Anda di halaman 1dari 14

Hama Penting Pada Tanaman Bawang Merah

1. Ulat Bawang (Spodoptera exigua atau S. litura)


Telur diletakkan pada pangkal dan ujung daun bawang
merah secara berkelompok, telur dilapisi benang-benang putih
seperti kapas. Telur akan menetas dalam waktu 5 7 hari pada
kondisi normal. Telur yang ditemukan pada rumpun tanaman
hendaknya diambil dan dimusnahkan. Biasanya tanaman bawang
merah sering terserang ulat grayak jenis spodoptera exigua
dengan ciri terdapat garis hitam diperut/kalung hitam di leher.
Larva akan tinggal didalam daun dan memakan dari dalam.
Dimulai dari ujung daun, ulat memakan jaringan tanaman bagian dalam, sehingga yang tertinggal hanya
jaringan epidermisnya saja. Daun berwarna kecoklatan dan pada tahap selanjutnya daun akan mati dan akhirnya
tanaman juga akan mati.
Pupa (kepompong) ulat grayak
Pupa (kepompong) dijumpai didalam tanah
Pupa berwarna coklat dan panjangnya +- 2 cm
Lama masa pupa bervariasi tergantung dari kondisi lingkungan.
Imago (serangga dewasa)
-

Imago mempunyai panjang 1,5 cm

Sayap imago mempunyai panjang +-2,5 cm

Warna tubuh dan sayap adalah abu-abu keperakan atau abu-abu kecoklatan.

Sayap depan mempunyai bercak ditengahnya. Sayap belakang lebih pucat dengan tepi berwarna lebih gelap.
Cara pengendalian adalah dengan memetik daun bawang merah yang
terserang (petan). Dan jika populasi sudah diatas ambang dapat dilakukan
dengan menggunakan pestisida Hostathion 40 EC, Buldog, Lanet dll, dengan
dosis 2 cc/ltr air.
Atau dengan Curacron 500 EC, 2 ml/ltr air bergantian Proclaim 5 SG
2 g/ltr air atau Match 50 EC 1 ml/ltr air

Cara pengendalian ramah lingkungan :


Pengendalian ini dengan menggunakan lampu perangkap yang dipasang disawah, dengan jarak 20 cm X 20 cm,
sehingga dalam satu hektar diperlukan 25 s/d 30 lampu. Pemasangan perangkap lampu ini diletakkan tidak
lebih 40 cm diatas permukaan bedengan.
2. Ulat tanah
Ulat ini berwarna coklat hitam. Pada bagian pucuk/titik tumbuhnya atau tangkai kelihatan rebah karena dipotong
pangkalnya. Kumpulan ulat pada senja atau malam hari . jaga kebersihan dari sisa-sisa tanaman atau rerumputan
yang menjadi sarangnya.
3. Thrips

Thrips biasanya hidup disela-sela daun, serangga betina dapat meletakkan telur sekitar 80 buah yang akan
menetas dalam waktu 5 10 hari. Siklus hidupnya berkisar antara 7 21 hari tergantung dengan kondisi
lingkungan. Ukuran serangga dewasa adalah 1 2 mm.
Thrips mulai menyerang pada pertanaman umur 30 hari setelah tanam, karena
kelembaban disekitar tanaman relative tinggi dengan suhu rata-rata diatas
normal. Daun bawang merah yang terserang berwarna putih mengkilat seperti
perak, serangan yang parah daun menjadi layu. Serangan berat terjadi pada suhu
udara diatas normal dengan kelembaban diatas 70 %. Jika ditemukan serangan
penyiraman dikalukan pada siang hari, amati predator berupa kumbang macan.
Semprotkan curacron 500 EC dengan konsentrasi 2 ml/ltr air
4.. Pengorok daun (Liriomyza, Spp)
Belatung hama pengorok daun tinggal dan makan dari dalam jaringan daun,
sehingga berbentuk korokan atau guratan pada daun. Siklus hidup berkisar 2
minggu. Serangan yang parah akan menyebabkan seluruh jaringan daun mati dan
akhirnya tanaman juga mati.
Pengendalian menggunakan Trigard 75 WP 2 gram/ltr air dan bergantian dengan
agrimec 18 EC 0,5 cc/ltr.

