Anda di halaman 1dari 7

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Gulma merupakan salah satu kendala utama usaha Pertanian. Gulma merupakan pesaing
tanaman dalam pemanfaatan unsur hara, air, dan ruang. Sebagian gulma juga menjadi tempat
hidup dan tempat bernaung hama dan penyakit tanaman, serta menyumbat saluran air. Jenis
gulma yang ditemukan dilahan sangat dipengaruhi oleh tipe luapan. Secara umum, gulma
dikelompokkan berdasarkan tipe daunnya, yakni (i) golongan berdaun pita, (ii) golongan teki,
(iii) golongan berdaun lebar (Nasution, 1986).
Pengendalian gulma dewasa ini di Indonesia cukup berkembang dibanding pemanfaatan sumber
daya dan eradikasi gulma itu sendiri. Cara pengendalian dapat dilakukan secara fisik (manual,
mekanis, dan kultur teknis), biologi, dan kimia (herbisida). Pengendalian gulma dengan herbisida
sudah banyak diterapkan dilapangan baik pada budidaya komoditas tanaman perkebunan industri
maupun tanaman pangan, hortikultura, dan pertanian. Hal ini disebabkan oleh kelangkaan tenaga
kerja di tingkat usaha tani, serta banyaknya pilihan herbisida yang efektif dan selektif sebagai
herbisida pra tumbuh dan pasca tumbuh sesuai dengan komoditas tanaman yang dibudidayakan
(Barus, 20003).
Herbisida (dari bahasa Inggris herbicide) adalah senyawa atau material yang disebarkan pada
lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil
(gulma). Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian. Namun
demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena kompetisi dalam
mendapatkan hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan atau keluarnya substansi alelopatik,
tumbuhan lain ini tidak diinginkan keberadaannya. Herbisida digunakan sebagai salah satu
sarana pengendalian tumbuhan "asing" ini (Odum, 1959).
Berdasarkan cara kerjanya herbisida dibagi atas 2 klasifikasi herbisida yaitu : Kontak herbisida
hanya menghancurkan jaringan tanaman kontak dengan bahan kimia. Umumnya, ini adalah
bertindak tercepat herbisida. Mereka kurang efektif pada tanaman abadi, yang mampu tumbuh
kembali dari rhizhomes, akar atau umbi (Barus, 2003).
Herbisida sistemik adalah translokasi melalui tanaman, baik dari aplikasi foliar ke akar, atau dari
aplikasi tanah ke daun. Mereka mampu mengendalikan tanaman abadi dan mungkin lebih lambat
bertindak tetapi pada akhirnya lebih efektif daripada herbisida kontak (Triharso, 1994).
Tujuan penulisan
- Untuk Mengetahui teknik aplikasi herbisida di lapangan.
- Untuk Mengetahui perbedaan respon tanaman terhadap aplikasi herbisida baik yang ada pada
herbisida kontak atau sistemik.
Kegunaan penulisan
- Sebagai salah satu syarat mengikuti praktikal test di Laboratorium Dasar Perlindungan
Tanaman Sub – Gulma.
- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
-
TINJAUAN PUSTAKA

