Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRATIKUM MENDESKRIPSIKAN DAN

MENGHITUNG POPULASI SERANGGA PENYERBUK


E.KAMERICUS PADA TANAMAN KELAPA SAWIT

Disusun Oleh :

ZAINI : A32202566 / GOLONGAN B

DOSEN PENGAMPU :

Ir. CHERRY TRIWIDIARTO, M.Si

Ir. SUGIYARTO, M.P

Ir. SUPRIYADI, MM

TEKNISI: SYAHRUL

MUNIR, S. ST

PROGRAM STUDI PRODUKSI TANAMAN PERKEBUNAN


JURUSAN PRODUKSI PERTANIAN POLITEKNIK
NEGERI JEMBER
2022
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia komoditas perkebunan kelapa sawit telah berkembang dari Aceh,


Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung,
Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Produksi kelapa sawit di Indonesia telah meningkat selama sepuluh tahun terakhir ini,
sebesar 7,5% per tahun. Faktor yang mendukung tanaman ini mencapai produktivitas
yang tinggi, diantaranya adalah tanah, iklim, dan faktor pendukung lain yaitu
optimalisasi serangga penyerbuk (Yanti, 2011). Keberhasilan penyerbukan akan
meningkatkan fruit set buah tandan sehingga produksi juga meningkat (Arif, 2009).
Serangga merupakan pollinator yang paling efektif dan efisien pada tanaman kelapa
sawit. Serangga yang sering berperan sebagai pollinator bunga kepala sawit di dunia
adalah Elaeidobius kamerunicus, E. plagiatus, E. singularis, E. bilineattusm Prosoestus
sculplitis, P. minor, Thrips hawaiiensis, Pyroderces sp dan beberapa dari ordo
coleopteran, dipteral, hymenoptera serta heteropter (Simatupang dan Widyaiswara,
2011).

E. kamerunicus paling efektif karena bersifat spesifik, yaitu dapat beradaptasi


dengan baik. Bentuk bunga kelapa sawit sesuai dengan ukuran kumbang yang kecil
sehingga kumbang tersebut mudah masuk di sela-sela bunga hingga paling dalam.
Kondisi populasi kumbang sawit dalam suatu lingkungan perkebunan kelapa sawit
sangat menentukan tingkat keberhasilan dari produksi buah (Erniwati dan Kahono,
2012). Penyerbukan terjadi karena kumbang ini tertarik dengan aroma bunga jantan,
kemudian mendekati, dan saat hinggap di bunga jantan, serbuk sari akan melekat di
tubuhnya. Sewaktu hinggap di bunga betina yang mekar (reseptif), serbuk sari akan
terlepas dari kumbang dan menyerbuki bunga betina. Selain itu, kumbang ini tidak
berbahaya dan tidak mengganggu tanaman lain, karena kumbang ini hanya dapat makan
dan bereproduksi pada bunga jantan kelapa sawit (Harumi, 2011). Dalam bidang
pemuliaan tanaman, pemanfaatan E. kamerunicus hingga saat ini masih terbataspada
seleksi dan uji lapangan dengan menggunakan karakter morfologi dalam
mendeskripsikan serangga. Karakter morfologi telah banyak dipergunakan, namun
karakter morfologi memiliki kendala yaitu adanya faktor lingkungan sehingga
perbedaan antar spesies berkerabat dekat seringkali sulit diamati. Kebanyakan karakter
sulit dianalisis karena tidak memiliki sistem pengendalian genetik yang sederhana. Oleh
karena itu, diperlukan adanya analisis molekuler. Teknik molekuler memberikan
peluang untuk mengembangkan dan mengidentifikasi peta genetik dari suatu kultivar
jambu mete. Pendekatan genetika molekuler dengan menggunakan penanda DNA telah
berhasil membentuk penanda molekuler yang mampu mendeteksi gen dan sifat sifat
tertentu dan mengevaluasi keragaman dan evolusi pada tingkat genetik. (Mikkonen et
al., 2005).

