Anda di halaman 1dari 29

Pengendalian OPT Petani Komoditas Kubis

Disusun untuk memenuhi mata kuliah TPHPT


Semester Ganjil Tahun 2016

Oleh:
DIMAS FAUZAN MAHASATYA AMARA
DIANA NAFITRI CAHYANINGRUM
AULIA HASNA WARDIYANA

(150510150180)
(150510150184)
(150510150198)

KELAS G

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
Hama & Penyakit Tanaman Kelapa Sawit

HAMA UTAMA

1. Kumbang Badak (Oryctes rhinoceros L.)


A. Klasifikasi Kumbang Badak
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Coleoptera

Famili

: Scarabaeidae

Genus

: Oryctes

Spesies

: Oryctes rhinoceros L

Gambar 1. Kumbang Badak


(Fase Imago)

Bagian Tanaman yang diserang : pupus daun (daun tombak).


Stadia hama yang merugikan : kumbang.
B. Siklus Hidup
Siklus hidupnya berlangsung sekitar 5 6 bulan, masa inkubasi 2 minggu, masa Instar 3
minggu, masa pupa 3 minggu, masa kelangsungan seksual 3 minggu, pra pupa 3 4 bulan.
Fase Telur
Kumbang ini meletakkan telur pada tunggul-tunggul karet, kelapa dan kelapa sawit yang telah
dipotong dan bahan organik lainnya (Mangunsoekarjo dan Semangun, 2003). Imago betina kumbang
ini dapat bertelur 3 sampai 4 kali selama hidupnya dengan jumlah telur 30 butir dalam sekali bertelur.
Telur berwarna putih, bentuk oval, diletakkan oleh imago betina 5-15 cm di bawah permukaan bahan
organik. Telur yang baru diletakkan berukuran 2,3 x 3,5 mm dan lamanya stadia telur 8-12 hari

Gambar 2. Telur Kumbang Badak

Fase Larva

Larva yang baru menetas berwarnah putih dan setelah dewasa berwarnah putih kekuningan,
warna bagian ekornya agak gelap dengan panjang 7-10 cm. Tubuh bagian belakang lebih besar dari
bagian depan. Pada permukaan tubuh larva terdapat bulu-bulu pendek dan pada bagian ekor bulu-bulu
tersebut tumbuh lebih rapat. Stadium larva 4-5 bulan bahkan ada pula yang mencapai 2-4 bulan
lamanya. Stadim larva terdiri dari tiga instar yaitu: Instar I selama 11-12 hari, instar II selama 12-21
hari, dan instar III 60-165 hari. Larva berkembang pada kayu lapuk,bekas tumbangan pohon sawit,
kompos dan hampir pada semua bahan organik yang sedang mengalami proses pembusukan dengan
kelembaban yang cukup, termasuk batang kelapa sawit.

Gambar 3. Larva Kumbang Badak

Fase Pupa
Ukuran pupa lebih kecil dari larvanya, kerdil, bertanduk dan berwarna merah kecoklatan dan
panjang 5-8 cm yang terbungkus dari kokon dari tanah yang berwarna kuning. Stadia ini terdiri atas
dua fase yaitu: Fase I lamanya satu bulan yang merupakan perubah bentuk dari larva ke pupa dan fase
II lamanya tiga minggu merupakan perubahan bentuk dari pupa menjadi imago, dan masih berdiam
dalam kokon

Gambar 4. Pupa Kumbang Badak

Fase Imago
Kumbang Oryctes rhinoceros berwana hitam, permukaan bagian bawah badanya berwarana
hitam kecoklatan, panjang tubuh 34-45 mm dan lebarnya 20 mm. Culanya yang terdapat pada kepala
menjadi ciri khas kumbang ini. Cula kumbang jantan lebih panjang dari cula kumbang betina. Selain
itu kumbang ini mempunyai mandible yang kuat dan cocok untuk melubangi pohon

C. Gejala Serangan
Pada tanaman muda, serangan hama ini akan menghambat pertumbuhan dan bahkan dapat
mematikan tanaman kelapa sawit pada tahun pertama. Kumbang dewasa terbang ke tajuk kelapa pada
malam hari dan mulai bergerak ke bagian dalam melalui salah satu ketiak pelepah daun yang paling
atas. Kumbang merusak pelepah daun yang belum terbuka dan dapat menyebabkan pelepah patah.
Kerusakan pada tanaman baru terlihat jelas setelah daun membuka 1-2 bulan kemudian berupa
guntingan segitiga seperti huruf V. Gejala ini merupakan ciri khas serangan kumbang O. rhinoceros
(Direktorat Jendral Perkebunan, 2008).
Kumbang ini menggerek pucukpucuk atau umbut kelapa sawit sejak ditanam dan dapat
berlanjut sampai umur 25 tahun. Pelepah di atas bagian yang diserang akan putus dan mengering atau
busuk dan tunas baru keluar dari samping (Lubis, 1992). Pelepah daun terlihat terpuntir sehingga
posisinya tampak tidak beraturan dan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Pada kelapa sawit
yang berumur satu tahun, seekor kumbang menggerek selama 4-6 hari sebelum pindah ke tanaman
lain. Oleh karena itu populasi O. rhinoceros yang rendah dapat mengakibatkan kerusakan tanaman
kelapa sawit yang berat (Chenon dan Pasaribu, 2005). Kumbang tanduk O. rhinoceros umumnya
menyerang tanaman kelapa sawit muda dan dapat menurunkan produksi tandan buah segar (TBS)

D. Pengendalian
Pengendalian Kultur Teknis :

Menanam tanaman penutup tanah (kacangan) dengan baik, khususnya rumpukan batang harus
tertutup 100%.

Menanam Koro Benguk (Mucuna sp.)

Sanitasi yaitu dengan cara pembersihan atau pemusnahan semua tempat yang mungkin menjadi
tempat perkembangbiakan, atau berkembangnya larva. Tanaman mati yang membusuk, pohon
kelapa yang tumbang hendaknya dipotong-potong, dibakar atau ditimbun dengan tanah.

Pengendalian Biologi:

Penggunaan agensia hayati jamur Metarhizium anisopliae dan Baculovirus oryctes untuk
mengendalikan populasi hama Oryctes di lapangan

Pengendalian Fisik

Penggunaan perangkap feromon


Feromon memiliki bahan aktif Ethyl-4 methyloctanoate yang dilepaskan oleh suatu organisme ke
lingkungannya yang memampukan organisme tersebut mengadakan komunikasi secara
intraspesifik dengan individu lain. Feromon agregat ini berguna sebagai alat kendali populasi
hama dan sebagai perangkap massal

Pengendalian Mekanik :

Mengeluarkan dan mengumpulkan kumbang. Tindakan pengendalian ini harus dilakukan sedini
mungkin. Oryctes dikeluarkan dengan menggunakan kawat yang berbentuk panah.

