Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karet memiliki peranan yang besar dalam perekonomian Indonesia yang


ditunjukkan oleh banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan
komditas ini. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian Pertanian
(2011) Indonesia merupakan negara eksportir karet terbesar kedua di dunia
setelah Thailand. Peranan produksi karet dan barang karet penting terhadap
ekspor nasional mengingat Indonesia merupakan produsen karet nomor dua
terbesar di dunia dengan produksi sebesar 2,9 juta ton pada tahun 2011 setelah
Thailand (produksi sebesar 3,4 juta ton).

Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) mempunyai habitat asli di


daerah Amerika Selatan, terutama Brazil yang beriklim tropis, oleh karena itu
karet juga cocok ditanam di daerah tropis lainnya (Heru dan Andoko, 2010).
Tanaman karet dapat tumbuh di Indonesia terutama di daerah yang baik
menyangkut kesesuaian lahan, ketinggian, keadaan iklim, kelembapan, dan
suhu (Tarmizi, 2007). Tanaman karet tumbuh pada daerah yang terbatas
sampai 20º atau 25º di sekitar ekuator (Polhamus, 1962). Daerah tropis yang
baik untuk ditanami karet meliputi 15º LU - 15º LS. Tanaman karet akan
terhambat pertumbuhan dan produksinya bila ditanam di luar daerah tersebut
(Setyamidjaja, 1993).

Tanaman karet dieksploitasi atau dipanen lateksnya dengan cara disadap, yaitu
mengiris kulit batang sehingga sebagian besar sel pembuluh lateks terpotong
dan cairan lateks yang terdapat di dalamnya menetes keluar. Produktivitas
kebun karet ditentukan oleh jenis klon, umur tanaman, tingkat kesesuaian
lahan, dan sistem eksploitasi yang diterapkan. Menurut Setyamidjaja (1993)
lateks dibentuk dan terakumulasi dalam sel-sel pembuluh lateks yang tersusun
pada setiap jaringan bagian tanaman, namun penyadapan yang

1
menguntungkan hanya dilakukan pada kulit batang dengan sistem eksploitasi
tertentu.

Sistem eksploitasi adalah rangkaian sistem sadap yang diterapkan sepanjang


periode produksi tanaman karet. Sistem eksploitasi yang diterapkan
menentukan produktivitas kebun karet karena berhubungan dengan tataguna
kulit dan proses fisiologi lateks. Pelaksanaan sistem eksploitasi yang benar
dapat menjamin produktivitas yang tinggi dan berkelanjutan. Sebaliknya
pelaksanaan sistem eksploitasi yang salah dapat mengakibatkan produktivitas
yang rendah dan umur ekonomis tanaman yang pendek. penyadapan,
klasifikasi penyadap, tingkat pemakaian kulit, penggunaan stimulan,
kekeringan alur sadap, dan sistem pengangkutan.

1.2 Urgensi Penelitian


Sistem sadap atau eksploitasi pada karet menentukan berapa banyak produksi
yang dihasilkan pada suatu areal perkebunan karet, yang dimana apabila
sistem sadap digunakan salah akan mengakibatkan produksi rendah dan dapat
memperpendek umur ekonomis tanaman karet.

1.3 Tujuan Khusus


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa produktivitas tanaman
karet menggunakan sistem sadap D3.

1.4 Target Temuan


Target dari temuan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui produktivitas tanaman karet pada sistem sadap D3
2. Menemukan faktor yang mempengaruhi produksi

1.5 Kontribusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan bagi pelaku budidaya
perkebunan karet tentang produktivitas tanaman karet pada sisitem sadap D3.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klon Tanaman Karet

2.1.1 Pertumbuhan Klon Karet Rekomendasi

Pertumbuhan tanaman sangat erat kaitannya dengan faktor genetik tanaman


dan lingkungan. Kondisi lingkungan yang dimaksud adalah kebijakan kultur
teknis meliputi seleksi bibit awal, perawatan dan pemupukan serta kondisi
agroeksistem daerah penanaman. Bibit yang berkualitas akan memberikan
pertumbuhan tanaman yang baik, pemupukan yang tepat akan berdampak
terhadap pertumbuhan tanaman, sedangkan agroekosistem yang sesuai akan
mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman.

