Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENGUKURAN KEPADATAN LALAT DI PAJAK

BERASTAGI PADA SENIN, 6 MARET 2023 MENGGUNAKAN


FLY GRILL

OLEH KELOMPOK 3 :
BERMEILINA SIMANJUNTAK
P00933121004

MELISA SIPAHUTAR
P00933121012

OBRAIN ELIA UTAMA SINURAT


P00933121017

RUTH ENJELINA RITONGA


P00933121024

SALLY SAYIDINA SITORUS


P00933121026

THERESYA AVENIA BR MILALA


P00933121030

VIOLA HAGATA SARAGIH


P00933121032

ZEVANYA SINAGA
P00933121033

DOSEN PENANGGUNGJAWAB
Jernita Sinaga, SKM.MPH

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN RI MEDAN

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI D-III SANITASI


T.A 2022/2023

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo Dipthera, yaitu insekta
yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Lalat mempunyai sifat kosmopolitan,
artinya kehidupan lalat dijumpai merata hampir diseluruh permukaan bumi. Diperkirakan
diseluruh dunia terdapat lebih kurang 85.000 jenis lalat, tetapi semua jenis lalat terdapat di
Indonesia. Jenis lalat yang paling banyak merugikan manusia adalah jenis lalat rumah (Musca
domestica), lalat hijau (Lucilia sertica), lalat biru (Calliphora vomituria) dan lalat latrine (Fannia
canicularis). Lalat juga merupakan spesies yang berperan dalam masalah kesehatan masyarakat
yaitu sebagai vektor penularan penyakit saluran pencernaan. Vektor adalah arthropoda yang
dapat memindahkan atau menularkan agent infection dari sumber infeksi kepada host yang
rentan (Kusnoputranto, 2000).

Penularan penyakit terjadi secara mekanis, dimana bulu–bulu badannya, kaki-kaki serta
bagian tubuh yang lain dari la0lat merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyakit
yang dapat berasal dari sampah, kotoran manusia, dan binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke
makanan manusia, maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan dikonsumsi oleh
manusia sehingga akhirnya akan timbul gejala sakit pada manusia yaitu sakit pada bagian perut
serta lemas. Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain disentri, kolera, thypus
perut, diare dan lainnya yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk (Depkes,
2001).

Upaya untuk menurunkan populasi lalat adalah sangat penting, mengingat dampak yang
ditimbulkan. Untuk itu sebagai salah satu cara penilaian baik buruknya suatu lokasi adalah
dilihat dari angka kepadatan lalatnya. Dalam menetukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap
populasi lalat dewasa tepat dan biasa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat.

Lalat merupakan species yang berperan dalam masalah kesehatan masyarakat. Ancaman
lalat mulai diperhitungkan terutama setelah timbulnya masalah sampah yang merupakan dampak
negatif dari pertambahan penduduk. Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan mengundang
lalat untuk datang dan berkontak dengan manusia. Dengan didorong oleh rendahnya tingkat
pengetahuan masyarakat akan higiene dan sanitasi, pada akhirnya lalat akan menimbulkan
masalah kesehatan masyarakat secara luas baik dari segi estetika sampai penularan penyakit.

Penularan penyakit oleh lalat dapat terjadi melalui semua bagian dari tubuh lalat seperti :
bulu badan, bulu pada anggota gerak, muntahan serta fesesnya. Upaya pengendalian penyakit
menular tidak terlepas dari usaha peningkatan kesehatan lingkungan dengan salah satu
kegiatannya adalah pengendalian vektor penyakit termasuk lalat. Saat ini terdapat sekitar ±
60.000 – 100.000 spesies lalat, tetapi tidak semua species perlu diawasi karena beberapa
diantaranya tidak berbahaya terhadap kesehatan masyarakat.

