Anda di halaman 1dari 11

PENGENDALIAN HAMA TIKUS(Rattus sp) PADA

TANAMAN KELAPA SAWIT (Elies guineensis)

DISUSUN OLEH :

NAMA : ANDRIAN
NPM: 178210080

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MEDAN AREA
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat
yang diberikan-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul
“PENGENDALIAN HAMA TIKUS(Rattus sp) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elies
guineensis)” ini sebagai pemenuhan tugas mata kuliah DASAR PERLINDUNGAN
TANAMAN.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Diapari Siregar, M.P
selaku dosen pengampu dalam mata kuliah ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima
kasih kepada rekan-rekan saya yang telah membantu dalam membuat makalah ini, semangat
dan juga pendapat-pendapat sehingga menambah pengetahuan dan wawasan dalam
menyelesaikan makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini sudah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
dan juga dapat bermanfaat bagi pembaca nantinya terutama bagi penulis. Penulis berharap
tugas ini dapat menambah wawasan serta pengetahuan agar dalam tugas selanjutnya dapat
menyelesaikannya dengan lebih baik lagi.
Penulis juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam kami ini. Oleh
karena itu penulis berharap kepada pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun agar kami dapat menyelesaikan tugas berikutnya dengan lebih bagus lagi.

Medan, November 2019

ANDRIAN

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………………….i

Daftar isi…..………………………………………………………………………………ii

BAB I Pendahuluan……………………………………………………………………...,1

A. Latar Belakang………………………………………………………..……….......1
B. Tujuan…………………………………………………………..…………............1
C. Manfaat…………………………………………………..………………………..1

Bab II Isi………………………………………………………………………..................2

BAB III Pembahasan………………………………………………………………….….17

BAB IV Penutup……………………………………………………………...……….....19

A. Kesimpulan………………………………………………………………...……..19
B. Saran……………………………………………………………………...………19

Daftar Pustaka……………………………………………………………………...…….20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan komoditi tanaman yang dewasa ini
sangat diminati untuk dikelola atau ditanam (dibudidayakan), baik oleh pihak Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), Perkebunan Swasta Nasional atau Asing. Namun petani (Perkebunan
Rakyat) karena ekonominya cukup tinggi, para investor menginvestasikan modalnya untuk
membangun perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit. (Sunarko, 2008).
Secara umum penguasaan lahan perkebunan kelapa sawit untuk tahun 2011
didominasi oleh perkebunan milik rakyat, kemudian diurutan kedua perkebunan milik swasta,
dan diurutan ketiga perkebunan milik Negara. Dengan demikian areal perkebunan kelapa
sawit Indonesia tumbuh rata-rata 11 % pertahun. Untuk perkebunan rakyat tumbuh 11.6 %
pertahun, perkebunan Negara tumbuh 5,4 % pertahun, dan perkebunan swasta ( pengusaha
nasional dan asing ) tumbuh 12,8 % pertahun. Lahan sawit rakyat tahun 2011 ada 3,8 juta ha
(48 %), BUMN 617 ribu ha (7%), dan swasta 3,2 juta ha (45%). Sejalan dengan itu budidaya
tanaman kelapa sawit selalu menghadapi masalah diantaranya masalah dengan hama.
.(Sembiring, 2011).
Hama adalah salah satu faktor yang sangat penting yang harus diperhatikan dalam
pembudidayaan tanaman kelapa sawit. Hama dapat menyerang tanaman kelapa sawit mulai
dari pembibitan hingga tanaman menghasilkan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman kelapa sawit dipertanaman.
Berdasarkan bagian tanaman yang diserang maka di kenal hama perusak (pemakan) daun,
perusak akar dan batang(serangga) dan sebagian lagi golongan mamalia (Lubis, 2008).
Hama yang menyerang tanaman kelapa sawit cukup banyak dan merupakan hama
yang penting antara lain; ulat api, ulat kantong, belalang, kutu daun, penggerek tandan buah,
tikus, babi hutan, dan gajah. Tetapi dalam hal ini hanya akan di bahas tentang hama tikus.
Beberapa jenis tikus yang sering dijumpai di areal kelapa sawit adalah tikus belukar (Rattus
rattus tiomanicus), tikus sawah (Rattus rattus argentiventer), dan tikus rumah (Rattus rattus
diardi). Namun dari keempat jenis tikus tersebut, tikus belukar merupakan jenis tikus yang
paling dominan, yang dapat di jumpai pada hampir semua perkebunan kelapa sawit. Tikus
belukar(Rattus rattus tiomanicus) menyukai hidup di lingkungan semak belukar atau hutan
sekunder. Warna punggung keabu-abuan atau coklat kemerahan, perut pitih sampai abu
terang. Jumlah putting susu 10 buah, 2 pasang bagian dada dan 3 pasang dibagian perut.
Tikus(Rattus sp) cukup memusingkan pekebun karena tikus menyerang bibit yang masih
muda, menggangu bunga dan tandan buah. Upaya yang bisa dilakukan yaitu menjaga
kebersihan kebun yaitu dengan melakukan sanitasi atau membersihkan kebun secara teratur.
Kacang-kacangan yang terlalu lebat maupun lubang-lubang dan gerumpul semak di
drainase/parit dapat menjadi tempat persembunyian, bahkan sarang tikus. Sehingga populasi
tikus meningkat dan menyebabkan tingkat serangan tinggi pada tanaman di pembibitan, pada
tanaman belum menghasilkan (TBM), dan tanaman menghasilkan(TM). Selain itu bukan
hanya terbatas pada tempat yang terserang saja, namun pengendalian juga dilakukan pada
seluruh areal baik itu areal yang terserang maupun tidak.
B. Perumusan Masalah
Serangan tikus menyebabkan pertumbuhan tanaman kelapa sawit menjadi terganggu
dan menurunkan produksi. Untuk itu di lakukan upaya pengendalian dengan cara penggunaan
Rodentisida di harapkan tingkat serangan hama tikus pada tanaman kelapa sawit dapat
menurun sehingga dapat meningkatkan produksi tanaman kelapa sawit dan biaya
pengendalian dapat lebih kecil.
C. Tujuan
Tujuan penulis dalam membuat makalah ini adalah untuk mengetahui cara pengendalian
hama tikus (Rattus sp) pada tanaman kelapa sawit (Elies guineensis).
D. Manfaat
1. Mengetahui cara pengendalian hama tikus (Rattus sp) pada tanaman kelapa sawit
(Elies guineensis) dengan pengendalian yang baik dan benar.
2. Sebagai bahan informasi kepada masyarakat terkhusus petani tentang
pengendalian hama tikus (Rattus sp) di perkebunan kelapa sawit (Elies
guineensis).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hama Tikus (Rattus sp) di Perkebunan Sawit