Parameter pertumbuhan pada tanaman karet yang digunakan adalah ukuran


lilit batang dan laju pertumbuhan. Laju pertumbuhan lilit batang akan
menggambarkan kecepatan pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya akan
mempengaruhi masa TBM. Klon-klon dengan laju pertumbuhan tanaman
yang cepat juga mempengaruhi potensi produksi kayu pada saat peremajaan.

Dari Hasil evaluasi pertumbuhan klon rekomendasi pada kondisi salah satu
perkebunan di wilayah Sumatera Utara dengan karakteristik lahan datar, jenis
tanah ultisol, ketinggian tempat 145 m dpl, rata-rata curah hujan 2500 mm/th
menunjukkan pertumbuhan tanaman tergolong moderat – jagur. Pertumbuhan
tanaman klon rekomendasi dapat disadap pada umur 4 tahun. Klon IRR 112,
PB 330. Dan RRIC 100 memiliki pertumbuhan paling jagur, sedangkan klon
lainnya memiliki pertumbuhan tergolong moderat.

3
Tabel 2.1 Pertumbuhan tanaman TBM klon karet rekomendasi

Klon Lilit batang (cm) umr ke. Laju


pertumbuhan
( cm/th)
2 3 4
BPM 24 24.00 37.20 45.30 10.65
IRR 104 24.40 38.20 47.50 11.55
IRR 112 26.20 39.40 49.40 11.60
IRR 118 26.10 36.70 48.40 11.15
IRR 220 26.70 40.40 47.00 10.15
PB 260 24.60 38.30 45.80 10.60
PB 330 29.90 43.00 49.80 9.95
PB 340 25.10 41.60 48.90 11.90
RRIC 100 28.00 43.80 50.30 11.15

2.1.2 Tipologi Klon Karet

Respon klon dapat berbeda-beda pada berbagai penerapan sistem


eksploitasi. Mekanisme respon klon sanga tergantung kepada karakteristik
fisiologis tanaman yang berhubungan dengan metabolisme pembentukan lateks.
Tipologi klon karet akan tergambar dari berbagai karakter fisiologis yang
dicirikan dari besaran kadar sukrosa, fosfat anorganik, tiol dan kadar karet kering
(KKK). Kadar sukrosa lateks berhubungan erat dengan intensitas penyadapan
tanaman karet. Kandungan sukrosa dalam kandungan lateks semakin rendah
dengan meningkatnya intensitas penyadapan. Kadar tiol merupakan indikator
yang berkaitan dengan tingkat kejadian kering alur sadap (KAS). Fungsi tiol
untuk mengaktifkan berbagai enzim pada saat kondisi intensitas penyadapan yang
tinggi, maka kadar tiol semakin rendah.

2.1.3 Evaluasi Kinerja Klon Berdasarkan Sistem Sadap

4
Sistem eksploitasi akan memberikan pengaruh terhadap produktivitas
berdasarkan tipologi klonal (metabolisme lateks). Sistem ekspolitasi yang
diterapkan harus rasional dan mempertimbangkan berbagai faktor yang
berhubungan dengan karakter fisiologis dan genetik klon. Menurut Kuswandi et
al. (2009), optimalisasi produksi klon perlu dilakukan, bukan mencapai produksi
maksimal yang seringkali identik dengan penyadapan berlebihan (over tapping).
Klon- klon karet unggul yang ada pada saat ini, umumnya memiliki potensi hasil
lateks dengan rata-rata produktivitas karet kering mencapai 3 ton/ha/th.
Produktivitas yang dicapai pada pertanaman komersial sangat bervariasi dan
tergantung kepada penerapan sistem manajemen kebun serta kesuaian agro-
ekosistem. Berdasarkan pengamatan kinerja klon di beberapa perusahaan
perkebunan besar, produksi aktual yang dicapai sangat bervariasi, antara 60-80%
dari potensi produksi klon (aidi Daslin, et al., 2001).

