Kutu daun
Rhopalosiphum maidis Fitch merupakan salah satu hama penting pada tanaman jagung
manis. Serangan R. maidis menyebabkan warna dan bentuk daun tidak normal,
pertumbuhan tanaman terhambat atau kerdil bahkan kematian tanaman sebelum
waktunya. Musuh alami khususnya predator merupakan salah satu pengendali populasi R.
maidis di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan populasi kutu
daun R. maidis dan musuh alaminya pada pertanaman jagung manis. Penelitian
dilaksanakan di pertanaman jagung milik petani di Desa Situgede, Kecamatan Bogor Barat,
Kota Bogor. Sedangkan identifikasi dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Ekologi
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian berlangsung selama bulan Januari sampai Maret 2010. Luas lahan pertanaman
jagung yang diamati berukuran 700 m2. Pengamatan dilakukan secara langsung dengan
menghitung populasi kutu daun pada 100 tanaman contoh yang ditentukan secara
sistematis. Pengamatan dilakukan sebanyak satu kali dalam seminggu sejak tanaman
berumur 2 minggu setelah tanam (MST) hingga 10 MST dengan bantuan hand counter.
Selain kutu daun, pengamatan juga dilakukan terhadap musuh alami, khususnya predator.
Pada fase vegetatif, pegamatan dilakukan pada bagian daun, pelepah, dan batang,
sedangkan pada fase generatif pengamatan juga dilakukan pada bunga jantan dan tongkol
jagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kutu daun R. maidis mulai ditemukan pada
tanaman jagung berumur 2 MST, komposisi pada saat itu didominasi oleh nimfa dan imago
bersayap. Populasi R. maidis mencapai puncaknya saat tanaman berumur 7 MST, yaitu saat
tanaman memasuki fase generatif yang ditandai dengan munculnya bunga jantan dan bunga
betina. Komposisi populasi kutu daun saat itu didominasi oleh nimfa dan imago tidak
bersayap. Musuh alami yang ditemukan di pertanaman jagung adalah predator Menochilus
sexmaculatus, Coccinella septempunctata, Verania discolor, dan V. lineata (Coccinellidae),
Chrysopa flaveola (Chrysopidae), dan Ischidion scutellaris (Syrphidae). Kelimpahan populasi
musuh alami ini meningkat setelah populasi R. maidis meningkat, dan puncak populasi
musuh alami terjadi pada saat tanaman jagung berumur 9 MST
Order: Homoptera
Family: Aphididae
HOSTS:
Main hosts: Young leaves of Maize, Sorghum, Barley, Wheat, and other Gramineae
Alternative hosts: Tobacco, Cyperaceae and some other plants
http://ethiopia.ipm-info.org/rhopalosiphum-maidis/
Rhopalosiphum maidis
Scientific classification
Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Order: Hemiptera
Suborder: Sternorrhyncha
Family: Aphididae
Genus: Rhopalosiphum
Species: R. maidis
Binomial name
Rhopalosiphum maidis
(Fitch, 1856)[1]
Synonyms
5) Rhopalisiphum maidis
Tanaman yang menjadi inang utama bagi kutu daun ini sebenarnya adalah jagung. Akan
tetapi kutu ini memiliki inang alternative mulai dari tanaman padi sampai pada tanaman
hutan seperti Acacia sp. Kutu ini menginfeksi semua bagian tanaman, akan tetapi infeksi
terbanyak terjadi pada daun. Kutu ini selain merusak daun tanaman inangnya juga membawa
sebagai vector dari berbagai macam virus penyakit (Mau dan Kessing, 1992). Populasi kutu
ini dapat mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini disebabkan oleh sifat
perkembangbiakkannya yang parthenogenesis. Perkembangbiakan secara parthenogenesis
memungkinkan suatu spesies untuk melestarikan jenisnya tanpa harus melakukan perkawinan
(Kalshoven, 1981). Daur hidup kutu ini dimulai dari telur, kemudian nympha, dan kutu
dewasa. Pada fase nympha, kutu ini mengalami 4 tahapan. Tahapan pertama nympha akan
tampak berwarna hijau cerah dan sudah terdapat antena. Tahap nympha kedua tampak
berwarna hijau pale dan sudah tampak kepala, abdomen, mata berwarna merah, dan antenna
yang terlihat lebih gelap dari pada warna tubuh. Pada tahap ketiga, antena akan terbagi
menjadi 2 segmen, warna tubuh masih hijau pale dengan sedikit lebih gelap pada sisi lateral
tubuhnya, kaki tampak lebih gelap daripada warna tubuh (Kalshoven, 1981). Kutu dewasa
ada beberapa yang memiliki sayap (alate) dan yang tidak memiliki saya (apterous). Sayap
pada kutu ini memiliki panjang antara 0,04 to 0,088 inchi. Tubuh kutu dewasa berwarna
kuning kehijauan sampai berwarna hijau gelap (Kalshoven, 1981).
