Anda di halaman 1dari 30

PREDATOR

Predator merupakan golongan makhluk hidup yang paling penting sebagai pengendali
kehidupan organisme pada tanaman, tiap predator akan memakan banyak mangsa sepanjang
hidupnya. Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan, membunuh
atau memangsa serangga hama pada tanaman. Predator dapat memangsa semua tingkat
perkembangan mangsanya mulai dari telur, larva, nimfa, pupa dan imago. Predator
mempunyai bentuk yang sangat mudah dilihat kendatipun kerap kali ada beberapa yang masih
sulit dibedakan dengan hama yang banyak terdapat disekitar tanaman (Fitriani, 2018).
Predator adalah organisme yang hidup bebas dengan memakan, membunuh atau memangsa
binatang lainnya. Predator umumnya aktif dan mempunyai tubuh yang lebih besar dan kuat
dari mangsanya. Kemampuan predator dalam mengendalikan hama dan kemelimpahannya di
lapang merupakan suatu potensi yang penting untuk dikembangkan sebagai agensia
pengendali hayati (Minarni, 2017).
Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan, membunuh atau
memangsa atau serangga lain, ada beberapa ciri – ciri predator : (1) Predator dapat memangsa
semua tingkat perkembangan mangsanya (telur, larva, nimfa, pupa dan imago), (2) Predator
membunuh dengan cara memakan atau menghisap mangsanya dengan cepat, (3) Seekor
predator memerlukan dan memakan banyak mangsa selama hidupnya, (4) Predator
membunuh mangsanya untuk dirinya sendiri, (5) Kebanyakan predator bersifat karnifor, (6)
Predator memiliki ukuran tubuh lebih besar dari pada mangsanya, (7) Dari segi perilaku
makannya, ada yang mengunyak semua bagian tubuh mangsanya, ada menusuk mangsanya
dengan mulutnya yang berbentuk seperti jarum dan menghisap cairanya tubuh mangsanya, (8)
Metamorfosis predator ada yang holometabola dan hemimetabola, (9) Predator ada yang
monofag, oligofag dan polifag (Sunarno, 2012).
Keberadaan predator di lapang bekerja tergantung kepadatan. Pada saat populasi hama
rendah, populasi predator juga rendah, apabila populasi hama meningkat, maka populasi
predator juga akan meningkat dan pada saat tertentu secara alami populasi hama akan
seimbang dengan populasi musuh alaminya. Sehingga tercapai keseimbangan. Istilah predator
adalah suatu bentuk simbiosis atau hubungan dari individu, dimana salah satu individu
menyerang atau memakan individu lain (bisa satu atau beberapa spesies) yang digunakan
untuk kepentingan hidupnya dan biasanya dilakukan berulang-ulang. Individu yang diserang
atau dimakan dinamakan mangsa. Predator memiliki ciri-ciri antara lain: ukuran tubuhnya
lebih besar dari mangsa predator membunuh, memakan, atau menghisap mangsanya dengan
cepat, dan biasanya predator memerlukan dan memakan banyak mangsa selama hidupnya.
Adapun karakteristik umum serangga predator yaitu:
a. Mengkonsumsi banyak individu mangsa selama hidupnya
b. Umumnya berukuran sebesar atau relatif lebih besar daripada mangsanya
c. Menjadi pemangsa ketika sebagai larva/nimfa, dewasa (jantan dan betina), atau keduanya
d. Pemangsa menyerang mangsa dari semua tahap perkembangan
e. Biasanya hidup bebas dan selalu bergerak
f. Mangsa biasanya dimakan langsung
g. Biasanya bersifat generalis
h. Seringkali memiliki cara khusus untuk menangkap dan menaklukkan mangsanya (Surya,
2016).
Predator bisa menjadi momok yang membahayakan jika populasinya melimpah pada
tanaman, karena dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman. Apabila hal ini terus dibiarkan
saja maka bisa berpengaruh pada menurunnya produktifitas tanaman dan kualitas hasil panen
menjadi rendah. Predator akan hilang jika tidak ada mangsa. Ppredator sangat berperan aktif
dalam pengendalian hama. Pengendalian hama dianjurkan secara terintegrasi dengan
mengutamakan lingkungan sehat sehingga insektisida hanya berperan sebagai salah satu
komponen pengendalian. Cara ini akan memberi kesempatan kepada serangga berguna,
seperti musuh alami, untuk lebih berperan dalam mengendalikan hama. Penggunaan pestisida
dengan bahan aktif yang sangat toksik dan sulit terdegradasi menimbulkan berbagai dampak
negatif yaitu menurunnya populasi organisme berguna atau musuh alami seperti predator dan
parasitoid bahkan penggunaan pestisida ini juga memberi dampak pada lingkungan yaitu
hilangnya keragaman hayati dan pencemaran lingkungan (Fitriani, 2018).
Musuh alami dapat membantu manusia dalam menangani hama tanpa merusak
lingkungan. Dengan adanya musuh alami atau predator rantai makanan dalam lingkungan
tersebut akan tetap terjaga. Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) lebih mengutamakan
pengendalian dengan memanfaatkan peran berbagai musuh alami hama. Musuh alami pada
keseimbangan alam yang baik selalu berhasil mengendalikan populasi hama, tetap berada di
bawah aras ekonomi. Oleh karena itu, dengan memberikan kesempatan kepada musuh alami
untuk bekerja berarti dapat mengurangi penggunaan pestisida. Mengingat peran parasit dan
predator dalam menekan populasi hama secara alami cukup penting, maka upaya konservasi
musuh alami di lapangan perlu lebih diperhatikan (Surya, 2016).
Macam-macam predator : Araneae, Atypena, Carabidae, Coccinellidae,
Coenagrionidae, Coleoptera, Delishoderus Thoracius, Gerridae, Harmonia octomaculata,
Hemiptera, Lycosa pseudoanulata, Mantidae, Micraspis, Miridae, Monochilus, Odonata,
Orthoptera, oxya chinensis, Paederus fuscipes, Staphylinidae, Tetragnathidae, Valanga
Hirricornis.

A. PREDATOR TANAMAN TERONG


1. Serangga Penggerek Pucuk dan Buah Terong(PPBT)Leucinodes orbonalisGuenee
(Lepidoptera: Pyralidae)
Serangga penggerek pucuk dan penggerek buah pada tanamanterong merupakan
salah satu hama penting yang merusaktanaman terong di Asia Tenggara. Hama ini
ditemukan juga didaerah tropik seperti di Asia dan Afrika serta dapatmenurunkan hasil
panen hingga mencapai 70%. Oleh karena itupetani di daerah tropis banyak
menggunakan insektisida untukmengendalikan PPBT. Petani menggunakan insektisida
secaraberlebihan agar buah terong yang dipasarkan bebas darikerusakan hama.
Penggunaan insektisida telah dilakukansecara intensif sehingga hama ini telah menjadi
resisten.
Setelah menetas, larva segera mulai menggerek titik tumbuhatau masuk melalui
kuncup bunga atau buah. Selama awal fasevegetatif dari tanaman, serangga ini
memakan pucuk (tunas)yang masih muda. Larva setelah masuk ke pucuk dengan
caramenggerek buah dan segera menutup lubang masuk dengankotoran serta membuat
terowongan di dalam pucuk atau buahkemudian memakan bagian dalam buah atau
pucuk. Seranggaini juga mengisi bekas terowongan yang digerek dengankotorannya.
Akibatnya tanaman pucuk muda akan menjadi layukemudian mongering.
Pertumbuhantanamam akan menjadi lambat. Tanaman akan menghasilkanpucuk-pucuk
muda untuk memperlambat proses kematiantanaman.
Pada awal fase reproduksi larva kadang-kadang memakan kuncup atau bunga.
Walaupun demikian serangga ini lebihmenyukai buah untuk dimakan dibandingkan
dengan kuncupbungan atau bunga pada saat tanaman berbuah.Kerusakan pada buah dari
permukaan luar akan terlihat padabekas lobang gerakan, yang sering ditutupi olehbekas
kotorannya. Larva memakan bagian buah tanaman danmembentuk terowongan-terongan
yang berisi kotorannya. Akhirnya buah yang terserang tidak layak untukdikonsumsi dan
dijual di pasar.
Gambar 1. Larva Leucinodes orbonalis