Pengendaliann Kimiawi :

Mempergunakan insektisida seperti marshall, diazinon, dengan mempergunakan dosis satu


sendok makan. Insektisida tersebut dituangkan ke atas pupus daun kelapa sawit.

Jika bahan tanaman akan dipakai untuk pembuatan kompos dan diperkirakan berpotensi terdapat
telur atau larva Oryctes diperlukan perlakuan insektisida sebagai tindakan pencegahan.

2. Ulat Api (Setothosea asigna)


Klasifikasi Setothosea asigna
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Class

: Insekta

Ordo

: Lepidoptera

Family

: Limacodidae

Genus

: Setothosea

Species

: Setothosea asigna

Gambar 5. Larva Ulat Api

Siklus Hidup
Fase Telur
Telur diletakkan secara tunggal berderet 3-4 baris sejajar dengan permukaan daun sebelah
bawah, biasanya pada pelepah daun ke 16 17. Satu tumpukan telur terdiri dari 44 butir dan seekor
ngengat betina selam hidupnya mampu menghasilkan telur 300 400 butir. Telur biasanya menetas 48 hari setelah diletakkan. Telur ngengat Famili Limacodidae umumnya berbentuk bundar pipih,
transparan (bening) dan akan berubah warna menjadi oranye kekuning-kuningan yang berarti telah
terdapat calon larva di dalamnya.

Gambar 6. Telur Ulat Api

Fase Larva
Larva mula-mula berwarna hijau kekuningan kemudian hijau dan biasanya berubah menjadi
kemerahan menjelang masa pupa. Panjangnya mencapai 40 mm, mempunyai 2 rumpun bulu kasar di
kepala dan dua rumpun di bagian ekor. Bulu-bulu tersebut berfungsi sebagai duri sengat. Larva ini
dicirikan dengan adanya satu garis membujur di tengah punggung yang berwarna biru keunguan.
Larva ulat api tidak memiliki kaki seperti layaknya ulat pada umumnya. Larva akan memanfaatkan
lendir untuk mendukung pergerakannya. Lendir ini berupa sutera cair, sehingga bila digunakan akan
memudahkan gerakan larva.
Larva yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis jaringan daun dari permukaan daun
dan meninggalkan epidermis permukaan bagian atas daun. Larva berwarna hijau kekuningan dengan
bercak-bercak yang khas (berbentuk pita yang menyerupai piramida) pada bagian punggungnya.
Selain itu pada bagian punggungnya dijumpai duri-duri yang kokoh. Selama perkembangannya ulat
berganti kulit 7 8 kali dan mampu menghabiskan helai daun seluas 400 cm2. Sampai saat ini ulat api
belum dapat dibedakan antara instar yang satu dengan instar yang berikutnya yaitu ulat instar terakhir
(instar 9) panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm. Ulat instar akhir akan memintal kokon sutera berbentuk
bulat telur secara berkelompok dan melekat pada bagian tanaman (pangkal lidi) atau berserakan di
atas permukaan tanah. Lama stadia larva berkisar antara 45 50 hari

Gambar 7. Larva Ulat Api

Fase Pupa
Kepompong berada di dalam kokon yang bterbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur dan
berwarna coklat gelap serta dijumpai pada bagian tengah yang gembur di sekitar piringan tanaman
kelapa sawit, pangkal batang kelapa sawit atau bahkan pada celah-celah kantong pelepah yang lama.
Kokon jantan atau betina masing-masing berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadium
kepompong berlangsung 39,7 hari

Gambar 8. Pupa Ulat Api

Fase Imago
Imago berupa ngengat yang muncul setelah stadia pupa. Imago keluar dari kokon dengan
membuat lubang sobekan pada salah satu ujung kokon. Warna ngengat abu-abu kecoklatan dengan
ukuran 17 mm untuk ngengat jantan dan untuk ngengat betina 14 mm. Perkembangan hama ini
mulai dari telur hingga menjadi ngengat berkisar antara 92,7 hari 98 hari, tetapi pada keadaan
kurang menguntungkan dapat mencapai 115 hari. Ngengat mudah dikenali melalui pose
bertenggernya yang unik yaitu abdomennya akan dilengkungkan sehingga membentuk sudut 90
terhadap toraks dan sayapnya. Ngengat aktif pada senja dan malam hari (nokturnal).

Gambar 9. Imago Ulat Api

Gejala Serangan
Serangan di lapangan umumnya mengakibatkan daun kelapa sawit habis dengan sangat cepat
dan berbentuk seperti melidi. Tanaman tidak dapat menghasilkan tandan selama 2-3 tahun jika
serangan yang terjadi sangat berat. Serangan dimulai dari daun bagian bawah. Larva akan memakan

helaian daun mulai dari tepi hingga helaian daun yang telah berlubang habis, tinggal menyisakan
tulang daun atau lidi. Bagian daun yang disukai ulat api adalah anak daun pada ujung pelepah.
Akibatnya tanaman terganggu proses fotosintesisnya karena daun menjadi kering, pelepahnya
menggantung dan akhirnya berdampak pada tidak terbentuknya tandan selama 2-3 tahun. Ulat api
terkenal sangat rakus. Dalam sehari mampu memakan 300-500 cm daun kelapa sawit. Batas ambang
ekonomi (AE) untuk ulat api adalah 5-10 ekor. Ini berarti bila dalam 1 pohon ditemukan sedikitnya 5
ekor larva, maka pengendalian perlu segera dilakukan.