Klasifikasi Bawang Merah (Allium cepa)

ingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
: Tracheobionta
Super Divisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
:Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas
: Liliidae
Ordo
: Liliales
Famili
: Liliaceae (suku bawang-bawangan)
Genus
: Allium
Spesies
: Allium cepa
Tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.)
Hama dan Pengendaliannya
2.2.1 Ulat Bawang (Spodoptera exigua)
A. Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Lepidoptera

Famili

: Noctuidae

Subfamili

: Amphipyrinae

Spesies

: Spodoptera exigua

B. Bioekologi
Rentangan sayap ngengat panjangnya antara 25 30 mm. Sayap depan berwarna coklat
tua dengan garis-garis yang kurang tegas dan terdapat pula bintik-bintik hitam. Sayap
belakang berwarna keputih-putihan dan tepinya bergaris-garis hitam. Ngengat betina mulai
bertelur pada umur 2 10 hari.
Telur berbentuk bulat sampai bulat panjang, diletakkan oleh induknya dalam bentuk
kelompok pada permukaan daun atau batang dan tertutup oleh bulu-bulu atau sisik dari
induknya. Tiap kelompok telur maksimum terdapat 80 butir. Jumlah telur yang dihasilkan
oleh seekor ngengat betina sekitar 500 600 butir. Setelah 2 hari telur menetas menjadi
larva.

Larva atau ulat muda berwarna hijau dengan garis-garis hitam pada punggungnya. Ulat
tua mempunyai beberapa variasi warna, yaitu hijau, coklat muda dan hitam kecoklatan. Ulat
yang hidup di dataran tinggi umumnya berwarna coklat.
Stadium ulat terdiri dari 5 instar. Instar pertama panjangnya sekitar 1,2 1,5 mm, instar
kedua sampai instar terakhir antara 1,5 19 mm. Setelah instar terakhir ulat merayap atau
menjatuhkan diri ke tanah untuk berkepompong. Ulat lebih aktif pada malam hari. Stadium
larva berlangsung selama 8 10 hari.
Pupa berwarna coklat muda dengan panjang 9 11 mm, tanpa rumah pupa. Pupa berada
di dalam tanah dengan kedalaman + 1 cm, dan sering dijumpai juga pada pangkal batang,
terlindung di bawah daun kering, atau di bawah partikel tanah. Pupa memerlukan waktu 5
hari untuk berkembang menjadi ngengat.
Hama ulat bawang tersebut menyebar di daerah sentra produksi bawang merah di
Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Irian.
C. Gejala Serangan
Ulat bawang dapat menyerang tanaman sejak fase pertumbuhan awal (1-10 hst) sampai
dengan fase pematangan umbi (51-65 hst). Ulat muda (instar 1) segera melubangi bagian
ujung daun, lalu masuk ke dalam daun bawang. Ulat memakan permukaan daun bagian
dalam, dan tinggal bagian epidermis luar. Daun bawang terlihat menerawang tembus cahaya
atau terlihat bercak-bercak putih transparan, akhirnya daun terkulai.
D. Pengendalian hama ulat bawang
Prinsip pengendalian hama tanaman yang di kembangkan oleh manusia dewasa ini
adalah menekan jumlah populasi hama yang menyerang tanaman sampai pada tingkat
populasi yang tidak merugikan. Komponen pengendalian hama yang dapat di terapkan untuk
mencapai sasaran tersebut antara lain pengendalian hayati, pengendalian secara fisik dan
a.

mekanik, pengendalian secara kultur teknis dan pengendalian secara kimiawi.