Potensi produksi karet tergantung pada lingkungan tumbuh (agroklimat),


manajemen dan klon. Pada lingkungan tumbuh yang tepat dan disertai manajemen
(produksi tanaman) yang baik, potensi produksi tanaman akan terealisasi.
Sebaliknya jika manajemen kurang memadai, produksi tanaman akan rendah dan
potensinya tidak akan terwujud.

Sistem eksploitasi yang tepat diharapkan dapat mengoptimalkan produksi


dan memaksimumkan keuntungan. Beberapa kendala seperti ketebatasan tenaga
kerja, menurunnya harga karet, dan meningkatnya harga input (pupuk, pestisida).
Sistem sadap berintensitas rendah dipilih untuk mengatasi kekurangan tenaga
penyadap, efisiensi biaya, memperpanjang umur ekonomis tanaman, dan
meningkatkan margin keuntungan. Evaluasi klon-klon karet unggul perlu
diarahkan untuk mendapatkan klon yang responnya baik terhadap sistem sadap
tersebut.

Hasil evaluasi klon karet dilakukan di beberapa perkebunan di Sumareta


Utara yang konsisten menerapkan penyadapan dengan sistem sadap 1/2S d3+ET.
2,5% dan sistem sadap 1/2S d4+ET 2,5%. Data hasil produksi dengan penerapan

5
sistem sadap 1/2s d3 diambil di salah satu perkebunan yang berada di Kabupaten
Deli Serdang, sedangkan untuk sistem sadap 1/4S d4 diambil di salah satu
perkebunan yang berada di Kabupaten Labuhan Batu Bara. Hasil evaluasi
menunjukkan bahwa klon IRR 112, IRR 118, IRR 220, PB 340. dan PB 260
memiliki rata-rata produksi karet paling tinggi > 2000 kg/ha selama 7 tahun
penyadapan dengan menerapkan sistem sadap ½ S d3+ ET 2,5%, sedangkan karet
rendah dibandingkan klon lainnya.

Tabel 2.2 Produktivitas klon karet dengan sistem sadap 1/2S d3+ET.2,5%

Klon Produksi karet (kg/ha/th) Rata-


rata
1 2 3 4 5 6 7
BPM 24 985 1,510 2,110 2,350 1,987 2,037 2,630 1,994
IRR 104 1,012 1,661 1,539 2,223 2,124 2,246 1,782 1,798
IRR 112 1,175 1,768 3,193 2,961 2,298 2,792 2,895 2,440
IRR 118 1,117 1,746 2,682 2,543 2,430 2,313 2,169 2,143
IRR 220 1,285 1,777 1,412 2,620 3,670 3,268 3,941 2,596
PB 330 1040 1095 2182 2579 1803 1946 2116 1,823
PB 340 1,150 1,963 2,060 2,192 2,440 2,250 2, 063 2,017
PB 260 1,137 1,557 1,578 2,278 2,903 3,074 2,809 2,191
RRIC 816 1,116 1,734 2,088 2,373 2,287 3,001 1,916
100

2.1.4 Klon PB 260

Klon PB 260 adalah merupakan hasil persilangan antara klon PB 5/51 ×


PB 49. Klon ini direkomendasikan untuk penanaman skala komersial mulai tahun
1996, dan merupakan klon yang paling populer sampai saat ini, serta cukup luas
ditanam di perkebunan besar maupun pertanaman karet rakyat. Kelebihan klon ini
sangat resusten terhadap penyakit gugur daun corynespora dan collectrichum serta
memiliki produksi awal yang tinngi dan meningkat pada tahun berikutnya dengan
penyadapan tanpa stimulan. Kelemahan klon ini, cenderung mengalami kering
alur sadap, bila disadap dengan intensitas yang tinggi dan tidak disarankan
menanam dengan kerapatan tinngi pada daerah yang sangat lembab karena dapat

