Anda di halaman 1dari 8

KEPADATAN POPULASI KUMBANG TANDUK (Oryctes rhinoceros L.

)
PADA TANAMAN KELAPA SAWIT DI KANAGARIAN
SIALANGGAUNG KABUPATEN DHARMASRAYA

E JURNAL

WALIYAM MURSIDA
NIM. 11010230

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
2016
KEPADATAN POPULASI KUMBANG TANDUK (Oryctes rhinoceros L.)
PADA TANAMAN KELAPA SAWIT DI KANAGARIAN
SIALANGGAUNG KABUPATEN DHARMASRAYA

Oleh

Waliyam Mursida, Nurhadi dan Rizki


Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat
E-mail : chabie_tayang@yahoo.co.id

ABSTRACT
Horn beetle [Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaeidae, Dynastinae)] is a major
pest on oil palm plantations. Attacks can occur in plantations of young to old. If these pests
survive in plantations, the crop yields will decline, even at the beginning of production will be
delayed, this pest gnawing damage the shoots with young leaves were not yet open, so that when
the cut open looks like the letter V. Control of beetle horns with using pheromone traps. Based on
this, the study aims to determine the population density horn beetle (Oryctes rhinoceros L.) On Oil
Palm Planting In Kanagarian Sialanggaung Dharmasraya. In connection with this case have done
research on population density horn beetle (Oryctes rhinoceros L.) in December 2015. The
sampling was done in oil palm cropping resident in Kanagarian Sialanggaung Dharmasraya with
descriptive survey method using ferotrap (pheromone traps). Samples were taken at palm oil
plantation. The tool used was a bucket closed, collection boxes, tweezers, bamboo measuring 50
cm, digital cameras, stationery, timber measuring 3 meters for a milestone, wood measuring 1 m
and a wooden half a meter to the right angle, wire, thermometer, hygrometer , anemometer, zinc,
rope, while the materials used are synthetic pheromone solution (Ethyl-4 Methyl Oktanoate),
sawdust and 70% alcohol. Based on the research that has been done the total population horn
beetle (Oryctes rhinoceros L.) were found is 50 with an average of 5 mice /trap and intensity of
their attacks are categorized above the threshold.

Key words: Palm oil, pheromones, Oryctes rhinoceros L.