Pengendalian Ulat Api


Pengendalian Hayati
Beberapa agen antagonis banyak digunakan untuk mengendalikan ulat api diantaranya :
Bacillus thuringensis, Cordyceps militaris, dan virus Multi-Nucleo Polyhydro Virus (MNPV). Selain
beberapa entomopatogen, populasi ulat api dapat stabil secara alami oleh adanya musuh alami yaitu
predator dan parasitois . Predator yang menyerang ulat api adalah Eochantecona furcellata
(Hemiptera : Pentatomidae) dan Sycanus leucomesus (Hemiptera : Reduviidae). Sedangkan Parasitoid
pada larva ulat api adalah Brachimeria lasus, Spinaria spinator, Apanteles aluella, Chlorocryptus
purpuratus, Fomica ceylonica, Systropus roepkei, Dolichogenidae metesae, dan Chaetoxorista
javana.
Pengendalian Mekanik
Pemasangan light trap untuk menarik dan memerangkap imago . Hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya kopulasi dan penyebaran serta sebagai salah satu sarana monitoring. Kegiatan
pemasangan dihentikan jika tangkapan ngengat per malamnya 5 ekor.
Pengendalian Kimiawi
Insektisida yang paling banyak digunakan pada perkebunan kelapa sawit untuk ulat api saat
ini adalah deltametrin, sipermetrin dan lamda sihalothrin dan bahan aktif lain dari golongan
pirethroid. Pengendalian dapat dilakukan berdasarkan umur tanaman. Pengendalian untuk Tanaman
Belum Menghasilkan (TBM) dapat dilakukan dengan aplikasi penyemprotan yang menggunakan Mist
blower.

3. Tirathaba sp.,
Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Class

: Insecta

Order

: Lepidoptera

Family

: Pyralidae

Genus

: Tirathaba

Species

: Tirathaba sp.

Gambar hama Thirathaba sp

Tirathaba sp. merupakan serangga hama yang menyerang tanaman kelapa, juga
menyerang tanaman kelapa sawit. Serangan hama Tirathaba sp. pada tanaman kelapa sawit
telah banyak dilaporkan, tetapi tidak pada tanaman kelapa. Tirathaba sp. biasanya dijumpai di
suatu areal tanaman kelapa pada saat tanaman sudah mulai berbuah. Pembentukan buah yang
terjadi secara terus-menerus merupakan salah satu faktor pendorong perkembangan populasi
hama ini. Pada areal kelapa sawit hama ini menyerang tandan buah dengan fruitset rendah
atau terlewat di panen.
Kerugian yang diakibatkan oleh hama penggerek buah ini yaitu buah yang baru
terbentuk dan terserang hama akan mengalami kerontokan. Buah muda biasanya digerek
dibagian ujung bawah buah. Untuk mengetahui tingkat serangan atau populasi hama
penggerek buah ini yaitu dengan melakukan monitoring populasi dengan mengamati jumlah
dan intensitas serangan pada buah muda tanaman kelapa, yang dilakukan setiap sebulan
sekali. Pengamatan pada pohon yang tinggi, dianjurkan menggunakan teropong. Upaya
prefentif dapat dilakukan dengan cara segera memotong tandan buah yang terserang hama,
sehingga menekan populasi hama dan tidak memicu serangan pada buah sehat yang lain.
Tirathaba sp. dapat dianggap sebagai hama tidak penting atau dimasukkan dalam
hama berat bila terjadi eksplosi. Kerusakan utama yang disebabkan oleh Tirathaba sp. adalah
terjadinya gugur buah muda. Titik tumbuh menjadi rusak pada pertanaman yang masih muda.
Kerugian akibat serangan hama ini tergantung pada besar kecilnya serangan yang terjadi.
Belum diketahui data tentang dampak ekonomi dari serangan hama ini yang dilaporkan.
Hama ini ditemukan dari selatan sampai timur pulau-pulau Asia Pasifik, termasuk Malaysia,
Kepulauan Cook, Filipina dan wilayah tropis Queensland. Imago dari hama ini memiliki
corak hijau atau cokelat kusam pada sayapnya dengan garis-garis merah tipis. Sayap
berwarna kuning pucat polos

Siklus Hidup
Serangga Tirathaba sp. berupa ngengat, yang pada saat istirahat, sayap ngengat
tersebut berbentuk segitiga dan mempunyai bercak hijau pada pangkal sayap. Ukuran tubuh
dan sayap serangga betina lebih panjang daripada ngengat jantan (Kalshoven, 1981 dan
Barlow, 1982). Rentangan sayapnya berkisar antara 20-25 mm.
Ngengat Tirathaba sp. merupakan serangga nokturnal karena aktif melakukan
kegiatan pada sore menjelang malam hari. Serangga betina Tirathaba sp. meletakkan telurnya
pada buah kelapa yang masih muda berukuran kecil. Telur diletakkan secara terpisah. Telur
akan menetas dalam waktu 4-5 hari, setelah menetas larva akan menggerek masuk ke dalam
buah kelapa yang masih muda tersebut.
Larva biasanya ditemukan pada buah kelapa yang masih muda berukuran kecil. Larva
terdiri dari lima instar dan seluruh stadia larvanya tinggal dan menetap dalam buah kelapa.
Pada larva Tirathaba sp. instar pertama berwarna putih kotor sampai coklat muda, dan warna
tubuh akan semakin gelap (coklat tua sampai hitam) bila larva tersebut telah mencapai instar
terakhir. Stadia larva instar terakhir mempunyai panjang tubuh mencapai 2-3 cm, namun
terdapat spesies Tirathaba sp. yang lain mempunyai panjang tubuh mencapai 4 cm, dan
ditumbuhi dengan rambut-rambut yang jarang. Stadia larva berlangsung selama 16-21 hari
atau antara 2-3 minggu. Menjelang berkepompong, larva tersebut akan membentuk kokon
dari sisa gerekan dan kotorannya yang direkat dengan benang liur. Serangan yang terjadi pada
buah muda dapat mengakibatkan buah muda gugur.
Pada saat akan berganti kulit, larva meninggalkan eksuvia yang terbungkus dalam
kotoran larva yang dirangkai dengan benang-benang sutera. Larva instar satu biasanya
terdapat diantara celah kelopak buah kelapa yang masih muda. Larva instar dua hingga instar
empat memakan, merusak buah kelapa dengan cara menggereknya, membuat liang dan
tinggal didalam buah tersebut. Larva instar dua, tiga, dan empat gerakannya sangat lincah,
sementara larva instar lima gerakannya tidak lincah dan mulai mengeluarkan serat sutera
untuk membungkus tubuhnya pada saat berubah menjadi pupa. Pada kondisi dilapang, saat
hama ini akan berubah menjadi pupa, maka larva tersebut akan keluar dari buah.
Pupa berwarna coklat gelap dan stadia pupa berlangsung sekitar 5-10 hari atau sekitar
1,5 minggu. Sedangkan stadia imago berlangsung selama 9-12 hari sehingga total siklus
hidupnya adalah lebih kurang 1 bulan. Imago betina akan meletakkan telur pada hari kedua
selama 2-3 hari berturut-turut pada malam hari. Telur diletakkan secara terpisah atau satu
persatu. Stadia yang paling banyak menyebabkan kerusakan pada tanaman kelapa adalah
stadia larva.
Gejala Serangan
Secara umum hama Tirathaba sp. dikenal sebagai hama yang merusak bunga dan buah
pada tanaman kelapa. Tirathaba sp. banyak menyerang tanaman kelapa yang berumur tua
ataupun muda, asalkan masih aktif memproduksi buah. Larva merusak dengan memakan
dimulai pada bagian ujung buah kelapa yang masih kecil (bakal buah) dan menggerek ke

