Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kutu lak (Laccifer lacca Kerr.) adalah jenis serangga yang termasuk Famili Kerriidae
Ordo Homoptera, yang hidup secara parasitik pada tanaman inangnya. Tanaman inang kutu
lak adalah tanaman kesambi (Schleicera oleosa Merr.), plosa (Butea sp.), jamuju (Coscuta
australis), widoro/kaliandra (Zizyphos jujuba), Acacia villosa, dan A. arabica. Di Indonesia,
tanaman kesambi merupakan tanaman yang diprioritaskan untuk digunakan sebagai tanaman
inang dalam budidaya kutu lak (Taskirawati 2006).
Menurut Rostaman dan Suryatna (2009) tanaman kesambi menghasilkan lak paling
banyak dibandingkan dengan tanaman kabesak putih (A. leucophloea Willd) dan kabesak
hitam (A. arabica Willd). Serangga tersebut menghasilkan resin alami yang kompak dan
tebal, serta menempel pada cabang tanaman tempat hidupnya, yang disebut lak. Lak
digunakan sebagai bahan aku untuk industri elektronika, percetakan, tekstil, pakaian,
kosmetik dan makanan (Metcalf & Flint 1983; Sallata & Widyana 2005; Sharma et al. 2006).
Lak termasuk dalam kelompok resin yang diperoleh dari hasil sekresi kutu Lak. Kutu lak
dalam siklus hidupnya menghisap dan menempel pada tanaman inangnya. Beberapa saat
setelah serangga tersebut menghisap cabang tanaman inangnya, kutu lak mengeluarkan
benang-benang putih halus yang lama kelamaan semakin menebal sehingga menutupi seluruh
cabang. Benang-benang putih akan mengeras dan membentuk warna kuning keemasan yang
biasa dipanen sebagai lak. Lak merupakan salah satu komoditi hasil hutan non kayu yang
sangat potensial sebagai salah satu sumber penghasil devisa negara. India, Thailand, dan Cina
merupakan negara-negara penghasil lak di dunia selain Indonesia yang merupakan pesaing
dalam merebut pangsa pasar lak (Taskirawati 2006).
Daerah di Indonesia yang menjadi penghasil lak utama adalah Probolinggo yang
diusahakan oleh Perhutani dan di Alor, Sumba dan Rote di Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Akan tetapi, saat ini produksi lak di Indonesia cenderung mengalami penurunan. Produksi lak
yang dihasilkan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Probolinggo mengalami penurunan
pada tahun 2012 dari total produksi sebelumnya 289 ton menjadi 121 ton (Perum Perhutani
2012). Daerah Sumba Timur mengalami penuruan produksi lak pada tahun 2007 sebesar 70
% diakibatkan serangan parasitoid dan predator (Taskirawati 2006).
Hama kutu lak terdiri dari parasitoid dan predator. Serangan parasitoid dan predator
menyebabkan tularan muda yang masih berupa benang-benang putih tiba-tiba menghitam dan
rontok serta lak yang mulai menguning lepas satu persatu karena tergerek oleh larva di
dalamnya. Serangan parasitoid dan predator pada budidaya kutu lak di KPH Probolinggo
menjadi persoalan cukup penting karena mengakibatkan penurunan produksi lak yang
signifikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan inventarisasi parasitoid dan predator guna
mengidentifikasi jenis parasitoid dan predator yang menyerang kutu lak sehingga dapat
diambil tindakan pengendalian secara tepat dan cepat (Suheri, 2016).
lak merupakan salah satu komoditi hasil hutan non kayu yang sangat potensial sebagai
salah satu sumber penghasil devisa negara. India, thailand dan cina merupakan negara-negara
penghasil lak didunia selain indonesia. Permintaan pasar dunia akan produk lak dari tahun ke
tahun terus meningkat. Pada tahun 1988 sebanyak 20 ton lak butiran diekspor dari NTT ke
amerika serikat dan itu hanya memenuhi 4% dari permintaan impor amerika serikat yaitu 500
ton lak butiran. Produksi lak Banyukerto sejak tahun 1982 mencapai kisaran produksi 1000
ton dan pada tahun 1990 mencapai puncak produksi yaitu sebesar 1700 ton. Sejak tahun
1991, produksi lak Banyukerto mengalami penurunan produksi dan pada tahun 1993 dan
1994 masing-masing hanya 30 ton dan 140 ton. Penurunan produksi tersebut disebabkan
karena adanya serangan parasit (Pakan, 2007).
Tingginya permintaan pasar menjadikan budidaya kutu lak memiliki prospek yang
dangat baik untuk dikembangkan.