Kepadatan lalat disuatu tempat perlu diketahui untuk menentukan apakah daerah
tersebut potensial untuk terjadinya fly borne diseases atau tidak. Metode pengukuran kepadatan
lalat yang populer dan sederhana adalah dengan menggunakan alat fly grill. Prinsip kerja dari
alat ini didasarkan pada sifat lalat yang menyukai hinggap pada permukaan benda yang bersudut
tajam vertikal.

Keuntungan penggunaan flygrill diantaranya adalah mudah, cepat dan murah. Dengan
demikian dapat dengan cepat menentukan kriteria suatu daerah potensial atau tidak. Kendati
demikian, fly grill mempunyai beberapa kelemahan. Utamanya adalah bahwa fly grill
sangat tidak cocok untuk menghitung kepadatan lalat, dimana populasinya sangat banyak
atau sangat sedikit. Dalam kondisi seperti itu, penghitungan kepadatan lalat dengan fly grill,
hasilnya tidak dapat mewakili keadaan yang sesungguhnya. Lokasi yang perlu dilakukan
pengukuran kepadatan lalat, utamanya adalah perumahan, rumah makan dan tempat
pembuangan sampah. Selain itu, bisa juga dilakukan di kendang ternak yang berdekatan
dengan pemukiman manusia

1.2 Rumusan Masalah

1.Bagaimana cara membuat fly girl ?

2.Bagaimana cara mengukur tingkat kepadatan lalat menggunakan fly girl ?

3.Bagaimana kepadatan lalat di Pajak Berastagi ?


1.3 Tujuan

1.Untuk Memahami cara Pengukuran Tingkat Kepadatan Lalat

2.Untuk Mengetahui Berapa jumlah rata – rata Tingkat Kepadatan Lalat yang ada disekitar
tempat Pasar Brastagi

3.Untuk Mengetahui cara Pengendalian Lalat

4.Untuk mengetahui cara pembuatan alat pengukuran lalat


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lalat

Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo Dipthera, yaitu
insekta yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Lalat mempunyai sifat
kosmopolitan, artinya kehidupan lalat dijumpai merata hampir diseluruh permukaan bumi.
Diperkirakan diseluruh dunia terdapat lebih kurang 85.000 jenis lalat, tetapi semua jenis lalat
terdapat di Indonesia. Jenis lalat yang paling banyak merugikan manusia adalah jenis lalat rumah
(Musca domestica), lalat hijau (Lucilia sertica), lalat biru (Calliphora vomituria) dan lalat latrine
(Fannia canicularis). Lalat juga merupakan spesies yang berperan dalam masalah kesehatan
masyarakat yaitu sebagai vektor penularan penyakit saluran pencernaan.

Fly grill merupakan seperangkat alat yang digunakan untuk mengukur kepadatan lalat di
suatu tempat. Fly grill dapat dibuat dari bilah- bilah Bambu yang lebarnya 1,2 cm dan tebalnya
0,64 cm dengan panjang masing- masing 91 cm sebanyak 16-24 dan dicat warna kuning. Bilah-
bilah yang telah disiapkan dibentuk berjajar dengan jarak 1-2 cm pada kerangka kayu yang telah
disiapkan dan pemasangan bilah kayu pada kerangkanya sebaiknya memakai sekrup sehingga
dapat dibongkar pasang. Fly grill dipakai untuk mengukur tingkat kepadatan lalat dengan cara
meletakkan Fly grill pada tempat yang akan diukur kepadatan lalatnya. Kemudian dihitung
jumlah lalat yang hinggap di atas Fly grill dengan menggunakan alat penghitung ( hand counter )
selama 30 detik. Sedikitnya pada setiap lokasi dilakukan 9 kali perhitungan kemudian dari 5 kali
hasil perhitungan lalat yang tertinggi dibuat rata – ratanya dan dicatat dalam kartu hasil
perhitungan.