Populasi kutu ini dapat dikontrol dengan kehadiran Aphelinus maidis. A. maidis akan
memparasit kutu ini pada fase nympha. Selain itu, terdapat juga organisme predator seperti
Allograpta sp. dan beberapa jenis kumbang (Kalshoven, 1981).
https://lutfiafifah.wordpress.com/2011/02/03/pengendalian-terpadu-hama-dan-penyakit-
tanaman-pada-tanaman-jagung-di-kelurahan-situ-gede-bogor-barat/
http://doktertumbuhanandalas.blogspot.co.id/2012/03/hama-dan-penyakit-jagung.html
http://doktertumbuhanandalas.blogspot.co.id/2012/03/hama-dan-penyakit-jagung.html
Kutu Daun ini menginfeksi semua bagian tanaman, akan tetapi infeksi terbanyak terjadi
pada daun. Kutu ini selain merusak daun tanaman inangnya juga membawa sebagai
vector dari berbagai macam virus penyakit. Populasi kutu ini dapat mengalami
perkembangan yang pesat.
Perkembangbiakan kutu daun secara parthenogenesis memungkinkan spesies kutu daun
Kutu daun (Rhopalosiphum maidis) menyerang pertanaman jagung terutama pada bagian
pucuk daun yang masih muda. Hama ini menyerang mulai dari awal pertanaman. Hama
ini ditemukan sangat banyak di pertanaman. Gejela kerusakan yang disebabkan oleh
hama ini adalah nekrotik, daun mengkriting dan warna daun berubah.
https://agroekoteknologi08.wordpress.com/2013/07/09/hama-tanaman-jagung/
Biologi Hama
Crocidolomia binotalis Zell mengalami metamorfosis sempurna (Holometabola) yaitu
: telur larva pupa imago. Crocidolomia binotalis Zell bersembunyi dibalik daun untuk
menghindari sinar matahari. Larva memakandaun yang masih muda kemudian menuju titik
tumbuh, bila serangan parah tanaman tidak dapat membentuk tunas dan akhirnya mati
(Setiawati, 1996).
Larva muda bergerombol pada permukaan bawah daun kubis dan meninggalkan bercak
putih pada daun yang dimakan. Larva inster ke-3 sampai ke-5 memencar dan menyerang pucuk
tanaman kubis, sehingga menghancurkan titik tumbuh. Akibatnya, tanaman mati atau batang
kubis membentuk cabang dan beberapa krop berukuran kecil. Serangan hama C. binotalispada
tanaman kubis yang sudah membentuk krop akan menghancurkan krop atau menurunkan
Gejala Serangan
Larva telur Crocidolomia binotalis Zell berwarna hijau muda, kelihatan bergaris pada
punggungnya dan berwarna hijau tua pada kanan dan kirinya. Pada sisi tubuhnya terdapat
rambut dan chitine berwarna hitam. Pada sisi perut berwarna kuning, ada juga yang berambut
hijau, panjang larva +18 mm. Setelah menetaslarva akan memakan daun kubis, terutama bagian
dalam kubis (krop) karena larva tersebut takut terhadap sinar matahari. Jika serangan parah ulat
Imago betina muncul lebih awal dari imago jantan. Imago betina dan jantan dapat
dibedakan dengan adanya seberkas rambut hitam pada tepi antenna, dekat pangkal pada sayap
depan (Permadi, 1993). Ukuran tubuh imago jantan 11-14 mm sedang imago betina 8-11 mm.