B. Rumusan Masalah

1) Pengertian kutu lak

2) Bagaimana cara budidaya kutu lak?

C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui lebih dalam mengenai kutu lak, lak, dan cara pembudidayaannya
BAB II

PEMBAHASAN

A) kutu lak dan hasil sekresinya

Kutu lak (Laccifer lacca Kerr.) adalah jenis serangga yang termasuk Famili Kerriidae
Ordo Homoptera, yang hidup secara parasitik pada tanaman inangnya. Tanaman inang kutu
lak adalah tanaman kesambi (Schleicera oleosa Merr.), plosa (Butea sp.), jamuju (Coscuta
australis), widoro/kaliandra (Zizyphos jujuba), Acacia villosa, dan A. arabica. Di Indonesia,
tanaman kesambi merupakan tanaman yang diprioritaskan untuk digunakan sebagai tanaman
inang dalam budidaya kutu lak (Taskirawati, 2006).
Lak termasuk dalam kelompok resin yang diperoleh dari hasil sekresi insekta
Laccifer lacca Kerr (kutu Lak) yang hidup pada tanaman inangnya. Hasil sekresi tersebut
mengelilingi tubuh kutu lak yang kemudian mengeras dan berfungsi sebagai pelindung dari
ancaman musuh alami dan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi kehidupan kutu lak
(Taskirawati dkk., 2007).
Lak atau laksa (dalam bahasa India) berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya
seratus ribu. Hal ini diartikan bahwa bahan tersebut dihasilkan oleh ratusan ribu kutu lak
yang membentuk koloni yang mempunyai ribuan anggota yang hidup disuatu cabang pohon
tertentu. Dalam lak cabang yang diolah menjadi lak butiran terdapat 17 000 sampai 19 000
kutu lak.
Sekresi lak dimulai dari bagian dorsal ujung perut, mula-mula nampak sebagai lapisan
mengkilat membungkus tubuh nimfa yang telah menetap. Bahan lak ini dihasilkan oleh
kelenjar hipodermis yang terdapat di dalam badannya. Sekresi lak ini berlangsung terus dan
sebagian mengeras menjadi perisai bagi tubuh kutu lak tersebut. Kutu lak dengan selubung
bahan lak dinamakan "sel". Nimfa menjadi besar dalam selnya dan mengalami perubahan
bentuk. Sementara itu sekresi lak dilanjutkan sehingga perisai lak pada tubuhnya bertambah
tebal dari sebelah dalam. Dengan demikian terbentuklah sel serupa bola kecil yang terus
bertambah tebal selama periode sekresi lak. Setelah beberapa hari, sel-sel yang dibentuk oleh
nimfa jantan mudah dibedakan dengan sel-sel dari serangga betina. Sel jantan bentuknya
ovoid panjang, dindingnya tipis, lubang brakhial terdapat disebelah muka, sedang di sebelah
belakang ada sebuah lubang bulat yang tertutup oleh selaput yang disebut anal operculum.
Kutu jantan akan keluar melalui lubang tersebut. Bekas-bekas sel jantan menjadi kosong dan
jika letaknya berdekatan dengan sel betina akan tertutup oleh lak yang dihasilkan oleh kutu
lak betina (Wulandari, 2014).
Sel yang dibuat oleh kutu lak betina lebih kecil, bentuknya bulat telur, dua lubang
brakhial terletak pada bagian ujung muka, sedang di bagian belakang terdapat sebuah lubang
yang lebih besar daripada lubang brakhial dan disebut lubang tuberculum analis. Kutu lak
betina yang berada di dalam sel terus menerus mengeluarkan sekresi lak dan bertambah pesat
setelah masa perkawinan, sehingga sel betina makin bertambah besar. Lapisan lak yang
membungkus kutu lak betina makin bertambah tebal sehingga sel-sel betina yang berdekatan
satu sama lain bertemu, dan bekas-bekas sel jantan yang kosong tertutup lak yang dihasilkan
oleh kutu betina. Dengan ini terbentuklah lapisan tebal lak yang membungkus ranting-ranting
tanaman inang.