dalam. Serangan hama ini menyebabkan buah muda gugur. Jika menyerang titik tumbuh pada
pertanaman muda, maka akan terjadi kerusakan. Serangan yang parah menyebabkan layu dari
titik pertumbuhan dan perkembangan tanaman terlambat.
Gejala serangannya berupa bekas gerekan yang ditemukan pada permukaan buah.
Bekas gerekan tersebut berupa faeces dan serat tanaman. Larva menutupi bagian bekas
gerekan dan kotoran dengan benang-benang liur larva yang dihasilkannya. Larva sangat aktif
dan bergerak cepat ketika merasa terganggu. Pada serangan baru, bekas gerekan masih
berwarna merah muda dan larva masih aktif di dalamnya. Sedangkan pada serangan lama,
bekas gerekan berwarna kehitaman dan larva sudah tidak aktif karena larva telah berubah
menjadi kepompong.
Pencegahan dan pengendalian
Larva dapat dikendalikan dengan nematoda entomopatogen, seperti Steinernema sp.
untuk skala laboratorium, sedangkan untuk skala lapang masih perlu dilakukan uji coba.
Pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami seperti lalat Tachinidae (Argyroplax
basifulva), Venturia sp. (Ichneumonidae), Apenteles tirathabae (Braconidae) dan Telenemus
tirathabae (Scelionidae). Pengendalian dapat juga dengan menggunakan jamur
entomopatogen seperti jamur B. bassiana dan Metarhizium anisopliae.

4. Ulat Kantung (Mahasena corbetti Tams.)


Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Class

: Insecta

Order

: Lepidoptera

Family

: Pyralidae

Genus

: Mahasena

Species

: Mahasena corbetti Tams

Siklus Hidup
Seekor ngengat M.corbetti betina mampu menghasilkan telur 2.000-3.000 butir. Telur
menetas dalam waktu sekitar 16 hari. Waktu perkembangan mencapai 124 hari. Ulat yang
baru muncul sangat aktif dan bergantungan menggunakan benang-benang air liurnya (benang
sutra), sehingga mudah menyebar dengan bantuan angin, terbawa manusia atau binatang. Ulat

berwarna kecoklatan dan tinggal di dalam kantong. Stadia ulat berkisar 80 hari. Kepompong
terbuat dari potongan daun yang direkat dengan benang sutera. Besar kantung dapat
mencapai 30 mm. Ulat sangat aktif makan sambil membuat kantung dari potongan daun. Ulat
bergerak dan makan dengan hanya mengeluarkan kepala dan kaki depannya dari dalam
kantung. Ulat awalnya berada di permukaan atas daun tetapi setelah kantung semakin besar
akan berpindah dan menggantung di bagian permukaan bawah daun. Pada akhir
perkembangannya, panjang ulat dapat mencapai 30-50 mm.
Stadia kepompong berkisar 30 hari. Ngengat betina tetap terbentuk seperti ulat, tidak
bersayap dan tetap berada dikantongnya. Panjangnya 50 mm. Ngengat jantan bersayap
normal dengan rentang sayap 30 mm berwarna coklat polos. Siklus hidup hama ini sekitar 4
bulan.
Gejala Serangan
Hama ini menyerang daun. Ulat muda biasanya terdapat pada permukaan atas daun
dan yang lebih tua pindah ke permukaan bawah. Gejala terlihat berupa adanya lubang-lubang
pada daun sehingga daun menjadi kering.
Pengendalian
Secara fisik, dengan pengutipan ulat atau handpicking yang dilakukan pada tanaman
muda umur 1 3 tahun, apabila luas areal yang mengalami serangan mencapai 25 ha.
Pengutipan ulat dapat dimulai apabila pada pemeriksaan global banyak ulat yang ditemukan 3
5 ekor/pelepah.
Secara biologi, dilakukan dengan menggunakan insektisida biologi yang siap pakai seperti :
Bactospeine PO, Dipel WP, Thuricide HP yang mengandung bakteri Bacillus thuringiensis.
Secara kimiawi, dengan menggunakan insektisida anjuran yang dapat dilakukan dengan cara
infus akar, yang biasanya menggunakan insektisida sistemik dalam bentuk cairan seperti
senyawa Monokrotofos (Azodrin 15 WSC/Nufacron 20 SCW) dan infus batang dengan
menggunakan jenis insektisida Deciss 2,5 EC, Matador 2,5 EC.

5. Ulat Kantung ( Metisa plana Walker.)


Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Class

: Insecta

Order

: Lepidoptera

Family

: Pyralidae

Genus

: Metisa

Species

: Metisa plana Walkr

Siklus Hidup
Ngengat M.plana betina dapat menghasilkan telur sebanyak 200-300 butir selama
hidupnya. Telur menetas dan keluar ulat dalam waktu 18 hari. Ulat terdiri dari enam instar .
Siklus hidup hama ini sekitar 3 bulan. Telur berwarna kecoklatan dimana stadia telur berkisar
18 hari. Ulat berwarna kecoklatan dengan stadia ulat berkisar 50 hari yang terdiri dari 4 5
instar. Pada masa kepompong kantung ini menggatung di permukaan bawah helaian daun
dengan benang penggantungnya berbentuk kait. Stadia kepompong berkisar 25 hari. Kupu
kupu betina berbentuk seperti ulat, sedangkan kupu kupu jantan memiliki sayap dengan
rentangan sayap 17 20 mm, berantena panjang dan berbulu. Sayap berwarna coklat
kehitaman.
Pada instar lima dan enam, aktivitas makan ulat berkurang, kemudian memasuki
stadia kepompong berlangsung selama 8-12 hari. Setelah itu ngengat jantan keluar dari
kantung dan terbang untuk mencari ngengat betina yang tetap berada dalam kantung. Setelah
kawin, ngengat jantan tetap aktif dan mati sekitar 3-4 hari kemudian. Ngengat betina
meletakkan telur dalam kokon, kemudian meninggalkan kantung dan mati setelah beberapa
jam kemudian. Betina dewasa tidak bersayap dan berkaki, berukuran panjang 5,5 mm,
diameter 2,0 mm. Ngengat jantan mempunyai sayap dan panjang tubuh 10-12 mm. Panjang
ulat mencapai 12 mm, dimana ulat hidup dalam kantung yang panjang nya 16 17 mm.
Tingkat populasi kritis adalah 5 ekor/pelepah.

