PENDAHULUAN
Kajian masalah peramalan kebutuhan unsur hara tanaman telah dilakukan sejak
lama. Pada tahun 1813 Sir Humphrey Davy menyatakan bahwa kalau suatu tanah tidak
produktif maka sebab-sebab dari sterilitas tersebut dapat dilacak dengan menggunakan
teknik analisis kimia.
Analisis tanah secara kimiawi ini sangat tergantung kepada pereaksi-pereaksi kimia
untuk menentukan jumlah unsur hara yang tersedia. Selain itu juga ada metode biologis
yang melibatkan tanaman sebagai agen pengekstraks unsur hara, cara ini sering
digunakan untuk menduga jumlah unsur hara yang tersedia dalam tanah. Secara umum
ternyata uji tanah secara biologis ini ada dua tipe, yaitu (i) menggunakan tanaman tinggi,
dan (ii) menggunakan tanaman rendah, seperti bakteri dan fungi.
Empat macam teknik yang lazim digunakan untuk menduga status kesuburan suatu
tanah adalah:
1. Gejala defisiensi unsur hara tanaman
2. Analisis jaringan tanaman yang sedang tumbuh
3. Uji biologis dimana pertumbuhan tanaman tinggi atau mikroorganisme tertentu
digunakan sebagai ukuran status kesuburan tanah
4. Uji tanah secara kimiawi.
dari semua faktor pertumbuhan dan merupakan produk yang dituju oleh petani
penanamnya.
Suatu wujud yang tidak normal dari tanaman yang sedang tumbuh mungkin
dapat disebabkan oleh defisiensi satu atau lebih unsur hara tanaman. Kalau tanaman
kekurangan unsur hara tertentu, maka gejala defisiensi yang spesifik akan muncul. Metode
visual ini sangat unik karena tidak memerlukan perlengkapan yang mahal dan banyak
serta dapat digunakan sebagai penujang bagi teknik-teknik diagnostik lainnya.
Gejala defisiensi unsur hara pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi (1).
Kegagalan tanaman secara lengkap pada fase kecambah, (2). Pertumbuhan tanaman
sangat kerdil; (3). Munculnya gejala spesifik pada daun selama periode waktu yang
berbeda-beda dalam musim pertumbuhan; (4). Abnormalitas internal, seperti
tersumbatnya jaringan pembuluh; (5). Penangguhan kemasakan atau kemasakan tidak
normal; (6). Perbedaan hasil, dengan atau tanpa gejala pada daun; (7). Kualitas tanaman
yang buruk, termasuk penyimpangan komposisi kimia, seperti kadar protein, minyak,
pati, daya awet atau daya simpan; (8). Perbedaan hasil yang hanya dapat dideteksi
melalui percobaan yang serius.
Disamping itu, defisiensi unsur hara juga sangat berpengaruh terhadap
perkembangan dan tipe pertumbuhan perakaran tanaman. Defisiensi unsur hara tidak
secara langsung menimbulkan gejala defisiensi. Kalau terjadi kekurangan unsur hara
maka proses-proses metabolisme tanaman yang normal menjadi tidak seimbang,
sehingga terjadi akumulasi senyawa organik tertentu dan kekurangan yang lainnya. Hal
ini mengakibatkan kondisi tidak normal yang dikenal sebagai 'gejala' dan mempunyai
hubungan yang definit dengan kekurangan unsur hara. Misalnya, persenyawaan diamine-
putrescine terbentuk dalam beberapa tanaman yang kekurangan kalium dan
menyebabkan gejala-gejala yang khas. Sebenarnyalah tanaman yang kecukupan kalium
juga akan menunjukkan gejala yang sama kalau diinjeksi dengan senyawa ini.
Setiap 'gejala defisiensi' mesti berhubungan dengan beberapa fungsi metabolis
dari unsur hara yang bersangkutan. Akan tetapi suatu unsur hara bisa mempunyai
beberapa fungsi metabolis, dan hal ini menimbulkan kesulitan dalam menjelaskan alasan
fisiologis untuk menerangkan terjadinya gejala defisiensi. Misalnya, kalau terjadi defisiensi
nitrogen, daun-daun tanaman akan cenderung menjadi berwarna hijau pucat atau kuning
terang. Kalau kuantitas nitrogen terbatas, produksi khlorofil akan direduksi, dan pigmen
kuning seperti karotin dan xantofil akan muncul. Akan tetapi gejala defisiensi unsur hara
tertentu lainnya juga dapat berupa daun-daun yang pucat atau kekuningan, dan kesulitan
juga akan dihadapi sehubungan dengan pola lokasi dan posisi daun dalam tanaman.
Defisiensi sebenarnya bersifat relatif, dan gejala defisiensi suatu unsur hara akan
menyatakan kekurangan atau kelebihannya unsur yang lain. Misalnya defisiensi Mn
dapat dipacu oleh penambahan banyak Fe, asalkan ketersediaan Mn berada di sekitar
tingkat kritis. Disamping itu, suplai hara yang cukup pada suatu kondisi bisa menjadi
defisien kalau unsur lainnya menjadi berlebihan. Pada kondisi suplai nitrogen yang
terbatas mungkin tanaman jagung tidak memerlukan banyak fosfor, tetapi kalau suplai
nitrogen ditingkatkan maka ketersediaan fosfor bisa menjadi kritis. Dengan kata lain, kalau
faktor pembatas pertama dieliminir maka akan segera muncul faktor pembatas ke dua
berikutnya.
daun di dekat titik tumbuh kalau tanaman mendapatkan cukup kalium. Sebaliknya kalau
suplai kalium terbatas maka daun-daun tanaman alfalfa akan menguning.
Suatu gejala mungkin juga merupakan efek sekunder dan dapat pula diakibatkan
oleh lebih dari satu macam penyebab. Misalnya, gula yang terakumulasi dalam tanaman
jagung dapat berkombinasi dengan flavon membentuk anthosianin (pigmen ungu, merah
dan kuning). Akumulasi gula tersebut dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti
kurangnua suplai fosfor, suhu malam yang rendah dan suhu udara siang-hari yang panas,
gangguan hama pada akar, defisiensi nitrogen, atau sebab lainnya.
Gejala defisiensi unsur hara sebagai sarana untuk mengevaluasi kesuburan tanah
dapat diibaratkan sebagai "menutup pintu kandang setelah kudanya lepas". Gejala
defisiensi hanya muncul setelah suplai unsur hara begitu rendah sehingga tanaman tidak
dapat lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam kasus seperti ini maka pupuk akan
lebih menguntungkan kalau diberikan jauh sebelum gejala defisiensi muncul.
Kalau gejala defisiensi diamati lebih awal maka ia dapat dikoreksi selama musim
pertumbuhan tanaman. Hal seperti ini dapat terjadi dalam hal nitrogen, kalium, dan
beberapa macam unsur mikro. Memang tujuan utamanya ialah memberikan unsur yang
kekurangan ke tanaman secepat mugkin. Hal ini pada kondisi tertentu dapat dilakukan
dengan melalui penyemprotan daun, atau penugalan pupuk di sekitar akar. Biasanya hasil
tanaman masih akan lebih rendah dibandingkan dengan kalau suplai unsur hara
kecukupan sejak awal tanam. Akan tetapi kalau bahaya defisiensi tersebut dapat
didiagnosa secara tepat maka defisiensi dapat dikoreksi pada tahun berikutnya.