B) Budidaya kutu lak


1. persiapan tularan
Persiapan tularan meliputi kegiatan penentuan lokasi, babat tumbuhan bawah, wiwilan
pada calon-calon pohon inang untuk membuang ranting-ranting yang kering dan kurang baik.
1) Persiapan awal, yaitu persiapan yang dilakukan pada lokasi yang belum pernah
ditulari.
2) Persiapan akhir (menjelang tularan). Persiapan ini dilakukan dengan kegiatan :
a. Babat tumbuhan bawah pada lokasi yang direncanakan untuk tularan
b. Rempelan/wiwilan untuk membuang ranting-ranting kering dan tidak baik agar
tidak dirambati kutu lak, sehingga kutu lak tidak terlalu jauh dalam mencari
ranting yang dikehendakinya.
c. Membuat sekat bakar, untuk tularan pada musim kemarau.
2. Penularan bibit lak

Penularan yaitu menempelkan lak bibit yang telah diseleksi, dimasukkan dalam
kantong dan dalam kroso kemudian diletakkan pada ranting-ranting sasaran tularan dengan
cara mengkaitkan kroso berisi bibit lak pada ranting-ranting tertentu yang memenuhi syarat.
Ranting tanaman kesambi dapat ditulari lak bibit apabila telah berumur 1.5 sampai 2 tahun.
Pada umur ranting muda tersebut sangat cocok untuk kehidupan baru kutu lak. Jumlah lak
bibit yang ditularkan banyak berpengaruh terhadap kualitas produksi lak.
Penularan bibit yang terlampau banyak ternyata dapat mengakibatkan kualitas tularan
menjadi sangat jelek, lapisan lak menjadi tipis–tipis. Selain itu pada musim kemarau tanaman
inangnya menjadi menderita karena terlalu banyak lak yang menghisap cairan yang ada di
ranting dan akhirnya kering sehingga kutu lak banyak yang ikut mati. Tanaman inang mampu
menghidupi kutu lak walaupun di musim kemarau bila jumlah lak bibit yang ditularkan
optimal tergantung besar kecilnya pohon kesambi. Lak yang dihasilkan menjadi tebal-tebal
sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi lak (Pakan, 2007). Kutu lak
selama hidupnya menghisap cairan pada jaringan kulit dan jaringan kayu dari tanaman
tertentu sebagai inangnya. Setelah periode swarming larva kutu lak akan menyebar, alat
mulutnya menembus kulit batang hinggga mencapai jaringan pholem dan jaringan xylem dan
mulai menghisap cairan pohon inang.
Setelah bibit lak dimasukkan ke dalam kantong dan kroso, bibit tersebut dibawa ke
lokasi tularan, bibit diikatkan pada ranting-ranting pohon inang dengan arah sejajar arah
ranting dan diupayakan sedekat mungkin dengan ranting muda sasaran penularan agar kutu
lak dapat dengan mudah mencapai ranting-ranting yang disukai.
Banyaknya kroso (bibit lak yang dibalut) tiap pohon tidak sama tergantung banyaknya
jumlah cabang yang dimiliki pohon itu. aik tularan pas maupun tularan pindahan setiap hari
harus diperiksa untuk mengetahui keadaan penyebaran kutu lak pada setiap pohon yang
