Anda di halaman 1dari 7

Pengukuran Kepadatan Lalat di Area TPA Ngronggo Salatiga

Pengukuran Kepadatan Lalat di Area TPA Ngronggo Salatiga

I.PENDAHULUAN A.Latar belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Ngronggo terletak di kelurahan Kumpulrejo, kecamatan Argomulyo, Salatiga. Dari data yang diperoleh, sampah rumah tangga yang dibuang di TPA Ngronggo mencapai 9 ton atau 280 m3 dalam sehari. Sistem yang digunakan dalam mengelola sampah adalah control landfill, yakni sampah yang telah dipadatkan diuruk kembali ( Anonim1 2007 ). TPA Ngronggo merupakan salah satu tempat yang memiliki populasi lalat yang padat. Lalat merupakan serangga dari ordo Diptera yang mempunyai sepasang sayap biru berbentuk membran. Semua bagian tubuh lalat rumah bisa berperan sebagai alat penular penyakit (badan, bulu pada tangan dan kaki, feces dan muntahannya). Kondisi lingkungan yang kotor dan berbau dapat merupakan tempat yang sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan bagi lalat rumah (Ahmad 2002). Siklus Hidup Lalat dalam kehidupan lalat dikenal ada 4 (empat) tahapan yaitu mulai dari telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat berkembang biak dengan bertelur, berwarna putih dengan ukuran lebih kurang 1 mm panjangnya. Setiap kali bertelur akan menghasilkan 120130 telur dan menetas dalam waktu 816 jam .Pada suhu rendah telur ini tidak akan menetas (dibawah 12 13 C). Telur yang menetas akan menjadi larva berwarna putih kekuningan, panjang 1213 mm. Akhir dari phase larva ini berpindah tempat dari yang banyak makan ke tempat yang dingin guna mengeringkan tubuhnya, Setelah itu berubah menjadi kepompong yang berwarna coklat tua, panjangnya sama dengan larva dan tidak bergerak. Phase ini berlangsung pada musim panas 3-7 hari pada temperatur 3035 C, kemudian akan keluar lalat muda dan sudah dapat terbang antara 450900 meter. Siklus hidup dari telur hingga menjadi lalat dewasa 6-20 hari Lalat dewasa panjangnya lebih kurang inci, dan mempunyai 4 garis yang agak gelap hitam dipunggungnya. Beberapa hari kemudian sudah siap untuk berproduksi, pada kondisi normal lalat dewasa betina dapat bertelur sampai 5 (lima) kali. Umur lalat pada umumnya sekitar 2-3 minggu, tetapi pada kondisi yang lebih sejuk biasa sampai 3 (tiga) bulan Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin (Rudianto 2002). Populasi lalat rumah yang banyak akan menyebabkan gangguan kepada manusia dan dapat menjadi vektor pembawa penyakit kepada manusia seperti penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Menurut Rudianto (2002), penyakit yang dapat ditularkan oleh lalat antara lain : 1. Desentri, penyebaran bibit penyakit yang dibawa oleh lalat rumah yang berasal dari sampah, kotoran manusia/hewan terutama melalui bulu-bulu badannya, kaki dan bagian tubuh yang lain dari lalat dan bila lalat hinggap ke makanan manusia maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan dimakan oleh manusia. 2. Diare, cara penyebarannya sama dengan desentri dengan gejala sakit pada bagian perut, lemas dan pecernaan terganggu. 3. Typhoid, cara penyebaran sama dengan desentri, gangguan pada usus, sakit pada perut, sakit kepala, berak darah dan demam tinggi. 4. Cholera, penyebarannya sama dengan desentri dengan gejala muntah-muntah, demam, dehidrasi. Lalat banyak jenisnya tetapi paling banyak merugikan manusia adalah jenis lalat rumah

(Musca domestica), lalat hijau (Lucilia seritica), lalat biru (Calliphora vomituria) dan lalat latirine (Fannia canicularis). B.Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat kepadatan lalat yang ada di area TPA Ngronggo dengan umur sampah baru, umur sampah sedang dan umur sampah lama, pintu masuk, tegalan dan pemukiman. Selain itu juga mengidentifikasi jenis lalat dan faktor ekologi yang mendukung populasi lalat di area TPA.