Kelaparan Tersembunyi
optimum fisiologis
Hasil
Tanaman top yield
dosis sure'
kelaparan
tersembunyi optimum
ekonomis
gejala
dosis pupuk
1. Efek-efek Musiman
Kekurangan unsur hara dalam tanah dapat diperparah oleh kondisi cuaca yang
tidak normal. Unsur hara dapat tersedia dalam jumlah yang cukup pada kondisi ideal,
tetapi dalam kondisi kekeringan, kelebihan air, atau suhu yang ekstrim tanaman mungkin
tidak mampu menyerap dalam jumlah yang cukup. Misalnya pada suhu dingin akan lebih
sedikit N, P, dan K yang dapat diserap oleh tanaman tomat (Tabel 1).
5
Demikian juga, stress air akan mempengaruhi serapan hara. Kalau stress air
semakin parah maka konsentrasi NPK pada daun jagung menurun (Tabel 2).
Pemupukan akan mampu mengurangi efek buruk stress air, tetapi konsentrasinya masih
di bawah optimum dalam periode stress. Dalam rangka untuk mengeliminir faktor
6
pembatas unsur hara maka kadar unsur hara tanaman harus ditingkatkan hingga batas
aman dan bukan hanya sampai optimum ekonomis (Gambar 3). Memupuk hingga taraf
ini akan membantu memanfaatkan kondisi musim yang baik dan mensisakan unsur hara
dalam tanah untuk dimanfaatkan oleh tanaman berikutnya.
Tabel 2. Pengaruh N,P, dan K serta Stress Air terhadap Kadar N,P,K Daun Jagung
Nahar, K. dan R. Gretzmacher. 2002. Effect of water stress on nutrient uptake, yield and
quality of tomato (Lycopersicon esculentum Mill.) under subtropical conditions. Die
Bodenkultur 53 (1): 45-53.
Pengaruh cekaman air terhadap tanaman tomat dan kualitas buahnya
dipelajari dalam percobaan pot (Bangladesh). Hasil dan produksi bahan
kering pada 100% dan 40% kapasitas lapang kurang bagus. Penyerapan
nitrogen, natrium, kalium, belerang, kalsium dan magnesium secara
signifikan menurun dengan adanya cekaman air pada tanaman.
Peningkatan yang signifikan dalam kandungan glukosa, fruktosa,
sukrosa dalam buah dan kandungan prolin dalam daun menunjukkan bahwa
tanaman tomat menyesuaikan osmotiknya terhadap stres air. Cekaman air
meningkatkan kadar gula dan kadar asam (askorbat, asam malat dan
sitrat) dari buah tomat dan dengan demikian meningkatkan kualitas
buah.
Pengaruh perlakuan cekaman air terhadap kandungan hara tanaman tomat
semua kultivar:
Perlakuaan %N %K % Na %P %S % Ca % Mg
100 % KL 1.47ab 0.64aa 0.41aa 0.25a 0.91a 0.70a 0.70a
70 % KL 1.38ab 0.59ab 0.35ab 0.23a 0.81a 0.64a 0.64a
40 % KL 1.10ba 0.51ba 0.28ba 0.22a 0.80a 0.48a 0.59a
O'Toole, J. C. dan E. P. Baldia. 1982. Water Deficits and Mineral Uptake in Rice. Crop Science.
Vol. 22 No. 6, p. 1144-1150.
Defisit air mengakibatkan penurunan pertukaran gas antara daun dan atmosfer . Penurunan
transpirasi dari daun tanaman yang mengalami stress air telah diketahui. Hubungan antara transpirasi
dengan serapan N , P , dan K selama tanaman mengalami stres air belum didokumentasikan. Tanaman
padi ( Oryza sativa L. ) ditanam dalam pot dan mengalami stres air. Potensial air tanah dan air
tanaman , laju transpirasi , luas daun , bobot kering , serapan N , P dan K, dan kebutuhan evaporative
atmosfir dipantau selama periode pengeringan 18 hari. Penurunan Laju transpirasi merupakan
variabel yang paling sensitif terhadap efek cekaman air . Transpirasi dari perlakuan stres-air berbeda
secara signifikan dari tanaman kontrol, ketika potensial air tanah berada dalam kisaran -0.02 sampai -
7
0.15 MPa . Potensial air daun, dapat digunakan untuk memperkirakan potensial air tanah , nilainya
antara -0.06 dan -0.25 MPa ketika transpirasi dan serapan N , P dan K oleh tanaman yang mengalami
stres-air sangat berbeda dengan tanaman kontrol. Meskipun ekstrapolasi hasil percobaan pot harus
dilakukan dengan hati-hati, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa transpirasi dan penyerapan hara
sangat berkorelasi selama terjadi stres air tanah dan tanaman.
Aparna Misra, dan Germund Tyler. 2000. Effect of wet and dry cycles in calcareous soil on
mineral nutrient uptake of two grasses, Agrostis stolonifera L. and Festuca ovina L., Plant and
Soil . Volume 224, Issue 2, pp 297-303.
Penyerapan hara ( Ca , Cu , Fe , K , Mg , Mn , P , S , Zn ) oleh Agrostis stolonifera L. dan Festuca
ovina L. Dipejalari pada kondisi siklus basah dan kering. Kondisi seperti ini khas untuk habitat A.
stolonifera , sedangkan F. ovina tumbuh terutama pada kondisi kering. Tanaman ditanam di
rumah kaca , pada suhu dan kondisi cahaya terkontrol, menggunakan dua rejim kelembaban ,
konstan pada 60 % WHC ( daya simpan air) , basah / kering bergantian antara 35 dan 100 %
WHC. Produksi total biomassa dan biomasa di atas tanah ternyata lebih rendah pada kondisi
basah / kering dibandingkan dnegan kondisi rezim air yang konstan untuk spesies F. ovina ,
tetapi tidak berbeda nyata pada species A. stolonifera. Penyerapan hara oleh F. ovina
berkurang paling parah pada kondisi rezim kelembaban basah / kering. Serapan dan
konsentrasi hara ( Cu , K , Mn , P , S , Zn ) lebih rendah ( p < 0,05 ) dengan perlakuan basah /
kering daripada rezim-air konstan pada A. Stolonifera, dan hara Fe dan Mg juga cenderung
lebih rendah.
Ada dua tipe analisis tanaman yang telah sering digunakan. Tipe pertama adalah
uji jaringan dengan menggunakan bahan jaringan segar di lapangan, dan tipe ke dua
adalah analisis total yang dilakukan di laboratorium dengan teknik-teknik analisis yang lebih
teliti. Analisis tanaman mempunyai keuntungan pokok yaitu bahwa ia mengintegrasikan
pengaruh tanah, tanaman, iklim dan peubah-peubah pengelolaan. Dengan cara ini maka
hasil analisis tanaman dipandang sebagai ukuran akhir dari ketersediaan unsur hara. Akan
tetapi kelemahan yang pokok dari cara ini adalah berkaitan dengan "waktu", seringkali
sudah terlambat untuk menyembuhkan kekurangan hara tanpa mengalami kehilangan
hasil.