1.2 Tujuan

a. Mengetahui morfologi deskripsi serangga penyerbuk.


b. Mendeskripsikan serangga penyerbuk.
c. Menghitung populasi serangga penyerbuk.
BAB 2. TINJAUAN TEORI

Keberadaan kumbang E. kamerunicus yang membawa serbuk sari dengan


viabilitas > 60% mampu meningkatkan fruit set kelapa sawit sebesar 15,04 - 21,05%
(Prasetyo & Susanto, 2013). Populasi E. kamerunicus per ha berpengaruh terhadap nilai
fruit set pada tipe tanah liat, pasir dan gambut. Namun, jumlah E. kamerunicus yang
mengunjungi bunga betina yang sedang mekar tidak berpengaruh terhadap nilai fruit set
pada tipe tanah liat, pasir dan gambut (Lubis et al., 2017). Perubahan jumlah populasi
kumbang E kamerunicus Faust berpengaruh terhadap produksi dan fruit set kelapa
sawit. Pada saat populasi serangga penyerbuk tersebut tinggi, maka formasi fruit set
juga akan tinggi. Sebaliknya, jika populasi serangga rendah, diduga fruit set juga rendah
(Harun & Noor, 2002). Namun demikian, populasi Elaeidobius kamerunicus Faust di
alam dapat mengalami penurunan. Purba et al. (2010), melaporkan bahwa pada 10
lokasi penyebaran E. kamerunicus yang berada di kawasan barat Indonesia memiliki
rata-rata populasi E. kamerunicus sebanyak 33.885 kumbang/ha. Sementara, Prasetyo &
Susanto (2012), melaporkan bahwa populasi kumbang E. kamerunicus di Kalimantan
Tengah dijumpai sebanyak 44.935 kumbang/ha dan Lubis et al. (2014) menyatakan
bahwa tanaman umur 4-6 tahun pada tanah gambut populasi E. kamerunicus hanya
ditemukan sebanyak 19.924 kumbang/ha. Pentingnya peranan serangga penyerbuk E.
Kamerunicus Faust dalam meningkatkan produktivitas sawit menyebabkan perlunya
menjaga dan mempertahankan populasi dan meningkatkan efektivitasnya
pemanfaatannya sehingga dapat lebih optimal menunjang produktivitas kelapa sawit.
Oleh karena itu, perlu selalu dilakukan pengamatan populasi Elaeidobius kamerunicus
Faust. di perkebunan sawit agar eksistensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi
populasinya dapat terjaga.
BAB 3. METEDOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Pratikum dilaksanakan di kebun koleksi kelapa sawit Politeknik Negeri Jember.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan adalah ATK, pisau, lup,BKPM, dan kebun
koleksi Politeknik Negeri Jember.

3.3 Cara Kerja

a. Bacalah BKPM terlebih dahulu sebagai pedoman.


b. Siapkan alat dan bahan.
c. Potonglah bungan jantan dan betina dari kelapa sawit dengan
menggunakan pisau.
d. Potonglah spinklet bunga jantan.
e. Lalu geseklah spinklet hingga keluar serangga penyerbuknya
f. Lalu amati dengan seksama dan pakai lup.
g. Lalu analisis dan sajikan dalam bentuk laporan.
BAB 4 PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan E. kamericus

Bagian Bunga Jenis bunga Jumlah serangga


Ujung Jantan 0
Betina 7
Tengah Jantan 1
Betina 7
Pangkal Jantan 0
Betina 9
Total semua serangga penyerbuk ada sebanyak 24 serangga dengan rata – rata
ada 8. Maka jumlah E. kamericus dalam 1 ha adalah 24 x 286 tandan = 6864 serangga,
jumlah tandan per ha ada 116 x 143 = 16. 588 tandan, sedangkan jumlah spinklet per
tandan adalah 60, maka jumlah serangga E. kamericus adalah 8 x 60 adalah 480 E.
kamericus ( menggunakan rata – rata 8 ).