II.BAHAN DAN METODE A.Waktu dan Tempat Penelitian Praktikum dilaksanakan pada 26 Februari 2008 dan 4 Maret 2008 di TPA Ngronggo dan di Laboratorium AB.4 Universitas Kristen Satya Wacana. B.Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah fly grill, higrotermometer, lux meter, botol dan stopwatch. Sedangkan bahan yang digunakan adalah alkohol 70%. C.Metode Kerja C.1 Penghitungan kepadatan lalat dan faktor aboitik. Fly grill yang ada dipasang seperti pada gambar 1, kemudian diletakkan pada tempat yang telah ditentukan pada daerah yang akan diukur. Kemudian dalam waktu 30 detik, dihitung jumlah lalat yang hinggap pada fly grill. Setiap lokasi pengambilan sampel dilakukan 10 kali penghitungan. Kemudian dianalisis hasil yang didapat dengan cara menghitung rata-rata dari 5 data tertinggi. Suhu, kelembaban dan intensitas cahaya pada tiap lokasi pengambilan sampel diukur dengan menggunakan termohigrometer dan lux meter.

Gambar 1. Fly grill untuk menghitung kepadatan lalat

C.2. Identifikasi lalat Lalat yang didapat dari TPA Ngronggo dipilih jenis yang berbeda (dilihat dari morfologinya) dan dimasukkan dalam botol yang telah berisi alkohol 70%, untuk keperluan analisis. Sampel lalat yang didapatkan kemudian dibawa ke laboratorium dan dianalisis spesiesnya dengan

menggunakan kunci identifikasi serangga.

III.HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Pengamatan Hasil identifikasi lalat yang ada di TPA Ngronggo : 1.Lalat Hijau Ordo : Diptera Famili : Calliphoridae Genus : Lucilia Spesies : L. illustris 2.Lalat rumah (spesies paling banyak) Ordo : Diptera Famili : Muscidae Genus : Musca Spesies : M. domestica 3.Lalat besar Ordo : Diptera Famili : Muscidae Genus : Stomoxys Spesies : S. calcitrans (L) B.Pembahasan Dari hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa spesies Musca domestica (lalat rumah) merupakan spesies yang paling banyak ditemukan di TPA Ngronggo. Hal ini dapat

dikarenakan sampah yang terdapat di TPA sebagian besar merupakan sampah rumah tangga. Lalat rumah ini mengandalikan insting tertarik pada bau-bau yang khas yaitu pada sampah yang membusuk. Jenis lalat hijau atau L. illustris juga ditemukan di TPA Ngronggo walaupun dengan jumlah yang tidak sebanyak M. domestica. Menurut Sri (1979), lalat jenis L. illustris ini memakan nektar dan benda busuk. Hal ini dapat dipastikan bahwa di TPA Ngronggo merupakan tempat menyediakan banyak makanan bagi lalat hijau. Jenis lalat S. calcitrans (L) merupakan lalat yang memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibanding dengan L. illustris dan M. domestica. Jenis lalat ini memiliki warna tubuh hitam sampai kecoklatan dan mata berwarna mengkilap. Menurut Cristina (1991), induk dari S. calcitrans (L) biasanya meletakkan telur di permukaan daun atau tempat-tempat yang terletak di atas permukaan air. Larvanya bersifat akuatik, pada dewasa jantan sering terdapat pada bunga-bunga untuk mengambil pollen/nektar. Sedangkan pada spesies betina menghisap darah dan sering sebagai hama penting bagi manusia atau binatang seperti pada kuda, sapi, kijang dan sebagai vektor penyakit. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa spesies S. calcitrans (L) betina sering hinggap pada tubuh sapi-sapi yang digembalakan di area TPA Ngronggo dan dapat menjadi hama dengan menghisap darah sapi. Kepadatan lalat yang paling tinggi terdapat pada lokasi TPA dengan sampah yang baru, dengan nilai rata-rata kepadatan mencapai 152,6 individu. Dari hasil interpretasi kepadatan lalat ini sangat tinggi. Di pemukiman yang jaraknya 500 meter dari lokasi TPA juga memiliki jumlah individu lalat yang padat. Selain faktor ketersediaan makanan bagi lalat di pemukiman (makanan manusia atau sisa makanan), menurut Anonim2 (2007), lalat juga dapat terbang jauh mencapai 1 kilometer. Hal tersebut juga memungkinkan lalat di TPA untuk dapat berada di area pemukiman. Pada area rumput gajah dan tegalan juga terdapat populasi lalat yang tinggi, hal ini dapat disebabkan rumput sering dijadikan tempat lalat meletakkan telur dan berkembangnya larva lalat. Musuh alami (predator) lalat adalah kumbang, kutu dan lebah. Namun keberadaan predator ini di TPA tidak dapat efektif menekan populasi lalat, hal ini dapat dikarenakan pertumbuhan predator lalat yang umumnya lebih lambat dibanding pertumbuhan lalat di area TPA. Peran sampah sebagai sumber makanan dan tempat perindukan Lalat di TPA Nggronggo memiliki jumlah populasi yang padat (tabel 2), hal ini dapat dikaitkan dengan faktor makanan yang paling disukai lalat yaitu pada makanan manusia sehari-hari seperti gula, susu, makanan olahan, kotoran manusia dan hewan, buahbuahan,darah serta bangkai binatang. Makanan yang disukai ini sangat mudah ditemukan di TPA Ngronggo., tanpa air lalat hanya hidup 48 jam saja. Menurut Ahmad (2002), lalat makan paling sedikit 2-3 kali sehari. Peran flora di TPA Nggonggo sebagai tempat perindukan Padatnya populasi lalat di TPA juga dapat dikaitkan dengan faktor tempat perindukan lalat. Tempat yang disenangi lalat sebagai tempat perindukan adalah tempat yang basah seperti sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk, kotoran yang menumpuk secara kumulatif (dikandang). Peran leachit dan kotoran organik Tempat perindukan lalat rumah dapat juga berada pada kotoran hewan yang lembab dan masih baru (normal nya lebih kurang satu minggu), permukaan air kotor yang terbuka. Dapat disimpulkan bahwa area TPA Ngronggo merupakan tempat yang sangat cocok sebagai habitat lalat. Di TPA terdapat kotoran sapi yang kotor berupa leachit yang disenangi lalat untuk berkembangbiak. Tempat peristirahatan Pada Waktu hinggap lalat mengeluarkan ludah dan tinja yang membentuk titik hitam. Tanda-