Lazimnya analisis tanaman digunakan untuk tiga maksud penting, yaitu (i)
identifikasi problematik unsur hara tanaman dan mengkuantifikasikan koreksinya melalui
penetapan tingkat kritis unsur hara, (ii) menghitung nilai serapan hara untuk menunjang
program pemupukan, dan (iii) memonitor status hara tanaman permanen, atau yang secara
praktis disebut "crop logging".
Analisis tanaman didasarkan atas anggapan bahwa jumlah unsur hara dalam
tanaman merupakan indikasi suplai unsur hara tertentu dan dengan demikian secara
langsung berhubungan dengan kuantitas dalam tanah. Karena kekurangan unsur hara
akan membatasi pertumbuhan tanaman, maka unsur hara lainnya dapat terakumulasi
dalam cairan sel dan menunjukkan nilai uji yang tinggi, tanpa memperhatikan suplainya.
Misalnya kalau jaringan tanaman jagung miskin nitrat maka uji fosfor bisa menunjukkan
nilai yang tinggi. Akan tetapi hal ini bukan merupakan indikasi bahwa kalau cukup nitrogen
diberikan ke tanaman jagung berarti suplai fosfor juga akan mencukupi.
Tingkat kritis telah berhasil diidentifikasikan untuk bberapa unsur hara dalam
berbagai jenis tanaman. Banyak definisi tentang tingkat kritis telah diusulkan, tetapi salah
satu definisi yang bermanfaat bagi petani ialah "kadar unsur hara di bawah mana hasil
tanaman atau penampilannya menurun di bawah optimum". Akan tetapi pada
kenyataannya agak sulit memilih taraf yang spesifik karena kadar unsur hara lainnya dalam
tanaman dapat mempengaruhi tingkat kritis sesuatu unsur hara. Pada tanaman jagung
ternyata tingkat kritis N, P atau K ternyata mempunyai kisaran yang agak luas, tergantung
8
pada keseimbangan unsur hara lainnya dan taraf hasil yang diinginkan. Tingkat kritis boron
akan lebih tinggi kalau kadar kalsium tanaman sangat tinggi.
Rashid, A. dan N. Bughio. 1994.Plant analysis diagnostic indices for phosphorus nutrition of sunflower,
mungbean, maize, and sorghum. Communications in Soil Science and Plant Analysis . Volume 25, Issue
13-14, pages 2481-2489.
Hubungan antara konsentrasi hara dan hasil tanaman merupakan landasan bagi penggunaan
analisis tanaman untuk menilai status hara tanaman. Penelitian ini menentukan tingkat kritis fosfor
(P) bagian tanaman diagnostik pada empat species tanaman biji-bijian. Tanaman ditanam di rumah
kaca menggunakan contoh tanah Typic Ustochrept yag kekurangan P , dipupuk dengan 0, 10, 30,
90, dan 270 mg P/kg tanah. Sensitivitas tanaman terhadap defisiensi P adalah: sorgum> jagung>
bunga matahari> kacang hijau. Kebutuhan pupuk (mg P/kg tanah) untuk hasil gabah mendekati
maksimum adalah: bunga matahari, 89; jagung dan kacang hijau, 74. Kebutuhan pupuk sorgum
jauh lebih besar daripada spesies lain. Konsentrasi P Kritis pada keseluruhan tanaman (tinggi 30
cm) adalah: kacang hijau, 0,30%; bunga matahari, 0,29%; dan jagung, 0. 24%. Nilai-nilai setara
untuk daun-diagnostik adalah: kacang hijau, 0,33%; bunga matahari, 0,31%; dan jagung, 0,26%.
Konsentrasi P Kritis pada biji tua adalah: kacang hijau, 0,34%; jagung, 0,29%; dan bunga matahari,
0,20%.
Brajesh Sharma; Dalwadi, M. R.; Panchal, D. B.; Patel, J. C.; Panchal, H. D. 2010. Critical levels of
phosphorus for maize in alkaline soils of Anand and Kheda districts. Asian Journal of Soil Science 2010
Vol. 5 No. 2 pp. 287-290 .
Suatu percobaan pot dilakukan dengan 15 macam contoh tanah yang sangat beragam
karakteristiknya, untuk menentukan batas kritis P untuk jagung. Rata-rata peningkatan produksi
bahan-kering dengan aplikasi P adalah 46 persen di atas kontrol. Percobaan dengan beberapa
macam pengekstraks menemukan hasil dengan urutan: P5 (37,05) > P6 (27,26) > P4 (15,97) > P2
(10.60) > P3 (5.31) > P1 (1,33). Batas kritis P terekstrak untuk jagung adalah 6.8 dan 3.0 ppm P
untuk metode ekstraksi Olsen et al. (19,54) dan Metode ekstraksi Soltanpour dan Schwab (1977).
Skema hubungan antara hasil relatif dan konsentrasi hara dalam jaringan tanaman.
9
Hubungan antara hasil panen dengan konsentrasi hara dalam jaringan tanaman dapat ditentukan
dengan percobaan kultur larutan-hara, pot percobaan di rumah kaca , atau percobaan lapangan.
Percobaan lapangan dianggap yang terbaik, tetapi jauh lebih mahal dibandingkan dengan media
kultur dan percobaan pot. Percobaan lapangan juga tergantung pada ketersediaan lokasi yang
kekurangan hara untuk dipelajari. Bagian tertentu dari tanaman biasanya disampel untuk analisis.
Daun biasanya dianggap bagian yang paling sesuai untuk analisis. Daun secara terus-menerus
menumpuk hara selama hidupnya, hal yang penting bahwa konsentrasi hara dalam daun yang usia
fisiologisnya sama. Dalam banyak tanaman semusim, helai daun termuda yang telah membuka
sempurna dipilih sebagai indeks jaringan untuk analisis.
Konsentrasi kritis hara untuk defisiensi dan toksisitas, dan kisaran kecukupan hara bagi tanaman
ubijalar , diukur pada helai daun ke-7 hingga ke-9 dari pucuk tanaman, contoh daun diambil pada
umur 28 hari setelah tanam. Data ini meruipakan hasil percobaan dengan media kultur menggunakan
CV. Wanmun.
Fase kemasakan merupakan hal yang sangat penting dalam analisis jaringan
tanaman. Rata-rata tanaman budidaya tumbuh selama periode 100 - 150 hari, dan status
haranya akan berubah selama periode tersebut. Tanaman muda yang cukup hara
mungkin saja akan kekurangan pada akhir pertumbuhannya. Akan tetapi kalau
diperkirakan akan terjadi defisiensi dan tanaman diuji lebih awal maka akan ada peluang
untuk mengoreksinya.
Pada umumnya fase pertumbuhan yang paling kritis untuk analisis jaringan ialah
pada saat pembungaan hingga awal fase pembuahan. Selama periode ini penggunaan
unsur hara mencapai tingkat maksimumnya. Misalnya pada tanaman jagung seringkali
diambil daun di dekat tongkol pada saat muncul bunga jantan. Hasil analisis ini hanya
dapat dimanfaatkan untuk program pemupukan tanaman berikutnya.