Herbisida (dari bahasa Inggris herbicide) adalah senyawa atau material yang disebarkan pada
lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil
(gulma). Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian. Namun
demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena kompetisi dalam
mendapatkan hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan atau keluarnya substansi alelopatik,
tumbuhan lain ini tidak diinginkan keberadaannya. Herbisida digunakan sebagai salah satu
sarana pengendalian tumbuhan "asing" ini ( Anonimos, 2010a).
Cara yang paling efektif dalam pengendalian gulma adalah dengan menggunakan herbisida
dalam kombinasi dengan cara pengendalian lainnya. Keuntungan penggunaan herbisida yaitu : a)
Menggunakan herbisida menghemat tenaga, b) Herbisida dapat digunakan dalam keadaan
lingkungan apapun. Sedangkan kerugian herbisida adalah : menggunakan herbisida yang sama
terus menerus dapat mengakibatkan berkembangnya gulma, khususnya jenis tahunan yang sulit
dikendalikan dengan herbisida (Sebayang, 2005).
Berdasarkan cara kerjanya herbisida dibagi atas 2 klasifikasi herbisida yaitu : Kontak herbisida
hanya menghancurkan jaringan tanaman kontak dengan bahan kimia. Umumnya, ini adalah
bertindak tercepat herbisida. Mereka kurang efektif pada tanaman abadi, yang mampu tumbuh
kembali dari rhizhomes, akar atau umbi, Sistemik herbisida mampu menghancurkan seluruh
jaringan tumbuhan dengan bahan kimia ( Triharso, 1994 ).
Terdapat dua jenis herbisida menurut aplikasinya, yaitu : herbisida pratumbuh (Premergence
herbicide), dan herbisida pascatumbuh (Postemergence herbicide). Herbisida pratumbuh bersifat
nonselektif sedangkan herbisida pascatumbuh bersifat selektif (Schopfer dan Bennicke, 2005).
Herbisida sistemik adalah translokasi melalui tanaman, baik dari aplikasi foliar ke akar, atau dari
aplikasi tanah ke daun. Mereka mampu mengendalikan tanaman abadi dan mungkin lebih lambat
bertindak tetapi pada akhirnya lebih efektif daripada herbisida kontak ( Fryer, 1977 ).
Proses aplikasi herbisida menyangkut berbagai aspek, antara lain : 1) Penyediaan larutan yang
sesuai, 2) pembuatan butiran cairan semprot, 3) Gerakan butiran cairan semprot, 4) Impak
butiran pada sasaran (Sukman dan Yakup, 2002).
Berdasarkan faktor internalnya, waktu aplikasi herbisida yang paling tepat adalah pada saat
gulma masih muda. Faktor eksternal adalah faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
efektivitas dan efisiensi aplikas herbisida, misalnya curah hujan, angin, sinar matahari dan lain-
lain. (Sumintapura, 1980)
Secara umum dosis herbisida yang digunakan sangat tergantung pada jenis dan kondisi gulma
sasaran, kondisi cuaca, kondisi areal serta jenis sprayer ( Sutanto, 2005 ).
Berdasarkan waktu aplikasinya herbisida dibagi menjadi 2 bagian yaitu herbisida pra tumbuh dan
herbisida pasca tumbuh. Herbisida pra tumbuh adalad herbisida yang digunakan untuk
membasmi gulma- gulma yang dilakukan sebelum penanaman tanaman pokok berlangsung,
sedangkan herbisida pasca tumbuh adalah herbisida yang di berikan untuk membasmi gulma –
gulma yang di lakukan setelah penanaman tanaman pokok di lakukan ( Anonimous, 2010b).
Adapun keuntungan menggunakan herbisida untuk membasmi gulma – gulma adalah dapat
menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya pengendalian gulma dapat dipilih saatnya yang
disesuaikan dengan waktu yang tersedia. Areal dapat di perluas. Herbisida dapat menggurangi
gangguan terhadap struktur tanah, bahkan gulma yang mati berfungsi sebagai mulsa yang
bermanfaat mempertahankan kelembaban tanah, menggurangi erosi, menekan pertumbuhan
gulma baru ( Barus 2003 ).
Dan kerugian menggunakan herbisida adalah herbisida yang terdapat pada tumbuhan tersebut
dapat menjadi racun apabila di konsumsi dan dapat mengganggu kesehatan. Gulma yang sudah
mati dapat tumbuh lagi dalam beberapa waktu kemudian ( Anonimous, 2010c).
Pemberantasan gulma terhadap herbisida bukanlah sebuah fenomena unik, sebab perlawanan
terhadap herbisida adalah masalah yang tidak terberantas pada satu katagori gulma – gulma telah
terbukti secara ekologis dan beradaptasi ke agrichemicals biokimia ( Van Stennis, 1975).
Sebaiknya lokasi pencampuran herbisida berdekatan dengan sumber air dan lokasi
penyemprotan. Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan air bersih karena kebanyakan
jenis bahan aktif herbisida dapat terikat oleh partikel liat atau unsur-unsur lain (Triazines, 1968).
Ada beberapa bentuk herbisida diantaranya adlah cairan dan butiran. Bentuk butiran dapat di
gunakan pada padi sawah, swah harusdalam keadaan tergenang air setinggi 2 – 5 cm selama 4
hari, cara penggunaannya di tebar merata keseluruh perakaran sawah ( Soedjana, 1986 ).
Herbisida harus diaplikasikan secara tepat waktu, aturan, sasaran, tepat guna agar herbisida
tersebut dapat memproleh hasil yang maksimal. Selain itu yang mempengaruhi cara kerja
herbisida adalah lingkungan, cara aplikasia dan herbisida yang digunakan, air dan curah hujan,
suhu, angin, dan tanah ( Sutanto, 2005 ).
Umumnya penggunaan herbisida sistemik lebih efektif daripada menggunakan herbisida kontak,
karena herbisida sistemik menyerang gulma sampai pada system perakarannya, sedangkan
herbisida kontak hanya menyerabg sampai daun dan batang saja sehinnga gilma yg mati dapat
tumbuh kembali menggunakan rhizomanya, umbinya ( Basuki, 1965 ) .