Pengendalian Hayati
Suatu teknik pengendalian hama secara biologi yaitu dengan memanfaatkan musuh
alami seperti prodator, parasitoid dan pathogen. Keuntungan pengendalian hayati ini adalah
aman, tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan tidak menyebabkan resistensi.
Beberapa spesies predator dari S. litura adalah Solenopsis sp, Paedorus sp, Euberellia sp,

Lycosa sp, dan laba-laba.


b. Pengendalian Secara Kultur Teknis
Pengendalian serangga hama dengan memodifikasi kegiatan pertanian agar lingkungan
pertanian menjadi tidak menguntungkan bagi perkembangan hama. Usaha-usaha tersebut

mencakup sanitasi, pengolahan tanah, pergiliran tanaman, pemupukan berimbang,


penggunaan mulsa, penggunaan tanaman perangkap.
c. Pengendalian Kimiawi
Usaha mengendalikan hama dengan menggunakan bahan kimia pestisida yang
mempunyai daya racun terhadap serangga hama yang di sebut Insektisida. Pengendalian
dengan kimiawi menggunakan Insektisida dengan bahan aktif deltametrin
Pengendalian ulat bawang pada tanaman bawang merah hingga saat ini masih
mengandalkan penggunaan insektisida secara intensik baik dengan meningkatkan dosis
maupun dengan meningkatkan interval waktu penyemprotan dengan system kelender.
2.2.2 Hama Thrips tabaci
A. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Thysanoptera

Famili

: Thripidae

Genus

: Thrips

Spesies : Thrips tabaci Lindeman

B. Bioekologi

Biologi
Thrips pada bawang merah termasuk sub ordo Terebrantia yaitu thrips tabaci. Pada sub
ordo ini terdapat ovipositor yang berfungsi untuk menusuk dan meletakkan telur
kedalam jaringan tanaman. Thrips panjang tubuhnya 1-2 mm berwarna hitam, datar,
langsing dan mengalami metamorfosis sederhana/ setengah sempurna yaitu mulai dari telur
kemudian nimfa/thrips muda berwarna putih atau kuning baru setelah itu menjadi
thrips dewasa sebelum mengalami dua sampai empat instar.
Thrips dapat berkembang biak secara generatif (kawin) maupun vegetatif melalui
proses

Phartenogenesis,

misalnya

thrips

yang

mengalami

phartenogenesis

adalah Thrips tabaci yang menyerang tembakau. Perkembangbiakan secara


phartenogenesis akan menghasilkan serangga-serangga jantan. Menurut Kalshoven
(1981) bahwa imago betina Thrips dapat meletakkan telur sekitar 15 butir secara

berkelompok kedalam jaringan epidhermal daun tanaman dengan masa inkubasi telur
sekitar 7 hari.

Telur
Telur dari hama ini berbentuk oval atau bahkan mirip seperti ginjal pada
manusia, imago betina akan memasukkka n telurnya ke dalam jaringan epidhermal daun
dengan bantuan ovipositornya yang tajam. Ukuran telurnya sangat kecil maka sering tak
terlihat dengan mata telanjang. Telur ini diletakkannya dalam jumlah yang besar,dengan
rata-rata 80 butir tiap induk. letak telur akan mudah diketahui dengan memperhatikan bekas
tusukan pada bagian tanaman tersebut dan biasanya disekitar jaringan tersebut terdapat
pembengkakan. Telur-telur ini akan menetas sekitar 3 atau7 hari setelah pelatakan oleh
imago betina (Direktorat Perlindungan Tanaman, 1992).
Bila kondisi menguntungkan dan makanan cukup tersedia, maka seekor trips betina
mampu meletakkan telur 200250 butir. Telur berukuran sangat kecil, biasanya diletakkan di
jaringan muda daun, tangkai kuncup dan buah.