6
menimbulkan gangguan penyakit jamur upas. Pertumbuhan klon PB 260 lebih
stabil di beberapa lokasi dan waktu matang sadap dapat mencapai umur 4-4,5
tahun. Produksi karet kering kg/ha pada kondisi yang optimal dapat mencapai 32
ton selama 15 tahun sadap. Produksi PB 260 dinilai cukup stabil dibeberapa lokasi
pertanaman komersial. Pada beberapa lokasi di perkebunan produksi kg/ha dapat
mencapai 17-19 ton selama 10 tahun penyadapan. Karakteristik pada tanaman
dewasa memilikibpercabangan utama yang kecil dan lateralistik sehingga
membentuk tajuk dengan tipe percabangan cemaa. Di kebun enters
memperlihatkan helaian daun tengah berbentuk oval dan urat daun terlihat lebih
jelas.

2.2 Syarat-Syarat Tumbuh Tanaman Karet


2.2.1 Iklim
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah zona antara 15º LS dan 15º
LU. Di luar itu, pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga
memulai produksinya juga terlambat. Suhu yang dibutuhkan untuk tanaman
karet 25º C sampai 35º C dengan suhu optimal rata-rata 28º C dalam sehari,
tanaman karet membutuhkan intensitas matahari yang cukup, yaitu antara 5
sampai 7 jam (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

2.2.2 Curah Hujan


Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai
4.000 mm/tahun dengan hari hujan berkisar antara 100 s/d 150 HH/tahun.
Meskipun demikian, jika hujan sering terjadi pada pagi hari, produksi akan
berkurang (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
.
2.2.3 Ketinggian Tempat
Pada dasarnya, tanaman karet tumbuh optimal pada datara rendah dengan
ketinggiann 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan
laut tidak cocok utuk tanaman karet (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

7
2.2.4 Angin
Angin juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Angin yang kencang
dapat mengakibatkan kerusakan tanaman karet yang berasal dari klon-klon
tertentu dalam berbagai jenis tanah, baik pada tanah latosol, podsolik merah
kuning, vulkanis, bahkan pada tanah gambut (Tim Karya Tani Mandiri,
2010).

Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk
penanaman karet. Untuk lahan kering/darat tidak susah dalam menyiasati
penanaman karet. Namun, untuk lahan lebak, perlu adanya trik-trik khusus
menyiasati hal tersebut. Trik-trik tersebut antara lain dengan pembuatan
petak-petak guludan tanam dan jarak tanamdalam barisan agr lebih rapat.
Metode ini berguna untuk memecah terpaan angin (Tim Karya Tani Mandiri,
2010).

2.2.5 Tanah
Tanaman karet dapat tumbuh pada berbaga jenis tanah baik pada tanah-tanah
vulkanis muda atapun vulkanis tua, alluvial dan bahkan tanah gambut..
Tanah-tanah vulkanis umunya memeilki sifat-sifat fisika yang cukup baik,
terutama dari segi struktur, solum, kedalaman air tanah, aerasi, dan
drainasenya (Setyamidjaja, 1993).

Reaksi tanah yang umum ditanamin karet mempunyai pH antara 3.0 – 8.0
Ph tanah dibawah 3.0 atau diatas 8.0 menyebabkan pertumbuhn tanaman
karet terhambat. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet adalah
sebagai berikut (Setyamidjaja, 1993) :
1) Solum cukup dalam, sampai 100 cm atau lebih, tidak terdapat batu-
batuan,
2) Aerasi dan drainase baik,
3) Remah, porus dan dapat menahan air,