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan


Percobaan ini dilakukan di Kampus Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Percobaan
ini di mulai pada tanggal 25 Februari 2010 dan percobaan ini selesai pada tanggal 3 Maret 2010.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Round-up sebagai herbisida sistemik dalam
pengendalian gulma, Gromoxone sebagai herbisida kontak dalam pengendalian gulma, dan Air/
Aquades sebagai pelarut herbisida atau sebagai campuran terhadap herbisida kontak maupun
sistemik.
Alat yang digunakan adalah pacak sebagai alat pembatas petakan lahan, Tali sebagai pengikat
pacak agar berbentuk persegi, meteran sebagai pengukur luas lahan percobaan, kalkulator
sebagai alat penghitung kalkulasi data, kamera sebagai pengambil gambar lahan percobaan
sebelum dan sesudah disemprotkan herbisida, pisau cutter sebagai alat pemotong tali atau bahan
lain yang perlu dipotong, jarum suntik sebagai alat pengambil cairan herbisida dan penakar
cairan herbisida yang akan dicampurakan ke air, handsprayer sebagai alat penyemprot larutan
herbisida kepada gula di lahan percobaan, sarung tangan sebagai alat pelindung tangan, masker
sebagai alat pelindung indra penciuman dan mulut dari larutan dan hawa herbisida, buku tulis,
pulpen dan pensil sebagai alat penulis data hasil percobaan, dan alat pendukung lainnya.
Prosedur Percobaan
Adapun prosedur percobaan yang dilakukan pada pengamatan ini adalah:
- Diambil 12 ml herbisida dengan menggunakan jarum suntik.
- Dimasukkan herbisida ke dalam handsprayer.
- Dicampurkan 1000 ml air, setelah itu di aduk sampai merata.
- Disemprotkan herbisida yang telah dicampur herbisida tersebut ke lahan percobaan.
- Sebelum diaplikasi foto lahan yang berukuran 2x2 meter yang telah di ukur sebelumnya dan di
beri pembatas dengan pacak dan tali percobaan.
- Diamati lahan tersebut selama 6 hari, pada pengamatan hari ke 3 petak pengamatan di foto
kembali.
- Diambil data sesuai dengan percobaan yang dilakukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Adapun hasil dari pengamatan yang diperoleh dari pengaplikasian herbisida tersebut adalah :
Hari ke Lahan I (Round-up) Lahan II (Gramoxone)
1 Mulai menguning Masih hijau, belum terjadi perubahan.
2 Kuning, layu Mulai menguning
3 Coklat, mongering Menguning
4 Coklat, mongering Mulai layu dan berwarna kuning
5 Coklat, mongering Coklat dan layu
6 Layu dan mati Layu dan mati

Perhitungan

a. Gramoxone (lahan percobaan I)


Dosis anjuran = 1,5 liter/ha
Volume semprot = 200 liter/ha
Luas lahan = 2 x 2 m
= 4 m²
= 4 x 10-4 ha

- Kebutuhan Gramoxone = Dosis x luas lahan


= 1,5 L/ha x 4. 10-4
= 6 x 10-4 L
= 6 x 10-1 mL

- Kebutuhan air = ( Vol. semprot x luas lahan)- kebutuhan herbisida.