Gejala Serangan
Bagian tanaman yang diserang ulat ini adalah daun, terutama pada tanaman dewasa. Daun
yang diserang ulat kantung Metisa plana dapat menjadi kering seperti terbakar karena ulat
pada saat memakan daun mengeluarkan cairan yang bersifat racun.

Pengendalian
Secara fisik, dilakukan dengan Pengutipan ulat atau handpicking yang dilakukan pada
tanaman muda umur 1 3 tahun, apabila luas areal yang mengalami serangan mencapai 25
ha. Pengutipan ulat dapat dimulai apabila pada pemeriksaan global banyak ulat yang
ditemukan 3 5 ekor/pelepah.

Secara biologi, dilakukan dengan menggunakan insektisida biologi yang siap pakai seperti:
Bactospeine PO, Dipel WP, Thuricide HP yang mengandung bakteri Basillus thuringiensis.
Secara kimiawi, dengan menggunakan insektisida anjuran yang dapat dilakukan dengan cara
infus akar, yang biasanya menggunakan insektisida sistemik dalam bentuk cairan seperti
senyawa Monokrotofos (Azodrin 15 WSC/Nufacron 20 SCW) dan infus batang dengan
menggunakan jenis insektisida Decis 2,5 EC, Matador 2,5 EC.

PENYAKIT UTAMA
1. PENYAKIT BUSUK PANGKAL (disebabkan Jamur GENODERMA)
Adapun spesies jamur yang umumnya menjadi penyebab penyakit Busuk Pangkal Batang
(BPB) ini adalah Ganoderma boninense, dengan klasifikasi:
Kingdom

: Fungi

Phylum
Classis
Subclass
Ordo
Family
Genus
Spesies

: Basidiomycota
: Basidiomycetes
: Agaricomycetidae
: Polyporales
: Ganodermataceae
: Ganoderma
: Ganoderma boninense

Ganoderma
boninense adalah
kelompok
cendawan busuk putih (white rot fungi), cendawan ini bersifat lignolitik (Susanto 2002;
Paterson 2007). Oleh sebab itu, cendawan ini mempunyai aktivitas yang lebih tinggi dalam
mendegradasi lignin dibandingkan kelompok lain. Komponen penyusun dinding sel tanaman
adalah lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Cendawan G. boninense memperoleh energi utama
dari selulosa, setelah lignin berhasil didegradasi, selain itu karbohidrat seperti zat pati dan
pektin, diperoleh meskipun dalam jumlah kecil (Paterson 2007).

Gambar kelapa sawit terkena penyakit busuk pangkal (Ganoderma sp)


Pada tanaman yang terserang, belum tentu ditemukan tubuh buah Ganoderma
boninense pada bagian pangkal batang, namun kita dapat mengidentifikasi serangan lewat
daun tombak yang tidak terbuka sebanyak 3 daun. Basidiokarp yang dibentuk awalnya
berukuran kecil, bulat, berwarna putih, dengan pertumbuhan yang cepat hingga membentuk
basidiokarp dewasa yang memiliki bentuk, ukuran, dan warna yang variatif. Umumnya
basidiokarp berkembang sedikit di atas dan mengelilingi bagian pangkal batang yang sakit.
Ukuran basidiokarp yang bertambah besar menunjukkan perkembangan penyakit semakin
lanjut dan akhirnya menyebabkan kematian pada tanaman (Ariffin et al. 2000).
Pada tanaman muda gejala eksternal ditandai dengan menguningnya sebagian besar
daun atau pola belang di beberapa bagian daun yang diikuti klorotik. Daun kuncup yang
belum membuka ukurannya lebih kecil daripada daun normal dan mengalami nekrotik pada
bagian ujungnya. Selain itu tanaman yang terserang juga kelihatan lebih pucat dari tanaman
lain yang ada disekitarnya (Ariffin et al. 2000; Sinaga et al. 2003; Yanti & Susanto 2004),
pertumbuhannya terhambat dan memiliki daun pedang (spear leaves) yang tidak membuka.
Gejala pada tingkat serangan lanjut adalah selain adanya daun tombak yang tidak
terbuka yaitu adanya nekrosis pada daun tua dimulai dari bagian bawah. Daun-daun tua yang
mengalami nekrosis selanjutnya patah dan tetap menggantung pada pohon. Pada akhirnya
tanaman akan mati dan tumbang. Gejala yang tampak pada daun menandakan bahwa

penampang pangkal batang telah mengalami pembusukan sebesar 50% atau lebih. Gejala
yang khas sebelum tubuh buah terbentuk adalah terjadi pembusukan pada pangkal batang.
Pada jaringan batang yang busuk, lesio tampak sebagai daerah berwarna coklat muda disertai
adanya daerah berwarna gelap berbentuk pita tidak beraturan (Ariffin et al. 2000; Susanto
2002). Serangan lebih lanjut dapat mengakibatkan tanaman kelapa sawit tumbang, karena
jaringan kayu pada bagian pangkal batang mengalami pelapukan.

a. Gejala

Sebagai gejala luar yang umum, seluruh tajuk menjadi kekuningan dan pucat karena
kekurangan zat hara dan air sebagai akibat rusaknya perakaran sehingga
pengisapannya dari dalam tanah menjadi terganggu. Hal ini disertai dengan
meningkatnya jumlah daun tombak (pupus yang belum terbuka) sampai 2-4 daun
didalam pucuk.

Lebih lanjut, daun-daun sebelah bawah tajuk berangsur-angsur merunduk, tapi yang
sebelah atas tetap tegak serta lambat atau tidak mau membuka, sehingga terjadi ruag
kosong yang membelah dua tajuk. Daun-daun tua akhirnya mengering dan terkulai
menyelimuti ujung batang dari pohon.

Gejala diatas sering disertai dengan munculnya tubuh buah cendawan (carpophore )
pada pangkal batang, namun bisa juga tanpa kemunculannya sama sekali, sedangkan
didalam pangkal batang telah membusuk (sabahagian).

Sebaliknya, carpophore tiba-tiba dapat muncul, sedangkan tajuk pohon kelihatan


masih segar.