2.1.1 Siklus Hidup Lalat


Dalam kehidupan lalat dikenal ada 4 (empat) tahapan yaitu mulai dari telur, larva, pupa dan
dewasa. Lalat berkembang biak dengan bertelur, berwarna putih dengan ukuran lebih kurang 1
mm panjangnya. Setiap kali bertelur akan menghasilkan 120–130 telur dan menetas dalam waktu
8–16 jam .Pada suhu rendah telur ini tidak akan menetas (dibawah 12 –13 º C). Telur yang
menetas akan menjadi larva berwarna putih kekuningan, panjang 12-13 mm. Akhir dari phase
larva ini berpindah tempat dari yang banyak makan ke tempat yang dingin guna mengeringkan
tubuhnya, Setelah itu berubah menjadi kepompong yang berwarna coklat tua, panjangnya sama
dengan larva dan tidak bergerak. fase ini berlangsung pada musim panas 3-7 hari pada
temperatur 30–35 º C. Kemudian akan keluar lalat muda dan sudah dapat terbang antara 450–900
meter, Siklus hidup dari telur hingga menjadi lalat dewasa 6-20 hari Lalat dewasa panjangnya
lebih kurang ¼ inci, dan mempunyai 4 garis yang agak gelap hitam dipunggungnya.

Beberapa hari kemudian sudah siap untuk berproduksi, pada kondisi normal lalat dewasa
betina dapat bertelur sampai 5 (lima) kali. Umur lalat pada umumnya sekitar 2-3 minggu, tetapi
pada kondisi yang lebih sejuk biasa sampai 3 (tiga) bulan Lalat tidak kuat terbang menantang
arah angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang jauh mencapai 1 kilometer.

1. Tempat Perindukan Lalat


Tempat yang disenangi adalah tempat yang basah seperti sampah basah, kotoran binatang,
tumbuh-tumbuhan busuk, kotoran yang menumpuk secara kumulatif (dikandang).

2. Kotoran Hewan
Tempat perindukan lalat rumah yang paling utama adalah pada kotoran hewan yang lembab
dan masih baru (normal nya lebih kurang satu minggu).

3. Sampah dan sisa makanan dari hasil olahan


Disamping lalat suka hinggap juga berkembang baik pada sampah, sisa makanan,
buahbuahan yang ada didalam rumah maupun dipasar.

4. Kotoran Organik
Kotoran organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia. Sampah dan makanan ikan adalah
merupakan tempat yang cocok untuk berkembang biaknya lalat.

5. Air Kotor
Lalat Rumah berkembang biak pada pemukaan air kotor yang terbuka.

2.1.2 Pola Penyebaran Lalat


Pola Distribusi
Musca domestica dan Chrysomya megachepala adalah lalat yang tersebar secara
kosmopolitan dan bersifat sinantropik yang artinya lalat ini mempunyai hubungan
ketergantungan yang tinggi dengan manusia karena zat-zat makanan yang dibutuhkan lalat
sebagian besar ada pada makanan manusia. Lalat lebih aktif pada tempat yang terlindung dari
cahaya daripada tempat yang langsung terkena cahaya matahari. Penyebaran yang luas dari
kedua jenis lalat ini dimungkinkan karena daya adaptasinya yang tinggi. Kepadatan lalat di suatu
daerah, sangat dipengaruhi oleh: tempat perindukan, cahaya matahari, temperatur dan
kelembaban. Kepadatan lalat akan tinggi jika temperatur antara 20-25 0C. Populasi menurun
apabila temperatur > 45 0C dan < 100 0C. Pada temperatur yang sangat rendah, lalat tetap hidup
dalam kondisi dorman pada stadium dewasa atau pupa. Kebiasaan & distribusi lalat pada Siang
hari akan berada di sekitar tempat makan & tempat perindukan di mana juga terjadi perkawinan
& istirahat. Penyebaran dipengaruhi oleh reaksinya terhadap cahaya, temperatur, kelembaban,
textur dan warna permukaan yang disenangi untuk istirahat. Aktivitas lalat: bertelur, berkawin,
makan dan terbang, terhenti pada temperature di bawah 15 0C. Lalat umumnya aktif pada
kelembaban udara yang rendah. Pada temperatur di atas 20 0C lalat akan berada di luar rumah, di
tempat yang ternaung dekat dengan udara bebas. Pada waktu tidak makan lalat akan istirahat
pada permukaan horisontal atau pada kabel yang membentang atau tempat-tempat yang vertikal
dan pada atap di dalam rumah khususnya malam hari.