ditulari.
Pada waktu swarming, larva akan keluar dan mencari tempat pada ranting untuk
kemudian memasukkan mulutnya pada ranting dan menghisap zat makanan berupa getah.
Swarming terjadi pada temperatur 24 sampai 280 C antara jam 8.00 sampai 11.00 pagi, sore
hari berkisar jam 16.00 dan lama periode ini 2 minggu. Siklus hidup kutu lak (L. lacca Kerr)
5 sampai 6 bulan dan tumbuh lebih baik pada tempat yang dingin atau lembab dibanding
pada tempat yang kering. Setelah umur 5 sampai 6 bulan tersebut kutu lak sudah tidak
memproduksi lak cabang lagi yang dicirikan warna lak cabang kuning jernih, benang–benang
lilin sudah banyak berkurang dan terdapatnya sel-sel anakan (Taskirawati dkk., 2007).
3) Pemeliharaan tularan
Pemeliharaan tularan adalah kegiatan pemeliharaan tularan yang meliputi pengasapan
(untuk mengatasi serangan parasit dan predator, terutama pada musim kemarau),
pemberantasan hama dan penyakit, babat tumbuhan bawah serta wiwilan. Kegiatan
pemeliharaan tularan terdiri dari :
1. Pemeliharaan Rutin, meliputi :
a) Babat tumbuhan bawah/tumbuhan liar yang mengganggu kultur terutama
tumbuhan liar yang merambat.
b) Wiwilan pada ranting-ranting yang tidak ada tularannya untuk memberi sinar
matahari yang cukup pada ranting-ranting yang tertular, untuk menghindari
serangan jamur.
c) Membuat ilaran untuk sekat bakar, pada musim kemarau.
2. Pemeliharaan Preventif
a) Mengadakan pengasapan terutama pada musim penghujan untuk menaikkan
temperatur dan mengusir parasit dari lokasi tularan. Pelaksanaan dilakukan pada
pagi hari sebelum jam 07.00 dan padabsore hari setelah jam 16.00.
b) Penjagaan tularan dari bahaya kebakaran hutan.
3. Pemeliharaan Represif
a) Memotong ranting-ranting tularan yang terserang hama dan penyakit.
b) Pemberantasan parasit dan predator dengan pengasapan.
c) Segera mengambil tindakan apabila terjadi bahaya kebakaran hutan, pencurian lak
dan gangguan lainnya.
4) Pungutan bekas bibit

Pungutan yaitu pengambilan kembali lak bibit yang ditularkan, setelah 21 hari atau
setelah seluruh kutu yang ada didalam lak bibit keluar dan menulari pohon inang. Waktu
pelaksanaan pungutan adalah setelah 21 hari bibit lak ditularkan. Pengambilan pungutan
bekas bibit harus dilaksanakan tepat waktu. Bila terlalu lama akan mengakibatkan kantong
rusak dan parsit akan semakin banyak keluar. Pungutan bekas bibit harus dilakukan dengan
cermat, jangan
sampai ada bibit yang tertinggal pada areal tularan. Pengambilan dimulai dari cabang
paling atas terus turun ke bawah. Hasil pengutan diangkut ke gudang untuk dikeluarkan lak
cabangnya dari kroso dan kantongan yang membungkusnya pada saat ditular, kemudian siap
untuk diangkut ke pabrik
5) Pengunduhan/Pemanenan