= (200 L/ha x 4.10-4 ha) - 6 x 10-1
= 79 x 10-3 L
= 79 mL

b. Round-up (Lahan percobaan II)


Dosis anjuran = 3 liter/ha
Volume semprot = 200 liter/ha
Luas lahan = 2 x 2 m
= 4 m²
= 4 x 10-4 ha
- Kebutuhan Round – Up = Dosis x Luas lahan
= 3 L/ha x 4. 10-4
= 12 x 10-4 L
= 12 x 10-1 mL

- Kebutuhan air = ( Vol. semprot x luas lahan)- kebutuhan herbisida.


= ( 200 L/ha x 4.10-4 ha) - 12 x 10-1 ml
= 8 x 10-2 L
= 0,0788L
= 79 mL
Pembahasan
Dari hasil percobaan dapat dilihat perbedaan antara pemakaian herbisida gramoxone dan
herbisida rooun-up, hal ini terlihat dari ciri fisik yang nampak dan dari selang waktu perubahan
terjadi. Pada lahan pertama (gramoxone), selang waktu perubahan yang terjadi adalah selama
satu hari, sedangkan pada lahan kedua (round-up), selang waktu perubahan yang terjadi adalah
selama tiga hari namun hasil yang didapatkan lebih baik dibandingkan dengan lahan pertama.
Hal ini sesuai dengan literatur (Schopfer dan Brennicke, 2005) yang menyatakan bahwa
herbisida sistemik bersifat non selektif sedangkan herbisida herbisida sistemik dan nonselektif
untuk mengendalikan gulma dan tumbuhan yang ada disekitarnya.
Herbisida selektif (gramoxone) menunjukkan bahwa herbisida ini beracun untuk tanaman yang
terkena larutan herbisida. Hal ini sesuai dengan literatur (Barus, 2003) yang menyatakan bahwa
herbisida yang selektif merupakan herbisida beracun bagi jenis tumbuhan tertentu.
Proses kering atau matinya gulma pada kedua lahan membuktikan bahwa pemakaian herbisida
mampu merusak senyawa kimia tumbuhan. Hal ini sesuai dengan literatur (Odum, 1959) yang
menyatakan bahwa herbisida bekerja meganggu proses anabolisme senyawa penting tumbuhan,
seperti pati, asam lemak, asam amino, melalui kompetisi deengan senyawa yang normal.
Pada herbisida sistemik bahan kimia yang digunakan adalah glifosat. Glifosat adalah (N-
(phosphonomethyl) glisin) adalah sebuah spektrum luas sistemik herbisida yang digunakan untuk
membunuh rumput liar, terutama tanaman menahun. Hal ini biasanya disemprotkan dan diserap
melalui daun, disuntikkan ke dalam bagasi, atau diterapkan pada tunggul pohon, atau disiarkan
atau digunakan di cut-tunggul perawatan sebagai herbisida kehutanan. Adapun rumus bangun
glifosat yaitu:
Glifosat

Nama IUPAC
N -(phosphonomethyl)glycine N - (phosphonomethyl) glisin
2-[(phosphonomethyl)amino]acetic acid 2 - [(phosphonomethyl) amino] asam asetat
Pada herbisida kontak bahan kimia yang digunakan adlah paraquat. Paraquat adalah nama
dagang untuk N, N '-dimetil-4, 4'-bipyridinium dichloride, salah satu yang paling banyak
digunakan herbisida di dunia. Paraquat, sebuah viologen, adalah bertindak cepat dan non-
selektif, membunuh jaringan tanaman hijau pada kontak. Hal ini juga racun bagi manusia jika
tertelan. Adapun rumus bangun dari paraquat adalah :