PENDAHULUAN hampir semua tanaman diserang oleh hama


ini, bahkan satu tanaman dapat digerek
Kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros
beberapa kali oleh kumbang ini sehingga
L.) (Kalshoven, 1981) merupakan hama
dapat menyebabkan kematian pada tanaman
utama pada perkebunan kelapa sawit.
(Sipayung & Sudharto, 1985).
Permasalahan hama kumbang tanduk ini
Terhambat dan rusaknya titik tumbuh
semakin serius dengan pemanfaatan tandan
mengakibatkan matinya tanaman sawit,
kosong pada areal tanaman kelapa sawit
apabila hama ini bertahan di areal
sebagai mulsa dan pengganti pupuk non-
perkebunan maka hasil tanaman akan
organik. Pemanfaatan tandan kosong banyak
menurun, bahkan pada saat awal
diaplikasikan pada areal tanaman belum
produksinya akan tertunda, serangan
menghasilkan (TBM) dan pada tanaman
kumbang tanduk juga dilaporkan terjadi
menghasilkan (TM). Dampak negatif
pada tanaman kelapa sawit tua sebagai
pemanfaatan tandan kosong yaitu sebagai
mulsa tandan kosong sawit (TKS). Serangan
tempat berkembangbiaknya O. rhinoceros.
hama tersebut menyebabkan tanaman kelapa
Akibat serangan hama ini perkebunan kelapa
sawit tua, menurun produksinya dan dapat
sawit bisa mengalami kerugian finansial
mengalami kematian (Fauzi, 2002).
yang sangat besar. Hama ini sangat
Masalah kumbang tanduk (O.
mematikan tanaman kelapa sawit. Serangan
rhinoceros L.) semakin berkembang dengan
dapat terjadi pada tanaman sawit muda
adanya pemanfaatan tandan kosong kelapa
hingga tua. Pada serangan areal berat,
sawit pada gawangan maupun pada sistem pengendalian secara konvensional. Feromon
lubang tanam besar. Pada saat mulsa tandan merupakan bahan yang menghantarkan
kosong kelapa sawit ini mulai membusuk serangga pada pasangan seksualnya,
menjadi tempat yang baik bagi sekaligus mangsa, tanaman inang, dan
perkembangbiakan O.rhinoceros L. tempat berkembangbiaknya. Komponen
(Chenon dkk., 1997). utama feromon sintetis ini adalah etil-4 metil
Daud (2007) Menyatakan bahwa oktanoat. Penggunaan feromon cukup murah
serangan hama ini dapat menyebabkan karena biayanya hanya 20% dari biaya
kematian tanaman apabila menyerang titik penggunaan insektisida (Anonimous, 2010).
tumbuh kelapa sawit. Baik kumbang jantan Penggunaan perangkap feromon di
maupun betina dapat menyerang tanaman perkebunan kelapa sawit merupakan salah
kelapa sawit, serangan kumbang O. satu alternatif yang sangat baik untuk
rhinoceros akan diikuti oleh kumbang mengendalikan kumbang tanduk.
Rhynchoporus SP atau organism Berdasarkan hal tersebut, maka penulis
bakteri/cendawan sehingga terjadi telah melakukan penelitian mengenai
pembusukan yang berkelanjutan. Tanaman kepadatan populasi kumbang tanduk (O.
dapat mengalami beberapa kali tumbuh rhinoceros L.) pada tanaman sawit di
sehingga walaupun dapat bertahan hidup Kanagarian Sialanggaung Kabupaten
pertumbuhannya akan terhambat dan Dharmasraya.
produksi berkurang (PPKS, 1997).
Kumbang tanduk (O. rhinoceros L.) METODE PENELITIAN
dengan ciri bentuk tubuh bulat telur atau
Penelitian ini telah dilaksanakan pada
memanjang, warna coklat kehitaman,
bulan Desember 2016 di lahan perkebunan
mengkilat, panjangnya bisa mencapai lebih
kelapa sawit. Bahan yang digunakan dalam
kurang 5-6 cm, memiliki satu tanduk pada
penelitian ini adalah, botol air mineral 1,5
bagian kepalanya, ukurannya cukup besar,
Liter yang telah dipotong larutan feromon
memiliki kaki yang berduri tajam,
sintetik (Ethyl-4 Methyl Oktanoate).
mempunyai dua pasang sayap, kumbang
Penelitian ini menggunakan metode Survey
jantan memiliki tanduk lebih panjang dari
Deskriptif yaitu pengamatan atau
kumbang betina, kumbang betina memiliki
pengambilan sampel langsung dari lokasi
rambut pada ujung abdomen sedangkan
pengamatan, dengan menggunakan
kumbang jantan tidak memiliki rambut pada
perangkap Ferotrap (Feromon), dimana
ujung abdomen (Borror, dkk., 1992). Selain
perangkap dipasang pada sore hari sekitar
itu kumbang ini mempunyai mandibula yang
jam 17.00 wib, kemudian sampel
kuat dan cocok untuk melubangi tanaman
dikumpulkan pada jam 06.00 wib selama 1
seperti buah, pelepah daun dan batang
minggu. Untuk pengambilan sampel pada
(Borror, 1976).