Waktu dalam seharian juga berpengaruh terhadap kadar nitrat jaringan tanaman,
pagi hari biasanya kandungan nitrat lebih tinggi dibandingkan dengan siang hari, terutama
kalau suplai nitrogen terbatas. Nitrat terakumulasi pada malam hari dan digunakan pada
siang hari pada saat karbohidrat disintesis. Oleh karena itu uji nitrat jaringan tanaman tidak
boleh dilakukan pada saat terlalu pagi atau terlalu sore hari. Beberapa hal penting adalah:
(1). Idealnya ialah mengikuti serapan unsur hara sepanjang musim dengan
melakukan uji lapangan lima atau enam kali. Kadar hara seharusnya lebih
tinggi pada awal musim kalau tanaman tidak mengalami stress.
(2). Kebutuhan tanaman akan unsur hara umumnya mencapai maksimumnya
pada saat fase pembungaan. Kalau uji lapangan hanya dapat dilakukan sekali
selama musim pertumbuhan tanaman, maka pada saat pembungaan inilah
waktu yang paling tepat.
(3). Pembandingan tanaman di lapangan sangat bermanfaat. Tanaman dari
daerah defisiensi diuji dan dibandingkan dengan tanaman dari daerah
normal.
11
(4). Tanaman sangat beragam, sehingga harus diuji 10-15 tanaman dan hasilnya
dirata-ratakan.
1.3. Kegunaan
Uji jaringan tanaman dan analisis tanaman dilakukan karena alasan-alasan berikut
ini:
(1). Untuk membantu menentukan kemampuan tanah dalam mensuplai unsur hara.
Mereka digunakan bersama-sama dengan hasil uji tanah dan informasi tentang
sejarah pengelolaan lahan.
(2). Untuk membantu mengidentifikasikan gejala defisiensi dan menentukan saat-saat
kekurangan unsur hara sebelum muncul gejala defisiensi.
(3). Untuk membantu menentukan efek perlakuan kesuburan terhadap suplai unsur hara
dalam tanaman. Hal ini akan sangat berguna untuk mengukur efek tambahan pupuk
meskipun tidak ada informasi tentang respon hasil. Dalam beberapa kasus ternyata
unsur hara yang ditambahkan ke tanah tidak diasimilir karena penempatannya yang
salah, cuaca kering, pencucian, fiksasi atau aerasi yang buruk.
(4). Untuk mengkaji hubungan antara status unsur hara tanaman dan penampilan
tanaman
(5). Untuk mensurvei daerah yang luas.
2. Interpretasi
Tabel 4. Tingkat kritis yang memisahkan keadaan defisiensi dan kecukupan unsur
hara dalam beberapa tanaman.
12
padi
10 jagung
gandum
4
Gambar 3. Prosedur untuk menduga dosis pupuk N dari data serapan N (Bartholomew,
1972).
Hubungan antara serapan N dengan hasil biji disajikan dalam Gambar 8. Kalau
misalnya hasil ambang tanaman jagung sebesar 4 ton/ha dan diketahui pula hasil
tanaman jagung dengan pemupukan N dan pengelolaan yang baik mampu mencapai 6
ton/ha, maka tanaman akan menyerap ekstra nitrogen sebanyak 60 kg N/ha (100 - 40)
untuk mencapai hasil 6 ton/ha.
Gambar 4 menunjukkan perbedaan efisiensi pemupukan nitrogen pada jagung, padi
dan gandum.
3. Analisis Total
12 REKOMENDASI PUPUK
10
8 padi jagung
4 gandum
0
60 100 200 300 400 500
Gambar 4. Prosedur untuk menduga dosis pupuk N dari data serapan N (Bartholomew,
1972).
Ada beberapa informasi yang menyatakan bahwa ada beberapa jenis tanaman
tertentu ternyata hubungan antara kadar kalium pada daun di bagian bawah dengan
kadar kalium dalam daun di bagian atas merupakan indikasi defisiensi atau kecukupan.
Kalau kadar kalium pada daun bagian bawah lebih rendah dari kadar kalium pada daun
di bagian atas maka tanaman defisiensi kalium. Akan tetapi kalau kadar kalium daun di
bagian bawah sama atau lebih besar maka tanaman tidak defisiensi kalium.
Untuk maksud-maksud tertentu ternyata uji jaringan tanaman yang berwarna hijau
ternyata lebih bermanfaat daripada analisis total. Misalnya kalau suplai unsur hara
dalam keadaan baru saja kekurangan, maka masalah ini akan lebih mudah diketahui
dengan uji jaringan. Akan tetapi uji jaringan dan analisis total telah lazim digunakan dengan
berhasil untuk melacak status hara tanaman selama musim pertumbuhannya.
40
*
30 Y = 1.20 + 31.88 X * *
r = 0.96 * * * *
* *
* * * *
20 * * *
* * *
* * * * *
* * * * *
10 * * *
* *
*
0
Peningkatan % N
Gambar 5. Hubungan antara Kadar N daun jagung dengan hasil jagung (Hanway, 1962).
1.2
0.6
o.0
0.2 0.6 1.0 1.4 1.8 2.2 2.6
Gambar 6. Hubungan antara kadar K daun pada saat pembungaan jantan dengan hasil
biji jagung (Loue, 1963, Dalam Tisdale dan Nelson, 1975).
Tabel 5. Kadar N, P, dan K tanaman tebu sebagai akibat dari pemupukan nitrogen
1.2 - Ca
0.9 -
0.6 -
Mg
0.3 -
0.0
0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0
3.4. Survei
Pengumpulan sampel-sampel tanaman dari banyak lapangan, dengan analisis
selanjutnya dengan spektrograf, akan memberikan indikasi umum tentang kadar unsur
hara. Memang untuk memungkinkan interpretasi atas kadar-kadar hara ini harus
dibandingkan dengan tingkat kritis yang diperoleh dari petak-petak (daerah) yang
terkontrol. Metode ini sangat berguna untuk mendapatkan informasi pendahuluan tentang
unsur hara seperti Zn, B, Co, dan Cu.
18
Kadar K tanaman, %
14
300 hasil
12 - q/Ac 200
400
100
10 -
0
8 - 0 100 200 400
lb K2O/Ac
6 - 200
4 - 100
2 - 0
Gambar 8. Kadar kalium tangkai daun menurun dengan cepat sejalan dengan
pertumbuhan kentang (Tyler et al., 1960 Dalam Tisdale dan Nelson, 1975).
Analisis tanaman secara kuantitatif telah banyak digunakan dalam penelitian untuk
mendapatkan ukuran-ukuran lain dari efek perlakuan. Akan tetapi tanaman-tanaman
komersial seperti perkebunan tebu, cengkeh, kopi, dan lain-lainnya dianalisis secara
periodik. Dalam hal seperti ini analisis tanaman harus dibarengi dengan analisis tanah dan
informasi tentang praktek budidaya tanaman.