Nimfa
Thrips muda atau nimfa akan berwarna putih pucat atau pucat kekuningan sampai
kepada berwarna jernih. Biasanya Thrips muda ini gerakannya masih sangat lambat dan
pergerakannya hanya terbatas pada tempat dimana dia memperoleh makanan. Nimfa terdiri
dari empat instar, dan Instar pertama sudah mulai menyerang tanaman. sayap baru akan
terlihat pada masa pra-pupa. Daur hidup sekitar 7-12 hari ( Direktorat Perlindungan
Tanaman, 1992).
Nimfa trips instar pertama berbentuk seperti kumparan, berwarna putih jernih dan
mempunyai 2 mata yang sangat jelas berwarna merah, aktif bergerak memakan jaringan
tanaman. Sebelum memasuki instar kedua warnanya berubah menjadi kuning kehijauan,
berukuran 0,4 mm, kemudian berganti kulit.
Pada instar kedua ini trips aktif bergerak mencari tempat yang terlindung, biasanya dekat
urat daun atau pada lekukan-lekukan di permukaan bawah daun. Trips instar ke dua berwarna
lebih kuning, panjang 0,9 mm dan aktifitas makannya meningkat. Pada akhir instar ini, trips
biasanya mencari tempat di tanah atau timbunan jerami di bawah kanopi tanaman. Pada

stadium prapupa maupun pupa, ukuran trips lebih pendek dan muncul 2 pasang sayap dan
antena, aktifitas makan berangsur berhenti

Imago
Imago akan bergerak lebih cepat dibanding dengan nimfanya, telah memiliki sayap
yang ukurannya relatif panjang dan sempit, imago ini tubuhnya berwarna kuning
pucat sampai kehitam-hitaman. Serangga dewasa berukuran 1-2 mm. Imago betina dapat
bertelur sampai 80 butir yang diletakkannya ke dalam jaringan epidhermal daun
dengan bantuan ovipositornya yang tajam.( Direktorat Perlindungan Tanaman, 1992).
Pada Imago, panjang sayap melebihi panjang perutnya. Ukuran trips betina 0,70,9 mm,
trips jantan lebih pendek. Dalam satu tahun terdapat 812 generasi. Pada musim kemarau,
perkembangan telur sampai dewasa 1315 hari dan stadium dewasa berkisar 1520 hari. bila
suhu di sekitar tanaman meningkat, maka trips akan berkembang sangat cepat.

C. Gejala Serangan
Pada permukaan daun akan terdapat bercak-bercak yang berwarna putih seperti perak.
Hal ini terjadi karena masuknya udara ke dalam jaringan sel-sel yang telah dihisap cairannya
oleh hama Thrips tersebut. Apabila bercak-bercak tersebut saling berdekatan dan akhirnya
bersatu maka daun akan memutih seluruhnya mirip seperti warna perak. Lama kelamaan
bercak ini akan berubah menjadi warna coklat dan akhirnya daun akan mati.. Jadi pada
umumnya bagian tanaman yang diserang oleh Thrips ini adalah pada daun, kuncup, tunas
yang baru saja tumbuh, bunga serta buah cabai yang masih muda (Setiadi, 2004).
Tanaman bawang merah yang pertumbuhannya lemah sering sekali mendapat
serangan, hal ini dikarenakan ketebalan epidermisnya yang kurang atau tidak normal. Maka
akan terjadi pertumbuhan yang abnormal sehingga pembentukan bunga dan buah akan
terhambat.Seperti yang dijelaskan diatas bahwa hama Thrips ini sudah menyerang tanaman
bawang merah dimulai saat nimfa sampai kepada imago. Artinya begitu telur menetas
menjadi nimfa maka akan langsung menghisap cairan tanaman. Nimfa biasanya bergerak
jauh lebih lambat daripada imago, hal ini penting untuk membedakan antara imago dengan

nimfa, Kotoran hama ini yang berbentuk seperti tetes hitam dapat menutupi jaringan daun
yang diserangnya sehingga daun berubah menjadi hitam (Setiadi, 2004).
D. Pengendalian hama Thrips