Gambar 2: Pupa Leucinodes orbonalis

Gambar 3: Ngengat dewasa Leucinodes orbonalis

Gambar 4: Pucuk terong menjadi kering, akibat dirusak oleh Leucinodes orbonalis
Gambar 5: Kerusakan buah terong akibat dimakan Leucinodes orbonalis

Gambar 6: Terowongan makan pada terong yang rusak berisi kotoran


Leucinodes orbonalis
2. Hama Wereng daun Amrasca devastans distant (Hemiptera: Cicadellidae)
Baik serangga dewasa maupun nimfa keduanya mempunyai tipemulut menusuk dan
mengisap. Serangga mengisap cairantanaman dari bagian bawah permukaan daun. Pada
saatmengisap cairan tanaman, serangga ini mengeluarkan kelenjarludah yang bersifat
racun dan masuk ke bagian jaringantanaman sehingga meyebabkan jaringan tanaman
menguning.Jika beberapa serangga mengisap cairan dari daun yang samaakan
menyebabkan bintik-bintik kuning pada daun, kemudiandiikuti daun mengerut,
mengeriting, memerah dan kering atau gejala terbakar.

Gambar 11: Gejala daun terbakar yang disebabkan Amrasca devastans


3. Kutu kebulBemisia tabaci Gennadius(Hemiptera: Aleyrodidae)
Kutu kebul (kutu putih) terdistribusi luas didaerah tropik dan subtropik serta di
daerah temperate ditemukan di rumah kasa.B. tabaci bersifat polifagus dan memakan
tanaman sayurandiantaranya tomat, terong, tanaman di lapangan dan gulma.Kondisi
kering dan panas sangat sesuai bagi perkembangan kutuputih, sedangkan hujan lebat
akan menurunkan perkembanganpopulasi kutu putih dengan cepat. Hama ini aktif pada
sianghari dan pada malam hari berada dibawah permukaan daun.
Baik nimfa maupun serangga dewasa mengisap cairan tanamandan mengurangi
vigor tanaman. Pada saat serangan berat daunberubah menjadi kuning dan kemudian
gugur. Jika populasihama ini tinggi (Gambar 15) maka akan terlihat embun tepungyang
berasal dari sekresi serangga. Embun tepung merupakantempat yang baik untuk
berkembangnya jamur jelaga pada daun tanaman sehingga akan mengurangi
efisiensifotosintesa dari tanaman.

Gambar 13: Mata merah pada nimfa Bemisia tabaci

Gambar14: Dewasa Bemisia tabaci


4. ThripsThrips palmi Karny(Thysanoptera: Thripidae)
T. palmi besifat fitopagus dan menyerang tanaman tomat,kentang, cabai, semangka,
melon, labu besar, labu siam,gambas dan lain-lain. Jenis ini dikenal dengan nama
thripsmelon sebab lebih menyukai memakan tanaman labu-labuan.
Serangga dewasa dan larva mengisap cairan tanaman. Thripslebih menyukai
menyerang daun tanaman dan kadang-kadangmenyerang buah. Bila thrips menyerang
daun maka bekasmakan pada daun berwarna keperakan terutama di sepanjangvena dan
tulang daun. Jika serangan berat maka daun akan berwarna kuning atau coklat kemudian
daun bagian bawah akan mengering. Buah yang diserang akan bergores-gores dan cacat.

Gambar 17: Thrips palmi dewasa


5. AphidAphis gossypii Glover(Hemiptera: Aphididae)
Walaupun A. gossypii bersifat polifag, tetapi serangga inilebih menyukai tanaman
kapas dan sayuran cucurbitaceae.Serangga ini lebih umum dikenal dengan “aphid kapas”
atau“aphid melon.” Baik nimfa maupun serangga dewasamempunyai tipe mulut menusuk
dan mengisap. Serangga inimengisap cairan tanaman dan ditemukan dalam jumlah
yangbanyak pada pucuk yang masih lunak atau di bawah permukaandaun. Kerusakan
ringan akan menyebabkan daun menguning.

Gambar 18 Aphis gossypii

Gambar 21: Kerusakan tanaman


dan embun madu yang tertinggal pada
permukaan mulsa yang disebabkan
oleh Aphis gossypii
6. Kumbang lembingEpilachna dodecastigma (wiedemann) andE. vigintioctopunctata
Fabricus(Coleoptera: Coccinellidae)
Larva dan dewasa mempunyai tipe mulut pengunyah. Olehkarena itu serangga ini
akan menggores klorofil dari lapisanepidermis daun. Akibat makan serangga ini maka
akanterbentuk jendela-jendela yang berlubang (Gambar 25). Daunyang berlubang akan
mengering dan gugur. Bila serangan beratdaun yang berlubang akan menyatu dan akan
menyisakantulang-tulang daun.

Gambar 22. E. Vigintioctopunctata

7. Penggulung DaunEublemma olivacea walker(Lepidoptera: Noctuidae)

Larva menggulung daun secara membujur dan memakan dauntanaman dari


bahagian dalam gulungan dengancara memotong daun. Daun yang rusak berwarna
coklat, layudan kering.

Gambar 23 Eublemma olivacea

8. Penggerek BatangEuzophera perticella Ragonot(Lepidoptera: Pyralidae)

Segera setelah menetas, larva mulai menggerek batang daribagian bawah.


Kebanyakan larva menggerek bagian cabang atau terletak dekat dasar daun dan
menutup lobang gerekandengan bahan kotoran yang dikeluarkannya. Larva
memakanbatang utama mengarah ke bagian bawah yang akanmengakibatkan tanaman
menjadi kerdil atau layu dan akhirnyaseluruh tanaman akan menjadi layu. Seluruh
stadiapertumbuhan tanaman dapat diserang oleh hama ini.
9. Kumbang melepuhMylabris pustulata Thunberg(Coleoptera: Meloidae)

Stadia dewasa merupakan stadia yang merusak. Serangga inimemakan tanaman


terutama bagian anakan tanaman danmenyebabkan kehilangan hasil yang nyata.

Gambar 29: Dewasa Mylabris pustulata

10. Tungau merahTetranychus urticae Koch(Acarina: Tetranychidae)

Serangan tungau membuat daun keriting menggulung ke bagian kebawah seperti


sendok terbalik. Daun menjadi tebal dan kaku sehingga pembentukan pucuk terhambat.
Lama kelamaan daun akan menjadi coklat dan mati.

Gambar 30: Bintik yang berwarna putih dan kuning yang disebabkan tungau

B. PREDATOR TANAMAN BAYAM


1. Ulat daun
Gejala serangan pada daun berupa lubang – lubang bekas gigitan pada bagian tengah
dan tepi daun. Bila serangan berat maka hanya tersisa tulang daun-daun saja. Penyebab
gejala tersebut adalah ulat daun. Ulat ini berwarna hijau seperti daun sehingga sulit
diamati. Panjang ulat kira-kira 1-2 cm. Kelompok telurnya berbentuk lonjong atau bulat,
berwarna putih, dan terbungkus bulu-bulu tipis. Pemberantasan ulat daun dilakukan dengan
cara memotong daun yang terserang ulat. Bila serangan hebat, dapat digunakan insektisida
sesuai anjuran pakai.