4.2 Deskripsi E. kamericus

Klasifikasi dari serangga penyerbuk kelapa sawit Elaeidobius kamerunicus adalah


sebagai berikut :

Filum : Anthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Famili : Curculionidae
Genus : Elaeidobius
Spesies : Elaeidobius kamerunicus

Elaeidobius kamerunicus (coleoptera ; curculionidae) berasal dari Afrika yang hidup


spesifik pada bunga kelapa sawit. Kumbang ini memiliki pergerakan yang lincah,
mampu terbang jauh dan perkembangbiakan yang sangat cepat. Elaeidobius
kamerunicus merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna yang
berkembang biak dari telur menjadi larva, kemudian kepompong, dan akhirnya menjadi
imago. Serangga ini termasuk kedalam family curculionidae (kumbang moncong).
Siklus hidup E. kamerunicus berlangsung sekitar 1 bulan, yakni:

a. Telur, Satu ekor kumbang E. kamerunicus betina dapat meletakan telur rata-rata
57.64 butir pada bunga jantan kelapa sawit selama 59 hari masa hidupnya. Telur
berwarna keputih-putihan, berbentuk lonjong dan kulitnya licin dan ukuran
panjang telur 06,60 - 0,68 mm dan lebar 0,3 – 0,5 mm. Telur akan menetas
setelah 2 hari peletakan telur di spikelet bunga jantan dan akan berwarna lebih
gelap.
b. Larva, Larva berkembang dalam tiga instar. Larva instar pertama berwarna putih
kekuningan berada disekitar tempat peletakan telur. Setelah 1-2 hari, larva
menjadi larva instar kedua yang kemudian pindah ke pangkal bunga jantan yang
sama. Larva instar kedua berwarna kuning kekuningan dan bagian dalam tubuh
sedikit transparan dan adapun lama dari larva instar kedua ini berkisar 2 - 3 hari.
Larva pada tahap ini memakan bagian jaringan – jaringan bagian pangkal bunga
atas tersebut. Larva instar ketiga, berwarna kuning terang, dapat memakan lima
sampai enam bunga jantan. Ukuran rata-rata kepal larva berturut-turut mulai
larva instar pertama sampai instar ketiga dengan panjang berturut-turut 0,29
mm; 0,46 mm; dan 0,72 mm serta lebar 0,31 mm; 0,44 mm; dan 0,56 mm
c. Kepompong, Kepompong terbentuk didalam bunga jantan yang terakhir
dimakan. Sebelum menjadi kepompong, larva instar ketiga terlebih dahulu
menggigit bagian ujung bunga jantan sehingga lepas. Dengan demikian,
terjadilah lubang yang kemudian menjadi tempat keluarnya serangga. Sekitar 1
hari sebelum terbentuknya kepompong, larva instar ketiga menjadi tidak aktif.
Periode kepompong berlangsung dalam waktu 2-6 hari. Warna kepompong
kuning terang dengan sayap terbentuk dan berwarna putih.
d. Serangga, Serangga E. kamerunicus memakan tangkai sari bunga jantan yang
sudah mekar. Perkawinan (kopulasi) terjadi pada siang hari, antar 2-3 hari
sesudah serangga, menjadi dewasa, akan tetapi ada juga yang berkopulasi lebih
awal. Perbandingan jumlah serangga jantan dan betina dilapangan 1:2. Lama
hidup serangga betina dapat mencapai 65 hari dan kumbang jantan 46 hari.
Serangga jantan memiliki moncong lebih pendek 2 benjolan pada pangkal elitra
(sayap) dan bulu yang lebih banyak pada elitra. Serangga betina memiliki
moncong lebih panjang, tidak ada benjolan pada elitra dan bulu pada elitra lebih
sedikit Ukuran tubuh E. kamerunicus jantan : 3-4 mm. Ukuran tubuh E.
kamerunicus betina 2-3 mm. Serangga E. kamerunicus jantan dapat membawa
polen (serbuk sari ) lebih banyak dibandingkan serangga betina. Hal ini
disebabkan oleh ukuran tubuh jantan yang lebih besar daripada betina serta
banyaknya bulu pada sayap serangga jantan. Serangga E. kamerunicus tidak
pernah ditemukan pada bunga jantan yang belum anthesis, tetapi segera
mengunjungi bunga jantan begitu ada bunga yang anthesis,
jumlah E.kamerunicus pada tandan bunga jantan tergantung pada jumlah bunga
yang mekar pada bulir.Elaeidobius kamerunicus akan ditemukan dalam jumlah
yang sedikit pada hari pertama bunga anthesis, tetapi jumlahnya akan meningkat
pada hari kedua dan ketiga serta akan mencapai maksimun pada hari keempat,
bertepatan dengan waktu mekarnya semua bunga. Kemudian jumlah serangga
akan menurun dengan cepat pada hari kelima. Pada hari keenam sudah sedikit
serangga ditemukan pada tandan bunga jantan