Tikus merupakan salah satu hama penting di indonesia yang dapat merusak tanaman
kelapa sawit, serangan hama tikus di tanaman kelapa sawit yang membahayakan pada
tanaman belum menghasilkan (TBM) dibandingkan pada tanaman menghasilkan (TM). Pada
perkebunan kelapa sawit, tikus dapat hidup dan berkembang biak membutuhkan makanan,
air, dan lindungan (shelter) sebagai berikut: 1. Makanan Karbohidrat : Umbut dan
buah/bunga kelapa sawit, akar dan biji rumput. Lemak : Buah kelapa sawit, serangga,
siput/keong dan lain-lain. Protein : Serangga, siput/keong, cacing dan binatang kecil lainnya.
Mineral/vitamin : Biji-bijian, tanah dan bahan organik. 2. Air : Tempat-tempat berair dan
bagian-bagian tanaman. 3. Lindungan : Tempat perlindungan yang aman bagi tikus antara
lain adalah : Tumpukan kayu dan bahan organik lainnya, tanaman penutup tanah kacangan
yang lebat, diantaranya pangkal pelepah kelapa sawit ataupun membuat lobang di dalam
tanah (Lubis & sipayung,1987).
Tikus adalah mamalia yang termasuk dalam suku muride. Spesies tikus yang paling di
kenal adalah mencit (Mus sp) serta tikus got (Rattus rattus norvegius) yang di temukan
hampir di semua negara dan merupakan suatu organisme model yang penting dalam biologi,
juga hewan peliharaan yang populer.
Adapun Klasifikasi hama tikus adalah sebagai berikut :
 Sub filum : Vertebrata (bertulang belakang)
 Phylum : Chordata
 Klas : Mamalia (menyusui)
 Ordo : Rodentia (hewan pengerat)
 Famili : Muridae
 Genus : Rattus-rattus
 Spesies : Rattus sp (Anonim, 2010)
B. Siklus Hidup Tikus
Tikus berkembang biak dengan sangat cepat, tikus menjadi dewasa dalam arti dapat
kawin pada usia 2 – 3 bulan. Masa bunting tikus betina sangat singkat kira – kira 19 – 21
hari. Jumlah anak yang di hasilkan setiap sekali melahirkan berkisar antara 4-13 ekor (rata-
rata 7 ekor) nyinying. Namun kematian banyak pula terjadi, sehingga rata-rata hanya tinggal
6 ekor dari tiap kelahiran tergantung dari jenis dan keadaan di lapangan. Dan setelah
melahirkan tikus tersebut sudah siap kawin lagi setelah 48 jam. Perkembangan populasi tikus
tergantung pada ketersediaan bahan makanan di lapangan dan tempat persembunyiannya.
Untuk dapat berkembang biak perlu makanan yang banyak dan mengandung tepung. Pada
musim kering jika air kurang, tikus memenuhi kebutuhannya dengan memakan makanan
yang banyak mengandung air. Pada umumnya tikus menyukai hidup di lubang-lubang bawah
tanah, sarang biasanya di buat lebih dari satu pintu, pintu utama untuk jalan keluar dan
masuk setiap hari dan pintu darurat yang digunakan dalam keadaan membahayakan,
misalnya pada saat dikejar predator tikus akan keluar dari pintu yang susah untuk di jangkau.
Pintu darurat ini disamarkan dengan cara ditutupinya dengan daun-daun. Selain itu, sarang
tikus juga terdiri dari berkelok-kelok.
C. Gejala Serangan
Pada tanaman muda tikus menyerang titik tumbuh atau umbut, sehingga dapat
menyebabkan tanaman mati. Tingkat kematian tanaman dapat mencapai 20% atau lebih
sehingga harus di lakukan penyisipan tanaman. Hal ini akan memakan biaya yang tinggi dan
tertundanya sebagian tanaman untuk mulai di panen. Pada tanaman menghasilkan tikus akan
mengerat bunga, buah muda maupun buah yang lebih tua. Selain itu tikus juga membawa
brondolan kesarangnya sehingga secara langsung dapat mengurangi produksi sampai 5%
atau lebih 240 kg minyak sawit/ha/tahun jika populasi tikus mencapai 306 ekor/ha. Keretan
tikus pada buah dapat menyebabkan peningkatan asam lemak bebas (ALB). Bunga yang di
serang akan menyebabkan persentase buah pada tandan menjadi rendah. Serangan pada
bunga sering terjadi pada musim kering. Menurut lubis & sipayung (1987) menyatakan
bahwa, lambung tikus yang di belah menunjukan lebih dari 80% berupa daging buah
(mesocarp) ditambah buah muda kelapa sawit dan 15% serangga. Sedangkan serangan pada
bibit bagal / pucuk yang baru ditanam tikus menyerang dengan mengerat batangnya
dengan/tanpa merusak titik tumbuh, jika kurang dalam menanamnya bibit menjadi terbuka
sehingga cepat mati karena cara memakannya dengan menarik-narik. Bibit yang sudah