Suatu sistem sampling tanaman secara intensif telah dikembangkan oleh
Clements (1960) untuk memonitor status unsur hara dan air pada kebun tebu sebagai
arahan bagi praktek pemupukan dan irigasi. Setiap petak kebun tebu diambil sampelnya
secara periodik setiap 35 hari selama 6 bulan pertama musim pertumbuhannya, dan hasil
analisisnya digambarkan pada grafik-grafik "berputar" (running graphs). Peta hara
menunjukkan kadar N helai daun dan kadar P, K pelepah daun. Informasi curah hujan,
irigasi, temperatur dan tinggi tanaman dicatat, demikian juga praktek pemupukan dan
irigasinya. Kalau analisis jaring-an tanaman dapat dilakukan secara cepat di
laboratorium, maka teknik "crop logging" ini mampu memberikan informasi yang sangat
baik tentang pertumbuhan tanaman dan dapat membantu meningkatkan efisiensi
pemupukan dan irigasi.
19
B (1-y)
A = ----------
y
dimana A adalah jumlah P-tanah yang tersedia (kg/ha), B adalah jumlah pupuk P (kg/ha),
dan y adalah fraksi P dalam tanaman yang berasal dari pupuk. Kalau misalnya dosis
pupuk yang diberikan sebesar 50 kg/ha dan sebanyak 20% unsur dalam tanaman berasal
dari pupuk, maka nilai A adalah 200 kg/ha.
UJI BIOLOGIS
Penggunaan tanaman yang sedang tumbuh telah menjadi semakin menarik dalam
kajian-kajian kebutuhan pupuk, dan telah banyak perhatian yang diberikan terhadap
penggunaan metode ini untuk mengukur status kesuburan tanah.
1. Uji Lapangan
Metode petak-lapangan merupakan salah satu uji biologis yang paling banyak
dikenal. Serangkaian perlakuan yang dicobakan tergantung pada permasalahan penelitian
yang akan dikaji jawabannya. Perlakuan-perlakuan ini dicobakan di lapangan dengan
menggunakan Rancangan Percobaan yang sesuai. Percobaan-percobaan lapangan seperti
ini berguna untuk memformulasikan rekomendasi umum. Kalau banyak pengujian telah
dilakukan pada tanah-tanah yang telah diketahui karakteristiknya, maka rekomendasi yang
didasarkan pada kajian-kajian seperti itu dapat diekstrapolasikan ke tanah-tanah lainnya
yang mempunyai karakteristik serupa. Percobaan lapangan sangat mahal dan
memerlukan banyak waktu, dan tidak dapat mengendalikan faktor-faktor iklim dan faktor
lainnya secara penuh. Akan tetapi metode percobaan lapangan ini sangat bermanfaat
dan banyak dilakukan oleh Kebun-kebun Percobaan, meskipun mereka masih
menghadapi beberapa kendala serius dalam penentuan status hara dari banyak tanah.
Sebagian lahan milik petani diperlakukan dengan dosis pupuk tertentu dalam
rangka untuk menguji rekomendasi yang disusun berdasarkan uji tanah dan analisis
tanaman. Uji multi-lokasi seringkali sangat diperlukan. FAO pernah menggelar
program evaluasi kesuburan tanah di daerah tropika dengan melalui percobaan
pengujian pupuk secara sederhana. Program ini bertujuan untuk mengenalkan pupuk
sebagai sarana untuk meningkatkan hasil tanaman di daerah tropika (Mukerjee, 1963;
Hauser, 1974).
Program ini menggunakan metode Mukerjee "method of dispersed experiments".
Asumsi dasarnya ialah bahwa kebutuhan pupuk diestimasi dengan melakukan banyak
percobaan pupuk tanpa ulangan pada lahan petani yang dipilih secara acak. Individu-
individu percobaan yang terletak pada daerah (tipe tanah) yang seragam dianggap sebagai
20
Salah satu dari hasil pengujian disajikan dalam Tabel 6. Pada umumnya hasil hasil
percobaan ini menunjukkan bahwa peningkatan hasil moderat dicapai pada dosis pupuk
yang moderat. Metode seperti ini mempunyai daya prediksi yang sangat terbatas karena
mengabaikan variabilitas lokal kondisi tanah, oleh karena itu tidak dapat disusun
rekomendasi yang sifatnya spesifik untuk suatu lokasi.
Teknik biologis yang lebih sederhana dan lebih cepat telah dikembangkan dengan
melibatkan tanaman dan jumlah tanah yang lebih sedikit dalam percobaan di rumah kaca.
Salah satu pendekatan yang pernah dikembangkan adalah didasarkan pada identifikasi
defisiensi unsur hara dengan menggunakan teknik missing element atau minus one test,
atau plus one test. Pada minus one test , perlakuan lengkap dianggap sebagai kontrol,
sedangkan perlakuan-perlakuan lainnya merupakan perlakuan lengkap dikurangi satu
macam unsur hara secara berturut-turut.
Menurut Chaminade (1972) , percobaan pot dengan teknik minus one test ini dapat
memberikan tiga macam informasi, yaitu (I) unsur hara apa yang defisiensi, (ii) kepentingan
relatif defisiensi, (iii) laju penurunan kesuburan tanah pada panen yang berturutan kalau
digunakan indikator tanaman rerumputan (pasture). Dalam banyak kasus ternyata tahapan
yang dianggap masih lemah adalah penentuan dosis pupuk untuk perlakuan lengkap.
Kesalahan yang serius daat terjadi kalau dosis ini ditetapkan secara sembarangan. Oleh
karena itu diperlukan uji tanah sebelum pelaksanaan percobaan rumah kaca.
Dalam metode ini tanaman ditanam dalam pot hingga panen dengan menggunakan
sejumlah tanah tertentu. Perlakuan pupuk dissuaikan dnegan tujuan percobaan, dan dapat
dipilih rancangan percobaan yang sesuai. Perlakuan kombinasi faktorial sering digunakan
dalam metode pengujian ini.
Metode ini berdasarkan kepada serapan unsur hara oleh banyak tanaman yang
ditumbuhkan pada sedikit tanah. Akar tanaman menembus tanah secara intensif, menguras
unsur hara tersedia dalam waktu singkat. Unsur hara yang diserap tanaman ditentukan
secara kuantitatif dengan analisis kimiawi di laboratorium. Dalam beberapa hal disarankan
untuk memisahkan bagian tanaman di atas tanah dari akar dan menganalisa secara
terpisah. Cara ini sering digunakan dalam mengevaluasi ketersediaan P, k, Ca dan unsur
mikro dalam tanah.
Metode Mikrobiologis
Winogradsky adalah salah satu orang pakar yang pertama kali mengamati perilaku
mikroorganisme yang serupa dengan perilaku tanaman tinggi kalau mengalami kekurangan
hara. Pertumbuhan azotobacter ternyata dapat digunakan sebagai indikator keterbatasan
unsur hara dalam tanah, terutama kalsium, fosfor dan kalium. Indikator ini ternyata lebih
peka dibandingkan dengan metode kimiawi. Metode ini relatif sederhana , cepat dan
memerlukan sedikit ruangan.
Suatu modifikasi dari uji A. niger ini telah dilakukan oleh Mulder untuk menentukan
status Cu dan Mg dalam tanah. Suatu cara yang unik ialah menentukan derajat defisiensi
22
dengan menggunakan warna miselia dan spora sebagai ukuran jumlah Cu atau Mg yang
tersedia dalam tanah. Organisme ini juga dapat digunakan untuk mengevaluasi
ketersediaan hara lain seperti Mo, Ca, dan Mn.
