptera.

b. Petani kurma di Yaman menggunakan semut predator yang dikumpulkan dari gunung untuk
mengendalikan hama yang berupa semut herbivora di perkebunan kurma yang berada di dataran rendah.
c. Pada tahun 1762 tercatat adanya introduksi musuh alami dari satu negara ke negara lain. Importasi
burung mynah (Gracula religiosa) dari India untuk mengendalikan belalang Nomadacris septemfasciata di
Mauritius.
d. Musuh alami pertama yang dilaporkan digunakan di Eropa tahun 1776, yaitu penggunaan predator
kepik Picromerus bidens (L) untuk mengendalikan tinggi bedbug-Cimycidae.
e. Awal tahun 1800 Erasmus Darwin memberikan penyuluhan kepada petani agar di rumah kaca
menggunakan lalat syrphid dan kumbang koksi untuk mengendalikan kutu daun.
f. Pelepasan parasitoid dari satu lokasi ke lokasi lain di Amerika dilakukan oleh CV Riley yang melepas
parasitoid kumbang moncong Conotrachelus nenuphar yaitu Aphytis mytilaspidis di antara dua kota di
Illinois.
g. Pada tahun 1883 parasitoid Apanteles glomerata dibawa dari England ke USA untuk mengendalikanPieris
rapae. Importasi Trichogramma spp. dari USA ke Kanada untuk mengendalikan telur sawflyNematus
ribesii.
h. Di dunia Barat, kesuksesan praktek pengendalian hayati dicapai pada akhir abad ke-19, yaitu dengan
kesuksesan kumbang Rodolia cardinalis menekan perkembangan populasi hama kutu kapas, Icerya
purchasi di California.
i. Pada tahun 1869 Icerya purchasi masuk ke California dan pada tahun 1886 mampu menghancurkan
industri jeruk. Untuk mengendalikan hama tersebut didatangkan dua musuh alaminya dari Australia yaitu
kumbang koksi/kumbang vedalia Rodolia cardinalis dan parasitoid larva Chryptochaetum iceryae.
j. Greathead (1986) mencatat importasi parasitoid Encarsia berlesi dari Italia ke USA untuk mengendalikan
kutu perisai Pesudaulacapsis pentagona.
k. Selanjutnya, semenjak awal abad ke-20, upaya pengendalian hayati sudah mulai memperhatikan sisi
ekologis dan ekonomis dari agroekosistem. Pasalnya, upaya pemanfaatan musuh alami tidak selalu
berhasil. Misalnya, penggunaan pestisida ditengarai menurunkan populasi musuh alami, sehingga
kekuatan penekanan pada organisme pengganggu menjadi berkurang. Penelitian terkini juga
mengungkapkan kompleksitas hubungan antar organisme, termasuk kompetisi antar jenis predator, yang
dapat mempengaruhi keberhasilan penekanan populasi organisme pengganggu oleh musuh alami.

2. Sejarah Pengendalian Hayati di Indonesia


a. Masa Pendudukan Belanda :
1) Serangan kutu putih Ceratovacuna lamigera dikendalikan dengan parasit lokalEncarsia
flavoscutelum. Bila ada daerah yang terserang maka akan diintroduksi kutu putih yang
terparasit dari tempat lain.
2) Augmentasi lalat tachinid asal Jatiroto, Diatraephaga striatalis dan parasitoid
telur Trichogramma australicum dan T. Japonicum untuk mengendalikan penggerek
batang tebu.
b. Tahun 1931: Introduksi Diadegma fenetralis dari Eropa untuk mengendalikan hama
tanaman kubis Plutella xylostella, tetapi tidak berhasil. Kemudian diintroduksi lagi D.
Semiclausum dari Inggris.
c. Tahun 1920: Van der Goot mengintroduksi kumbang coccinelid Cryptolaemus
montrouzieri untuk mengendalikan kutu coccidae pada lamtoro Ferrisia virgata,
Sirsak Coccid planococcus dan P. Citri (kutu dompolan pada tanaman kopi). Pada
tahun 1928, sekitar 2000 kumbang ini diintroduksikan ke Toraja untuk mengendalikan
kutu pada kopi. Tahun 1929 diintroduksikan ke Siantar untuk mengendalikan kutu pada
tanaman kopi. Tahun 1939 ke Kuala Tungkal untuk mengendalikan coccid pada
tanaman kelapa.
d. Tahun 1938: Dilakukan introduksi Cryptognatha nodiceps dari daerah tropis Amerika
untuk mengendalikan Aspidiotus detructor pada tanaman kelapa.
e. Karena terjadi serangan Artona catoxantha, dilakukan introduksi lalat tachinidBessa
remota. Diintroduksi juga ke Fiji untuk mengendalikan Levuana iridiscensdari Malaysia.
Pada populasi A. Catoxantha juga ditemukan parasitoid hymenoptera, Apanteles
artonae dan Argyrophylax fumipennis.
f. Tahun 1923: Diintroduksi braconid, Heterospilus coffeicola dari Afrika Barat untuk
mengendalikan hama bubuk buah kopi, Hypothenemus hampei.
g. Macrocentrus homonae adalah braconid yang umum ditemukan di jawa. Tahun 1935
braconid diintroduksikan ke Srilangka dari jawa untuk mengendalikan Tea tortrix
(Homona coffearia)
h. Lefmansia bicolor, parasit telur pada Sexava nubile yang umum ditemukan di Maluku.
Tahun 1925 Leefmann mentransfer parasit tersebut dari Ambon ke Talaud.

3. Teknik pengendalian Hayati


Ada tiga dasar pendekatan yang digunakan dalam pengendalian hayati, yaitu :
a. Konservasi dan peningkatan musuh alami (Conserving ang enhancing
natural enemies).
b. Augmentasi populasi musuh alami (Augmentation natural enemy populations).
c. Introduksi musuh alami.

a. Konservasi dan peningkatan musuh alami (Conserving ang enhancing


natural enemies).