2.1.3 Ketahanan Hidup


Tergantung pada musim dan temperatur: Lalat dewasa hidup 2-4 minggu pada musim panas
dan lebih lama pada musim dingin yaitu bisa mencapai 3 bulan, mereka paling aktif pada suhu
32,50C dan akan mati pada suhu 450C. Lalat melampaui musim dingin (over wintering) sebagai
lalat dewasa, dan berkembang biak di tempat-tempat yang relatif terlindung seperti kandang
ternak dan gudang-gudang. Pada stadium telur biasanya tidak tahan terhadap suhu yang ekstrim
dan akan mati bila berada dibawah 50C dan di atas 400C. Lamanya tahap instar larva sangat
tergantung pada suhu dan kelembaban lingkungan.Pada suhu -20C larva dapat bertahan beberapa
hari , di bawah suhu 100C larva tidak dapat berkembang menjadi pupa.

2.1.4 Ekologi Tentang Lalat

Dengan memahami ekologi lalat kita dapat menjelaskan peranan lalat sebagai karier
penyakit dan dapat pula membantu kita dalam perencanaan pengawasan. Lalat dewasa aktif pada
siang hari dan selalu berkelompok. Pada malam hari biasanya istirahat walaupun mereka dapat
beradaptasi dengan cahaya lampu yang lebih terang.

1. Tempat peristirahatan
Pada Waktu hinggap lalat mengeluarkan ludah dan tinja yang membentuk titik hitam. Tanda-
tanda ini merupakan hal yang penting untuk mengenal tempat lalat istirahat. Pada siang hari lalat
tidak makan tetapi beristirahat di lantai dinding, langit-langit, rumputrumput dan tempat yang
sejuk. Juga menyukai tempat yang berdekatan dengan makanan dan tempat berbiaknya, serta
terlindung dari angin dan matahari yang terik. Didalam rumah, lalat istirahat pada pinggiran
tempat makanan, kawat listik dan tidak aktif pada malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya
pada ketinggian tidak lebih dari 5 (lima) meter.

2. Fluktuasi Jumlah lalat


Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik yaitu menyukai cahaya. Pada malam hari
tidak aktif, namun dapat aktif dengan adanya sinar buatan. Efek sinar pada lalat tergantung
sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban jumlah lalat akan meningkat jumlahnya pada
temperatur 20 º C – 25 º C dan akan berkurang jumlahnya pada temperatur < 10 º C atau > 49 º C
serta kelembaban yang optimum 90 %.

1. Teknik Pengendalian dan Pemberantasan Lalat


a. Perbaikan Hygiene dan sanitasi lingkungan
Perbaikan Hygiene dan sanitasi lingkungan merupakan langkah awal yang sangat penting
dalam usaha menganggulangi berkembangnya populasi lalat baik dalam lingkungan peternakan
maupun pemukiman. Selain murah dan sederhana juga efektif serta tidak menimbulkan efek-efek
samping yang membahayakan lingkungan.
1.Mengurangi atau menghilangkan tempat perndukan lalat.
2.Kandang ternak
3.Kandang harus dapat dibersihkan
4.Lantai kandang harus kedap air, dan dapat disiram setiap hari
5.Terdapat saluran air limbah yang baik (HAKLI, 2009).
1.Kandang ayam dan burung
2.Bila burung/ternak berada dalam kandang dan kotorannya terkumpul disangkar, kadang perlu
dilengkapi dengan ventilasi yang cukup agar kandang tetap kering.
3.Kotoran burung/ternak dapat dikeluarkan dari sangkar dan secara interval (disarankan setiap
hari) dibersihkan (DEPKES, 1992).
4.Timbunan kotoran ternak
Timbunan pupuk kandang yang dibuang ke permukaan tanah pada temperatur tertentu dapat
menjadi tempat perindukan lalat. Sebagai upaya pengendalian, kotoran sebaiknya diletakkan
pada permukaan yang keras/semen yang dikelilingi selokan agar lalat dan pupa tidak bermigrasi
ke tanah sekelilingnya. Pola penumpukan kotoran sacara menggunung dapat dilakukan untuk
mengurangi luas permukaan. Tumpukan kotoran sebaiknya ditutupi plastik untuk mencegah lalat
meletakkan telurnya dan dapat membunuh larva karena panas yang diproduksi oleh tumpukan
kotoranakibat proses fermentasi (HAKLI, 2009).