tumbuh/rayungan dimakan di atas tanah, daun dan pupus menjadi layu dan kering, dan
tanaman menjadi patah. Jika terlalu dalam maka titik tumbuh turut rusak dan tanaman akan
mati. Jika titik tumbuh tanaman tersebut tidak rusak, maka tanaman dapat tumbuh lagi.
Bekas tanaman yang di serang oleh tikus daun-daunnya kelihatan seperti dipangkas dengan
pisau tumpul.
D. Metode Pengendalian Hama Tikus (Rattus sp)
1. Pengendalian hama secara mekanis
Meliputi semua cara pengendalian yang secara langsung membunuh tikus dengan
pukulan, diburuanjing, menggunakan perangkap dan lain sebagainya. Cara ini akan berhasil
bila diorganisir dengan baik dan dilakasanakan serentak, sebagai contoh adalah pemasangan
perangkap dengan menggunakan bambu dengan panjang antar 1,5 – 2 meter yang salah satu
ujungnya dibiarkan tertutup dan ujung lainnya dilubangi. Pemasangan dilakukan sore hari
ditempat yang biasa dilalui tikus, diharapkan tikus akan masuk ke dalam lubang perangkap
dan bersembunyi, pada waktu pagi diambil dengan terlebih dahulu ujung yang terbuka
dimasukkan karung/plastik, kemudian tikus yang ada dibunuh.(Anonim, 2008).
2. Pengendalian hama secara kimia
Pengendalian yang sering kita lakukan biasanya menggunakan umpan beracun ada
baiknya dengan menggunakan umpan yang tidak langsung membunuh dengan cepat,
misalnya umpan racun (rodentisida) yang membunuh secara perlahan antara lain Klerat RM-
B adalah rodentisida racun anti koagulan generasi baru yang menghubungkan keunggulan
sifat-sifat racun akut dan anti koagulan, berbentuk umpan padatan, segi empat, berwarna
hijau kebiru-biruan, berisi butiran beras, siap di pakai untuk mengendalikan tikus sawah
Rattus argentiventer dan tikus semak Rattus tiomanicus. Klerat RM-B sangat aktif
mengandalikan berbagai jenis tikus juga efektif terhadap tikus yang telah kebal terhadap
racun anti koagulan lainnya. Daya toksisitas terhadap tikus sangat tinggi sehingga cukup
dengan sekali makan umpan tanpa menimbulkan jera umpan. Berbahan aktif Bridivakum
0,005% bersifat racun sistemik. (Sembiring, 2011)
3. Pengendalian Hama Terpadu Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
Merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk mencapai produksi tinggi serta
linkungan lestari. Konsep ini dimulai di indonesia sepuluh tahun yang lalu. Konsep PHT lahir
karena manusia dihadapkan pada masalah besar, yakni pencemaran lingkungan karena
penggunaan pestisida contoh dengan penggunaaan pestisida nabati dan musuh alami dari
hama tersebut. Permasalahan pertanian semakin berkembang dan masalahnya menjadi sangat
komplek. Pengendalian hama semakin sangat pelik, karena penggunaan yang terus menerus,
pemakaian pupuk secara berlebihan dan penggunaan pestisida secara tidak tepat, baik
mengenai aplikasi maupun dosisnya. Dalam mengatasi hama dengan PHT ini, dibutuhkan
berbagai dasar yang menyeluruh, dan mengikut sertakan berbagai pihak. Diperlukan
pengetahuan tentang teknik-teknik agronomi, pemuliaan tanaman, ilmu gulma, penyakit
tanaman, sosial ekonomi dan kerja sama dengan penyuluhan pertanian. Kesemuanya
merupakan suatu tindakan terpadu, dan membawa kepentingan sendiri-sendiri.
PHT adalah salah satu langkah peniruan yang seksama yang jumlahnya cukup tepat tentang
keanekaan seleksi yang terlihat bekerja di alam, dengan tujuan untuk menghilangkan tekanan
seleksi dari satu faktor saja. Pada umumnya dengan menggunakan cara-cara biologis, yaitu
dengan menerapkan corak bercocok tanam dan memadukan dengan bahan kimia untuk
menjaga agar populasi hama tetap tidak berarti secara ekonomi. Dengan demikian PHT
bukanlah suatu eradikasi atau pemberantasan hama, melainkan lebih tepat dikatakan sebagi
pemberantasan populasi hama. Tujuannya antara lain :
1. Mempertahankan dan menetapkan tarap produksi tinggi.
2. Meminimalkan kerusakan dan pencemaran lingkungan, dan
3. Secara ekonomi menguntungkan dan sekaligus melindungi produsen dan konsumen dari
pencemaran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Pengendalian hama secara mekanis