Pendekatan ini bertujuan untuk konservasi dan meningkatkan dampak musuh alami
yang telah ada pada areal pertanaman. Salah satu caranya adalah dengan
meminimalisasi dampak negatif penggunaan pestisida. Secara umum musuh alami
lebih sensitif terhadap pestisida dibandingkan dengan hama. Efek pestisida pada
musuh alami dapat bersifat langsung (direct effects) dan tidak langsung (indirect
effects). Efek langsung pestisida dapat mempengaruhi kematian musuh alami dalam
waktu kurang dari 24 jam (short term mortality) dan jangka panjang (long term
sublethal).
Beberapa tindakan untuk mengurangi dampak penggunaan pestisida terhadap musuh
alami :
1. Semprot jika perlu
2. Monitoring populasi hama
3. Hindari kontak musuh alami dengan pestisida
4. Pilih insektisida yang tepat
5. Uji efikasi pestisida
6. Hitung efek samping pestisida

Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan mengubah lingkungan pertanaman dan
cara bercocok tanam dengan cara meningkatkan peran lingkungan untuk meningkatkan
jumlah musuh alami.
Adapun pendekatan yang dapat dilakukan adalah :
1. Mengubah lingkungan pertanaman
2. Mengubah praktik budidaya

b. Augmentasi populasi musuh alami (Augmentation natural enemy populations).


Pendekatan ini dilakukan apabila populasi musuh alami di alam sangat rendah, karena
secara alami populasi predator atau parasitoid gagal untuk berkolonisasi untuk
mengendalikan hama. Jika musuh alami yang ada di areal pertanaman tidak mampu
mengendalikan hama, maka dilakukan pembiakan massal musuh alami tersebut di
laboratorium dan kemudian melepaskannya ke lapangan dengan tujuan untuk
mengakselerasi populasinya dan menjaga populasi serangga hama. Dalam pendekatan
ini ada dua metode yang dikenal yaitu inokulasi dan inundasi.
Inokulasi dilakukan apabila musuh alami di areal pertanaman tidak bertahan lama dari
satu waktu ke waktu musim tanam berikutnya karena faktor klimat yang tidak
menguntungkan, pelepasan musuh alami dilakukan satu kali dalam satu musim. Tujuan
dari metode ini adalah progeni dari musuh alami yang dilepas
diharapkansurvive dan multiply, Populasi hama target adalah generasi hama yang akan
datang (musim selanjutnya. Strategi dari metode ini bersfat preventif.
Sedangkan inundasi adalah pelepasan musuh alami dalam jumlah massal atau
secara sekaligus sehingga dapat menurunkan populasi hama secara cepat. Metode ini
dilakukan ketika musuh alami gagal untuk mencegah peningkatan hama menuju level
yang merusak. Metode ini diharapkan secara cepat untuk menurunkan populasi hama.
Pelepasan musuh alami dilakukan beberapa kali aplikasi dalam satu musim
tanam. Tujuan dari metode ini adalah musuh alami dilepas tanpa ada ekspektasi
progeni untuk survive. Populasi hama target adalah generasi hama saat dilepas.
Strategi dari metode ini bersifat kuratif.
c. Introduksi musuh alami.
Pendekatan ini dilakukan jika tidak ada spesies musuh alami yang mampu secara
efektif mengontrol populasi hama, maka introduksi atau importasi musuh alami ke
daerah yang terserang hama perlu dilakukan. Pendekatan ini dikenal dengan
pengendalian hayati klasik. Musuh alami yang diintroduksi diharapkan dapat
mengembalikan keseimbangan dalam lingkungan baru.
Strategi dari pendekatan ini adalah metode produksi massal dalam jumlah besar agar
dapat melepaskan musuh alami untuk mengendalikan serangga hama. Tujuan
pendekatan ini sangat spesifik, yaitu melepas musuh alami eksotik ke dalam lingkungan
baru sehingga nantinya dapat mapan secara permanen dan mampu mengendalikan
populasi hama dalam jangka panjang tanpa perlu intervensi lebih lanjut.

Keuntungan pengendalian hayati klasik :


1. Mengeksploitasi proses alami dan tidak berhubungan dengan penggunaan pestisida
2. Pembiayaan hanya diperlukan pada awal introduksi
3. Strategi pengendalian permanen dan jangka panjang
4.Tidak membahayakan kesehatan manusia, produksi tanaman, organisme
menguntungkan yang lain

Kerugian pengendalian hayati klasik


1. Bukan merupakan metode eradikasi
2. Program jangka panjang

3. Sulit diprediksi dampaknya

Konsep PHT dan Pengembangan


PHT ==> IPM ==> Konsep pengelolaan ekosistem pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan

PHT muncul dan berkembang setelah praktek dominansi pestisida kimiawi yang menimbulkan efek
samping

Barlet (1956) ==> integrated control ==> teknik kimiawi + teknik pengendalian alami
Stern (1959) ==> Integrated Pest Control (IPC)
1970 ==> IPC ==> Integrated Pest Management (IPM)

Smith & Reynold (1966) ==> system pengelolaan Populasi hama yang memanfaatkan semua teknik
pengendalian yang sesuai secara kompaitabel untuk mengurangi populasi hama dan mempertahankannya
tetap di bawah aras kerusakan ekonomi.
Smith (1978) ==> pendekatan ekologi yang bersifat multidisiplin untuk pengelolaan populasi hama dengan
memanfaatkan beraneka ragam taktik pengendalian secara kompaitabel dalam satu kesatuan koordinasi
pengelolaan.
FAO (2002) ==> suatu pengelolaan hama yang dilakukan dalam konteks lingkungan terkait dan dinamika
populasi hama, memanfaatkan semua teknik dan metode pengendalian yang sesuai serta
mempertahankan populasi hama pada bawah aras ekonomi.

Mengapa harus PHT ??