2. Ulat penggulung daun (Hymenia recurvalis [Fabricus])


Gejala serangan adalah daun berlubang dan menggulung. Gejala tersebut disebabkan
oleh ulat penggulung daun yang biasanya terdapat dalam gulungan daun tertutup oleh
semacam jaringan tipis, ulatnya berwarna hijau cerah. Ngengatnya berwarna cokelat abu-
abu gelap. Cara pengendaliannya dapat dilakukan seperti berikut secara manual dengan
membuang daun yang terserang. Secara biologi yaitu dengan menggunakan musuh alami
yang berasal dan ordo Hymenoptera dan jenis Trathala flavoorbitalis (Cameron) yang
menyerang pada stadia larva ulat penggulung daun.

3. Belalang (Sexava spp.)


Gejala serangan pada daun yang masih muda terlihat bekas gigitan di bagian tepi daun
dan serangannya hampir menyerupai serangan oleh ulat daun. Penyebab serangan adalah
belalang (sexava spp.) yang banyak dijumpai hampir di semua areal pertanian. Hama ini
disebut juga belalang daun karena warna sayapnya hijau menyerupai warna daun. Oleh
karenanya, belalang sulit diamati bila telah hinggap di daun. Pengandalkan terhadap hama
belalang sangat mudah, dengan cara mekanik belalang dapat dikurangi. Caranya dengan
menggoyangkan daun bayam ke kiri dan ke kanan dengan ujung sapu lidi agar belalang
beterbangan.

4. Kutu daun (Myzus persicae)


Gejala pertama yang disebabkan oleh hama ini adalah mengisap cairan daun yang
menyebabkan daun bayam melengkung dan berpilin. Bila serangan sudah berat maka daun
akan rontok, pertumbuhan tanaman lambat dan kerdi. Penyebabnya adalah kutu daun
(Myzus persicae) yang menyerang tanaman pada musim kemarau. Hama ini menusuk daun
dengan moncongnya, kemudian mengisap cairan daun. Serangan semakin ganas jika panas
matahari semakin terik. Pengendalian hama kutu daun dilakukan secara mekanik dengan
mencabut dan membakar tanaman yang terserang kutu daun. Jika serangan hebat, bisa
disemprot dengan pestisida sesuai dosis anjuran.

5. Bekicot/siput
Hama ini menyerang dengan memakan benih di pesemaian sehingga tanaman tidak
tumbuh Pada daun, batang, dan akar bayam torlihat bekas gigitan berupa lubang-
lubang. Hal ini akan menurunkan kualitas hasil panen. Pada areal sekitar tanaman yang
terserang terdapat kotoran hama yang berwarna hitam. Pengendalian bekicot/siput sebagai
berikut : Secara mekanik dengan mencari bekicot/siput dan membunuhnya Pengendalian
dengan menggunakan perangkap dari tempurung kelapa berpintu. Di dalamnya diletakkan
umpan berupa makanan beracun, yaitu campuran antara 1 kg dedak basah dengan 50
gr metaldehyde. Untuk 1 ha, dibutuhkan 50-60 kg, bekicot siput akan berdatangan masuk
ke dalam tempurung kelapa untuk memakan umpan. Akhimya hama tersebut akan mati
dan terkumpul dalam perangkap tersebut, perangkap ini akan lobih efektit bila dipasang
pada malam hari agar tidak termakan oleh binatang lain.

C. PREDATOR TANAMAN BUNGA KOL


Kubis bunga atau sering juga disebut sebagai kembang kol (Brassica oleracea var.
botritys L.) merupakan tanaman sayuran famili Brassicaceae jenis kol dengan bunga putih,
berupa tumbuhan berbatang lunak yang berasal dari Eropa sub tropik. (Cahyono, 2001)
Dalam pembudidayaan tanaman kubis, petani dihadapkan dengan beberapa
permasalahan seperti serangan hama dan gangguan penyakit tanaman. Berbagai jenis hama
dan penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan pada akar, daun, bunga dan buah
(Gunawan, 2003) salah satu diantaranya adalah predator.
Predator adalah organisme yang aktivitas hidupnya mencari dan memangsa inang.
Pada umumnya predator memiliki ukuran tubuh yang sama besar atau lebih besar dan lebih
kuat dari inangnya. Dalam perkembangannya predator membutuhkan lebih dari satu
individu inang. Oleh karena itu penentuan spesifikasi inang dari predator pada penelitian
ini tidak dapat dipastikan.
Umumnya predator cepat mengkolonisasi suatu habitat begitu habitat tersebut layak
huni. Hal ini disebabkan predator umumnya bersifat generalis dan mempunyai kemampuan
memencar yang cukup tinggi, sehingga bila suatu habitat tidak layak huni maka predator
akan memencar ke habitat lain misalnya semak atau tumbuhan liar yang ada di sekitar
tanaman.
Predator yang lain, seperti lalat Syrphidae & Dolichopodidae, yang bersifat predator
hanya pra dewasanya saja, sedangkan imagonya sebagai serangga pollinator yaitu
memakan nektar dan tepung sari. Imago lalat Asilidae bersifat predator, sedangkan
larvanya hidup sebagai saprofag atau parasit pada binatang kecil yang hidup di tanah
seperti cacing, siput, dan lain-lain. Sebagian predator bersifat polifag artinya makan
berbagai jenis mangsa termasuk serangga predator, parasitoid dan serangga berguna
lainnya. Sebagian predator bersifat oligophagous yaitu memangsa jenis mangsa yang
terbatas, misalnya kumbang Coccinellidae yang memangsa kutu-kutu tanaman (Suryadi
2017).
Jenis serangga predator yang ditemukan adalah 1) Famili Coccinelidae, 2) Famili
Labillulidae, 3) Amili Sphecidae, 4) Famili Asilidae (Roring, 2017) :
1. Famili Coccinelidae
Kebanyakan family Coccinelidae (Coleoptera)termasuk dalam kategori serangga yang
bersifat sebagai predator. Beberapa spesies seperti Menochilus sexmaculatus, Scymnus sp.,
dan Verania spp. memangsa kutu daun seprti Aphis spp., myzus persiscae, Aspidiotus
dustructor dan Coccidae (Homoptera) hal ini dikemukakan oleh Kalshoven (1981).
2. Famili Labillulidae
Famili Libellulidae merupakan serangga predator yang memangsa berbagai jenis
serangga. Serangga pradewasa memangsa organisme kecil pada habitat air; sedangkan
serangga dewasa (County, 1998).
3. Famili Sphecidae
Sebagian anggota dari Sphecidae merupakan serangga predator yang menyerang
Aphids, kepik dan beberapa jenis lainnya menyerang larva ordo Lepidoptera. Larva
disengat atau dilumpuhkan kemudian di bawa ke sarangnya sebagai makanan generasinya
(Frank et al. 1995; Rosenheim and Wilhoit, 1993).
4. Famili Asilidae
Rider (2005) menyatakan bahwa Robberflies (Asilidae) mempunyai kisaran inang
yang besar. Proses penangkapan inang dilakukan sambil terbang, kemudian hinggap pada
bagian tanaman untuk memakan inangnya. Serangga-serangga sebagai inangnya
diantaranya ngengat, lalat, kutu daun, dan capung.
5. Famili Chrysopidae
Famili ini memiliki metamorfosis sempurna, dimana menjadi predator pada fase larva
dan imago. Pada fase larva ciri umum memiliki warna putih pada bagian dorsal hal ini
dikarenakan terdapat kotoran yang disimpan pada bagian dorsal setelah memangsa
mangsanya. Sedangkan pada fase imago mempunyai ciri bewana hijau sehingga disebut
“green lacewings”. Imago memiliki sayap transparan yang tipis seperti membran. Salah
satunya adalah berasal dari genus Chrysopa sp (Rabbiana, 2018).
6. Arachnida
Pada kelas arachnida famili yang sering ditemukan diantaranya Oxyopes salticus,
Metellina sp.,Tetragnatha sp., Hogna sp., Lycosa sp., Agyneta serrata, Wubana sp.,
Parasteatoda sp., Misumessus sp., Misumena vatia, Mecaphesa sp., dan Diaea livens
(Hamzah, 2019).