b. Kotoran Manusia
Jamban yang memenuhi syarat kesehatan sangat diperlukan guna mencegah
perkembangbiakan lalat pada tempat-tempat pembuangan faces. Jamban setidaknya
menggunakan model leher angsa dan berseptic tank. Selain itu, pada pipa ventilasi perlu
dipasang kawat kasa guna mencegah lalat masuk dan berkembang biak di dalam septic tank
(HAKLI, 2009).

Daerah-daerah pengungsian merupakan daerah yang sangat potensial untuk tempat


perindukan lalat. Hal ini dikarenakan secara umum pada daerah tersebut jarang sekali ditemukan
jamban-jamban yang memenuhi syarat kesehatan, bahkan banyak diantaranya yang hanya
menggunakan lahan terbuka sebagai jamban. Sebaiknya, bila fasilitas jamban tidak ada/tidak
sesuai, masyarakat pengungsi dapat melakukan buang air besar pada jarak ± 500 meter dengan
arah angin yang tidak mengarah ke dekat tempat perindukan atau timbunan makanan dan 30
meter dari sumber air bersih dengan membuat lubang dan menutupnya secara berlapis agar tidak
menimbulkan bau yang dapat merangsang lalat unutk datang dan berkembang biak (DEPKES,
1992).

c. Sampah basah dan sampah organic


Pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah yang dikelola dengan baik dapat
menghilangkan media perindukan lalat. Bila sistem pengumpulan dan pengangkutan sampah dari
rumah tidak ada, sampah dapat dibakar atau dibuang ke lubang sampah, dengan catatan bahwa
setiap minggu sampah yang dibuang ke lubang sampah harus ditutup dengan tanah. Dalam cuaca
panas, larva lalat ditempat sampah dapat menjadi pupa hanya dalam waktu 3 –4 hari (DEPKES,
1992).

Membersihkan sisa-sisa sampah yang ada di dasar tong sampah merupakan hal yang penting
karena lalat masih dapat berkembang biak pada tempat tersebut. Pembuangan sampah akhir pada
TPA yang terbuka perlu dilakukan dengan pemadatan sampah terlebih dahulu dan ditutup setiap
hari dengan tanah setebal 15 – 30 cm. Hal ini bertujuan untuk penghilangan tempat perkembang
biakan lalat. Lokasi tempat pembuangan akhir sampah adalah harus berjarak beberapa kilometer
dari rumah penduduk(DEPKES, 1992).

d. Fly Grill
Fly Grill adalah alat yang digunakan untuk mengukur kepadatan lalat, membutuhkan waktu
permenit atau perdetik. Buat warna putih pembuangan sampah atau pembuangan air 3-5
pengamanan pengembangan( < 50 Padat) (>20 sangat Padat.) pengendalian = (Lem, Lilin,kipas
Air). Pengendalian alat kimia : brinting atau penyemprotan.

Lalat menyukai tempat – tempat yang berbau menyengat dan tempat yang cukup lembab.
Sedangkan warna yang disukai lalat adalah warna natural seperti warna coklat pada batang kayu
dan warna hijau pada buah atau sayur segar.