1. Kegagalan pemberantasan hama konvensional
2. Kesadaran akan kualitas hidup dan lingkungan hidup
3. Pola Perlindungan Tanaman
4. Kebijakan Pemerintah
5. Peningkatan daya saing Produk

Paradigma PHT
PHT tidak hanya mencakup perpaduan teknologi pengendalian dan pengelolaan ekosistem pertanian tapi
juga peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia Petani

Prinsip Dasar PHT


1. pemahaman Ekosistem Pertanian
2. Biaya Manfaat pengendalian hama
3. Toleransi Tanaman terhadap kerusakan
4. Lestarikan dan manfaatkan musuh alami
5. Budidaya tanaman sehat
6. Pemberdayaan Petani
7. Pemasyarakatan Konsep PHT

Unsur-unsur PHT
1. Pengendalian alami
2. Pengambilan Sampel
3. Aras Ekonomik
4. Ekologi dan Biologi

Komponen PHT
1. Pengendalian kultur teknis
2. Pengendalian hayati
3. Pengendalian kimiawi
4. pengendalian dengan varietas tahan
5. Pengendalian Fisik dan Mekanis
6. Pengendalian dengan peraturan

Strategi Penerapan PHT


1. Teknologi PHT
a.Lunak
b. Memanfaatkan SDA setempat
c. Perpaduan optimal
d. Mudah dipahami dan dilaksanakan
e. fleksibel
2. Jaringan Informasi
3. Proses Pembuatan Keputusan
4. Pemberdayaan Petani
Peran penelitian dalam penerapan PHT
1. Penelitian Dasar
2. Penelitian komponen Pengendalian
3.Penelitian aras 1
4. Penelitian aras 2

Sifat umum penelitian PHT


1. Lintas disiplin ilmu
2. Terencana dan terkoordinasi
3. Dasar dan terapan
4. Berjangka panjang

Pathogen Serangga
Patogen adalah Mikroorganisme Infeksio yang membuat luka atau membunuh
inangnya.
Patogen menyebabkan penyakit pada tanaman dan hewan.

Mikroorganisme  mendegradasi racun, memproduksi nutrien bagi tanaman.


Patogen  mengendalikan gulma dan serangga atau artropoda lain.
Cara patogen masuk tubuh serangga : 1. Passive entry 2. Active entry
Penularan penyakit  horizontal dan vertical transmissions.
Bioinsektisida  esensial, tidak toxic bagi manusia dan vertebrata lain, hanya
menyerang hama tertentu dan jarang berdampak buruk pada serangga berguna.
Patogen serangga  Bakteri, fungi, nematode, virus dan protozoa.

1. Patogenesis Entomopatogen

1. Kontak Inang
 Kebanyakan patogen artropoda tidak memiliki stadio mobile sehingga berlangsung
secara pasif.
 Spora cendawan oleh angin, hujan atau serangga.
 Kontak antara propagul berbagai tipe patogen merupakan proses random yang
dimediasi oleh proses abiotic.
 Beberapa patogen mentransmisikan dari generasi ke generasi (Mother to offspring).
 Nematoda dan cendawan mempunyai kemampuan bergerak menuju inang.

2. Penetrasi Inang
 Saat Propagul patogen telah kontak dengan inang, tubuh inang dipenetrasi untuk
mencapai jaringan yang peka
 Masuk ke tubuh artropoda ke bagian non kitin dari midgut
 Nematode dan cendawan mampu melakukan penetrasi ke dalam tubuh artropoda,
3. Reproduksi dalam jaringan Inang
 Pathogen bereproduksi pada satu atau beberapa jaringan inang
 Reproduksi virus terjadi pada tubuh lemak dan epithelium midgut
d.Keluarnya Propagul Patogen dari Inang atau Cadaver
 Proses berikutnya adalah progeny untuk melanjutkan siklus hidupnya
 Transmisi vertical terjadi dengan kontaminasi telur kemudian didepositkan ke
lingkungan.
 Propagul dilepas secara bebas untuk bertemu dengan inangnya.
 Jika pathogen membunuh inangnya, pengeluaran propagul pathogen dilakukan dengan
cara disintegrasi tubuh pathogen yang mati

5. Penyebaran dan Persistensi Propagul Patogen di lingkungan


 Setelah propagul patogen keluar maka proses selanjutnya adalah bagaimana propagul
itu tersebar dan persisten di alam
 Hujan dan angina penting untuk membantu kontak dengan inang baru
 Beberapa pathogen transmisi secara vertical
 Pathogen lain transmisi dari inang yang terinfeksi ke habitat spesifik tempat inang
berada
 Nematode menyerang lalat dengan mendepositkan patogennya pada habitat larva oleh
imago yang terinfeksi.
 Cendawan, bakteri, protozoa mampu mengalami stadia dorman (resting stage) sampai
lingkungan mendukung.
 Tipe transmisi vertical  transovarial dan transovum.
 Transovarial  pathogen sudah berkeliaran saat peletakkan telur, akibat invasi
pathogen saat perkembangan telur pada induknya.
 Transovum offspring kontak dengan lingkungan eksternal yang terkontaminasi ketika
proses oviposisi.

2. Bakteri
 Organisme uniseluler tanpa nukleus tetapi memiliki dinding
 Bakteri pathogen serangga  non-sprore-forming bacteria dan sprore-forming bacteria
 sprore-forming bacteria  membentuk spora yang resisten terhadap lingkungan
ekstrem  Bacillus, Paenibacillus yang aerobic dan Clostridium yang anaerobic
 Isolat Bacillus thuringiensis pertama ditemukan  subspecies yang aktif membunuh
ulat (Lepidoptera) dengan subspecies Bt. Varkurstaki (Btk)
 Subspecies yang aktif pada diptera  Bt. Israelensis (Bti)
 Bacillus thuringiensis  infeksi ulat sutera (1901) dan ulat serangga hama
gudang Anagasta kuehniella (1911)
 Membentuk spora dan tubuh parasporal dalam sporangium.
 Saat Bt tertelan oleh serangga, kristal protein akan terlarut dalam kondisi basa dalam
saluran pencernaan dan menghasilkan protoksin karena memiliki enzim proteolitik.
 Bagian dari molekul toksin akan melekat pada dinding gut membentuk lubang. Formasi
pores ini menyebabkan terganggunya keseimbangan osmotic sehingga sel bengkak
dan meletus, menyebabkan bakteri dapat menginvasi haemocol serangga. Bakteri
memperbanyak diri, serangga akan mati.
 Larva yang terinfeksi Bt akan berhenti makan, berhenti bergerak, kemudidan diare,
warnanya menjadi gelap dan akhirnya mati.
 Tiga spesies genera Bacillus dikembangkan untuk mengendalikan invetebrata lain
 B. spharicus  larva nyamuk Culex spp. Toleran air tercemar
 Paenibacillus popilliae  bakteri penginfeksi larva atau uret Coleoptera dengan cara
termakan. Hemolim dan abdomen dari larva berubah warna menjadi milky  milky
diseases.
 Non-spore-bacterium
 Ditemukan pada golongan Enterobacteriaceae dan Pseudomonidiaceae
 Patogenisitas rendah dalam organ pencernaan serangga, tetapi tinggi dalam hemocoel
 Semakin tinggi tingkat stress inang semakin mudah terinfeksi
 Serratia marcencens  spesies yang sangat patogenik, masuk ke tubuh inang lewat
mulut bersama makanan.