D. PREDATOR TANAMAN CABAI


Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama
ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar
ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk negara Indonesia. Tanaman
cabai banyak ragam tipe pertumbuhan dan bentuk buahnya. Diperkirakan terdapat 20
spesies yang sebagian besar hidup di negara asalnya.
Salah satu faktor yang dapat menurunkan produksi tanaman cabai adalah
serangan hama. Ketahanan tanaman merupakan salah satu cara untuk mengetahui
tanaman tahan terhadap serangan hama, sifat dari tanaman yang peka terhadap hama
meliputi sifat antibiosi dan sifat toleran akan menurunkan populasi hama.
Menurunnya populasi hama dipengaruhi oleh adanya musuh alami berupa predator,
karena hama merupakan makanan dari predator, yang sangat dibutuhkan untuk
kelangsungan hidup predator.
Predator adalah binatang yang suka memburu, memakan, atau mengisap cairan
pada tubuh binatang lain sehingga meyebabkan kematian, dari sekian jenis musuh alami
yang ada, predator sangat mudah dikenali di lapangan karena tubuhnya lebih besar
dari mangsanya (Purnomo, 2009). Beberapa jenis hama predator yang banyak ditemui
pada tanaman cabai adalah :
1. Famili Coccinellidae
Famili ini diketahui sebagai predator berbagai jenis serangga hama dan lebih
memangsa kutu daun, dan merupakan famili yang memiliki jumlah spesies paling
tinggi dibandingkan spesies predator dari famili lainnya (Hendrival 2015). Salah satunya
adalah Menochilis sexmaculatus merupakan agen pengendali hayati untuk hama kutu
daun pada tanaman cabai. Predator ini mampu memangsa pada stadia larva dan imago,
baik jantan atau betina (Nelly, 2013), dan dijumpai di pertanaman dataran rendah sampai
tinggi (0-1200 mdpl). Anggota Coccinelidae lainnya yang bersifat predator kutu daun
adalah Scymnus fuscan, Scymnus rufel, Verania aflicta, Synonycha grandis, Coelophora
inaegualis, Anesolemnia dilatata, Harmonia sedecimotata, Cheilomenes sexmaculatus,
Menochilus sexmaculatus (Amir, 2002).
2. Famili An-thocoridae
Famili Anthocoridae merupakan predator penting dalam pengendalian hayati dan
memangsa thrips dan telur serangga hama seperti Ostrinia nubilalis, kutu daun dan
tungau (Hendrival 2015)
3. Syrphidae
Serangga pradewasa dari famili Syrphidae merupakan predator yang memangsa
kutu daun dan serangga hama lainnya (Bugg et al. 2008), sedangkan imago dari famili
Syrphidae memiliki peran sebagai polinator pada tanaman sayuran dan buah-buahan
seperti famili Asteraceae, Brassicaceae, dan Rosaceae (Hendrival 2015).
4. Staphylinidae.
Serangga yang dapat ditemui dari famili Staphylinidae adalah Paederus sp. Rata-rata
ini terdapat pada tanaman cabaivarietas Samiya. Berkaitan dengan kondisi tanaman
cabai varietas Samiya lebih kokoh dan berdaun rimbun. Kondisi ini akan menyediakan
tempat berlindung bagi hama (mangsa) dan predator. Faktor lain yang sangat
mempengaruhi populasi Paederus adalah kelembaban tanah yang banyak mengandung
bahan organik (serasah tanaman). Hal tersebut berkaitan dengan tempat pembiakannya
dan kehidupan pradewasa yang berada di tanah hal ini dikemukakan oleh Clausen(1940)
dalam Apriliza (2006).