Pengendalian Secara Kimia


Yang dimaksud dengan pengendalian cara kimia adalah bahan yang digunakan sebagai
pengendali merupakan senyawa kimia yang bersifat sintetis termasuk insektisida sintetis.
Menurut Lewis (1973) dan Mound (komunikasi pribadi 1994), sebenarnya thrips semula
cukup peka terhadap jenis insektisida sintetis karena struktur dan komposisi tubuhnya lebih
sederhana, bila dibandingkan dengan jenis serangga lain seperti Lepidoptera misalnya.
Namun karena penggunaan insektisida sudah sangat berlebih dan ekosistem sudah menjadi
jenuh (saturated), maka sifat agregasi thrips menjadi tahan (bilamana terjadi pada beberapa
generasi maka ketahanan ini dikenal dengan resisten).
Beberapa jenis bahan agrokimia sintetik yang dapat digunakan untuk pengendalian thrips
adalah :
-Jenis sintetik pirethroid
-Jenis fosfat organik yang lunak
-Jenis jenis insektisida IGR (insect growth regulator)
-Jenis mercaptodimethur
-Jenis thripstick
Kisaran konsentrasi formulasi yang digunakan adalah 0.10%-0.20%, tergantung pada
tingkat serangan yang ditimbulkan thrips.
Pedoman pengendalian secara kimia dilakukan berdasarkan nilai ambang kendali thrips,
artinya baru dilakukan aplikasi insektisida bilamana nilai kerusakan total 15% (Moekasan
dan Laksminiwati 1996) atau kerusakan kanopi tanaman 10-15% (Dibiyantioro 1994). Nilai
ambang kendali ini hendaknya dapat diadopsi oleh petani, karenanya cara perhitungan
kerusakan kanopi akan lebih mudah karena tidak memerlukan rumus tertentu. Penggunaan
perangkap likat biru dapat membantu mengurangi aplikasi insektisida seperti yang
dikemukakan oleh Prabaningrum dalam Duriat dan Sastrosiswojo (1994).

Pengendalian Secara Fisik


Pengendalian dengan cara fisisk adalah secara fisik dapat menghalangi atau menghalau
thrips hingga tidak banyak berhubungan baik dengan tanaman inang dan medium tumbuh
tanaman tersebut. Dapat ditempuh beberapa cara yakni :

-Penggunaan bahan dekstrin 3% (Dibiyantoro 1994): dekstrin adalah senyawa transisi dalam
proses perubahan sukrosa-dekstrosa. Dekstrin mampu untuk melapisi permukaan daun hingga
menjadi lapisan film, namun tetap transparan hingga tidak mengahalangi terjadinya proses
fotositesa dan metabolisme daun. Karena ada lapisan dekstrin, maka thrips akan sukar
mendekati dan hinggap pada daun sehubungan dengan sifat tegangan permukaan daun.
Demikian pula pada waktu probing thrips akan sulit mencari bagian daun yang akan
dijadikan titik probing (Dibiyantoro 1994 dan 1997b). Dekstrin sangat kompatibel terhadap
senyawa kimia apapun termasuk insektisida dari semua jenis (Dibiyantoro 1997a). Jenis
pengendalian fisik lain berupa penggunaan mulsa plasik perak maupun plastik transparan
biasa. Secara prinsip, penggunaan mulsa ini, mampu untuk mengurangi tingkat serangan
thrips; hal ini disebabkan karena dua faktor berikut, yakni (Dibiyantoro 1994):
-Menghalangi preferensi hinggap pada waktu terbang, karena adanya refleksi cahaya matahari
yang dipantulkan mulsa perak, maupun penutup plastik transparan biasa.
-Mengurangi persentase pembentukan pupa dalam tanah. Namun perlu disimak bahwa tidak
semua spesies thrips melakukan proses pupasi di dalam tanah.
Refleksi cahaya ditentukan oleh tinggi rendahnya refleksi sinar UV (ultra violet) yang
dipantulkan oleh suatu media, misalnya mulsa perak. Sebagai contoh pada refleksi UV
sebesar 75% pada panjang gelombang 365 nm (Lewis 1973); Thrips lebih banyak
menghindar bilaman dibandingkan dengan jenis media dengan kadar refleksi UV 14% dan
panjang gelombang 365 nm. Pengaruh yang serupa akan terjadi pada jenis warna perangkap
dan jenis bahan cat.
Cara pengendalian fisik yang lain dengan menggunakan perangkap rekat, dengan
kecenderungan warna putih hingga biru, meskipun faktor warna ini juga seperti telah
dijelaskan sebelumnya bahwa kadar refleksi dan panjang gelombang cahaya juga akan
menentukan jumlah penangkapan, thrips terhadap warna yang didasarkan pada alat
colorimeter jenis d25m-9 Hunterlab. Kesimpulannya adalah jenis cat bahan pewarna dan
kadar refleksi itu sebenarnya yang lebih berperan. Setelah dilakukan uji korelasi antara warna
dan jumlah penangkapan maka yang paling tinggi adalah warna hijau jeruk (citrus green0.93), kemudian kuning, warna fresh parsley dan baru pada akhirnya warna putih. Betapapun
Vos (1994) telah melakukan suatu penelitian mengenai perangkap jenis ini yakni hanya warna
putih. Sedangkan Dibiyantoro (1997b) hanya menggunakan perangkap sederhana biru muda
pucat dengan bahan cata yang banyak mengandung minyak dan alat perangkap ini digunakan
untuk suatu patokan indikator aplikasi insektisida. Jumlah populasi thrips pada perangkap
juga dapat dijadikan dasar nilai ambang untuk aplikasi insektisida, justru metode ini yang