Pembuatan fly grill

Alat dan bahan


 Kayu
 Paku
 Cat
 Meteran
 Gergaji
 Palu

Cara pembuatan
A.Potong kayu, fly grill dibuat bilah-bilah kayu lebar 1-2 cm, panjang 80 cm, sebanyak 16-24
bilah.
B.Bilah-bilah tersebut disusun sejajar dengan jarak 1-2 cm pada kerangka kayu yang telah
disiapkan.
C.Pemasangan bilah sebaiknya menggunakan paku sekrup sehingga dapat dibongkar pasang
pada saat dipakai.
BAB III

METODE PRAKTIKUM

1.1 Metode Praktikum

Metode praktikum yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, dimana peneliti
melakukan observasi/pengamatan secara langsung di tempat pengukuran kepadatan lalat.

1.2 Waktu dan Lokasi

Hari / Tanggal : Senin, 6 Maret 2023

Waktu : 15.00 – Selesai

Tempat : Pasar Berastagi

1.3 Alat dan Bahan

Alat Gambar Bahan Gambar


Palu Kayu
Meter Cat

Gergaji

Paku

1.4 Prosedur Kerja Pembuatan Fly grill

1.Menyiapkan alat dan bahan

2.Memotong kayu, fly grill dibuat bilah-bilah kayu lebar 1-2 cm, panjang 80 cm, sebanyak 16-24
bilah.
3.Menyusun bilah-bilah dengan sejajar, dengan jarak 1-2 cm pada kerangka kayu yang telah
disiapkan.
4.Memaku kayu menggukan paku

5.Mengecat kayu dengan menggunakan warna cat yang disukai oleh lalat
1.5 Prosedur Praktikum

1. Menyiapkan alat yang akan digunakan


2.Meletakkan Fly Grill secara tegak lurus pada tempat yang sudah ditentukan
3.Kemudian menghitung berapa jumlah lalat yang hinggap pada fly grill tersebut menggunakan
Counter
4.Menghitung selama 30 detik dengan menggunakan stopwatch
5.Setelah selesai memindahkan ke tempat yang lain dengan jarak ± 10 meter dan lakukan selama
10 kali pengukuran
6.Setelah 30 detik pertama, mencatat hasil dan jumlah lalat yang hinggap pada fly grill tersebut
pada kertas blanko yang telah disediakan, dan lakukan hal tersebut sebanyak 9 kali perhitungan
7.Kemudian mengambil sebanyak 5 hasil perhitungan kepadatan lalat tertinggi, kemudian dirata-
ratakan
8.Hasil rata-rata adalah angka kepadatan lalat dengan satuan ekor per block grill
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari praktikum pengukuran tingkat kepadatan lalat maka hasil yang saya dapatkan adalah
sebagai berikut:

Lokasi pengukuran: Pasar Berastagi

NO Lokasi Jarak Pengukuran 30 detik ke Rata-


Pengukuran Pengukuran rata (5
(m) penguk
uran
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 tertingg
i)
1 Pusat 0 6 13 12 10 10 20 21 29 22 16 14,6

2 Utara 5-12 m 6 3 4 9 8 12 17 9 28 9 14,8

3 Timur Laut 5-12 m 7 1 5 5 4 5 5 4 5 3 5,4

4 Timur 5-12 m 10 0 2 2 3 4 3 4 1 1 4,8

5 Tenggara 5-12 m 4 7 4 5 4 4 2 3 2 6 5,2

6 Selatan 5-12 m 4 3 0 0 1 1 0 0 0 1 2

7 Barat daya 5-12 m 2 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1,2

8 Barat 5-12 m 1 2 0 1 0 1 0 0 0 0 1

9 Barat Laut 5-12 m 3 1 2 1 0 1 0 1 0 0 1,6

Rata-rata 5,62
Angka rata – rata hasil perhitungan digunakan sebagai petunjuk (indeks) populasi pada satu
lokasi tertentu. Sedangkan sebagai interpretasi hasil pengukuran indeks populasi lalat pada setiap
lokasi (Blok Grill) sebagai berikut :

a) 0 – 2 : Rendah atau tidak menjadi masalah

b) 3 – 5 : perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat – tempat berkembangbiakan lalat