Paraquat

Nama IUPAC
1,1'-dimethyl-4,4'-bipyridinium dichloride 1,1 '-dimetil-4, 4'-bipyridinium dichloride

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Berdasarkan cara kerjanya herbisida dibagi atas 2 klasifikasi herbisida yaitu : Kontak dan
sistemik.
2. Perbedaan herbisida kontak dengan herbisida sistemik terliat dari waktu herbisida tersebut
bereaksi, herbisida kontak memerlukan waktu yang singkat untuk membasmi gulma, namun
gulma dapat tumbuh kembali dalam beberapa waktu, karena hanya menyerang daun dan batang
saja, sedangkan herbisida sistemik waktu untuk membasmi gulma cukup lama, namun gulma
tidak dapat tumbuh lagi, karean menyerang sampai sietem perakaran gulma yang di semprot.
3. Dari hasil percobaan herbisida kontak (gramoxone) gejala bereaksinya herbisida tersebut
terliat pada saat hari ke-1, yaitu daun pada gulma sasaran sudah mulai mengguning. Hari ke-2
gulmanya berwarna kuning, layu. Pada hari ke-3 gulma sudah mulai berubah warna dari kuning
ke coklat dan sudah mulai menggering, pada hari ke-4 sampai hari ke-6 gejala yang di timbulkan
sama pada hari ke-3 yaitu gilma berwarna coklat, menggering, dan mati.
4. Herbisida sistemik (round-up) belum terliat adanya herbisida yang bereaksi, karena belum
terlait perubahan pada gulma yang di semprotkan. Terliatnya gejala bereaksinya pada hari ke-2
yaitu gulma sudah mulai mengguning, hari ke-3 gulma masih tetap mengguning, dan pada hari
ke-4 gulma tersebut sudah mulai layu dan berwarna kuning, pada hari ke-5 gejala yg di
timbulkan adalah gulma brewarna coklat dan layu, dan pada hari ke-6 gulma tersebut sudah
menggering ataupun mati, berwarna coklat.
Saran
Diharapkan praktikan menggunakan masker dan sarung tangan untuk aplikasi herbisida agar
dapat menghindari adanya keracunan, dan mengaplikasikannya dengan benar, kanan,kiri, dan
tegak.

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2010. http:// www. unila.ac.id/.../penelitian-herbisida .2010. Diakses 21 februari
2010a
, 2010 . http:// www. Google translate.com. herbisida. Diakses 21 februari 2010b
, 2010, http: //www.chem-is-try.org/.../menghilangkan-herbisida-dari-air. 2010. Diakses 21
februari 2010c
Barus, E. 2003. Pengendalian gulma di perkebunan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Basuki. 1965. Pengaruh herbisida terhadap tanaman. Research centre, Tanjung Morawa
Fryer, J. D. 1977. Penanggulangan Gulma Secara Terpadu. Bima Aksara, Jakarta
Nasution, U. 1968. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan
Pengembangan Perkebunan. Tanjung Morawa, Medan
Schopfer dan Brennicke. 2005. Rabbe in Relation to Covers National. Nb Conf, London
Soedjana. 1986. Pemakaian Herbisida di Perkebunan. Gramedia, Jakarta
Sumintapura, A. H.1980. Pengantar Herbisida. Penerbit Karya Nusantara, Jakarta
Sukman dan Yakup, 1998. Cara Pengendalian Gulma. Gramedia, Jakarta
Sutanto, L. 2005. Pengendalian Gulma. Djaka Pustaka, Jakarta
Triharso. 1994. Klasifikasi dan penggolongan Gulma. Pustaka Gramedia, Jakarta
Van Stennis. 1975. Flora. PT Pradnya Paramitha, Jakarta
Posted by Balie Nasution at 10:18 PM

Anda mungkin juga menyukai