3. Nematoda Entomopatogen
 Nematoda Entomopatogen (NEP)  Agen pengendali hayati  family
Steinernematidae dan Heterorhabditidae
 Membunuh serangga dengan bantuan bakteri yang diperoleh dari simbiotik mutualistic
dalam saluran pencernaannya (intestine).
 Xenorhabdus berasosiasi dengan Heterorhabditisi spp
 NEP diisolasi menggunakan larva ngengat lilin Galleria mellanolla.
 Kedua famili ini kecil kurang dari 1-3 mm panjangnya.
 Termasuk ke dalam ordo Rhabditida.
 Masuk ke tubuh inang untuk melakukan reproduksi
 Hanya bersimbiosis dengan bakteri
 Juvenil stadia 3 membawa bakteri pada saluran pencernaan, sampai menginfeksi
inang kemudian bakteri dikeluarkan.
 Inang mati 2-3 hari oleh toxic dari bakteri. Serangga inang menjadi sumber nutrient
bagi bakteri
 Nematoda berada pada serangga inang dalam 2-3 generasi setelah itu free living
juvenile infektif secara aktif mencari inangnya.
 Strategi NEP mencari inang :
1. Sit and wait (ambusher)  serangga inang yang aktif bergerak akan terinfeksi.
2. Pencarian inang (cruiser)  aktif bergerak dalam tanah mencari inang yang tidak aktif
bergerak
 NEP memiliki keunggulan dibanding pestisida kimia :
1. Kemampuan mencari dan membunuh inang dengan cepat
2. Survive dan recycling di dalam tanah
3. Aman terhadap lingkungan
4. Mudah diproduksi secara massal
5. Mudah diaplikasikan menggunakan alat semprot standard
 Penggunaan nematode  mengendalikan moluska dan serangga hama yang hidup di
tanah dan tersembunyi.
 Obligat nematoda berukuran 5-20 cm atau lebih
 Mermithidae membunuh serangga hama, menyelesaikan siklus hidup pada serangga
tersebut kemudian meninggalkan inangnya dan masuk ke lingkungan.
 Menyerang nyamuk, lalat, wereng daun dan belalang

4. Cendawan Entomopatogen
 Menginfeksi langsung dengan mempenetrasi kutikula
 Pada kondisi yang favourable, spora akan berkecambah, mempenetrasi kutikula dan
masuk ke hemocoel
 Cendawan bereproduksi pada hemocoel dari bentuk yeast-like hifa. Hemocoel terisi
oleh tubuh hifa. serangga akan mati dan cendawan melanjutkan siklus dalam fase
saprofitik.

A. Zygomicota
 Ordo Entomophthoralean memiliki banyak spesies cendawan dalam regulasi serangga.
 Siklus hidup kompleks
 Resting spores, dinding tebal untuk survive di alam yang tidak menguntungkan dan
spora infektif sebagai konidia primer.
 Enthomophoga grili menyerang belalang; zoophthora  kumbang; Entomophoga
maimiga  ngengat gipsi ; Zoophthora radicans  wereng daun
 Produksi resting spore atau konidia tergantung stadia serangga inang
 Jika menginfeksi wereng muda  konidia Primer
 Jika menginfeksi wereng lebih tua  resting spore
 Cendawan menginfeksi hemocoel serangga
 Resting spore diproduksi ketika serangga inang mati, berfungsi agar tetap survive pada
lingkungan yang tidak menguntungkan, terutama musim dingin.
 Musim semi, resting spore akan berkecambah dan membentuk konidia infektif.

B. Ascomycota
 Cendawan entomopatogen
 Terbagi atas Ascomycota dan deutromycota (imperfecti)
 Cendawan  Beauveria, Metarhizium, Nomurea, Verticillium dan Paecilomycetes.
 Taksonomi dan identifikasi berdasar struktur konodiofor
 Siklus aseksual sederahana
 Konidia infektif melekat pada kutikula serangga inang yang peka, berkecambah, dan
membentuk tabung kecambah, menembus kutikula serangga inang menuju hemocoel,
cendawan akan memperbanyak diri dengan tunas (budding) tubuh hifa sampai seluruh
ruang hemocoel terisi hifa hingga penuh dan serangga inang mati.
 Cendawan ascomycetes dapat tumbuh pada media buatan
 Nomurea rileyi yang tumbuh pada media buatan akan memproduksi konidia berwarna
hijau tapi miselia berwarna putih.

5. Virus Entomopatogenik Mikrosporidia


Virus  Organisme non-seluler mengandung DNA atau RNA
Virus  parasite interselular obligat
 Memperbanyak genom DNA atau RNA dalam sel inang
 Terbungkus partikel  virion

1. Baculovirus
 Terdiri dari Nuclear polyhedrosis virus (NPV) dan granulosis Virus (GV).
 Infeksi baculovirus terjadi ketika polyhedral atau granule tertelan serangga inang yang
peka, yang selanjutnya akan terlarut dalam isi saluran pencernaan.
 Virion dikeluarkan ketika polyhedra pecah
 Virion akan memasuki sel midgut seperti pada tubuh lemak, epidermis, dan sel darah.
 Infeksi bavulovirus  wilting diseases  jaringan tubuh inang menjadi likuid dan infeksi
pada epidermis menyebabkan tubuh inang melting, melepas partikel virus ke alam.
 Sering menyerang Lepidoptera, sawfly dan larva nyamuk.