( tumpukan sampah , kotoran hewan dan lain – lain ), (sedang).

c) 6 – 20 : Tinggi / padat dan perlu pengamanan terhadap tempat – tempat


berkembangbiakan lalat dan bila mungkin direncanakan upaya pengandaliannya.

d) >21 : Sangat tinggi / sangat padat dan perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat –
tempat perkembangbiakan lalat dan tindakan pengendalian lalat.

Hasil rata-rata pengukuran pada formulir tingkat kepadatan lalat daerah tempat
pembuangan sampah disetiap sekitar pekarangan rumah di pajak berastagi adalah 6 (tinggi)
berarti perlu pengamanan terhadap tempat – tempat berkembangbiakan lalat dan bila mungkin
direncanakan upaya pengandaliannya.

4.2 Pembahasan

Tindakan pemberantas lalat, perbaikan lingkungan untuk mengurangi tempat-tempat


potensial sebagai tempat perindukan dan pemberantasan dengan menggunakan racun serangga.

Berdasarkan praktikum tentang Pengukuran Kepadatan Lalat yang saya lakukan dapat
dianalisa bahwa lalat yang berada di pajak berastagi yang dilakukan perhitungan kepadatan lalat
adalah 6 jadi lalat tersebut masuk dalam tingkat kepadatan lalat yang tinggi/padat. Lalat berada
disekitar tempat pembuangan sampah karena kondisi lingkungan yang tidak bersih dan lembab
akibat sampah tertumpuk dan jarang dibakar karena di pajak belum ada petugas pengangkut
sampah.

Karena lalat di sekitar tempat pembuangan sampah tergolong dalam tingkat kepadatan
yang tinggi/padat maka perlu dilakukan cara pengendalian untuk mengurangi tingkat kepadatan
lalat adalah sebagai berikut :
1. Perbaikan Hygiene dan sanitasi lingkungan
Perbaikan Hygiene dan sanitasi lingkungan merupakan langkah awal yang sangat penting
dalam usaha menganggulangi berkembangnya populasi lalat baik dalam lingkungan peternakan
maupun pemukiman. Selain murah dan sederhana juga efektif serta tidak menimbulkan efek-efek
samping yang membahayakan lingkungan.

 Mengurangi atau menghilangkan tempat perindukan lalat


 Kandang ternak
 Kandang harus dapat dibersihkan
 Lantai kandang harus kedap air, dan dapat disiram setiap hari
 Terdapat saluran air limbah yang baik (HAKLI, 2009).
 Kandang ayam dan burung
 Bila burung/ternak berada dalam kandang dan kotorannya terkumpul disangkar,
kadang perlu dilengkapi dengan ventilasi yang cukup agar kandang tetap kering.
 Kotoran burung/ternak dapat dikeluarkan dari sangkar dan secara interval
(disarankan setiap hari) dibersihkan (DEPKES, 1992).
2. Timbunan kotoran ternak
Timbunan pupuk kandang yang dibuang ke permukaan tanah pada temperatur tertentu
dapat menjadi tempat perindukan lalat. Sebagai upaya pengendalian, kotoran sebaiknya
diletakkan pada permukaan yang keras/semen yang dikelilingi selokan agar lalat dan pupa tidak
bermigrasi ke tanah sekelilingnya. Pola penumpukan kotoran sacara menggunung dapat
dilakukan untuk mengurangi luas permukaan. Tumpukan kotoran sebaiknya ditutupi plastik
untuk mencegah lalat meletakkan telurnya dan dapat membunuh larva karena panas yang
diproduksi oleh tumpukan kotoranakibat proses fermentasi (HAKLI, 2009).