E. PREDATOR TANAMAN TOMAT


Tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu jenis
tanaman hortikultura utama yang berasal dari Amerika Latin seperti Peru, Ekuador dan
Meksiko dan kemudian menyebar keseluruh dunia (Ashari 1995). Lycopersicon
esculentum pertama kali didomestikasi oleh bangsa asli Amerika Selatan. Tomat hasil
kultivasi domestik memiliki bentuk dan ukuran buah yang bervariasi, sedangkan tomat tipe
liar hanya memiliki sedikit variasi bentuk dan ukuran buah (Budiman 2008).
Tanaman tomat di Indonesia dapat dibudidayakan secara meluas mulai dari dataran
rendah (≤ 199 m dpl), dataran medium rendah (200- 449 m dpl), dataran medium tinggi
(450 -699 m dpl) sampai dataran tinggi (≥ 700 m dpl) (Cahyono, 1989, 2003). Rukmana
(1995) menyatakan bahwa pengembangan budidaya tanaman tomat di Indonesia telah
meluas dan sentra produksi terdapat di Jawa Barat (10,127 ha), Bengkulu (4,602 ha),
Sulawesi Selatan (4,176 ha), Sulawesi Utara (3,041 ha), Sumatera Utara (3,080 ha) dan
Jawa Timur (2,608 ha).
Buah tomat mempunyai peranan penting dalam pemenuhan gizi masyarakat.
Komposisi zat gizi yang terkandung di dalam buah tomat antara lain Vitamin A dan C
merupakan zat gizi yang jumlahnya cukup menonjol dalam buah tomat. Vitamin A yang
terdapat dalam buah tomat adalah likopen yang ditemukan dalam jumlah paling banyak,
vitamin C dapat berbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam Ldehidroaskorbat (Anonim
2011). Menurut Tugiyono (2005), dalam buah tomat 3 terdapat 30 kalori, vitamin C 40 mg,
vitamin A 1.500 S.I, zat besi, dan kalium.
Tomat menempati urutan pertama dalam skala prioritas penelitian pengembangan
hortikultura di Indonesia (Cahyono 2003). Salah satu kendala utama dalam pengembangan
dan produksi tanaman tomat adalah adanya organisme pengganggu tanaman (OPT) tomat,
antara lain:
1. Kutu kebul (Bemisia tabaci)
Kutu ini memiliki ukuran yang kecil, tubuhnya berwarna kuning dengan sayap putih
ditutupi lapisan lilin yang bertepung. Telur berwarna kuning terang, diletakkan pada
permukaan bawah daun. Telur dan imago berada pada daun pucuk, nimfa umumnya berada
pada daun bagian tengah, dan pupa berada pada permukaan bawah daun. Kutu kebul
menghasilkan sekresi embun madu sebagai media pertumbuhan jamur embun jelaga. Kutu
kebul dapat hidup pada tanaman inang famili leguminoceae, compositae, cucurbitaceae,
crusiferae, dan solanaceae, serta berperan sebagai vektor penyakit tomato yellow leaf virus
((TYLV) dan tomato leaf cuurel virus (TLCV). Kedua macam virus tersebut bersifat
persisten (Pitojo, 2005).
Serangan kutu kebul menyebabkan gejala bercak nekrosis pada permukaan daun
sebagai akibat dari pengisapan cairan tanaman oleh nimfa. Kerusakan tersebut relatif tidak
berarti, namun semakin muda tanaman yang terserang kutu kebul, semakin berpeluang
terserang virus. Gejala lain terkadang tampak adanya embun jelaga di balik daun tomat.
Tanaman yang terinfeksi virus TYLV atau TLCV akan menampakkan gejala yang
ditimbulkan oleh virus tersebut (Pitojo, 2005).
2. Thrips sp.
Imago berukuran sangat kecil sekitar 1 mm, berwarna kuning sampai coklat kehitam-
hitaman. Imago yang sudah tua berwarna agak kehitaman, bebercakbercak merah atau
bergaris-garis. Imago betina mempunyai dua pasang sayap yang halus dan enam
rumbai/jumbai seperti sisir bersisi dua. Pada musim kemarau populasi lebih tinggi dan
akan berkurang bila terjadi hujan lebat. Umur stadium serangga dewasa dapat mencapai 20
hari (Mustikawati, 2012).
Telur berbentuk oval/seperti ginjal rata-rata 80 butir per induk, diletakkan di
permukaan bawah daun dalam jaringan epidhermal tanaman secara tunggal atau
berkelompok, akan menetas setelah tiga sampai delapan hari. Nimfa berwarna pucat,
keputihan/kekuningan, instar satu dan dua aktif dan tidak bersayap. Nimfa yang tidak aktif
(pupa) terbungkus kokon, terdapat di permukaan bawah daun dan di permukaan tanah
sekitar tanaman. Perkembangan pupa menjadi Thrips sp. muda meningkat pada
kelembaban relatif rendah dan suhu relatif tinggi. Daur hidup mulai telur hingga dewasa
sekitar 20 hari. Siklus hidup sekitar 35-40 hari (Mustikawati, 2012).
Cara makan Thrips sp. yaitu menusuk dan menghisap cairan tanaman. Pada tanaman
gejala Thrips sp. yaitu berwarna keperakan mengkilat, kemudian pada serangan lanjut daun
akan berwarna coklat, hingga proses metabolisme akan terganggu. Selanjutnya pada daun
akan menjadi keriting atau keriput. Daun-daun mengeriting ke atas jika terjadi komplikasi
dengan virus. Thrips sp. merupakan vektor penyakit virus mosaik dan virus keriting
(Mustikawati, 2012).
3. Kutu daun (Aphis gossypii)
Kutu daun berukuran 0,8 mm. Distribusinya berupa kosmopolit. Berkembang secara
parthenogenesis (tanpa kawin dulu). Hama ini berbentuk seperti pear, warnanya bervariasi
dari hijau muda sampai hitam dan kuning. Mempunyai kornikel pada bagian ujung
abdomen. Imago dapat hidup selama 28 hari. Satu ekor imago betina dapat menghasilkan
2-35 nimfa/hari. Siklus hidup dari nimfa sampai imago lima sampai tujuh hari. Selama satu
tahun dapat menghasilkan 16-47 generasi (Mustikawati, 2012).
Serangan berat biasanya terjadi pada musim kemarau. Bagian tanaman yang diserang
oleh nimfa dan imago biasanya pucuk tanaman dan daun muda. Daun yang diserang akan
mengerut, pucuk mengeriting dan melingkar sehingga pertumbuhan tanaman terhambat
atau tanaman kerdil. Hama ini juga mengeluarkan cairan manis seperti madu sehingga
menarik datangnya semut yang menyebabkan adanya cendawan jelaga berwarna hitam.
Adanya cendawan pada buah dapat menurunkan kualitas buah. Kutu daun juga dapat
berperan sebagai vektor virus penyakit tanaman seperti Papaya Ringspot Virus,
Watermelon Mosaic Virus, dan Cucumber Mosaic Virus (CMV) (Mustikawati, 2012).
4. Ulat buah tomat (Helicoverpa armigera)
Ngengat berwarna coklat kekuning-kuningan dengan bintik-bintik dan garis yang
berwarna hitam. Ngengat jantan mudah dibedakan dari ngengat betina karena ngengat
betina mempunyai bercak-bercak berwarna pirang muda (Setiawati et al., 2001). Larva
muda berwarna kuning muda, kemudian berubah warna dan terdapat variasi warna dan
pola corak antara sesama larva. Fase larva sekitar 12-25 hari. Gejala serangannya berupa
buah-buah tomat yang berlubang-lubang. Buah tomat yang terserang menjadi busuk dan
jatuh ke tanah. Kadang-kadang larva juga menyerang pucuk tanaman dan melubangi
cabang-cabang tanaman (Setiawati et al., 2001).
5. Ulat grayak (Spodoptera litura)
Ngengat berwarna agak gelap dengan garis putih pada sayap depannya. Telurnya
berwarna putih dan diletakkan secara berkelompok berbulu halus seperti diselimuti kain
laken. Dalam satu kelompok telur terdapat sekitar 350 butir. Larva mempunyai warna yang
bervariasi, tetapi selalu mempunyai kalung hitam pada segmen abdomen yang keempat dan
kesepuluh. Pada sisi lateral dan dorsal terdapat garis kuning. Pupa berwarna coklat gelap
dan terbentuk di permukaan tanah (Setiawati et al., 2001).
Pada daun yang terserang oleh larva yang masih kecil terdapat sisa-sisa epidermis
bagian atas dan tulang-tulang daun saja. Larva yang sudah besar merusak tulang daun.
Gejala serangan pada buah ditandai dengan timbulnya lubang tidak beraturan pada buah
tomat (Setiawati et al., 2001).