2. Nuclear Polyhedrosis Viruses


 NPV meningfeksi lebih dari 500 spesies
 Lepidoptera  inang yang penting
 Partikel infektif terbungkus oleh SNPV atau MNPV
 Mengandung banyak virion
 Bereproduksi pada midgut atau jaringan setelah tertelan
 Organ serangga terinfeksi diantaranya tubuh lemak, epidermis dan sel darah.
 Serangga mati setelah 5-12 hari infeksi
 Cairan tubuh serangga yang mati akan jatuh pada daun atau sisa daun mungkin akan
dimakan oleh ulat sehat lain.

3. Graulosis Viruses
Mirip secara struktur dan pathogenesis seperti NPV
Virionsingly occluded dalam tubuh oklusi yang kecil granula
Tipe genetic dari GV :
1. Menginfeksi sel midgut dan hanya pada tubuh lemak
2. Diisolasi dari codling moth, Cydia pomonella
3. Hanya ditemukan pada grapeleaf skeletonizer, Harrisina brillian.
6. Mikrosporidia
 Patogen penting pada serangga
 Eukariotik, terkecil, sopra uniseluler, tidak punya mitokondria, obligat parasite
intraseluler,
 Taksonomi status secara tradisional masuk dalam protozoa, berdasarkan bukti biologi
lebih dekat ke cendawan primitive.
 Mempunyai filament polar, menusuk sel dalam dinding midgut
 Spora masuk ke sitoplasma sel dan memulai reproduksi vegetatif
 Bisa uninukleat bisa juga binukleat
 Transmisi dapat terjadi secara horizontal karena tertelan, vertical atau keduanya atau
inokulasi secara mekanis oleh parasitoid
 Survival serangga inang tergantung dosis, stadia serangga terinfeksi, virulensi dan
kebugaran serangga inang.
 Menyebabkan penyakit kronis
 Memberi pengaruh berupa penurunan kesuksesan ganti kulit pada dewasa, mereduksi
longevitas dan fekunditas.
Spora infektif terbentuk dalam ribuan atau jutaan per inang tergantung spora dan inang.

Pengendalian Pathogen Tanaman

Penyakit tanaman adalah malfungsi sel dan jaringan tanaman, menghasilkan luka
kontinu yang berkembang menjadi gejala.

Penyakit tanaman  Virus, fungi, bakteri pathogen


Patogen  obligat dapat berkembang dan memperbanyak diri di alam ketika berada
pada organisme hidupbiothrophs.
Virus powdery dan downy mildews, jamur karat dan beberapa bakteri adalah pathogen
obligat.
Patogen fakultatifdapat hidup pada jaringan yang mati
1. Mikroba Antagonis
Jenis mikroba antagonis Antagonis fungi, antagonis chromis dan antagonis bakteri
Interaksi antagonis dengan tanaman:
- Menekan pathogen melalui kompetisi sumberdaya
- Memproduksi senyawa antibiotic untuk membunuh competitor
- Parasitasi antagonis yang akan merusak secara langsung pathogen tanaman.

a. Kompetisi Sumberdaya
 Terjadi ketika dua mikroba membutuhkan sumberdaya yang jumlahnya terbatas
 Kompetisi sumberdaya umumnya berupa persaingan mendapatkan nutrisi seperti karbon
dan nitrogen.
 Kompetisi lingkungan terjadi jika kondisi lingkungan terbatas.
 Mikroba non patogenik dapat dijadikan competitor mikroba pathogen berkoloni
b. Parasitisme
 Beberapa mikroba menyerang secara langsung mikroba lain dan menjadikannya
sebagai nutrisi
 Membutuhkan kontak langsung antar mikroba  hiperparasitisme
 Contoh : hubungan parasitasi Trichoderma yang menekan penyakit tanaman yang
diakibatkan populasi pathogen dalam tanah
c. Antibiosis
 Antibiotik  Senyawa organik yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dapat
mengganggu pertumbuhan dan aktivitas metabolism mikroorganisme lain.
 Antibiosis  mikroba yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba lain dengan
antibiotic yang diproduksinya, yang mengakibatkan organisme lain akan mati karena
selnya mengalami endolisis dan sel sitoplasma menjadi hancur.
 Antibiotik dapat didifusikan pada water fil atau tanah lembab sehingga tidak memerlukan
kontak langsung antara antagonis dengan pathogen tumbuhan.
 Antibiotik jarang diproduksi oleh mikroba dalam tanah dan tidak mampu untuk persisten
dalam waktu yang lama.

2. Ketahanan Tanaman terhadap infeksi Mikroba


 Tanaman memiliki mekanisme pertahanan sendiri untuk melindungi dari mikroba
patogen.
 Tanaman yang inokulasi oleh pathogen tertentu akan terangsang untuk membentuk
ketahanan.
 Sistem ketahanan tanaman cross protection, Systemic acquired resistance (SAR),
Induced systemic resistance (ISR) karena adanya plant growth-promoting rhizobacteria
(PGPR)
 Cross protection  ketika tanaman terinfeksi atau diinokulasi oleh strain virus, tanaman
akan terangsang untuk membetuk ketahanan atas semua serangan virus pathogen
yang lebih virulen.
 Systemic acquired resistance (SAR)  tanaman diinfeksi oleh pathogen tertentu akan
memproduksi ketahanan terhadap pathogen lain
 Mikroba non patogenik  merangsang ketahanan tanaman atau induced systemic
resistance. Keberadaan plant growth-promoting rhizobacteria meningkatkan laju
pertumbuhan tanaman juga membentuk ketahanan tanaman.

3. Mikoriza
 Jamur yang berasosiasi pada perakaran tanaman
 Tumbuh secara eksternal pada perakaran ektomikoriza
 Tumbuh dalam perakaran endomikoriza
 Mikoriza mengambil nutrisi dari perakaran tanaman, dan mikoriza membantu tanaman
dalam penyerapan nutrisi akar.
 Pembibitan pinus yang diinokulasi mikoriza menunjukkan ketahanan terhadap pathogen
chromis serta kapas yang menunjukkan ketahanan terhadapVerticillium dahlia.