Metode Mehlich
Tanah dicampur dengan larutan hara dan dibuat menjadi struktur pasta, kemudian
ditaburkan pada cawan khusus, diinokulasi di permukaan pasta tepat ditengah-tengahnya,
kemudian diinkubasi selama 4-5 hari. Diameter pertumbuh-an miselium digunakan sebagai
dugaan ketersediaan fosfor.
UJI TANAH
Uji tanah merupakan metode kimiawi untuk mengestimasi kemampuan tanah
mensuplai unsur hara. Meskipun metode-metode biologis untuk mengevaluasi kesuburan
tanah mempunyai keuntungan-keuntungan tertentu, namun kebanyakan dari metode ini
memerlukan banyak waktu, sehingga akan terdapat kesulitan kalau diterapkan pada banyak
contoh tanah. Sebaliknya uji tanah secara kimiawi, jauh lebih cepat dan mempunyai
keuntungan dibandingkan dengan gejala defisiensi dan analisis tanaman karena metode ini
dapat menentukan dugaan kebutuhan hara sebelum tanaman ditanam. Uji tanah mengukur
sebagian dari total suplai hara dalam tanah. Untuk dapat menggunakan hasil evaluasi ini
untuk menduga kebutuhan unsur hara suatu tanaman maka harus dikalibrasikan dengan
percobaan pemupukan di lapangan dan di rumah kaca.
Informasi yang diperoleh dari uji tanah digunakan dalam banyak hal.
(1). Untuk mempertahankan status kesuburan tanah di suatu bidang lahan. Suatu usaha
dilakukan untuk mengekstraks sebagian unsur hara yang akan dikalibrasikan dengan
kapasitas tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah.
(2). Untuk memperkirakan peluang respon yang menguntungkan terhadap kapur dan pupuk.
Meskipun respon terhadap tambahan hara tidak selalu dapat diperoleh pada tanah-
tanah yang miskin karena adanya faktor pembatas lainnya, namun peluang responnya
masih lebih besar dibandingkan dengan tanah-tanah yang nilai uji tanahnya tinggi
(tanah kaya).
(3). Untuk memberikan landasan bagi rekomendasi dosis kapur dan pupuk.
(4). Untuk mengevaluasi status kesuburan tanah di suatu wilayah.
Dengan demikian secara sederhana tujuan uji tanah adalah untuk mendapatkan
"suatu nilai" yang akan membantu meramalkan jumlah unsur hara yang diperlukan untuk
menunjang suplai unsur hara dalam tanah. Misalnya, tanah yang menunjukkan nilai uji tanah
"tinggi" tidak akan memerlukan banyak tambahan pupuk (Gambar 6).
23
Gambar 6. Keterkaitan antara hasil uji tanah dengan rekomendasi dosis pupuk (Tisdale dan
Nelson, 1975)
Salah satu asek yang sangat penting dari uji tanah adalah cara mendapatkan contoh
tanah yang dapat mewakili daerah yang diuji. Biasanya contoh tanah komposit sebanyak
500-1000 g diambil dari suatu bidang lahan. Dengan demikian prosedur pengambilan
contoh tanah harus benar-benar diikuti. Analisis kmiawi di laboratorium menggunakan
contoh tanah. Kalau contoh tanah yang diambil tidak mewakili kondisi lapangan maka hasil
rekomendasinya juga akan keliru. Pada umumnya kesalahan sampling tanah di lapangan
lebih besar dibandingkan dengan kesalahan di laboratorium.
1. Peralatan Sampling Tanah Ada dua persyaratan penting bagi peralatan sampling,
yaitu
(a). Dapat 'mengiris dan mengambil contoh' tanah secara seragam mulai dari permukaan
hingga kedalaman tertentu; dan (b). Dapat mengambil sejumlah contoh tanah yang sama
dari setiap area. Salah satu peralatan yang lazim digunakan adalah bor tanah.
2. Daerah Sampling
Luas daerah yang dapat diwakili oleh satu contoh tanah sangat beragam, sangat
dipengaruhi oleh keragaman kondisi wilayah dan tujuan evaluasi.
3. Banyaknya Sub-sampel
Setiap contoh tanah merupakan contoh komposit yang terdiri atas tanah dari hasil
pemboran yang dilakukan di beberapa titik. Satu contoh tanah komposit untuk mewakili area
tertentu disarankan terdiri atas 15 - 20 titik pemboran. Sanchez (1976) merekomendasikan
24
suatu contoh (sampel) tanah yang representatif harus terdiri atas 10-20 sub-sampel daeri
daerah perakaran tanaman di wilayah (lahan) yang tidak menunjukkan variasi slope,
drainase, warna dan sejarah pemupukan yang mencolok.
4. Kedalaman Sampling
Untuk tanaman budidaya secara umum, contoh tanah biasanya diambil hingga
kedalaman olah yaitu 15-25 cm. Akan tetapi dalam beberapa hal kedalaman pengolahan
tanah hingga 30 cm, sehingga hal ini juga harus diperhatikan dalam sampling tanah.
Pengambilan contoh subsoil disarankan untuk tanaman yang perakarannya cukup dalam,
seperti tebu dan teh (Wong, 1971)
(a). Kation
Prinsip dasar yang melandasi penentuan kation adalah penggantian seluruh atau
sebagian kation dari kompleks pertukaran koloid tanah. Ammonium asetat merupakan
pengekstraks yang lazim digunakan untuk penentuan kalium, kalsium dan magnesium
dalam tanah. Umumnya contoh tanah dikeringkan lebih dahulu sebelum ekstraksi untuk
analisis kimia. Akan tetapi beberapa bukti penelitian menunnjukkan bahwa serapan kalium
oleh tanaman berkorelasi lebih baik dengan kalium-tukar yang ditentukan dari contoh tanah
yang tidak dikeringkan. Hal ini diduga ada kaitannya dengan pelepasan atau fiksasi kalium
selama proses pengeringan tanah.
Persentase kejenuhan basa menunjukkan persentase dari kapasitas tukar kation
tanah yang ditempati oleh basa-basa tukar termasuk ammonium, tetapi tidak termasuk H+
dan Al+++. Pentingnya kejenuhan basa ini karena adanya kenyataan bahwa ketersediaan
kation tertentu bagi tanaman dipengaruhi oleh konsentrasi kation lainnya.
25
(b). Fosfor
Larutan pengekstraks, mulai dari air, alkalin, hingga asam-asam lemah yang
dicampur dengan asam-asam yang relatif kuat dan ammonium fluorida telah banyak
digunakan untuk ekstraksi fosfat. Metode ekstraksi Bray I yang menggunakan 0.025 N HCl +
0.03N NH4F menunjukkan korelasi yang baik dengan A-value dalam percobaan rumah kaca
dan dengan respon tanaman. Metode Olsen yang menggunakan 0.5N NaHCO3 cukup baik
pada tanah-tanah alkalin. Beberapa metode ekstraksi P-tanah yang lazim digunakan di
daerah tropis disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8. Korelasi antara hasil uji P-tanah dengan fraksi P-anorganik dalam tanah dari
Bangladesh.