Gambar gejala pohon sawit terkena penyakit busuk pangkal batang

b. Pencegahan Mekanis

Semua pokok sakit/mati/hampir mati harus dibongkar sampai bonggol akarnya.


Kecuali TM

umur > 8 tahun hanya pokok yang mati/hampir mati yang dibongkar.

Norma prestasi pembongkaran : 4 pohon/HB untuk TBM dan 3 pohon/HB untuk TM.

Ada cara-cara pembongkaran pohomyang efisien untuk dapat mencapai minimum


norma prestasi tersebut diatas adalah sebagai berikut :

Korek dan putuskan akar disekitar pohon sampai sedalam 60 cm. Mula-mula dipakai
alai tembilang (dodos besar) dan kampak, lalu dengan cangkol akar dan dodos besar
sesuai dengan semakin dalamnya lubang arah korekan tegak lurus.

Pengorekan diteruskan terutama dibagian arah akan ditumbangnya pohon yaitu


menurut arah barisan tanaman.

Jika ditaksir pohon sudah mulai goyah, pengorekan dihentikan dan anggota team
bersama- sama menolak mendorongnya agar tumbang.

Lubang galian bonggol batang harus diperlebar sampai berukuran 120 x 120 x 60 cm
baik pada TM maupun TBM.

Pada lubang bongkaran diberi pancang dari pelepah kelapa sawit dengan tulisan bulan
& tahun pembongkaran dengan memakai pinsil lilin merah.

Setelah dibongkar, batang harus dipotong 3 ( kecuali batang TBM tak perlu dipotongpotong ) dan diguling untuk dikumpul jadi satu ditengah gawangan.

Semua cabang/pelepah daun dipotong 2 dan dirumpuk rapi diatas batang tersebut,
kemudian diatas cabang-cabang ini ditumpukan pula semua sisa-sisa potongan akar
hasil bonggol batang, jagan ada bonggol potongan akar yang tertinggal didalam
lubang ataupun ditanah.

Tanamlah 2-3 stek tanaman C. caeruleum atau / dan Musuna disekitar dekat lubang
untuk menekan pertumbuhan gulma dan pembiakan orycater.

Pusingan pembongkaran 3 bulan sekali (pusingan mati) dan dilaksanakan secara


berturut menurut urutan nomer Blok. Hindarkan luka-luka yang tak perlu pada batang
yang disebabkan oleh alat kastrasi atau dodos. Sewaktu mendodos atau kastrasi, mata
alat harus diusahakan sejajar dengan batang.

Semua bekas bonggol batang kelapa sawit tua yang dekat tanaman muda harus
dikorek sedalam 120 x 120 x 60 cm.

Dilarang memotong cabang daun pasir selagi po hon masih kecil

c. Pencegahan Kultur Teknis

Drainasi yang baik. Drainasi yang jelek dapat mengganggu penyerapan zat hara dari
dalam tanah sehingga melemahkan daya tahan pohon terhadap penyakit terutama
Ganoderma, karena itu parit- parit drainasi yang baik harus tetap dipelihara..

Garuk piringan tanaman umur 0 1 tahun. Pekerjaan garuk piringan harus jangan
sampai melukai perakaran tanaman. Rumput digaruk setipis mungkin, kemudian
tanahnya dikembalikan kepangkal pohon guna menutupi akar-akar yang terbuka.

Tanah untuk bibitan. Tanah untuk pengisisan kantong plastik harus diambil dari
areal/lokasi yang bebas dari serangan ganoderma, misalnya eks konservasi, perluasan
atau setidak-tidaknya dari blok yang bebas Ganoderma (tanah atas yang subur dan
gembur).

2. PENYAKIT BERCAK DAUN (Curvularia maculans)


Menurut Guiry (2008), klasifikasi dari Curvularia maculans yaitu :
Kingdom
Filum
Kelas
Subkelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Fungi
: Ascomycota
: Dothideomycetes
: Pleosporomycetidae
: Pleosporales
: Pleosporaceae
: Curvularia
: Curvularia maculans

Penyakit-penyakit yang termasuk ke dalam kelompok bercak daun adalah yang


disebabkan oleh jamur-jamur patogenik dari genera Curvularia, Cochiobolus, Drechslera
dan Pestalotiopsis (Turner, 1981). Bercak daun yang disebabkan oleh Curvularia lebih
dikenal sebagai hawar daun curvularia. Penyakit ini terdapat di berbagai perkebunan
kelapa sawit di Indonesia, tetapi tingkat serangannya beragam tergantung pada kondisi
lingkungan setempat dan tindakan agronomik yang dijalankan (Purba, 1996 ; 1997 dan
2001).

Gambar Gejala hawar daun Curvularia pada bibit


a.

Gejala
Serangan dapat terjadi selama periode kering dan basah. Gejala awal tampak
berupa bintik kuning pada daun tombak atau yang telah membuka, bercak membesar dan
menjadi agak lonjong dengan panjang 7-8 mm berwarna coklat terang dengan tepi kuning
atau tidak, bagian tengah bercak kadang kala tampak berminyak. Pada gejala lanjut
bercak menjadi nekrosis, beberapa bercak menyatu membentuk bercak besar tak
beraturan. Pada beberapa kasus bagian tengah bercak mengering, rapuh, berwarna kelabu
atau coklat muda .
b.

Penyebab
Penyakit bercak daun kelapa sawit disebabkan oleh beberapa spesies jamur, antara
lain Curvularia eragrostidis, Curvularia spp., Drechslera halodes, Cochliobolus
carbonus, Cochliobolus sp, dan Pestalotiopsis sp. Jamur-jamur tersebut menyebar
dengan spora melalui hembusan angin atau percikan air yang mengenai bercak (Turner,
1971 dan 1981 ; Domsch et al., 1980 ; Ellis, 1976 ; Hanlin, 1990).
c.

Faktor pendorong
Populasi bibit per satuan luas terlalu tinggi atau terlalu rapat (< 90 cm), atau
keadaan pembibitan yang terlalu lembab. Kelebihan air siraman dan cara penyiraman
yang tidak tepat. Kebersihan areal pembibitan yang kurang terpelihara. Banyak gulma
yang merupakan inang alternatif bagi patogen, terutama dari keluarga Gramineae di
dalam atau di sekitar areal pembibitan. Aktivitas pekerja di pembibitan.
d. Daur Hidup

Diduga jamur ini mempunyai beberapa tanaman inang termasuk gulma di kebun
sawit. Dengan demikian sumber infeksi bagi pembibitan kelapa sawit selalu ada. Jamur
disebarkan oleh konidiumnya, baik karena terbawa angin, percikan air hujan dan air
siraman, dan mungkin juga oleh serangga (Semangun, 2000).

e. Pengendalian
Menjarangkan letak bibit menjadi 90 cm. Mengurangi volume air siraman
sementara waktu. Penyiraman secara manual menggunakan gembor lebih dianjurkan, dan
sebaiknya diarahkan ke permukaan tanah dalam polibek, bukan ke daun. Mengisolasi dan
memangkas daun-daun sakit dari bibit yang bergejala ringan-sedang, selanjutnya
disemprot dengan fungisida thibenzol, captan atau thiram dengan konsentrasi 0,1-0,2%
tiap 10-14 hari, daun pangkalan harus dibakar. Memusnahkan bibit yang terserang berat.