Pengunduhan yaitu kegiatan pemanenan lak cabang dengan pemotongan


ranting/cabang pada pohon-pohon yang ditulari dan lak cabang yang dihasilkan telah cukup
masak (berumur sekitar 155 hari) dan kutu didalamnya sudah siap keluar (swarming).
Gunanya untuk mempertahankan keutuhan jumlah kutu di dalam selnya. Apabila terlambat
dilakukan unduhan, kutu akan banyak yang sudah keluar sebelum diunduh dan menjadi
tularan secara alami (liar), sehingga kandungan bibit di dalam lak cabang yang akan
digunakan untuk bibit menjadi berkurang. Namun, apabila pengunduhan dilakukan lebih awal
maka bibit yang berada di dalam sel pada cabang dikhawatirkan akan mati di dalam sel
karena masih memerlukan makanan, sedangkan apabila diunduh kutu di dalam sel tidak
mendapatkan makanannya lagi. Keluarnya kutu lak (swarming) dapat bervariasi pada setiap
tularan, hal tersebut dipengaruhi oleh kelembaban udara dan temperatur, sehingga ketuaan
lak tidak dapat hanya dilihat dari umurnya yang 155 hari saja, tetapi diperlukan pengamatan
terhadap tanda-tanda fisik dari tularan tersebut. Tanda-tanda utama lak tua (siap unduh) :
a) Embun madu yang menetes dari tularan sudah berhenti
b) Benang lilin berwarna putih sudah berkurang
c) Warna stok lak kecoklatan
d) Permukaan sel/tonjolan-tonjolan induk sudah merata.
e) Bila perlu diadakan pengamatan isi sel dengan membuka sel tersebut.
Cara-cara pelaksanaan unduhan :
1. Pemotongan cabang dan ranting dilakukan terhadap seluruh cabang dan ranting pada
pohon inang yang ditulari
2. Pemangkasan dilaksanakan sejauh 15 cm dari pangkasan sebelumnya (yaitu pada
ranting berdiameter maksimal 2 cm)
3. Pengguntingan jangan sampai merusak lak cabang, yaitu pada sela-sela sekresi (pada
bagian ranting yang tidak ada sekresi laknya) dan diusahakan panjangnya potongan
antara 10 sampai 20 cm.
4. Hasil potongan diangkut ke gudang.

6) seleksi bibit
Menurut Suheri (2016), seleksi lak cabang dilakukan setelah kegiatan penerimaan lak
cabang hasil unduhan, dengan pemisahan lak cabang bibit dan lak cabang bukan bibit.
Seleksi lak cabang bertujuan untuk :
a. Memisahkan lak cabang dengan potongan kayu tanpa lak yang terbawa dari hutan.
b. Memisahkan lak cabang bibit (AI) dan bukan bibit (AII dan AIII).
c. Memisahkan kualitas bibit lak menurut klas bibit yaitu I, II, dan III,
pengantongan bibit termasuk memasukkan ke dalam kroso dan menata
bibit sampai siap di bawa ke tularan, serta menimbang hasil penerimaan.
Dari hasil seleksi lak cabang (stocklak) didapatkan hasil berupa :
a . Lak bibit
Yaitu lak cabang yang sekresinya baik, mengandung bibit/larva kutu lak
(Perum Perhutani Unit II Jawa Timur 1994). Penentuan klas bibit secara
umum berdasarkan pada :
1. Panjangnya sekresi dan ketebalan sekresi.
2. Kesehatan sekresi (tingkat kandungan parasit yang ditandai adanya lubang- lubang
parasit).
3. Warna sekresi kuning kecoklatan.
4. Permukaan sekresi rata dan sehat, nampak basah, bulat dan tidak terputus-putus.