Setelah unsur hara diekstraks dari tanah, selanjutnya diperlukan peralatan kuantitatif
seperti Flame Photometer, Atomic Absorption dan Spectronic untuk mengukur jumlah unsur
hara yang terdapat dalam ekstraks tanah.
Beberapa macam larutan pengekstraks digunakan untuk ekstraksi unsir mikro dari
tanah, tetapi yang sangat populer adalah agensi khelat seperti DTPA, terutama untuk
ekstraksi Zn, Cu, Mn dan Fe. Kondisi pH dari ekstraksi dapat dikendalikan sehingga
gangguan terhadap kapur dan fraksi mineral dapat diminimumkan. Dua masalah penting
yang dihadapi oleh uji tanah untuk unsur mikro ini adalah interpretasi hasil uji dan kendali
laboratorium. Dalam kaitan ini, Cox dan Kamprath (1971) mengemukakan beberapa faktor
tanah yang mempengaruhi interpretasi hasil analisis unsur mikro (Tabel 9).
26
Tabel 9. Metode uji tanah, faktor-faktor tanah yang mempengaruhi interpretasinya, dan
kisaran kritis unsur mikro.
(e). Belerang
Penentuan kebutuhan belerang dengan menggunakan uji tanah agak rumit karena
adanya berbagai bentuk dan cara pengikatan belerang oleh komponen-komponen tanah.
Bahan organik tanah mengandung belerang, sehingga ketersediaan belerang dalam tanah
juga dikendalikan oleh dekomposisi bahan organik. Sementara itu pengikatan sulfat pada
fraksi anorganik tanah dipengaruhi oleh banyak faktor. Dua macam larutan pengekstraks
27
belerang tanah yang lazim digunakan adalah air dan Ca(H2PO4)2. Teknik pengukuran
BaSO4 secara turbidimetri lazim digunakan. Pada umumnya uji tanaman untuk menduga
kebutuhan belerang tanaman agak lebih berhasil di__bandingkan dengan uji tanah. Pada
banyak tanaman seringkali digunakan indikator rasio N:S untuk menyatakan kebutuhan
tanaman akan belerang. Nilai rasio N:S sebesar 14:1 hingga 16:1 dianggap sebagai nilai
yang "baik", sedangkan nilai rasio lebih dari 17:1 menunjukkan perlunya pemupukan
belerang.
Aspek-aspek yang sulit dalam proses evaluasi kesuburan tanah adalah korelasi,
interpretasi dan rekomendasi, karena melibatkan fenomena yang rumit. Nilai uji tanah itu
sendiri belum mampu memberikan banyak informasi, ia hanya merupakan nilai empiris yang
bisa atau tidak bisa mencerminkan ketersediaan unsur hara. Nilai ini akan menjadi lebih
bermakna kalau mempunyai korelasi yang baik dengan respon tanaman. Kajian korelasi
seperti ini biasanya dilakukan pada dua tingkat, yaitu tingkat kajian di rumah kaca yang
melibatkan berbagai kondisi tanah, dan kajian lapangan yang lebih definit dengan
melibatkan lokasi (lapangan) yang dipilih secara hati-hati.
Pada hakekatnya tujuan pokok dari kajian korelasi di rumah kaca adalah untuk
membandingkan berbagai metode ekstraksi dan menentukan tingkat kritis "tentatif".
Sedangkan kajian lapangan bertujuan untuk menetapkan tingkat kritis yang "definit" untuk
suatu metode ekstraksi yang terpilih. Walaupun analisis tanah secara kimiawi masih
dibayangi oleh berbagai kesulitan, namun masalah terbesar dalam program uji tanah
adalah kalibrasi hasil uji. Pada hakekatnya hasil uji tanah dikalibrasikan dengan respon
tanaman terhadap pemupukan di lapangan. Respons pertumbuhan dan hasil tanaman dari
berbagai dosis pupuk dapat dihubungkan dengan jumlah unsur hara yang tersedia dalam
tanah. Sebagaimana kita ketahui bahwa pertumbuhan dan hasil tanaman merupakan fungsi
dari banyak peubah, selain ketersediaan unsur hara. Fitts (1955) mengelompokkan peubah-
peubah ini menjadi empat kategori, yaitu tanah, tanaman, iklim, dan pengelolaan. Apabila
hasil tanaman berkorelasi dengan suatu peubah tertentu, misalnya P-tersedia dalam tanah,
maka hal ini berarti bahwa P-tersedia tersebut merupakan faktor pembatas yang lebih
penting dibandingkan ppeubah-peubah lainnya yang tidak dikendalikan dalam suatu kajian
korelasi (Gambar 15). Sebagai suatu teladan dapat dikemukakan hasil penelitian Hauser
(1973) tentang korelasi hasil analisis P-tanah dengan respon kapas (Gambar 7).
Pengelompokkan hasil analisis P-tanah dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu
rendah, medium dan tinggi. Dosis rekomendasi didasarkan pertimbangan jumlah pupuk
yang diperlukan untuk menaikkan nilai analisis P-tanah menjadi kategori "tinggi".
Suatu pendekatan lain ialah menggambarkan hubungan antara persentase hasil
(hasil relatif) dengan nilai uji tanah. Tingkat kritis seringkali ditetapkan sekitar 75% hasil
relatif.
28
200-
* * r = - 0.61
* *
* * * * *
100-
* * *
* * * * *
* * * * * *
0.0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 22
200 -
150 -
50 -
2 4 6 8 10 12 14 16 18 22
Gambar 7. Korelasi antara hasil analisis P-tanah dekategori hasil uji tanah
Cate dan Nelson (1965) mengemukakan suatu metode plotting hasil relatif (persen
dari hasil maksimum) sebagai fungsi dari nilai-nilai analisis tanah (Gambar 8). Diagram
pencar titik-titik dibagi menjadi empat kuadran oleh garis vertikal dan horisontal. Kedua garis
ini digeser-geser sedemikian rupa sehingga banyaknya titik-titik yang berada pada kuadran
kiri bawah dan kanan atas mencapai maksimum, dan titik-titik yang berada pada kuadran kiri
atas dan kanan bawah mencapai minimum.
29
100 -
* * * * *
* * * *
* * * *
75 - * * * * * * * *
* * *
* * * *
*
* *
50 - * * * *
* *
*
* *
25 - *
*
Tingkat kritis*
*
0.0
0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
P - Bray I (ppm)
Gambar 8. Analisis data tebu dari Pernambuco, Brazil dengan metode Cate dan nelson.
Setiap titik mencerminkan suatu petak kebun tebu (Sumber: ISFEIP, 1967.
Dalam Sanchez, 1976).