tanda ini merupakan hal yang penting untuk mengenal tempat lalat istirahat. Lalat sering beristirahat di lantai dinding, langit-langit, rumput- rumput dan tempat yang sejuk. Juga menyukai tempat yang berdekatan dengan makanan dan tempat berbiaknya, serta terlindung dari angin dan matahari yang terik. Di dalam rumah, lalat istirahat pada pinggiran tempat makanan, kawat listrik dan tidak aktif pada malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian tidak lebih dari 5 (lima) meter (Rudianto 2002). Perilaku lalat di TPA Pada siang hari lalat bergelombol atau berkumpul dan berkembang biak di sekitar sumber makanannya. Penyebaran lalat sangat dipengaruhi oleh cahaya, temperatur, kelembaban. Untuk istirahat lalat memerlukan suhu sekitar 35-40C, kelembaban 90%. Aktifitas terhenti pada temperatur <15C. Tahap kepadatan lalat rumah bergantung kepada banyak faktor antaranya penggunaan atau terdapatnya agen biologi seperti sejenis tebuan, populasi ternakan disesuatu lokasi karena dapat menyumbangkan peranan sebagai tempat perkembangbiakan dan istirahat lalat. Faktor abiotik : Intensitas cahaya, suhu dan kelembapan udara. Dari hasil pengamatan pada tabel 2 dapat diketahui bahwa intensitas cahaya yang ada di TPA Ngronggo cukup tinggi yaitu 20.700 lux 31.300 lux. Hal ini sangat mempengaruhi populasi lalat yang ada di TPA, karena Lalat meperupakan serangga yang bersifat fototropik yaitu menyukai cahaya. Pada malam hari tidak aktif, namun dapat aktif dengan adanya sinar buatan. Pada hasil pengamatan faktor abiotik suhu, cahaya dan kelembaban (tabel 3) dapat diketahui bahwa rata-rata suhu di TPA Ngronggo adalah 32 oC. Menurut Anonim2. (2007), untuk istirahat lalat memerlukan suhu sekitar 35-40C, hal ini sesuai dengan keadaan suhu TPA yang digunakan sebagai habitat lalat. Sedangkan kelembapan yang ada pada TPA Ngronggo adalah 46 %, tingkat kelembapan yang tinggi ini ini sangat mendukung siklus hidup lalat karena lalat menyukai tempat-tempat yang lembap. Dalam iklim panas larva lalat ditempat sampah dapat menjadi pupa dalam waktu hanya 34 hari (Anonim2 2007). Dengan memahami ekologi lalat juga dapat menjelaskan peranan lalat sebagai karier penyakit.