paling mudah diterapkan karena dengan metoda penghitungan populasi untuk nilai ambang
kendali akan menambah biaya tenaga kerja.
Pengendalian Secara Hayati
Pengendalian hayati merupakan goal yang paling jitu dalam suatu strategi pengendalian
hama terpadu, karena nilai tambahnya paling berharga bagi kontribusi keberlanjutan. Secara
hayati informasi pengendalian thrips masih sangat kurang, karena sulitnya thrips direaring;
hingga dalam strategi PHT hingga tahun 1995 yang ada pada BALITSA baru merupakan
pengendalian secara kimiawi. Namun sejak 1995/1996 telah dimulai dengan beberapa teknik
pemanfaatan predator (Dibiyantoro 1997b; Prabaningrum dan Sastrosiswojo 1997) dan
pestisida biorasional (Hadisoeganda 1997; unpub). Seperti telah diketahui bahwa
pengendalian thrips, yang antara lain terdiri dari :
-Penggunaan mikroorganisme : Mikroorganisme yang diketahui efektif baru berupa Beauveria
bassianadan Verticillium lecani. Thrips tabacipada tanaman bawang merah mampu ditekan
hingga 27-36%, bilamana dibandingkan dengan penggunaan insektisida kimia. Meskipun
dalam aplikasinya digunakan pula campuran dekstrin 3% (Dibiyantoro 1994).
-Penggunaan bahan alami pestisida biorasional (Hadisoeganda, 1997): Campuran AGONAL
8:6:6 (bahan Azadirachta=nimba; Andropogon dan Alpinia galanga=sereh wangi), diketahui
merupakan ramuan yang kemangkusannya tinggi untuk mengendalikan baik Thrips plami,
Phthorimaea operculelladan penyakit Phytophthora infestanspada tanaman kentang.
-Penggunaan predator Telah dilakukan beberapa penelitian untuk memanfaatkan penggunaan
predator baik yang bersifat indigenously predators (lokal sejati) maupun imported
predators. Prabaningrum dan Sastrosiswojo (1997) telah berhasil menekan populasi
Thripsspp. Dengan menggunakan tungau predator dari negeri Belanda yakni Amblyseius
cucumeris. Keberhasilan ini sejalan dengan hasil panelitian Bakker dan Sabelis (1989);
Ramakers (1987 dan 1990) di negeri Belenda, tetapi mereka menggunakan Oriusspp. Pada
tanaman paprika di rumah kaca dalam skala komersial.