lokasi yang diamati seluas 2 hektar,
Hama ini menggerek pucuk tanaman
dipasang 10 perangkap.
dengan merusak bagian daun muda yang
belum terbuka, sehingga pada waktu terbuka HASIL DAN PEMBAHASAN
terlihat bekas potongan yang berbentuk
seperti huruf V. Makhota daun tampak rusak Tabel 1. Jumlah Individu Kumbang Tanduk
tidak teratur, serta tidak indah lagi. Kadang (Oryctes rhinoceros L.)
pelepah daunnya putus di tengah dan ujung ΣIndividu
daunnya rusak. Ada juga yang putus pada No Perangkap ΣIndividu
bagian pangkal pelepah. Kumbang
1 1 2 4 6
menghisap cairan yang keluar dan luka
2 2 1 6 7
bekas gigitannya. Kumbang ini tetap tinggal
dalam lobang yang dibuatnnya. Bekas 3 3 3 3 6
gerekannya ada terlihat di dalam lobang 4 4 2 2 4
yang di buatnya. 5 5 2 3 5
Pengendalian kumbang tanduk dengan 6 6 1 4 5
menggunakan perangkap feromon sebagai 7 7 1 2 3
insektisida alami, ramah lingkungan, dan 8 8 3 2 5
lebih murah dibandingkan dengan 9 9 1 3 4
10 10 2 3 5
Jumlah 18 32 50 telah membusuk, pupuk kandang serta
Kepadatan 5 batang kelapa, sagu, nipah yang telah
membusuk. Jumlah telurnya 30-70 butir atau
Berdasarkan hasil penelitian dapat lebih. Setelah sekitar 12 hari, telur akan
dilihat pada Tabel 1 bahwa jumlah populasi menetes, lamanya periode larva berubah-
kumbang tanduk yang didapat tidak jauh ubah menurut keadaan temperatur dan
berbeda antara kesepuluh perangkap. Pada kelembaban, yaitu sekitar 2,5-6 bulan. Jika
perangkap 1 jumlah individu yang didapat telah cukup dewasa, larva akan mulai
adalah 6 ekor; perangkap 2 yaitu 7 ekor; membentuk pupa. Masa pra pupa biasanya
perangkap 3.,6 ekor; perangkap 4.,4 ekor; berlangsung selama 6 hari. Periode pupa
perangkap 5.,5 ekor; perangkap 6.,5 ekor; lebih kurang 2-4 minggu, selanjutnya pupa
perangkap 7.,3 ekor; perangkap 8.,5 ekor; menjadi kumbang (Pracaya, 2010). Selama
perangkap 9.,4 ekor; dan perangkap 10.,5 hidupnya kumbang berpindah-pindah dari
ekor. Dari kesepuluh perangkap tersebut satu tanaman ke tanaman lain setiap 4-5 hari,
jumlah individu yang banyak didapat adalah sehingga seekor kumbang dapat merusak 6-7
pada perangkap 2 yaitu 7 ekor. Hal ini pohon/bulan (Sudharto, 1990).
disebabkan oleh faktor lingkungan pada Berdasarkan hasil pengamatan terhadap
perangkap 2 sebaran bau feromon lebih tanaman kelapa sawit yang dijadikan sampel
cepat diterima oleh O. rhinoceros karena menggambarkan bahwa rata-rata kepadatan
dibantu oleh angin dan temperatur yang O.rhinoceros L. yang tertangkap sebanyak 5
dapat mempercepat terjadinya penguapan ekor/perangkap. Hasil yang didapat lebih
feromon serta cepat tersebar, sehingga sedikit jika dibandingkan dengan penelitian
merangsang O.rhinoceros untuk mencari sebelumnya. Seperti yang ditemukan
asal sumber bau tersebut. Herman (2012) dengan rata-rata 14, 50
Ciri-ciri kumbang tanduk yang didapat ekor/perangkap pada ketinggian perangkap 4
yaitu bentuk tubuh bulat telur atau meter pada areal kelapa sawit
memanjang, berwarna coklat kehitaman,
mengkilat, memiliki satu tanduk pada bagian
kepalanya. Ukuran tubuh jantan lebih
panjang dari betina dengan panjang badan
berkisar antara 45-47 mm, lebar 21-23 mm
dan panjang tanduk 6-10 mm, kumbang
jantan memiliki tanduk yang lebih panjang
dari betina sedangkan kumbang betina
memiliki rambut pada ujung abdomen dan
jantan tidak, memiliki 2 sayap. Sedangkan
Wood (1968) menyatakan ciri kumbang
tanduk yaitu berwarna cokelat gelap hitam,
mengkilat, panjang 35-50 mm dan lebar 20-
23 mm dengan satu tanduk yang menonjol
pada bagian kepala. Kumbang jantan
memiliki tanduk yang lebih panjang dari
betina sedangkan betina mempunyai banyak Gambar 2. Rata-rata Pengukuran Faktor
rambut pada ujung ruas terakhir abdomen Lingkungan
dan jantan tidak.
Kumbang tanduk merupakan hama Pengukuran faktor lingkungan
utama tanaman kelapa sawit muda dengan (Gambar 2), dalam pengukuran ini yang
siklus hidup yang panjang yaitu 4-9 bulan dilakukan hanya pengukuran suhu,
(Chenon et al, 2005). Kumbang tanduk kelembapan dan kecepatan angin. Hasil rata-
betina bertelur ditempat sampah, daun- rata suhu yang didapatkan yaitu pada malam
daunan yang telah membusuk, pupuk hari 26°C dan pada pagi hari 23°C,