8
4) Tekstur terdiri atas 35% liat dan 30% pasir,
5) Tidak bergambut, dan jika ada tidak lebih tebal dari 20 cm
6) Kandungan unsur hara N, P dan K cukup dan tidak kekurangan unsur
mikro,
7) pH 4,5 – 6,5
8) Kemiringan tidak lebih dari 16%
9) Permukaan ar tanah tidak kurang dari 100 cm

2.3 Produksi
Produksi dan produsen adalah dua istilah yang tak bisa dipisahkan. Produksi
bisa terwujud karena produsen menyertakan sejumlah ouput. Utuk tanaman
karet, produksi yang dihasilkan merupakan suatu rangkaian kegitan padat
karya, yaitu output yang digunakan adalah output langsung (Tim Penulis PS,
2012).

Peningkatan produksi bisa dilakukan kapan saja. Namun, untuk mencapainya


perlu beberapa faktor lain yang juga berpengaruh pada produksi. Tenaga
kerja, modal, keahlian, dan lahan adalah faktor yang disebut ouput.
Menyiapkan factor-faktor yang saling menopang untuk menghasilkan
keuntungan diperlukan biaya yang tidak sedikit (Tim Penulis PS, 2012).

Tabel 2.3 Proyeksi Produksi Karet Kering dan Estimasi Produksi Lateks

Tahun
Estimasi Produksi Estimasi Produksi
Umur Sadap
KKK ( Ton/ha) Lateks ( ltr/ha)
( Thn)
6 1 500 2.000
7 2 1.150 4.600
8 3 1.400 5.600

9
9 4 1.600 6.400
10 5 1.750 7.000
11 6 1.850 7.400
12 7 2.200 8.800
13 8 2.300 9.200
14 9 2.350 9.400
15 10 2.300 9.200
16 11 2.150 8.600
17 12 2.100 8.400
18 13 2.000 8.000
19 14 1.900 7.600
20 15 1.800 7.200
21 16 1.650 6.600
22 17 1.550 6.200
23 18 1.450 5.800
24 19 1.400 5.600
25 20 1.350 6.400
26 21 1.200 4.800
27 22 1.000 4.600
28 23 1.150 4.000
29 24 850 3.400
30 25 800 3.200

Produksi lateks per satuan luas dalam kurun waktu tertentu dipengaruhi oleh
beberapa factor antara lain klon karet yang digunakan, kesesuaian lahan dan
agroklimatologi, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan, sistem dan
manajemen sadap, dan lainnya (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Produktivitas klon unggul ditentukan oleh faktor genetik, lingkungan dan


interaksi keduanya. Kendala lingkungan sangat bervariasi menurut kondisi
agroekosistem penanaman, sehingga jenis klon yang memiliki karakteristik
berbeda akan membutuhkan kondisi lingkungan (agroekosistem) yang sesuai
guna mewujudkan tingkat produktivitas yang optimal. Dari beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa faktor lingkungan yang secara signifikan
dapat mempengaruhi produktivitas tanaman karet adalah curah hujan (jumlah
dan frekuensinya), ketinggian tempat, topografi, dan sifat-sifat fisik tanah.5
Penurunan produksi akibat kesalahan penanaman klon yang tidak sesuai pada
daerah basah (curah hujan >3.000 mm/th tanpa bulan kering) dapat mencapai

10
7-40%, karena tanaman terserang penyakit gugur daun secara
berkepanjangan.

Tabel 2.4 Produksi karet kering dari berbagai klon konvensional pada
berbagai lingkungan Klon

Produksi kumulatif 15 tahun sadap Rata-rata


(ton/ha) pada lingkungan
Klon I II II
GT 1 21,9 20,1 20,2 20,7 ab
AVROS 20,2 15,8 17,1 17,7 a
2037
RRIM 600 23,8 18,2 15,1 19,0 a
PB 235 30,1 21,1 15,8 22,3 ab
PB 260 29,2 24,3 21,2 24,9 b
Rata-rata 25,0 a 19,9 b 17,9 b
Sumber: Sagala (2013)