Setelah proses seleksi, dilakukan pengantongan bibit lak yaitu dengan memasukkan lak
bibit dalam kantong kain, satu kantong berisi – 100 gram. Pengantongan adalah kegiatan
memasukkan bibit lak ke dalam kantongan, terutama pada bibit klas II dan IV. Bibit
dimasukkan ke dalam kantong kain kasa dengan mata lubang kain kurang dari 0,5 mm,
panjang 25 cm dan lebar 5 cm, tujuannya adalah untuk mencegah menjalarnya perkembangan
parasit dan predator. Pengisian kantong dijaga jangan sampai terlalu penuh karena akan
mengakibatkan sobeknya kantong atau rusaknya jahitan kantong sehingga terdapat lubang
untuk keluarnya parsit dari dalam kantong. Apabila pengisian kantong terlalu penuh, lak bibit
di dalam kantong saling berdesakan, sehingga dapat menimbulkan tertutupnya lubang sel
pada lak bibit yang akan menghambat keluarnya kutu lak dari selnya. Mulut kantong ditutup
dengan cara diikat dengan menggunakan karet gelang. elesai pengantongan dengan
menggunakan kain kasa, lak bibit juga dimasukkan ke dalam kroso. Kroso adalah kantong
yang terbuat dari anyaman bambu. Kroso untuk setiap klas bibit diberi tanda warna tertentu
pada bagian bawahnya untuk memudahkan pengenalan terhadap klas bibit yang ada di dalam
kroso (Suheri, 2016). Warna yang digunakan untuk membedakan klas bibit :
a) Kroso warna merah untuk klas I dan II
b) Kroso warna putih untuk klas III
c) Kroso warna biru untuk klas IV

Setelah itu bibit lak siap untuk ditularkan. Kebutuhan bibit per hektar 300 kg dan
kebutuhan per tahun normalnya 500 ton.
Alur pengelolaan lak cabang :
BAB III
PENUTUP

a) Kesimpulan

1. Kutu lak (Laccifer lacca Kerr.) adalah jenis serangga yang termasuk Famili Kerriidae
Ordo Homoptera, yang hidup secara parasitik pada tanaman inangnya. Tanaman inang
kutu lak adalah tanaman kesambi (Schleicera oleosa Merr.), plosa (Butea sp.), jamuju
(Coscuta australis), widoro/kaliandra (Zizyphos jujuba), Acacia villosa, dan A.
arabica. Sedangkan Lak merupakan suatu jenis damar alam yang bersifat resin
dihasilkan oleh sekresi insekta yang disebut L. lacca Kerr, yang mana sekresi ini
digunakan oleh serangga untuk membuat rumah dan melindungi dari serangan
musuhnya
2. Budidaya kutu lak terdiri atas 6 kegiatan, yaitu : persiapan tularan, penularan bibit lak,
pemeliharaan tularan, pungutan bekas bibit, pengunduhan/pemanenan, dan seleksi
bibit

b) Saran

Dalam memelihara atau membudidayakan kutu lak sebaiknya kita mengikuti anjuran-
anjuran dari literatur agar kita mendapatkan hasil sekresi yang digunakan sebagai bahan baku
pembuatan produk yang baik dan berkualitas serta dalam jumlah yang mecukupi.
DAFTAR PUSTAKA

Pakan, Semuel. 2007. Pelapis Pangan Alami Asal Lak : Kondisi Saat Ini dan Potensi
Pengembangan di provinsi NTT. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol. 18 No.2.
Universitas Nusa Cendana.

Suheri, Mohamad. 2016. Inventarisasi Parasitoid Pada Budidaya Kutu Lak (Laccifer Lacca
Kerr) Di Kph Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Institut Pertanian
Bogor.

Taskirawati I. 2006. Peluang investasi dan strategi pengembangan usaha budidaya kutu lak
(Laccifer lacca Kerr) studi kasus di KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Taskirawati, Ira; Suratmo, F. Gunawan; Darusman, Dudung; Haneda, Noor Farikhah. 2007.
Peluang Investasi Usaha Budidaya Kutu Lak (Laccifer Lacca Kerr): Studi Kasus Di
Kph Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Jurnal Perennial Vol.4 No.1
(23:27). Universitas Hasanuddin dan Institut Pertanian Bogor.

Wulandari FT. 2014. Strategi peningkatan pasca panen lak di Desa Sugian Kecamatan
Sambelian Kabupaten Lombok Timur. Media Bina Ilmiah. 8(4):68-70.

Anda mungkin juga menyukai