Bunga kelapa sawit yang sedang mekar, baik itu bunga jantan maupun bunga betina
sama-sama mengeluarkan bau yang menyengat. Bunga jantan yang sedang anthesis
memiliki bau yang lebih kuat dibandingkan dengan bunga betina lebih banyak. Senyawa
volatil yang dihasilkan oleh bunga kelapa sawit pada umumnya diketahui sebagai
kairomon. Senyawa volatil yang diproduksi dan dilepaskan oleh bunga kelapa sawit
berfungsi untuk menarik serangga yang menguntungkan untuk reproduksi kelapa sawit,
yakni agar serangga penyerbuk berkunjung dan menyerbuki bunga kelapa sawit. Jumlah
dan jenis kairomon yang dikeluarkan oleh bunga jantan lebih banyak dibandingkan
dengan bunga betina. Jenis kairomon yang paling banyak menarik E.
kamerunicus adalah estragole. Kunjungan E. kamerunicus pada bunga jantan sekalian
mengambil sumber makan juga akan digunakan sebagai tempat berkembangbiak. Pada
bunga betina, serangga ini diduga hanya ‘tertipu’ oleh senyawa volatil yang dikeluarkan
sehingga secara tidak sengaja akan mengantarkan polen ke putik bunga yang sedang
reseptif. Populasi E. kamerunicus paling banyak ditemukan pada jam 10.00-11.00 WIB
di tandan bunga jantan, sedangkan di tandan bunga betina populasinya paling banyak
ditemukan jam 08.00-09.00 WIB. Populasi E. kamerunicus meningkat pada musim
kemarau dan relatif menurun pada musim penghujan.
BAB 5 PENUTUP

5. 1 Kesimpulan

Jumlah spikelet pertanaman kelapa sawit terbanyak 1 tandan 60 buah diperoleh


pada pertanaman sawit politeknik negeri jember sehingga populasi kumbang penyerbuk
E. kamerunicus ditemukan pada kebun koleksi tersebut yaitu pada bunga yang antesis
sebanyak 48 ekor.
DAFTAR PUSTAKA

Prasetyo AE. & Susanto A. 2013. Peningkatan fruit set kelapa sawit dengan teknik
penetasan dan pelepasan Elaeidobius kamerunicus. Jurnal Penelitian Kelapa
Sawit 21 (2): 82-90.

Prasetyo AE. & Susanto A. 2012. Serangga penyerbuk kelapa sawit Elaeidobius
kamerunicus Faust: agresivitas dan dinamika populasi di Kalimantan Tengah.
Penelitian Kelapa Sawit 20 (11): 10-13.

Kurniawan Y. 2010. Demografi dan populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust.


(Coleoptera: Curculionidae) sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lubis AU. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Indonesia, Edisi ke- 2. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

Harun MH. & Noor MRMD. 2002. Fruit set and oil palm bunch components. Journal
of Oil Palm Research 14 (2): 24-33.

Anda mungkin juga menyukai