Untuk mengatasi masalah tersebut, pengendalian hama menggunakan musuh alami


(pemanfaatan predator, parasitoid, dan patogen), merupakan suatu alternatif yang dinilai
lebih sesuai dan sangat perlu untuk dikembangkan untuk mengatasi permasalahan yang
disebabkan oleh hama maupun efek negatif dari penggunaan insektisida. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Danti (2018), terdapat beberapa serangga yang berperan
sebagai predator/musuh alami hama, yakni sebagai berikut:
1. Eriborus argenteophilosus
Parasitoid ini merupakan salah satu kelompok musuh alami serangga hama yang
paling banyak diintroduksikan untuk pengendalian serangga hama. Salah satu inangnya
yang menjadi hama penting pada tanaman kubis-kubisan adalah Crocidolomia
pavonana (Zell.) (Lepidoptera: Pyralidae). E. argenteopilosus bersifat soliter dan
dilaporkan dapat hidup di dalam inang C. pavonana, Spodoptera litura (Lepidoptera:
Noctuidae), S. exigua (Lepidoptera: Noctuidae) dan Helicoverpa armigera (Hubner)
(Lepidoptera: Noctuidae) (Kalshoven, 1981).
E. argenteophilosus termasuk ke dalam Ordo Hymenoptera Famili Ichneumonidae.
Serangga dewasa berukuran 11-13 mm. Serangga betina lebih besar dibandingkan
dengan serangga jantan. Seekor betina mampu meletakkan telur sebanyak 160 butir.
Tingkat parasitoid tertinggi pada larva H. armigera yang berumur dua hari (instar ke
satu). Lamanya daur hidup sekitar 17-18 hari (Setiawati et al., 2001).
2. Telenomus spp.
Telenomus spp. merupakan parasitoid telur dari berbagai ordo serangga. Telenomus
spp. merupakan tabuhan yang terdistribusi luas meliputi Indonesia (Jawa, Bangka) dan
Jepang. Lama perkembangan Telenomus spp. pada telur Chilo sp. berkisar 8-14 hari dan
pada sebagian besar spesies Telenomus, hanya satu imago yang berkembang atau
muncul dari setiap telur inang (Kalshoven, 1981).
Telenomus remus memiliki pemencaran yang sama pada agroekosistem sederhana
(monokultur) dan pada agroekosistem kompleks (polikultur). T. remus memiliki
kemampuan pemencaran dan pencarian inang yang tinggi di lapangan. Tingkat
parasitisasi tipe agroekosistem kompleks (71,6%) lebih tinggi daripada sederhana
(67,7%). Hal tersebut mengindikasi bahwa manipulasi habitat pada agroekosistem
kompleks lebih sesuai bagi keefektifan kerja parasitoid (Anggara, 2005).
3. Trichogrammatidae
Trichogrammatidae berasal dari bahasa Yunani kuno thriks atau trihos yang artinya
rambut, dan grammata yang artinya gambar atau huruf. Disebut demikian karena adanya
keteraturan (susunan) rambut pada sayap. Disebut juga parasitoid telur
Trichogrammatid. Parasit berukuran kecil, panjangnya sekitar 0,3-1,0 mm; berwarna
hitam, hitam remang-remang cokelat pucat atau kuning. Antenanya terdiri dari tiga
sampai delapan ruas termasuk satu ruas cincin. Sayapnya berumbai-rumbai, rambut
(bulu-bulu) pada sayapnya teratur dalam garis-garis atau pita-pita rambut, bagian yang
terpanjang terdapat pada tepi sayap. Ovipositornya pendek dan terkadang matanya
berwarna merah. Keluarga Trichogrammatidae terdapat sekitar 200 jenis dan
merupakan parasit telur dari serangga-serangga lainnya (Pracaya, 1999).
4. Kumbang tomcat (Paederus littoralis)
Kumbang tomcat termasuk dalam Ordo Coleoptera dan Famili Staphylinidae.
Memiliki bentuk tubuh ramping dan memanjang. Elytra pendek, tidak menutup seluruh
abdomen, hanya ruas satu sampai tiga yang tertutup. Mandibula panjang, ramping,
tajam, keduanya sering menyilang di depan kepala. Biasanya berwarna oranye, cokelat,
dan hitam. Kumbang tomcat dapat ditemukan di berbagai habitat, di bawah batu, benda-
benda lain di tanah atau pertanaman. Merupakan serangga yang aktif dan lari/terbang
cepat. Sering ditemukan di tempat tersembunyi seperti dakam gulungan daun. Saat lari
sering menaikkan ujung abdomen seperti kalajengking. Hampir semuanya bersifat
predator, memakan serangga kecil, dan ada yang memakan jamur tetapi kurang begitu
berperan sebagai predator (Lilies, 1991).
5. Laba-laba serigala ( Famili Lycosidae)
Laba-laba ini memiliki abdomen oval dan biasanya tidak jauh lebih besar dari
cephalothorax. Kaki panjang dan runcing. Warna tubuh biasanya abu-abu, coklat atau
hitam pudar. Punggung coklat dengan rambut-rambut berwarna abu-abu, terdapat
gamparan seperti garpu mulai dari daerah mata ke belakang. Pada abdomen terdapat
gambaran berwarna putih. Jenis jantan mempunyai palpus yang membesar. Laba-laba
ini tidak membuat sarang/jaring tetapi menyerang mangsanya secara langsung. Betina
bertelur dalam kepompong yang dibuat dari benang halus dan dibawa ke mana-mana
oleh induknya. Setelah telur menetas, anaknya langsung naik ke punggung induknya.
Setelah enam bulan mereka turun dan membuat benang-benang halus untuk membantu
penyebaran mereka di tempat yang baru. Merupakan laba-laba yang tinggal di tanah dan
dapat berlari dengan cepat (Lilies, 1991).
Dengan ditemukannya musuh alami dari hama pemakan tanaman kubis, maka
diharapkan pemakaian insektisida dalam membasmi hama tanaman dapat dikurangi atau
diminimalisir oleh pemanfaatan musuh alami (predator).
F. PREDATOR TANAMAN WORTEL
Wortel merupakan salah satu sayuran yang ditanam di Indonesia, terutama di daerah-
daerah yang bersuhu 15.6o C sampai dengan 21.1o C. Daerah tersebut umumnya berada
pada kisaran ketinggian 1000 sampai dengan 1200 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Suhu dingin diperlukan untuk pertumbuhan yang optimum karena wortel berasal dari
wilayah subtropis. Daerah yang disinyalir sebagai asal-usul wortel adalah Timur Dekat
(Asia Kecil, Traus-Caucasia, Iran, dan dataran tinggi Turkmenistan) dan Asia Tengah
(Punjab, Kashmir, Afganistan, Tajikistan, dan bagian barat Tian-shan) (Rukmana 1995).
Kandungan paling banyak pada wortel adalah air dan karbohidrat. Wortel sedikit
mengandung lemak dan protein, namun kaya akan vitamin. Salah satunya adalah vitamin
A dalam bentuk beta karoten.
Kandungan vitamin lain dari wortel, antara lain:
 Biotin
Biotin yang merupakan salah satu vitamin B ini sangat berperan penting dalam
metabolisme lemak dan protein.
 Vitamin K1
Juga dikenal sebagai phylloquinone. Vitamin K penting untuk pembekuan darah dan
dapat menjaga kesehatan tulang.
 Vitamin B6
Vitamin B6 bersama dengan jenis vitamin B lain sangat berperan dalam mengubah
makanan menjadi energi.
 Kalium
Kalium merupakan mineral penting dalam membantu berbagai fungsi tubuh, sebagai
sumber tenaga dan kekuatan otot, nutrisi bagi jantung, juga membantu mengendalikan
tekanan darah.
Selain vitamin, wortel juga mengandung senyawa tanaman, seperti alfa-karoten,
lutein, polyacetylenes dan antosianin.
Dalam pemeliharaan dan produksi tanaman wortel terdapat beberapa kendala, salah
satu kendala utama dalam pengembangan dan produksi tanaman wortel adalah adanya
organisme pengganggu tanaman (OPT) yang merupakan hama tanaman wortel, antara lain:
1. Hyposidra sp.
Spesies ini termasuk famili Geometridae dari genus Hyposidra. Serangga ini
bertubuh kecil, berukuran panjang 40 mm, dan memiliki pelindung kulit berwarna abu-
abu terang, seperti kulit kayu. Di bagian punggung terdapat bintik-bintik kecil, dan
memiliki dua pasang kaki belakang dan tiga pasang kaki depan. Larva Hyposidra
bersifat polifag, memakan daun muda dan bunga tanaman. Tanaman inangnya antara
lain tanaman sayuran, termasuk tanaman wortel. Pupa (kepompong) berada di dekat
permukaan tanah dan setelah beberapa hari berubah menjadi ngengat. Ngengat
berukuran kecil, lembut, bertubuh ramping, bersayap agak lebar, dan ditandai dengan
adanya garis bergelombang. Ujung antena tidak menggelembung, ngengat Hyposidra
tertarik pada cahaya, terbang lemah, dan aktif pada malam hari. Gejala serangan yang
ditimbulkan oleh hama ini adalah terdapat luka gigitan serangga pada daun muda (Pitojo
2006).
2. Heliothis assulta Gn..
Spesies Heliothis assulta termasuk ordo Lepidoptera, famili Noctuidae, dan genus
Heliothis. Hama ini dikenal sebagai ulat pupus. Telur ulat diletakkan secara tunggal di
atas permukaan daun, sehingga pada satu tanaman biasanya hanya terdapat satu ulat.
Warna larva beragam, tetapi kebanyakan hijau dengan strip membujur. Larva muda
agak berambut. Ulat bersifat kanibal dan fitofag. Stadium larva berlangsung antara 2-3
minggu, sementara daur hidup berlangsung selama 4 minggu. Ngengat berupa kupu
kecil, suka menghisap madu bunga, dan mampu memproduksi telur sebanyak 500-2000
butir. Tanaman inang Heliothis assulta relatif terbatas dibandingkan dengan Heliothis
armigera. Beberapa tanaman inang hama ini yaitu tembakau, ceplukan, jagung, sorgum,
kapas, kentang, jarak, dan kedelai. Gejala serangan yang ditimbulkan oleh hama ini
adalah terdapat kerusakan pucuk tanaman karena ulat memakan pucuk daun yang
mengakibatkan pertumbuhan daun salah bentuk. Daun-daun muda berlubang (Pitojo
2006).
3. Agrotis sp.
Ulat tanah termasuk ordo Lepidoptera, famili Noctuidae, dan genus Agrotis. Hama
ini dikenal dengan nama cut worm. Ulat tanah berukuran panjang sekitar 4-5 cm dan
berwarna kelabu, cokelat, atau hitam. Pada siang hari larva bersembunyi di sekitar
batang tanaman. Larva bersifat folifag. Stadium larva 7 berlangsung selama 18 hari,
stadium pupa 6-7 hari, dan stadium telur hingga imago sekitar 45 hari. Tanaman inang
hama ini antara lain jagung, kacangkacangan, dan tanaman sayuran. Hama ini
menyerang bagian pucuk tanaman muda hingga putus sehingga tanaman layu dan
terkulai (Pitojo 2006).
4. Nezara viridula.
Hama ini termasuk ordo Hemiptera, famili Pentatomidae, genus Nezara, dan
spesies Nezara viridula. Kepik berwarna hijau polos, bagian kepala dan pronotum
berwarna jingga atau kuning keemasan. Induk mampu menghasilkan telur sekitar 250
butir. Telur berwarna putih, diletakkan secara berkelompok 10-50 butir. Telur yang
akan menetas berwarna merah bata. Nimfa mengalami pergantian kulit sebanyak 5
kali. Nimfa instar 1 dan 2 berwarna hitam dan berbintik-bintik putih. Instar 3, 4, dan 5
masing-masing berwarna hijau, berbintik-bintik hitam dan putih, serta berukuran
semakin besar. Stadium imago maksimal berlangsung selama 47 hari, stadium telur 6
hari, dan stadium nimfa 23 hari. Gejala serangan hama ini berupa bintik coklat pada
kulit batang muda dan daun (Pitojo 2006).
5. Coccinella spp.
Kumbang Coccinella bertubuh besar dan berbentuk oval mendekati bulat. Kepala
tersembunyi di bawah pronotum dan memiliki antena pendek. Serangga dewasa
berwarna cerah, yaitu kuning, orange, atau merah dengan noda-noda hitam, kuning,
atau merah. Serangga dewasa bertelur setelah kawin. Telur berwarna kuning,
diletakkan pada permukaan daun dengan posisi berdiri. Larva berwarna gelap dan ada
yang bebercak kuning. Coccinella memakan mesofil daun, meninggalkan daun
berlubang seperti jendela kecil. Selain menyerang daun, serangga ini juga memakan
tangkai daun (Pitojo 2006).
6. Chrysodeixis chalcites.
Serangga hama ini dikenal dengan ulat jengkal atau green semilooper, termasuk
ordo Lepidoptera, famili Noctuidae dan mempunyai daerah penyebaran di Indonesia.
Telur C. chalcites diletakkan pada daun, berwarna keputihan. Stadium telur 3-4 hari.
Larvanya berwarna hijau dengan stadium larva 14-19 hari. Pupanya di daun dengan
stadium 6-11 hari. Ngengat berwarna coklat tua. Daun yang terserang C. chalcites
akan tampak tinggal epidermis dan tulang daunnya (Harnoto 1981).
Untuk mengatasi permasalahan tanaman yang diakibatkan oleh hama dapat
dilakukan dengan menggunakan musuh alami (pemanfaatan predator, parasitoid, dan
patogen). Predator merupakan salah satu kelompok musuh alami yang sangat penting
dalam pengendalian biologi. Predator dapat memangsa lebih dari satu mangsa dalam
menyelesaikan satu siklus hidupnya dan bersifat polyphagous, sehingga predator dapat
melangsungkan hidupnya tanpa tergantung pada satu mangsa. Oleh karena itu, predator
merupakan komponen yang dapat membantu menurunkan populasi hama (Laba 1999).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maesyaroh (2016), terdapat beberapa serangga
yang berperan sebagai predator/musuh alami dari hama pada tanaman wortel yang
ditemukan menggunakan metode pitfall trap, yakni sebagai berikut:

1. Entromobidae,
Entromobidae dengan keberadaan dimulai pada saat tanaman berumur 2 MST
dengan jumlah 20 ekor dan mencapai puncak populasi pada saat tanaman berumur 11
MST dengan jumlah 622 ekor.
2. Muscidae,
Muscidae awal keberadaan pada saat tanaman berumur 3 MST dengan jumlah 1
ekor dan mencapai puncak populasi pada saat tanaman berumur 5 MST dengan jumlah
8 ekor.
3. Formicidae,
Formicidae awal keberadaan dan puncak populasinya terdapat pada saat tanaman
wortel berumur 2 MST dengan jumlah 39 ekor. Kelompok Formicidae merupakan
kelompok yang sangat umum dan menyebarluas. Kebiasaan- JAGROS Vol.1 No.1
Desember 2016 ISSN 2548-7752 53 kebiasaan makan semut agak beragam. Banyak
yang bersifat karnivor, makan daging hewan-hewan lain (hidup atau mati), beberapa
makan tanaman-tanaman, beberapa makan jamur, dan banyak makan cairan tumbuh-
tumbuhan (Borror dkk., 1992).
Formicidae di perkebunan merupakan musuh alami karena menyerang ulat dan
beberapa macam hama lain (Simanjuntak, 2002).
4. Braconidae,
Braconidae keberadaannya ditemukan pada saat tanaman berumur 3, 5, dan 9 MST
dengan jumlah 1 ekor.
5. Chelisochidae,
Chelisochidae (cecopet) keberadaannya ditemukan pada saat tanaman berumur 6, 7,
dan 9 MST dengan jumlah masing-masing 1 ekor. Cocopet aktif pada malam hari dan
bersembunyi di siang hari dalam celah-celah dan lubang-lubang kecil di bawah kulit
kayu atau serasah. Biasanya memakan bagian tumbuhan yang mati dan busuk, tetapi
beberapa jenis lainnya adalah pemangsa, dan beberapa jenis berasosiasi dengan
mamalia.
6. Carabidae,
Carabidae selama pengamatan hanya ditemukan pada saat tanaman berumur 3
MST dengan jumlah 1 ekor. Fase imago Carabidae berbentuk pipih, berwarna metalik,
dan memiliki mandibula yang kuat (Kalshoven 1981). Carabidae biasanya hidup dalam
atau dekat tanah, aktif pada malam hari (nokturnal), pada siang hari serangga ini
bersembunyi di bawah daun, di bawah batu ataupun di bawah batang tanaman. Larva
maupun imago Carabidae merupakan musuh dari serangga terutama ulat dan
kepompongnya.
7. Lysocidae.
Lycosidae awal keberadaan dan puncak populasinya pada saat tanaman berumur 2
MST dengan jumlah 11 ekor.

Predator-predator yang dapat ditemukan umumnya dari kelompok Lycosidae dan


Formicidae. Pengamatan langsung dan pitfall trap menghasilkan perbedaan komposisi
arthropoda yang teramati. Pada pengamatan langsung, yang dominan teramati adalah hama
Tagasta marginella, sementara pada pitfall trap adalah serangga lain Collembola.