IV.KESIMPULAN Kepadatan lalat yang paling tinggi terdapat pada lokasi TPA dengan sampah yang baru, dengan nilai rata-rata kepadatan mencapai 152,6 individu. Di pemukiman yang jaraknya 500 meter dari lokasi TPA juga memiliki jumlah individu lalat yang padat. Pada area rumput gajah dan tegalan juga terdapat populasi lalat yang tinggi, Di TPA ngkronggo ditemukan tiga

spesies lalat yaitu : 1. Lalat Hijau, 2. Lalat rumah , 3. Lalat besar. Factor ekologis yang mendukung berkembangbiaknya lalat di TPA Ngkronggo adalah, banyaknya sampah yang menjadi sumber makanan bagi lalat dan banyaknya tanaman di sekitar tempat sampah, yang digunakan lalat untuk menaruh telur.

V.DAFTAR PUSTAKA Anonim1. 2007. Jalan dan Drainase TPA Ngronggo Tak Optimal. Koran Suara Merdeka edisi 06 Maret 2007 www.suaramerdeka.com Anonim2. 2007. Multifase lalat menuntut pengendalian yang multiaspek, terintegrasi antara fisik, biologis dan kimiawi. Agri Ternak. 01 December 2007 www.trobos.com Ahmad 2002. Kawalan Lalat Rumah (Musca domestica) di Kawasan Ladang Peternakan Ayam. www.jphpk.gov.my Cristina. 1991. Kunci Determinasi Serangga. Percetakan Kanisius. Yogyakarta Rudianto, Heru dan .Azizah. 2002. Studi Tentang Perbedaan Jarak Perumahan ke TPA Sampah Open dumping dengan Indikator Tingkat Kepadatan Lalat dan Kejadian Diare (Studi di Desa Kenep Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan). Jurnal Unair. www.journal.unair.ac.id .Sri, E. 1979. Serangga (terjemahan). Tira Pustaka. Jakarta. Diposkan oleh audry_wulan di 01:17

IPAL LAGOON NUSA INDAH


sISTEM PENGOLAHAN IPAL BTDC yang sering disebut Lagoon BTDC INI DIBANGUN TAHUN 1976 DG KAPASITAS 10.000 M3/hari. Lagoon mulai beroperasi pd tahun 1980. Luas area lagoon adlh 30 Ha, saat ini udah dimanfaatkan utk instalasi dan rmh pompa.. Keren banget lho????klo lum liat,,,,bsok2 liat ya!!!!Meskipun IPAL tp kyak kolam renang...g bau sma sekali, tp bedanya warna airnya rada keijoan. Sistem pengolahan limbah cair yg diterapkan adalah Waste Stabilization...apa tuh???Klo anak kes. Lingk pasti tau. Kolam stabilisasi. Limbah segar dt LPS KELUAR LEWAT INLET DI CELL 1 DAN MENGALAMI PROSES OKSIDASI. cELL 1 TRDIRI DR 2 bagian (1a dan 1b) yg dipisahkan oleh fiberglass pd bagian atas yg berfungsi sbg alat perangkap lemak (greastrap) untuk mengurangi lemak dan kotoran terapung masuk ke cell-cell berikutnya. Lemak dan kotoran terapung masuk ke cellcell berikutnya. Lemak dan kotoran yg tertahan pd perangkap lemak scara rutin akan dibersihkan oleh pekerja di Lagoon. Setelah melewati cell 1 maka air akan mengalir msuk ke cell 2a, slanjutnya mengalir ke cell 2b (cell terluas). dicell 2broses oksidasi akan berlangsung cukup lama(karena sangt luas). untuk memantau toksitas/kadar racun air, di cell ni telah dilepaskan ikan2 mujair yg dapet dipakai sbg indikator biologis utk mengetahui perubahan kualitas didalamnya.Slanjutnya mengalir ke cell 3 dan airnya udah tak berbau.

Anda mungkin juga menyukai