4. Strategi Penggunaan Antagonis untuk mengendalikan Patogen Tanaman


Metoda penggunaan antagonis tergantung pada jenis tanaman dan patogen.
 Dicyma pulvinata dan Cylindrosporium concentrium telah sukses mengendalikan
penyakit daun karet yang disebabkan oleh Phyllachora huberi di amazon
 Kedua jamur tersebut adalah parasite obligat pada pathogen hidup sebagai hiperparasit
 Populasinya meningkat seiring meningkatnya populasi pathogen
 Pendekatan yang sesuai adalah inokulasi  mikroba yang dilepas berkolonisasi dan
efektif menekan patogen tumbuhan.
 Antagonis yang baik adalah antagonis yang setelah diaplikasikan segera mampu
tumbuh, berkembang, dan berkolonisasi.
 Sebagian besar penyakit yang menjadi target adalah patogen tular tanah karena
memberikan dampak lebih bila disbanding pathogen pada daun.
 Aplikasi pengendalian hayati terhadap patogen yang telah beradaptasi dengan baik
pada tanaman sangat sulit dilakukan bila tanaman sudah tumbuh, maka dilakukan
inokulasi antagonis ada biji yang akan ditanam.
 Pengendalian hayati terhadap pathogen akar  memperlakukan seluruh akar dengan
antagonis sebelum ditanam agar antagonis tumbuh dan berkolonisasi di daerah
perakaran.
 Phlebiopsis gigantean sukses melindungi dan mengendalikan penyakit pada pinus yang
telah dipotong atau ditebang
 Jamur dan bakteri juga dikembangkan untuk melindungi buah dari pembusukan setelah
panen dan selama penyimpanannya.(yeastantagonis baik pada buah)
 Strategi pengendalian hayati pada daun sangat jarang dilakukan karena merupakan
daerah pertanaman yang mendapatkan aplikasi fungsida.

Pengendalian Gulma

Gulma adalah tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak dikehendaki oleh
manusia melalui kompetisi ruang, waktu dan sumber nutrisi.

Gulma invasif menjadi ancaman bagi keragaman hayati dapat menggantikan


tanaman indigenous, mengubah struktur dan komunitas ekologi serta menghambat
proses dalam ekosistem.
Introduksi musuh alami gulma  strategi yang digunakan pengendalian gulma pada
areal yang sangat luas.
Pendekatan pengendalian gulma  strategi introduksi dan inundasi.
Introduksi  melepas agen pengendalian hayati, jumlah tertentu
Inundasi  Melepas musuh alami dalam jumlah yang besar

Agen Pengendali Hayati pada Gulma


OrganismeAgen hayatiArthropoda, herbivora patogen dan ikan
Herbivora Pengunyah, penggorok, penggerek, pembentuk gall.

Luka yang disebabkan oleh herbivora :


 Menurunnya produksi bunga dan biji
 Kematian secara langsung pada tanaman
 Kematian secara tidak langsung
 Interaksi menyebabkan stress pada tanaman

Serangan herbivora kadang juga menyebabkan masuknya pathogen tumbuhan yang


mempercepat kematian gulma.
Phitophagous Gulma
Introduksi gulma  Artropoda phytophagous (kumbang, ulat, kutu perisai, lalat)

1. Kumbang daun (Coleoptera:Chrysomellidae)


 Berukuran kurang dari 15 mm
 Metamorfosis sempurna
 Mulut tipe pengunyah

2. Kumbang Moncong (Coleoptera:Curculionidae)


 Ukuran tubuh 15-20 mm
 Kepala menyempit (rostum)
 Antena terletak di tengah rostum mengarah ke bawah
 Berwarna gelap
 Memiliki mulut pengunyah di ujung rostum
 Larva menggerek dalam akar, batang dan struktur bunga

3. Ulat Pyralid (Lepidoptera:Pyralidae)


 Berukuran kecil dengan sayap depan triangular
 Larva kecil, shelter menjalin daun dan ranting atau hidup dalam ranting, batang atau biji
 Tipe mulut pengunyah, imago memiliki penghisap

4. Kutu Perisai (Hemiptera-Homoptera:Dactylopiidae)


 Memiliki anggota kutu perisai, kutu daun, kutu putih dan kutu kebul.
 Berukuran kecil dan terspesialisasi cara makannya
 Menggunakan cucuk penghisap
 Siklus hidup: telur diletakan di bawah tubuh betina sebagai tempat berlindung, ketika
menetas, stadia aktif bergerak mencari tempat dan tidak berpindah lagi, Nimfa
membentuk perisai/pelindung/shell yang cukup keras.

Tahapan Identifikasi dan Introduksi Agen Pengendali Hayati Gulma

1. Tahap Identifikasi Gulma Sasaran


a. Tanaman introduksi
b. Ada dalam jumlah dan kepadatan yang besar
c. Tanaman tidak memberikan keuntungan secara ekonomi
d. Mempunyai karakteristik taksonomi yang jelas
e. Gulma pada daerah yang minim gangguan terhadap agen pengendali hayati

2. Identifikasi Agen Pengendali hayati dan Uji Spesialisasi Inang


a. Observasi
b. Skrening
c. Uji Sebaran Inang

3. Pelepasan Terbatas
4. Pelepasan Pada Areal yang lebih luas
5. Monitoring tempat pelepasan
6. Redistribusi
7. Pemeliharaan Populasi
Patogen Tanaman Untuk mengendalikan Gulma
Mikroba (jamur, virus, bakteri) mampu tumbuh dan bereproduksi memanfaatkan
tanaman sebagai sumber nutriennya.
Patologi tanaman  ilmu yang mempelajari mikroba yang dapat menimbulkan penyakit
pada tanaman dengan ttitik fokus pada bagaimana mengendalikan mikroba dan
mengelola populasinya.