Strategi
pengendalian

Perlakuan tanah

Varietas tahan

Seed treatment

Persemaian

Pindah tanam

Cropping
system

Hama Kelapa Sawit


Tirathaba sp.

Mahasena
corbetti Tams

Metisa plana
Walkr

Oryctes
rhineceros

Setothosea
asigna

Tidak

Tidak

Tidak

Ya

Tidak

(target serangan
hama ada di
atas permukaan
tanah)

(hama
menyerang di
atas
permukaan
tanah)

(hama
menyerang di
atas
permukaan
tanah)

(Pengendalian
fokus pada
larva)

(hama
menyerang di
atas
permukaan
tanah)

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

(belum ada
varietas tahan)

(belum ada
varietas tahan)

(belum ada
varietas tahan)

(belum ada
varietas tahan)

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

(hama tidak
menyerang
benih)

(hama tidak
menyerang
benih)

(hama tidak
menyerang
benih)

(hama tidak
menyerang
benih)

Tidak

Tidak

Tidak

Ya

Tidak

(hama
menyerang saat
fase dewasa
saat tanaman
sudah
menghasilkan
tandan)

(walaupun
disemai
terlebih
dahulu, hama
akan tetap
menyerang
daun)

(walaupun
disemai
terlebih
dahulu, hama
akan tetap
menyerang
daun)

(hama
menyerang
saat fase
tanaman muda
dan dapat
menyebabkan
kematian pada
tahun
pertama)

(walaupun
disemai
terlebih
dahulu, hama
akan tetap
menyerang
daun)

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

(sawit
merupakan
tanaman
berkayu besar)

(walaupun
dipindah tanam
terlebih
dahulu, hama
akan tetap
menyerang
daun)

(walaupun
dipindah tanam
terlebih
dahulu, hama
akan tetap
menyerang
daun)

(sawit
merupakan
tanaman
berkayu besar)

(walaupun
dipindah tanam
terlebih
dahulu, hama
akan tetap
menyerang
daun)

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

(tanaman
seperti Cassia
cobanensis,
Turnera

(tanaman
seperti Cassia
cobanensis,
Turnera

(tanaman
seperti Cassia
cobanensis,
Turnera

(Menanam

(Menggunakan
bunga pukul 8
sebagai
tanaman inang

Koro Benguk
(Mucuna sp.)

Tidak

Jarak tanam

Mulsa

Pemupukan

Drainase

sabulata,
Antigonon
leptosus
menyediakan
makanan dan
tempat tinggal
untuk
parasitoid)

sabulata,
Antigonon
leptosus
menyediakan
makanan dan
tempat tinggal
untuk
parasitoid)

sabulata,
Antigonon
leptosus
menyediakan
makanan dan
tempat tinggal
untuk
parasitoid)

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

(saat hujan
pelepah dapat
dipotong agar
saat hujan dapat
menggugurkan
kepompong
yang
menggantung)

(saat hujan
pelepah dapat
dipotong agar
saat hujan
dapat
menggugurkan
kepompong
yang
menggantung)

(saat hujan
pelepah dapat
dipotong agar
saat hujan
dapat
menggugurkan
kepompong
yang
menggantung)

(apabila jarak
terlalu rapat
menyebabkan
mudahnya
penyerangan
hama ke
tanaman lain)

(apabila jarak
terlalu rapat
menyebabkan
mudahnya
penyerangan
hama ke
tanaman lain)

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

(sawit tidak
bisa diberi
pemulsaan)

(sawit tidak
bisa diberi
pemulsaan)

(sawit tidak
bisa diberi
pemulsaan)

(sawit tidak
bisa diberi
pemulsaan)

(sawit tidak
bisa diberi
pemulsaan)

Tidak

Tidak

Tidak

Ya

Tidak

(pemupukan
dapat
mengoptimalka
n tumbuh
tanaman tapi
tidak akan
berpengaruh
negative
terhadap hama)

(pemupukan
dapat
mengoptimalk
an tumbuh
tanaman tapi
tidak akan
berpengaruh
negative
terhadap hama)

(pemupukan
dapat
mengoptimalk
an tumbuh
tanaman tapi
tidak akan
berpengaruh
negative
terhadap hama)

(Penggunaan
pupuk kompos
yang terbebas
dari larva
Oryctes
rhinoceros)

(pemupukan
dapat
mengoptimalk
an tumbuh
tanaman tapi
tidak akan
berpengaruh
negative
terhadap hama)

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

(drainase
baik/buruk
mempengaruh
i pembentukan
buah. Fruit set
tinggi atau
rendah hama
akan tetap
menyerang
selama

(drainase
baik/buruk
mempengaruhi
pembentukan
buah. Fruit set
tinggi atau
rendah hama
akan tetap
menyerang
selama

(drainase
baik/buruk
mempengaruhi
pembentukan
buah. Fruit set
tinggi atau
rendah hama
akan tetap
menyerang
selama terdapat

alternatif)

buah)

Monitoring

Sanitasi/eradika
si

terdapat buah)

terdapat buah)

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

(dgn
monitoring,
memungkinkan
mengontrol
perkembangan
hama pada
stadia
menyerang)

(dgn
monitoring,
memungkinka
n mengurangi
perkembangan
hama pada
stadia
menyerang)

(dgn
monitoring,
memungkinka
n mengurangi
perkembangan
hama pada
stadia
menyerang)

(dgn
monitoring,
memungkinka
n mengontrol
perkembangan
hama pada
stadia
menyerang)

(dgn
monitoring,
memungkinka
n mengurangi
perkembangan
hama pada
stadia
menyerang)

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Hama yg sudah
diambil dapat
dibakar