kandang serta batang kelapa, sagu, nipah kelembapan yaitu pada malam hari 96% dan
yang telah membusuk. Jumlah telurnya 30- pada pagi hari 100%, dan kecepatan angin
70 butir atau lebih. Kumbang tanduk betina yaitu pada malam hari 0,01 m/s dan pada
bertelur ditempat sampah, daun-daunan yang pagi hari 0,01 m/s. Bedford (1980) Suhu
lingkungan perkembangan larva yang sesuai perangkap ferotrap. Diduga kecepatan angin
adalah 27-29°C dengan kelembaban relatif sangat berpengaruh dalam penyebaran
85-95%. Pada umumnya kisaran suhu yang aroma yang dihasilkan oleh feromon.
efektif adalah suhu minimum 15°C, suhu Feromon merupakan bahan yang
optimum 25°C dan suhu maksimum 45°C. mengantarkan serangga pada pasangan
Menurut Kramadibrata (1995), menyatakan seksualnya, mangsanya, tanaman inang, dan
bahwa kelembaban tinggi maka suhu akan tempat berkembangbiaknya (Anonimous,
rendah, kelembaban udara sangat 2010). Feromon sintetik (Ethyl 4 Methyl
mempengaruhi kehadiran serangga di Octanoate) dikembangkan untuk
lingkungan. Dalam kelembaban yang sesuai mengendalikan O.rhinoceros di lapangan,
serangga biasanya lebih tahan terhadap suhu baik imago jantan maupun betina. Feromon
ekstrem. Pada umumnya serangga lebih ini dapat menarik 21-31% imago jantan dan
tahan terhadap banyak air. 67-79% imago betina. Imago O.rhinoceros
Berdasarkan hasil yang didapatkan oleh tertarik cahaya lampu pada malam hari
Herman bahwa penyebaran kumbang dapat (Santi, 2008).
di pengaruhi oleh beberapa faktor Kumbang tanduk dikatakan sebagai
diantaranya oleh faktor-faktor lingkungan hama karena telah melewati batas ambang.
seperti suhu, curah hujan, kelembaban dan Menurut Herman (2012) intensitas serangan
kecepatan angin. mencapai batas ambang yaitu 3
Kecepatan angin berperan dalam ekor/perangkap. Kepadatan populasi
membantu penyebaran serangga, terutama kumbang tanduk (Oryctes.rhinoceros L.)
bagi serangga yang berukuran kecil. pada pertanaman kelapa sawit dikategorikan
Kecepatan angin juga mempengaruhi di atas ambang karena imago O.rhinoceros
kandungan air dalam tubuh serangga, karena yang ditemukan 5 ekor/perangkap.
angin mempercepat penguapan dan
penyebaran udara. Menurut Jumar (2000), KESIMPULAN
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Berdasarkan hasil penelitian mengenai
kepadatan populasi adalah ketersediaan kepadatan populasi kumbang tanduk
makanan, suhu, kisaran suhu, (Oryctes rhiniceros L.) pada tanaman kelapa
kelembaban/hujan,cahaya/warna/bau, angin sawit di Kanagarian Sialanggaung
dan tofografi. Faktor fisik merupakan salah Kabupaten Dharmasraya didapatkan
satu faktor yang lebih banyak berpengaruh Kepadatan kumbang tanduk adalah 5
terhadap serangga dibandingkan terhadap ekor/perangkap.
faktor lain.
Hasil pengukuran faktor lingkungan Daftar Pustaka
yaitu suhu, kelembaban, dan kecepatan Anonimous, 2010. Pengendalian Oryctes
angin yang dilakukan pada malam dan pagi rhinoceros L. yang Ramah
hari rata-rata relatif rendah dari kisarannya. Lingkungan Menggunakan
Hal ini disebabkan karena kondisi Feromonas dan Metari. Pusat
lingkungan yang dingin dan kecepatan angin Penelitian Kelapa Sawit: Medan.
yang tidak ada dan ketersediaan makanan
kurang. Menurut Jumar (2000), makanan Borror, D. J., Charles, A. T., Norman, F. J.
merupakan sumber gizi yang dipergunakan 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga
oleh serangga untuk hidup dan berkembang, Edisi Keenam. Gadjah
jika makanan yang tersedia dengan kualitas MadaUniversity Press.
yang cocok dan kuantitas yang cukup, maka
populasi serangga akan naik dengan cepat, Chenon, R. D. Dan H. Pasaribu. 2005.
sebaliknya jika keadaan makanan kurang Strategi Pengendalian Hama O.
maka populasi serangga akan berkurang. rhinoceros di PT. Tolan Tiga
Keberhasilan penggunaan feromon Indonesia (SIPEF Group). Dalam
dipengaruhi oleh ke pekaan penerima, Pertemuan Teknis Kelapa Sawit
jumlah, bahan kimia, kecepatan angin dan 2005. Yogyakarta. 13-14 September
temperatur. 2005
Kecepatan angin sangat mempengaruhi
penyebaran kumbang dengan menggunakan
Fauzi, Y., Yustina, E. W., Iman, S dan Rudi.
2002. Kelapa Sawit. Edisi Revisi.
Penebar Swadaya, Jakarta.