Strategi pengendalian hayati yang digunakan dalam program pengendalian


gulma inundasi, inokulasi, introduksi
Aplikasi mikroba bioherbisida atau mycoherbisida  strateginya mirip herbisida
kemikal
Strategi inokulasi efektif untuk mengendalikan gulma indigenous, namun sulit diproduksi
secara massal.
Introduksi artropoda mengendalikan beberapa jenis gulma sukses dilakukan. Strategi ini
juga dilakukan dengan menggunakan mikroba terutama jamur.
Jamur karat yang umum digunakan secara biologis dekat dengan kapang (masuk
dalam basidiomycetes).
Jamur karat menginfeksi tanaman melalui stomata. Tanaman yang terinfeksi
menunjukan tanda spot-spot karat pada daun dan batang tempat spora jamur karat
diproduksi. Gejala lebih lanjut adalah menyebabkan bercak hitam hingga kematian
tanaman.

Introduksi pengendalian hayati pada gulma

Patogen Gulma Sasaran Negara


Jamur karat
Puccinia chondrillina Chondrilla juncea Australia& USA
Puccinia caruorium Carduus nutans USA
Phragmidium viollaceum Rubus spp. Chili
Uromycladium tepperrianum Acaciasaligna Afrika Selatan
Semut
Entyloma ageratinae Ageratina riparia USA
Parasit(oid)

Parasitoid adalah suatu serangga parasitik yang hidup pada atau di dalam tubuh suatu
serangga (atau arthropoda lain) inang yang lebih besar dan akhirnya membunuh inang
tersebut.

Karakteristik parasitoid

1. Parasitoid biasanya menghancurkan inangnya selama perkembangannya.


2. Inang parasitoid biasanya termasuk dalam kelas taksonomi yang sama (serangga)
3. Parasitoid dewasa hidup bebas sementara itu hanya stadia pradewasa yang parasitik.
4. Parasitoid berkembang hanya pada satu individu inang selama stadia pradewasa.
5. Dinamika populasi parasitoid mirip dengan serangga predator.

Parasitoid  Serangga dengan Stadia Pra dewasa Menjadi Parasit di dalam tubuh
serangga lain , sementara stadia dewasanya hidup bebas

Perbedaaan Parasitoid dengan Parasit :


1. Parasitoid selalu menghabiskan inangnya di dalam perkembangannya sedangkan
parasit tidak.
2. Inang Parasitoid adalah serangga juga sedangkan parasit tidak.
3. Ukuran parasitoid bisa lebih kecil atau sama dengan inangnya. Sedangkan Parasit pasti
lebih kecil dari inangnya.
4. Parasitoid stadia dewasa tidak lagi melakukan aktivitas parasitasi, sedangkan parasit
selamanya.
5. Parasitoid hanya berkembang pada satu inang, sedangkan parasit tidak.
6. Parasitoid umumnya adalah serangga ordo Hymnoptera dan Diptera.

Parasitoid meletakan lebih dari satu telur pada satu inang  superparasitisme
Dua atau lebih spesies parasitoid menyerang satu inang  multiparasitisme
Kategori Parasitoid peletakkan telur
Parasitoid meletakan di dalam tubuh inang  endoparasitoid
Parasitoid yang mematikan inang terlebih dahulu, inangnya paralysis, telur diletakkan
pada permukaan tubuh inang/ dekat inang  ektoparasitoid
Spesies parasitoid yang hidup dalam inangnya yang masih hidup  Koinobiont
Spesies parasitoid yang hidup pada atau dalam inang yang sudah mati  idiobiont
Spesies Parasitoid yang menyerang parasitoid lain  hyperparasitoid/parasitoid
sekunder
Pada sebagian spesies, semua telur sudah masak, dapat diletakkan tanpa menunggu
berkembang terlebih dahulu  pro-ovigenik
Pada sebagian spesies, sebagian telur masak dan sebagian belum, telur akan masak
secara gradual  synovigenik

Sistem Navigasi Parasitoid


Proses penemuan inang  1. Host Habitat Finding (Habitat Inang)
2. Host Location (Inang dalam habitat)
Proses penemuan inang yang pada jarak yang panjang ditentukan secara kemikal
berupa kairomon atau synomon.
airomon  Senyawa yang menyebabkan reaksi perilaku dan fisiologi yang teradaptasi bagi resivernya
bukan pada emiternya.
ynomon  Senyawa yang menyebabkan reaksi perilaku dan fisiologi yang teradaptasi bagi resiver
dan emiternya.

iromon atau synomon dapat berasal dari :


1. Diproduksi oleh inang itu sendiri
2. Tanaman tempat inang menyerang
3. Interaksi antar inang

Proses penemuan inang dalam jarak pendek ditentukan oleh senyawa tertentu.
Arresant  senyawa yang lebih volatile dibanding attractans. Sering diproduksi inang
ketika dalam proses makan atau peletakkan telur.

a. Penggolongan Parasitoid berdasarkan urutan menyerang inang


1. Parasitoid Primer : inang utama hama tanaman
2. Parasitoid Sekunder (hyperparasitoid) : Parasitoid yang memparasit
parasitoid primer

b. Parasitoid berdasarkan Cara menyerang inang


1. Parasitoid Soliter : satu parasitoid pada tubuh hama
2. Parasitoid Gregarius : lebih dari satu parasitoid pada tubuh hama
c. Parasitoid berdasarkan posisi waktu menyerang inang
1. Ektoparasitoid (eksternal parasitoid) : Parasitoid yang waktu aktif
menyerang hama dengan cara
menempel pada tubuh hama
2. Endoparasitoid (parasitoid internal) : Parasitoid yang waktu aktif
menyerang hama berada di
dalam tubuh hama,

d. Parasitoid berdasarkan fase tubuh inang


1. Parasitoid Telur : Menyerang fase telur
2. Parasitoid Larva : menyerang fase larva
3. Parasitoid Telur-Larva : menyerang dari mulai fase telur sampai
fase larva
4. Parasitoid Larva-Kepompong : Meletakan telur pada fase larva dan
berkembang sampai fase kepompong
5. Parasitoid Kepompong : Menyerang fase kepompong
6. Parasitoid Serangga Dewasa : Menyerang serangga dewasa saja

Parasitik Hymenoptera
Hymenoptera  Sympitica (sawflies)
 Aprocita (Parasitic Wasps)
 Apocrita
 Aculeata
Aculeata  spesies monophyletic (Semut, tabuhan, lebah)
Parasitica  parasitoid serangga hama (Trigonalyoidea, Evanoidae, Cynipoidea,
Chalcidoidea, proctotrupoidea, ceraphoronoidea, stephanoidea dan Ichneumonoidea.