Meliputi semua cara pengendalian yang secara langsung membunuh tikus dengan
pukulan, diburuanjing, menggunakan perangkap dan lain sebagainya.
2. Pengendalian hama secara kimia
Pengendalian yang sering kita lakukan biasanya menggunakan umpan beracun ada
baiknya dengan menggunakan umpan yang tidak langsung membunuh dengan cepat,
misalnya umpan racun (rodentisida).
3. Pengendalian Hama Terpadu Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
Merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk mencapai produksi tinggi serta
linkungan lestari. contoh dengan penggunaaan pestisida nabati dan musuh alami dari hama
tersebut.

B. Saran
Hama tikus merupakan salah satu hama yang dapat merugikan dengan intensitas
serangan yang cukup besar bagi para petani maupun perkebunan kelapa sawit maka dari itu
harus di kendalikan dengan cara yang baik dan benar pula dan tidak merusak lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Pahan, Iyung. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit
dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadya. Jakarta.

Mangoensoekarjo, S. Semangun, H. 2005. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. Gajah Mada


University Press.Yoyakarta.

Risza, Suyatno. 2010. Masa Depan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia. Kanisus.
Yogyakarta.

Adidharma, D. 2002. Kajian sosial ekonomi pengendalian hama tikus pohon, Rattus
tiomanicus Miller dengan burung hantu, Tyto alba, pada perkebunan kelapa sawit. Institut
Pertanian Bogor.

Anonim. 2000. Buku pintar mandor: seri budidaya perkebunan kelapa sawit. Lembaga
Pendidikan Perkebunan. Jogyakarta.

Madry, B. 1996 Pengendalian Hama Tikus dengan Alternatif Pemeliharaan Burung Hantu
(Tyto alba). Departemen Pertanian. Jakarta.

Mangoensoekarjo, S. dan Semangun, H. 2005. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit.


Gajahmada University Press. Jogyakarta.

Priyambodo, S. 1995. Pengendalian Hata Tikur Terpadu (PHTT). Institut Pertanian Bogor.

Https://sawitindonesia.com/pengendalian-hama-tikus-di-perkebunan-sawit/ diakses pada


selasa 12 november 2019 pukul 19:00 wib.

Anda mungkin juga menyukai