Hama yg
sudah diambil
dapat dibakar

Hama yg
sudah diambil
dapat dibakar

Hama yg
sudah diambil
dapat dibakar

Hama yg
sudah diambil
dapat dibakar

Menciptakan
lingkungan yg
sesuai untuk
agen hayati

Menciptakan
lingkungan yg
sesuai untuk
agen hayati

Menciptakan
lingkungan yg
sesuai untuk
agen hayati

Menciptakan
lingkungan yg
sesuai untuk
agen hayati

Menciptakan
lingkungan yg
sesuai untuk
agen hayati

Tidak

Tidak

Tidak

Ya

Tandan busuk
dibuang
Ya
Menggunakan
serbuk
mimba/powder
ed neem oil
cake
pesnab

mekanik

(Menggunakan
ekstrak
bawang merah)

(Serbuk mimba
yang dicampur
dengan pasir
kemudian
disimpan pada
pucuk kelapa
yang menjadi
tempat masuk
nya serangga
tersebut)
ya

ya

ya

Ya

ya

(pengambilan
dan
pembuangan

(pengambilan
dan
pembuangan

(pengambilan
dan
pembuangan

(pengambilan
dan
pembuangan

(Pemasangan
light trap untuk
menarik dan

hama,
pemangkasan
pelepah yg
terdapat larva)

hama)

hama)

hama,
pemangkasan
pelepah yg
terdapat larva)

memerangkap
imago)

Ya

Ya

Tidak

Ya

Ya

Bacilllus
thuringiensis,

Bacilllus
thuringiensis

parasitoid:

Parasitoid:
Aulesaphes
psychidivorus,
Pediobius
imbrues

(hama
menyerang di
atas
permukaan
tanah)

Cendawan
entomopatoge
n:
Metarhizium
anisopliae

Beberapa agen
antagonis
banyak
digunakan
untuk
mengendalikan
ulat api
diantaranya :
Bacillus
thuringensis,
virus MultiNucleo
Polyhydro
Virus (MNPV)

Pemanfaatan
feromon
sintetik
(perangkap)
(pipa PVC yang
bagian
bawahnya
ditutup dengan
sepotong kayu.
Feromon
sintetik
digantung di
lubang masuk
tersebut. Setiap
perangkap
dimasukkan 2
kg serbuk
gergaji sebagai
tempat
berkembang
biak kumbang
yang
terperangkap
hidup di
dalamnya)
Agen antagonis

Pediobius
imbrues
Cendawan
entomopatogen:
Paecilomyces
fumosoroseus,
Metarhizium
anisopliae

Cendawan
entomopatogen
: Paecilomyces
fumosoroseus,
Metarhizium
anisopliae

Predator:
Sycanus

leucomesus
Parasitoid pada
larva ulat api
adalah
Brachimeria
lasus.

Penyakit Kelapa Sawit

Perlakuan tanah

Varietas tahan

Ganoderma boninense

Curvularia maculans

Ya

Tidak

(Pengendalian fokus spora yang


ada di tanah)

(hama menyerang di atas


permukaan tanah)

Ya

Tidak

(DxP Socfindo Moderat Tahan


Gano)
Tidak

Seed treatment

Persemaian

Tidak

(patogen tidak menyerang


benih)
Ya

Ya

(Tanah di persemaian harus


bebas patogen Ganoderma)

(Volume air dalam


penyiraman di persemaian
dikurangi)

Ya

Tidak

Pindah tanam
(menggunakan Mycogold)
Ya
Cropping system

Tidak

(Menanam Koro Benguk


(Mucuna sp.)

Jarak tanam

Ya

Ya

(apabila jarak terlalu rapat

(apabila jarak terlalu rapat

menyebabkan mudahnya
penyerangan patogen ke
tanaman lain)

menyebabkan mudahnya
penyerangan hama ke
tanaman lain)

Tidak

Tidak

(sawit tidak bisa diberi


pemulsaan)

(sawit tidak bisa diberi


pemulsaan)

Ya

Tidak

(Penggunaan pupuk kompos


yang matang)

(pemupukan dapat
mengoptimalkan tumbuh
tanaman tapi tidak akan
berpengaruh terhadap
patogen)

Ya

Ya

(drainase baik/buruk
mempengaruhi perkembangan
jamur Ganoderma)

(drainase baik/buruk mempengaruhi


perkembangan jamur, karena spora tersebut
dapat terbawa air)

Ya

Ya

(dgn monitoring,
memungkinkan mengontrol
perkembangan jamur)

(dgn monitoring, memungkinkan mengurangi


perkembangan hama pada stadia menyerang)

Ya

Ya

Membakar habis untuk


memberantas jamur tsb

Membakar habis untuk memberantas jamur


tsb

Menciptakan lingkungan yg
sesuai untuk agen hayati

Menciptakan lingkungan yg sesuai untuk


agen hayati

Tidak

Tidak

Ya

Ya
(Daun yang terinfeksi dicabut)

mekanik

(Semua pokok
sakit/mati/hampir mati harus
dibongkar sampai bonggol
akarnya. Kecuali TM)

Agen antagonis

Ya

Ya

Trichoderma sp., Pennicilium


sp., dan Gliocladium sp.
bersifat antagonis terhadap

Peggunaan bakteri kitinolitik

Mulsa

Pemupukan

Drainase

Monitoring

Sanitasi/eradikasi

pesnab

Ganoderma dan memiliki


potensi untuk dijadikan sebagai
agen pengendali hayati.

Daftar Pustaka
Ambon, B., n.d. Hama Penggerek Buah Pada Tanaman Kelapa. [Online]
Available at: http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-252-tirathaba-sphama-penggerek-buah-pada-tanaman-kelapa-.html
[Accessed 26 11 2016].
Khaerani, G. I., 2013. Ulat Kantung (Lepidoptera: Psychidae) Sebagai Hama Potensial Jambu
Mete dan Upaya Pengendaliannya. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Industri, Agustus, pp. 1-4.
Hendro, R dan Qayuum, 2012. PT Bayer Indonesia:Agar Efektif Kendalikan Ulat Api.
http://sawit-indonesia.com/index.php/sajian-utama/166-ptbayer-indonesia-agarefektif-kendalikan-ulat-api. Diakses 14 Februari 2012.

Laboratorium Lapangan BBP2TP Medan, 2008. Koleksi OPT, Agensia Hayati dan Pestisida
Nabati pada Tanaman Kelapa Sawit. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Perkebunan Medan. 33 h.
Purba, R.Y., A. Susanto dan Sudharto P., 2005. Hama-Hama pada Kelapa Sawit. Buku 1.
Serangga Hama pada Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. 29 h.

Anda mungkin juga menyukai