Pengendalian Secara terpadu


Dalam kaitannya dengan teknik pengendalian thrips yang sudah diteliti, perlu dilakukan
tindakan Pengendalian Terpadu yang kompatibel dan dinilai cukup ekonomis dan secara
ekologis akan tetap berlandaskan pada keberlanjutan.
Beberapa strategi PHT thrips yang dapat dilakukan dengan persyaratan kondisi
ekologisnya harus merupakan landasan utama dalam mengambil tindakan. Hasil penelitian

thrips pada tanaman cabai dan bawang dapat digunakan sebagai percontohan bagi jenis
tanaman sayuran lain yang juga tidak luput dari pertimbangan keadaan agroekosistemnya
sendiri.
Di daerah Klampok dan Keboledan, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, sebagian
kecil petani telah dengan sadar menjalankan keinginan sendiri untuk tidak melakukan
aplikasi insektisida pada pertanaman cabai, selama pertanaman bulan Juni-September 1996
dan 1997. Beberapa tindakan penting yang dilakukan petani sesuai dengan percontohan pada
penelitian pendukung PHT 1996/1997 adalah sebagai berikut:
-Pelaksanaan pengolahan tanah yang mantap, pencangkulan dan pembersihan yang biasa
diistilahkan dengan sanitasi dilakukan dengan prima.
-Penggunaan pupuk berimbang sesuai dengan anjuran hasil penelitian (Duriat et al. 1996).
-Tidak menggunakan insektisida sama sekali sepanjang pertanaman, kecuali bilamana ada
serangan ulat Spodoptera lituradan Helicoverpaspp., hingga aplikasi insektisida secara total
hanya sekitar lima kali sepanjang waktu pertanaman. Petak penelitian pendukung PHT tahun
1996 di Klampok telah membuktikan bahwa demikian banyak jenis predator thrips yang jelas
berperan memangsa langsung hama-hama thrips dan aphids yang dapat disaksikan sendiri
oleh petani. Dalam hal ini perlu dilakukan penelitian nilai berbeda lebih lanjut, sebab
menurut petani pertanaman 1996 tidak banyak berbeda hasil panen yang diperoleh
dibandingkan dengan hasil panen tahun-tahun sebelumnya (panen berkurang 7%).
-Masih perlu adanya jenis mulsa perak yang lebih murah untuk digunakan petani, pemasangan
mulsa dikombinasikan dengan pemasangan perangkap akan lebih meningkatkan effisiensi
daya guna predator.
-Perlu diketahui kegunaan tanaman barrier seperti jagung dll, untuk mengurangi serangan
thrips.
-Perlu ditemukan jenis mikroorganisme yang mudah diperbanyak sendiri oleh petani, sebab
jenis

Beauveriadan

Verticilliummemerlukan pekerjaan dan ketekunan pekerjaan di

laboratorium yang tinggi.


-Adanya potensi predator atau musuh alami yang sudah ada pada ekosistem itu sendiri sudah
saatnya untuk lebih dieksploitasi, mengingat peran bioregulator ini akan sangat berharga
dalam kondisi alam sebenarnya dengan persyaratan pada kondisi ekosistem yang belum jenuh
akan pestisida. Karena itu perlu digali lebihlanjut teknologi yang dapat diterapkan untuk
aplikasi pendayagunaan predator/musuh alami tersebut.
2.2.3 Ulat Tanah (Agrotis ipsilon Hufn.)

A. Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Lepidoptera

Famili

: Noctuidae

Genus

: Agrotis

Spesies

: Agrotis ipsilon

B. Bioekologi
Telur diletakkan satu-satu atau dalam kelompok. Bentuk telur seperti kerucut
terpancung dengan garis tengah pada bagian dasarnya 0,5 mm. Seekor betina dapat
meletakkan 1.430 - 2.775 butir telur. Warna telur mula-mula putih lalu berubah menjadi
kuning, kemudian merah disertai titik coklat kehitam-hitaman pada puncaknya. Titik hitam
tersebut adalah kepala larva yang sedang berkembang di dalam telur. Menjelang menetas,
warna telur berubah menjadi gelap agak kebiru-biruan. Stadium telur berlangsung 4 hari.

Larva menghindari cahaya matahari dan bersembunyi di permukaan tanah kira-kira


sedalam 5 - 10 cm atau dalam gumpalan tanah. Larva aktif pada malam hari untuk menggigit
pangkal batang. Larva yang baru keluar dari telur berwarna kuning kecoklat-coklatan dengan
ukuran panjang berkisar antara 1 - 2 mm. Sehari kemudian larva mulai makan dengan
menggigit permukaan daun. Larva mengalami 5 kali ganti kulit. Larva instar terakhir
berwarna coklat kehitam-hitaman. Panjang larva instar terakhir berkisar antara 25 - 50 mm.
Bila larva diganggu akan melingkarkan tubuhnya dan tidak bergerak seolah-olah mati.
Stadium larva berlangsung sekitar 36 hari.
Pembentukan pupa terjadi di permukaan tanah. Pupa berwarna cokelat terang atau
cokelat gelap. Lama stadia pupa 5 6 hari.

Imago. Umumnya ngengat Famili Noctuidae menghindari cahaya matahari dan


bersembunyi pada permukaan bawah daun. Sayap depan berwarna dasar coklat keabu-abuan
dengan bercak-bercak hitam. Pinggiran sayap depan berwarna putih. Warna dasar sayap
belakang putih keemasan dengan pinggiran berenda putih. Panjang sayap depan berkisar 16
-19 mm dan lebar 6 - 8 mm. Ngengat dapat hidup paling lama 20 hari. Apabila diganggu atau
disentuh, ngengat menjatuhkan diri pura-pura mati. Perkembangan dari telur hingga serangga
dewasa rata-rata berlangsung 51 hari.

C. Gejala Serangan
Larva merupakan stadia perusak yang aktif pada malam hari untuk mencari makan
dengan menggigit pangkal batang. Tanaman yang terserang adalah tanaman-tanaman muda.
Pangkal batang yang digigit akan mudah patah dan mati. Di samping menggigit pangkal
batang, larva yang baru menetas, sehari kemudian juga menggigit permukaan daun. Ulat
tanah sangat cepat pergerakannya dan dapat menempuh jarak puluhan meter. Seekor larva
dapat merusak ratusan tanaman muda
D. Pengendalian Ulat Tanah
a). Kultur teknis
Pengolahan tanah yang baik untuk membunuh pupa yang ada di dalam tanah. Sanitasi
dengan membersihkan lahan dari gulma yang juga merupakan tempat ngengat A. ipsilon
meletakkan telurnya.
b). Pengendalian fisik / mekanis
Pengendalian secara fisik dengan mengumpulkan larva dan selanjutnya dimusnahkan.
Sebaiknya dilakukan pada senja malam hari, dan larva biasanya dijumpai di permukaan
tanah sekitar tanaman yang terserang.
c). Pengendalian hayati
Pemanfaatan musuh alami : parasitoid larva A. ipsilon yaitu Goniophana heterocera,
Apanteles (= Cotesia) ruficrus, Cuphocera varia dan Tritaxys braueri. Predator penting
adalah Carabidae. Patogen penyakit yang sering menyerang A. ipsilon adalah jamur
Metharrizium spp. dan Botrytis sp. serta nematoda Steinernema sp.
d). Pengendalian kimiawi
Apabila serangan ulat tanah tinggi, dapat dilakukan penyemprotan dengan insektisida
yang efektif, Pestisida yang digunakan adalah pestisida dengan bahan aktif kuinalfos.

Anda mungkin juga menyukai