1. Trigonalyoidea  family Trigonalidae (Parasitoid pada Vespid atau hiperparasitoid pada


Lepidoptera,
2. Evanoidae  family Evaniidae (parasitoid telur pada kecoak), Gasteruptiidae
(Parasitoid larva pada tabuhan social dan lebah), Aulacidae (endoparasitoid pada
kumbang pengebor kayu)
3. Cynipoidea  Famili Ibaliidae (parasitoid pada horntail sawflies), Figitidae (Parasitoid
pada beberapa predator), Eucoliidae (Parasitoid pupa lalat), Cynipidae (pembuat gall
pada oak dan mawar)

4. Chalcidoidea  Famili Leucospidae (parasitoid lebah dan larva tabuhan), Chalcididae


(Parasitoid Coleoptera dan diptera), Eurytomidae (parasitoid pada inang dalam gall),
Torymidae (menyerang serangga pembuat gall), Ormyridae (Parasitoid fig insect),
Pteromalidae (Spalangidae:pupa lalat; Cleonymae : kumbang pengebor kayu;
Microgasterina:Diptera; Agromyzidae,Cecidomyiidae, Tephtritidae, Antomyiidae,
Pteromalinae : Dyptera dan Hymenoptera), Eucharitidae (parasitoid pada semut),
Perilampidae (Hiperparasitoid pada parasitoid Lepidoptera), Tetracampidae (parasitoid
telur kumbang), Eupelmidae (Calosotinae:serangga dalam batang; Euplaminae:
parasitoid pada hiperparasitoid; Metapelmatinae: serangga pengebor kayu), Encyrtidae
(parasitoid pada arthropod), Signiphoridae (menyerang kutu Diaspinae dan sebagai
parasitoid pada kutu perisai dank utu kebul), Eulophidae (menyerang coleoptera,
Lepidoptera, diptera, hymenoptera, penggorok daun dan serangga pelubang kayu),
Aphelinidae (menyerang kutu perisai, dompolan, kebul, daun dan kutu loncat),
Trichogrammatidae (parasitoid telur), Mymaridae (parasitoid telur).

5. Proctotrupoidea  Famili Proctotrupidae (parasitoid larva kumbang), Diapriidae


(Endoparasitoid pupa diptera), Plastygasteridae (parasitoid Ceciidomyiid)

6. Ceraphoronoidea  Famili Cheraphronoidae (Parasitoid primer pada predator


Cecidomyiid), Megaspilidae (Endoparasitoid pada kutu perisai, predator Hemerobiidae,
Chrysopid, Chamaemyiidae dan Syrpid)

7. Stephanoidea  Famili Stephanoidea ( parasitoid pada larva kumbang pelubang kayu)

8. Ichneumonoidea  Famili Ichneumonidae (Ephialtinae:Pimpla; Typhoninae:


ektoparasitoid larva atau pupa; Gelininae: Ektoparasitoid kokon serangga;
Banchinae:Glypta; Porizontinae : Diadegma; Ophinanae : endoparasitoid pada larva
Lepidoptera; Ichneumoninae:Endoparasitoid pupa Lepidoptera; Scolobatinae :
Endoparasitoid larva sawflies; Diplazontinae : endoparasitoid larva syrpid), Famili
Braconidae (Endoparasitoid Aphid Aphidiinae, Aphidius, Troxys; Endoparasitoid
larva Lepidoptera dan coleoptera (Mateorinae, Meteorus, Blacine, Blacus,
Microgasterinae, Apateles, Microplitis, Rogadinae, Aleiodes; Endoparasitoid imago
kumbang dan nimfa hemiptera  Euphorinae, Microctonus; Endoparasitoid telur-
larva  Cheloninae, Chelonus; Endoparasitoid telur atau larva lalat  Alysiinae,
Dacnusa, Opiinae, Opius; dan Ektoparasitoid larva Lepidoptera yang hidup
tersembunyi  Braconinae, Bracon.

Sebagian Besar Aculeata  tabuhan Predator seperti semut dan tabuhan atau
Phytophagus seperti lebah.
Aculaeta  Parasitoid  Chrysidodea dan Vespoidea

1. Chrysidodea  Famili Drynidae (Parasitoid wereng daun dan superfamily dalam ordo
homoptera), Famili Bethylidae (Menyerang Coleoptera dan Lepidoptera), Famili
Chrysididae (Cleptinae:Parasitoid pre-pupa atau pupaTenthtrendinid sawflies;
Elampinae ; Chrysidinae : parasitoid atau kleptoparasitoid pada tabuhan dan lebah.)
2. Vespoidea  Tiphiidae (parasitoid pada larva kumbang), Mutillidae (parasitoid pada
larva dan pupa tabuhan dan lebah), Scoliidae (parasitoid larva scarabaeid di dalam
tanah), Sphecidae (tabuhan Predator, ektoparasitoid pada jengkerik).

Parasitoid Diptera

1. Famili Acroceridae (Endoparasitoid pada laba-laba)


2. Nemestrinidae (Endoparasitoid pada larva Scarabacid atau belalang)
3. Bombyliidae (parasitoid pada ulat, larva scarebaid, larva hymenoptera, tabung telur
ortoptera)
4. Phorides (masuk tubuh serangga melalui luka)
5. Pipunculidae (parasitoid Auchenorrhyncha)
6. Conopidae (Endoparasitoid lebah bumble dan tabuhan.
7. Sciomyzidae (lalat parasitoid menyerang Mollusca)
8. Cryptochetidae (parasitoid kutu perisai)
9. Sarcophagidae (parasitoid pada serangga)

10. Tachinidae (endoparasitoid soliter)

Anda mungkin juga menyukai