Herman, J.H. Laoh, dan D. Salbiah. 2012.


Uji Tingkat Ketinggian Perangkap
Feromon untuk Mengendalikan
Kumbang Tanduk Oryctes rhinoceros
L. (Coleoptera : Scarabaeidae) pada
Tanaman Kelapa Sawit. Skripsi
Fakultas Pertanian Universitas Riau

Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Rineka


Cipta. Jakarta

Pracaya 2010. Hama dan Penyakit


Tanaman. Edisi Revisi. Penebar
Swadaya: Jakarta.

Santi, I. S dan B. Sumaryo. 2008. Pengaruh


Warna Perangkap Feromon Terhadap
Hasil Tangkapan Imago Oryctes
rhinoceros di Perkebunan Kelapa
Sawit. Jurnal Perlindungan Tanaman
Indonesia. Vol. 14 No. 2;76-79.

Sipayung, A. & Sudharto Ps. 1985. Progress


report. Masalah Penggerek Pucuk
Oryctes rhinoceros Linn pada
Perkebunan Kelapa Sawit dan
Usaha Pengendaliannya, Laporan
Intern PP-Marihat, Pematang
Siantar, Indonesia.

Sudharto, 1990. Hama Kelapa Sawit. PPM


Marihat Pematang Siantar.

Wood, B.J. 1968. Pests of oil palm in


Malaysia and their control. Inc. Soc,
of Planters, Kuala Lumpur, 204 p.
Development In Oil Palm. Kuala
Lumpur. The Incorporated Society
Of Planters.

Anda mungkin juga menyukai