Pada situasi seperti ini maka titik perpotongan antara garis vertikal dengan sumbu
horisontal (hasil analisis tanah) dianggap sebagai "titik kritis" untuk hasil analisis tanah yang
bersangkutan. Sedangkan titik perpotongan antara garis horisontal dengan sumbu vertikal
(hasil relatif) merupakan pembatas antara tanah-tanah yang respon tinggi dengan tanah-
tanah yang respon rendah. Oleh karena itu tingkat kritis membagi titik-titik data menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok respon hasil sangat besar dan kelompok yang mungkin tidak
respon. Keuntungan dari metode Cate dan Nelson ini ialah karena ia sejalan dengan
keterbatasan uji tanah, metode ini hanya memisahkan tanah-tanah yang respon terhadap
penambahan pupuk dari tanah-tanah yang tidak respon. Selain itu metode ini juga mampu
menunjukkan tanah-tanah yang tidak sesuai dengan metode ekstraksi yang digunakan
(yaitu titik-titik yang berada dalam kuadran kiri atas dan kanan bawah).
Berbagai laboratorium uji tanah mengklasifikasikan tingkat kesuburan tanah (empris)
menjadi sangat rendah, rendah, medium, tinggi, atau sangat tinggi, berdasarkan atas hasil-
hasil uji kimiawi. Beberapa pakar yang berwenang lainnya juga telah mengembangkan
suatu indeks kesuburan tanah. Indeks ini pada hakekatnya merupakan kecukupan relatif
yang dinyatakan sebagai persentase dari jumlah yang diperlukan untuk mencapai hasil
maksimum. Nilai-nilai persentase tersebut dapat dikonversi menjadi kg/ha. Suatu teladan
disajikan dalam Tabel 10.
30
Peluang respon tanaman terhadap pemupukan pada berbagai macam kondisi tanah
yang mempunyai hasil uji tanah berbeda-beda telah banyak dibicarakan para pakar.
Konsepsi umum disajikan dalam Gambar 17. Seringkali kalibrasi uji tanah juga dipersulit
oleh adanya kenyataan bahwa banyak faktor selain kesuburan tanah juga mempengaruhi
respon tanaman. Varietas tanaman sangat menentukan responnya terhadap pemupukan,
perbedaan sangat jelas dapat diketemukan antara varitas unggul dan lokal (Tabel 11).
Tabel 11. Respon padi unggul dan lokal terhadap pupuk kalium
1.00 -
0.85
0.60
0.40
0.15
0.0
Gambar 9. Hubungan antara tingkat kesuburan tanah dengan besarnya peluang untuk
mendapatkan respon tanaman yang menguntungkan (Fitts, 1955. Dalam
Tisdale dan Nelson, 1975).
Model-model matematik
% hasil maksimum
100 -
kedelai
50 -
25 -
0.0
0 20 30 40 50 60
Gambar 10. Kebutuhan tanaman akan unsur hara fosfor beragam di antara jenis tanaman
dan tingkat hasil (Bray, 1961. Dalam Tisdale dan Nelson, 1975)
Gambar 12 ini juga menyajikan suatu modifikasi penting, yaitu kisaran optimum
dan bukannya titik optimum. Kisaran A dan C menyatakan rekomendasi untuk mencapai
profit per hektar yang tertinggi; sedangkan kisaran B dan D mencerminkan biaya
pemupukan lebih rendah dan keuntungan per satuan pupuk lebih tinggi.
34
300 -
uji tanah rendah (Tanah Miskin)
225 -
o.0
0 1 2 3 4
Dosis pupuk
Gambar 11. Grafik interpretasi, menggunakan fungsi respon kurvilinear kontinyu. Tanda
panah menyatakan dosis optimum secara ekonomis (Sumber: Sanchez,
1976)
Model "linear response and plateau" telah dikembangkan oleh Waugh, Cate, dan
Nelson. Model ini berdasarkan pada hukum minimum Liebig dan model korelasi Cate-
Nelson. Model respon ini pada hakekatnya terdiri atas dua garis lurus (Gambar 12).
Garis pertama mencerminkan daerah respon tinggi, dan garis ke dua yang
mengikutinya mencerminkan daerah tidak respon (garis horisontal). Hasil ambang adalah
hasil tanaman yang tidak diberi pupuk (misalnya unsur hara X), sedangkan hasil-konstan
menyatakan hasil tanaman dimana unsur hara (unsur X) tidak lagi menjadi faktor
pembatas. Hasil-relatif adalah hasil-ambang dibagi dengan hasil-konstan.
Dosis rekomendasi adalah dosis pupuk yang diperlukan untuk mencapai hasil-
konstan. Kalau unsur hara X tidak lagi menjadi faktor pembatas, maka unsur lainnya
mungkin menjadi faktor pembatas. Hasil-ambang terakhir mencerminkan efek faktor
pembatas genetik dan peubah lain.
35
Hasil tanaman
Batas genetik
A AB ABC ABCD
Gambar 12. Model respon linear dan mendatar (Linear Response and Plateau, LRP)
yang didasarkan pada hukum minimum Liebig (Sumber : Waugh et al., 1973).
Hasil
160 -
140 D
120 C
100 -
80 B
60
A
40 -
0 1 2 3 4 5
Dosis pupuk yang ditambahkan
Gambar 13. Respon hasil tanaman terhadap pemupukan tergantung pada tingkat hasil
potensial. A. Potensial paling rendah; D. Potensial paling tinggi (Barber, 1971.
Dalam Tisdale dan Nelson, 1975)
Tipe-tipe Rekomendasi
Pada umumnya ada empat macam alternatif tindakan kalau tanah miskin P atau K.
Dalam program pemupukan sistem rotasi tanaman harus diperhatikan beberapa hal
berikut:
(a). pupuk diberikan sebelum tanaman yang paling responsif dan menguntungkan,
(b). pupuk fosfat diberikan di dekat tanaman jagung
(c). tanaman hijauan pakan menyerap banyak kalium, sehingga pemupukan musiman
diperlukan untuk mempertahankan hasil
(d). Kedelai lebih respon terhadap tingkat kesuburan tanah yang tinggi daripada
pemupukan langsung. Akan tetapi pada tanah-tanah yang kurang subur diperlukan
pemupukan langsung pada kedelai.
38
Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam sistem seperti di atas, yaitu:
(a). Pada tanah-tanah yang mempunyai kemampuan besar untuk mensuplai unsur
hara, maka rekomendasi pupuk hanya 50% dari kehilangan hara
(b). Berapa tingkat ketersediaan unsur hara dalam tanah yang dianggap cukup?
(c). Apakah petani masih ingin meningkatkan dosis pupuk kalau potensial hasil
tanamannya meningkat?
(d). Kandungan P, K, dan unsur hara lain dalam hasil tanaman beragam
(e). Apakah pemupukan hanya ditujukan untuk menggantikan jumlah hara yang hilang
agar tingkat kesuburan tanah dapat dipertahankan? Hal ini akantergantung pada
fiksasi dan pelepasan unsur hara dalam tanah dan kehilangan-kehilangan lainnya.
(f). Kalau sejumlah pupuk ditambahkan ke tanah apakah dapat diharapkan tanaman
mampu 100% efisien menyerap unsur haranya?
(g). Dalam beberapa kondisi tanah tertentu, jumlah pupuk yang diperlukan setara dengan
jumlah kehilangan ditambah 10-25%-nya.
Nitrogen
Metode Resep
Tabel 15. Estimasi persentase N, P, dan K dalam tanah, rabuk dan pupuk yang tersedia
bagi tanaman (misalnya jagung) selama satu musim