3. Kotoran Manusia
Jamban yang memenuhi syarat kesehatan sangat diperlukan guna mencegah
perkembangbiakan lalat pada tempat-tempat pembuangan faces. Jamban setidaknya
menggunakan model leher angsa dan berseptic tank. Selain itu, pada pipa ventilasi perlu
dipasang kawat kasa guna mencegah lalat masuk dan berkembang biak di dalam septic tank
(HAKLI, 2009).

4. Sampah basah dan sampah organik


Pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah yang dikelola dengan baik dapat
menghilangkan media perindukan lalat. Bila sistem pengumpulan dan pengangkutan sampah dari
rumah tidak ada, sampah dapat dibakar atau dibuang ke lubang sampah, dengan catatan bahwa
setiap minggu sampah yang dibuang ke lubang sampah harus ditutup dengan tanah. Dalam cuaca
panas, larva lalat ditempat sampah dapat menjadi pupa hanya dalam waktu 3 –4 hari (DEPKES,
1992).

Membersihkan sisa-sisa sampah yang ada di dasar tong sampah merupakan hal yang
penting karena lalat masih dapat berkembang biak pada tempat tersebut. Pembuangan sampah
akhir pada TPA yang terbuka perlu dilakukan dengan pemadatan sampah terlebih dahulu dan
ditutup setiap hari dengan tanah setebal 15 – 30 cm. Hal ini bertujuan untuk penghilangan tempat
perkembang b.iakan lalat. Lokasi tempat pembuangan akhir sampah adalah harus berjarak
beberapa kilometer dari rumah penduduk (DEPKES, 1992).
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari praktikum Pengukuran Tingkat Kepadatan Lalat yang dilakukan di sekitar Pasar
Berastagi maka dapat disimpulkan bahwa cara pengukuran kepadatan lalat yaitu letakkan Tegak
Lurus Fly Grill pada tempat yang sudah ditentukan sebagai tempat pengukuran, kemudian
hitung jumlah lalat yang hinggap pada block grill dan hitung dalam waktu 30 detik dengan
menggunakan stopwatch, lakukan pengukuran selama 9 kali. Dan jumlah rata – rata tingkat
kepadatan lalat yang ada disekitar tempat pembuangan sampah adalah 6 dan tergolong dalam
tingkat kepadatan tinggi.

Maka dari itu cara pengendalian lalat adalah Perbaikan Hygiene dan sanitasi lingkungan,
Perbaikan Hygiene dan sanitasi lingkungan merupakan langkah awal yang sangat penting dalam
usaha menanggulangi berkembangnya populasi lalat baik dalam lingkungan peternakan maupun
pemukiman. Tindakan pemberantas lalat, perbaikan lingkungan untuk mengurangi tempat-
tempat potensial sebagai tempat perindukan dan pemberantasan dengan menggunakan racun
serangga.

5.2 Saran

Dari hasil praktikum Pengukuran Tingkat Kepadatan Lalat maka saran saya adalah dalam
pengukuran tersebut hasil yang didapatkan yaitu 5,18 hal ini dipengaruhi karena disekitar tempat
Pasar Berastagi berarti kondisi lingkungan yang tidak bersih dan lembab karena tumpukan
sampah sehingga lalat banyak, sebaiknya lingkungan harus bersih terutama tempat sampah harus
dalam kondisi tertutup agar lalat tidak ada dan sering melakukan pembakaran sampah atau
melakukan pengomposan pada sampah organik agar mengurangi tingkat kepadatan sampah.
DOKUMENTASI

1.Pusat 2. utara

3.timur Laut 4.Timur


5.Tenggara 6.Selatan

7.Barat Daya 8. Barat


9.Barat Laut
DAFTAR PUSTAKA

Darjono. 2006. CP-bulletin Service: Kontrol Lalat dalam Mencegah Penyebaran Penyakit. Edisi
Februari 2006 nomor 74/tahunVII. POKPHAND

https://nisaasrisaid.wordpress.com/2017/05/30/kepadatan-lalat/

Anda mungkin juga menyukai