Produktivitas per siklus terkait dengan norma penyadapan yang memerlukan


kecermatan konsumsi kulit, kedalaman sadap dan hasil kulit pulihan yang
baik. Selanjutnya banyak introduksi dan adopsi klon-klon baru di perkebunan
karet, termasuk klon- klon yang berasal dari negara lain yang memeiliki
karakter jauh berbeda. Di Perkebunan besar sistem sadap secara umum belum
optimal, over dan under eksploitasi sedang terjadi, kesalaha persepsi tentang
tipologi tanaman klonal, dan kesalahan tanaman klon dilapangan, Salah satu
bukti produktivitas masih belm optimal bissa dibuktikan dengan tingkat
capaian produksi klon-klon populer seperti PB 260 masih dibawah 2 ton per
hektar per tahun.

Rendahnya produktivitas tanaman karet perlu diatasi dengan penyadapan


yang tepat. Selama ini, kesalahan aplikasi stimulan dan sistem eksploitasi
tanaman karet secara umum telah menimbulkan dampak terhadap produksi
yang semakin menurun dan singkatnya umur ekonomis tanaman. Sistem
eksploitasi telah sangat intensif, tanpa mempertimbangkan kejenuhan
fisiologi pemebentuka lateks. Panjang irisan sadap frekuensi sadap dan

11
aplikasi stimulan yang berlaku umum telah menjadikan kebanyakan kebun
karet dalam jangka yang panjang menurun produktivitasnya, sekaligus
singkat umur ekonomisnya. Dengan demikian tanaman karet tidak
menguntungkan.Dalam agribisnis karet yang sehat, produksi pe hektar dan
produksi per penyadap secara sekaligus harus optimal. Peningkatan produksi
tanaman tanpa diiringi oleh peningatan produksi tanaman akan menimbulkan
kerugian bagi perusahaan.

2.4 Sistem Sadap

Sistem sadap tanam karet adalah pengambilan lateks yang mengikuti aturan-
aturan tertentu dengan tujuan memperoleh produksi tinggi, secara ekonomis,
menguntungkan dan berkesinambungan dengan memperhatikan kesehatan
tanaman (Tim Penulis PS, 2012).

Saat ini dikenal dua sistem sadap, yaitu konvensional dan stimulasi. Sistem
sadap konvensional metupakan sistem sadap biasa tanpa perangasang
(stimulan) sedangkan sistem sadap stimulasi merupakan sistem sadap
kombinassi dengan menggunakan perangsang (Tim Penulis PS, 2012).

Dewasa ini sistem sadap telah berkembang dengan mengkombinasikan


intensitas sadap rendah disertai stimulasi Ethrel selama siklus penyadap.
Untuk karet rakyat, mengingat kondisi sosial ekonomi petani, dianjurkan
menggunakan sistem sadap konvensional seperti pada tabel berikut ( Tim
Karya Tani Mandiri, 2010) :

Tabel 2.5 Bagan Penyadapan Tanaman Karet

Jangka Bidang
Tanaman Umur Sistem Sadap
Waktu Sadap
Remaja 0-5 -
Teruna 6-7 S/2 D/3 67% 2 A
8-9 S/2 D/2 100% 3 A
Dewasa 11-15 S/2 D/2 100% 4 B

12
16-20 S/2 D/2 100% 4 A
Setengah
21-28 2 S/D D/3 133% 8 B’ + AH
Tua
Tua 29-50 2 S/D D/3 133% 4 A’ – BH

Catatan : Tanaman karet diremajakan pada umur 31 tahun

Keterangan :

A : Kulit Murni Bidang A


B : Kulit Murni Bidang B
A’ : Kulit Pulihan Pertama A
A’’ : Kulit Pulihan Kedua A
B’ : Kulit Pulihan Pertama B
AH : Kulit Murni atas A
BH : Kulit Murni atas B

13

Anda mungkin juga menyukai