Rentangan sayap jantan 22-25mm dan imago betina sedikit lebih panjang 24-26 mm (Glaugler
dan Kaya,1993). Periode hidup ngengat jantan 24-29 hari dengan rata- rata hidup 25,1 hari,
sedang ngengat betina mempunyai periode hidup 24-29 hari dengan rata- rata 24,8 hari dengan
kondisi suhu 25-38C serta kelembaban relatif 50-70% (Mau dan Kessing, 1992). Ngengat aktif
pada malam hari, tidak tertarik pada cahaya dan siang hari persembunyi dicelah-celah daun
kubis.
Pengendalian
mencemari lingkungan dan biaya yang dikeluarkan lebih murah hanya tingkat keberhasilannya
memang masih lebih rendah dibandingkan dengan pengendalian secara kimiawi. Sheiton et al
memperoleh perhatian besar karena bahaya penggunaan pestisida kimiawi yang kurang tepat
Klasifikasi
Crocidolomia binotalis Zell biasa juga disebut dengan ulat sawi. Klasifikasi dari C. binotalis
Zell yaitu, Kingdom : Animalia, Filum : Arthropoda, Kelas : Insecta, Ordo : Lepidoptera, Famili
: Pyralidae, Genus : Crocidolomia Spesies : Crocidolomia binotalis
Bioekologi
Telur. Telur diletakkan di balik daun dalam dan berkelompok yang terdiri dari 30-80 butir.
Luas tiap kelompok kira-kira 3 x 5 mm.
Larva. Larva berwarna hijau, punggungnya ada garis yang warnanya hijau muda, pada sisi
kiri dan kanan warnanya lebih tua dan ada rambut dari chitine yang warnanya hitam. Bagian
sisi perut berwarna kuning. Ada juga yang warnanya kuning disertai rambut hijau. Panjang
ulat 18 mm. Setelah menetas ulat segera makan daun dengan lahapnya, terutama daun
bagian dalam yang tertutup oleh daun luar karena mereka takut sinar matahari. Apabila
serangan menghebat ulat akan mencapai titik tumbuh.
Pupa. Ulat berkepompong di dalam tanah dengan kokon yang diselimuti butiran tanah.
Imago. Ngengat ini termasuk binatang malam tetapi tak mau mendatangi cahaya. Bertelur di
balik daun. Ngengat betina bisa hidup sampai 24 hari dan dapat menghasilkan telur
sampai 18 kelompok. Jadi selama hidupnya ngengat bisa bertelur sampai 1.460 butir.
Gejala Serangan
Stadia yang aktif menyerang adalah stadia larva. Ulat ini menyerang tanaman keluarga
Brassicaceae (Cruciferae), seperti kol, sawi, lobak, dan radish. Yang diserangnya terutama
bagian dalam yang terlindung daun hingga mencapai titik tumbuh. Kalau serangan ini
ditambah lagi dengan serangan penyakit, tanaman bisa mati karena bagian dalamnya
menjadi busuk. Meskipun dari luar kelihatannya masih baik. Larva memakan daun sehingga
berlubang (lubang-lubang kecil).
Pengendalian
1. Penggunaan musuh alami sejenis tabuhan yang menjadi parasit.
2. Pengendalian tanaman yang diserang dibuka daunnya kemudian disemprot dengan
Ambush,
3. Phosdrin, dan lain-lain. Menjelang dipanen tanaman jangan disemprot.
http://infohamapenyakittumbuhan.blogspot.co.id/2012/04/crocidolomia-binotalis-zell.html