G. PREDATOR TANAMAN KUBIS


Tanaman kubis (Brassica oleracea L.) telah lama dibudidayakan sebagai tanaman
sayuran dan merupakan sumber vitamin, mineral dan serat. Kubis mempunyai arti ekonomi
yang penting sebagai sumber pendapatan petani dan sumber gizi bagi masyarakat. Kubis
dikatakan sebagai sumber gizi karena kubis mengandung berbagai vitamin seperti vitamin A,
C dan K serta kaya dengan senyawa fitonutrien. Mineral yang banyak dikandung adalah
kalium, kalsium, fosfor, natrium, dan besi. Kubis segar juga mengandung sejumlah senyawa
yang merangsang pembentukan glutation, zat yang diperlukan untuk menonaktifkan zat
beracun dalam tubuh manusia (Sastrosiswojo dkk., 2005).
Tanaman kubis merupakan tanaman yang relatif mudah dalam pembudidayaan, tetapi
dalam usaha produksi selalu ada gangguan hama dan penyakit, sehingga mengakibatkan hasil
yang tidak maksimal. Beberapa hama yang telah dilaporkan menyerang tanaman kubis adalah
ulat daun kubis Plutella xylostella, ulat jantung kubis Crocidolomia binotalis, ulat grayak
Spodoptera litura, ulat tanah Agrotis ipsilon Hufn., ulat jengkal Chrysodeixis orichalcea L.,
Crocidolomia pavonana, Helicoperva armigera, dan Aphis brassicae (Permadi dan
Sastrosiswojo, 1993). Hama utama yang ditemukan pada tanaman kubis yaitu Plutella
xylostella dan Crocidolomia pavonana. Hama utama merupakan serangga yang selalu
menyerang tanaman dengan menimbulkan kerusakan/intensitas serangan yang berat sehingga
merugikan secara ekonomis dan perlu dilakukan tindakan pengendalian.
Pengendalian dengan penggunaan pestisida untuk menekan populasi hama menimbulkan
banyak dampak negatif. Potensi musuh alami (predator) dapat berperan dalam pengaturan
populasi hama pemakan daun kubis. Beberapa musuh alami yang berperan sebagai predator
tanaman kubis yaitu:
1. Sycanus dichotomus. Sycanus dichotomus merupakan serangga predator yang umum
ditemukan pada tanaman sawit. Perbedaan Sycanus dichotomus dengan predator
Hemipteran lain adalah pada rostrumnya. Sycanus dichotomus dapat menusuk pembungkus
dari ulat kantong (Bagworm) dengan rostrumnya yang sangat panjang. (de Chanon
et.al.,1989; Zulkefli et al., 2004).
2. Sycanus aurantiacus adalah predator baru yang ditemukan pertama kali di Pancasari pada
pertanaman kubis (1200 m dpl). Hasil identifikasi Sycanus aurantiacus adalah spesies baru
yang diidentifikasi berdasarkan ciri morfologinya di Jepang. Sycanus termasuk dalam
subfamily Harpactorinae, ordo Hemiptera. Predator ini ditemukan memangsa beberapa
larva dari Lepidoptera hama kubis sehingga berpotensi sebagai musuh alami hama kubis.
3. Sycanus annulicornis. Sycanus annulicornis merupakan salah satu predator yang potensial,
bersifat generalis, memiliki kemampuan beradaptasi di berbagai agroekosistem dan
kemampuan memangsa yang cukup tinggi. Tingkat pemangsaan Crocidolomia pavonana
oleh Sycanus annulicornis mencapai 3 ekor larva per hari. Sycanus annulicornis telah
menjalankan perannya sebagai musuh alami yang dapat menurunkan intensitas serangan
yang disebabkan oleh Crocidolomia pavonana. Menurut Fitriyani (2009), pengaplikasian 1
pasang (jantan dan betina) Sycanus annulicornis menunjukkan tingkat keefektifan sebesar
83% hingga 96% sehingga dapat dikatakan penggunaan Sycanus annulicornis sangat
efektif untuk mengurangi kerusakan tanaman kubis yang disebabkan oleh C. pavonana
(Fitriyani, 2009).
Dengan ditemukannya musuh alami dari hama pemakan tanaman kubis, maka diharapkan
pemakaian insektisida dalam membasmi hama tanaman dapat dikurangi atau diminimalisir
oleh pemanfaatan musuh alami (predator).

H. PREDATOR TANAMAN MENTIMUN


Tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan tumbuhan merambat yang
termasuk salah satu jenis sayuran buah dari famili labu-labuan (Cucurbitaceae). Menurut
sejarah, mentimun berasal dari bagian utara india dan Afrika Selatan kemudian masuk
kewilayah mediteran. Pada tahun 1982, de Condolle memasukkan tanaman ini kedalam daftar
tanaman asli india tepatnya di lereng Gunung Himalaya (Sumpena, 2001). Kandungan gizi
yang terdapat pada mentimun adalah protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fospor, besi,
vitamin A, C, B1, B2, B6, air, kalium, natrium. Mentimun memiliki khasiat, salah satunya
menurunkan tekanan darah (Rukmana, 1994).
Upaya pengembangan budidaya mentimun mempunyai beberapa kendala diantaranya
adalah serangan organisme pengganggu Tanaman (OPT) yang menjadi hama dan penyakit
mentimun. Serangga dapat membantu manusia dalam mengendalikan serangga hama di
pertanaman. Jika terjadi ledakan populasi pada serangga, hal ini dapat diantisipasi dengan
adanya musuh alami (Herlinda, 2008). Musuh alami dapat dikelompokkan menjadi parasitoid,
predator dan patogen (Untung , 1993).
Predator adalah jenis binatang yang memangsa binatang lain untuk mempertahankan
eksistensinya (Untung, 1993). Sebagian besar predator bersifat polifag artinya memangsa
berbagai jenis binatang yang berbeda. Disamping itu sebagian predator bersifat kanibal,
artinya memangsa sesamanya (Laba, 2001). Pemanfaatan predator sebagai agen hayati
pengendalian hama tanaman memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan cara
pengendalian lainnya. Keamanan dari pemanfaatan predator merupakan faktor penting, sebab
banyak musuh alami bersifat spesifik (khusus) terhadap mangsa tertentu.
Beberapa jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman mentimun diantaranya :
1) Ulat daun (Diaphania indica). Larva berwarna hijau gelap dengan dua garis putih
sepanjang tubuh (Brown, 2003). Larva memakan daun, batang muda yang lunak dan dapat
menggerak buah sehingga buah menjadi cepat busuk (CABI, 2005). Pengendalian hama ini
dapat dilakukan dengan menggunakan musuh alaminya yaitu Apanteles taragamae
Viereck yang mampu memarasit Diaphania indica.
2) Kutu daun Aphis gossypii Clover (Hemiptera: Aphididae). Kutu daun berukuran 1-2 mm,
berwarna kuning atau kuning kemerahan atau hijau gelap sampai hitam. Gejala yang
ditimbulkan kutu daun adalah daun keriput, keriting dan menggulung, selain itu kutu ini
merupakan vector virus (Mossler et al, 2007). Pengendalian A. gossypii dapat dilakuakan
dengan pemanfaatan musuh alami antara lain serangga dari Famili Coccinellidae,
Syrphidae, Chrysopidae, Hemerobiidae, serta beberapa jenis laba-laba predator.
3) Kutu kebul kebul, Trialeurodes vaporariorum Westwood (Hemiptera: Aleyrodidae)
Trialeurodes vaporariorum merupakan hama yang menjadi permasalahan utama di rumah
kaca. Hama ini menyerang tanaman tomat, sawi, mentimun dan lain-lain (Wintermantel
2004). Kutu kebul menyebabkan kerusakan pada tanaman akibat menghisap cairan daun
serta dapat menjadi vektor virus. Pengendalian kutu kebul dapat dilakukan dengan
pemanfaatan musuh alaminya yaitu Encarsia formosa Gahan (Hymenoptera: Aphelinidae),
yang merupakan jenis parasitoid T. vaporariorum (Osborne & Landa, 1992).
Berdasarkan hasil penelitian Falahudin et.al. (2015) serangga ordo Coleoptera dapat
digunakan sebagai musuh alami dari hama tanaman mentimun. Pada umumnya predator dari
famili Coccinellidae berperan untuk memberantas tungau sedangkan dari famili Scarabacidae
dan Chrysomelidae adalah hama pengganggu yang menyerang tanaman mentimun sehingga
dapat menyebabkan kematian pada tanaman terutama tanaman muda.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Syahrawati & Hamid (2014) juga menunjukkan
bahwa populasi Coccinellidae berperan sebagai predator pada tanaman mentimun.
Berdasarkan hasil penelitiannya, ditemukan sebanyak 183 individu Coccinellidae predator
pada tanaman ketimun di tiga lokasi penelitian yang tersebar dalam 4 spesies yaitu
M.sexmaculatus, V. linneata, Coleophora inequalis, dan Coccinella 11 spot, serta ditemukan
pula larva dan pupa. Coccinellidae predator terbanyak ditemukan adalah larvanya. Species
yang mendominasi adalah M.sexmaculatus sebanyak 60 indidvidu. M. sexmaculatus
terbanyak ditemukan di Kota Tangah (25 individu) dan yang paling sedikit ditemukan di Pauh
(12 individu). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Populasi Coccinellidae predator pada tanaman ketimun
DAFTAR PUSTAKA

Amir M. 2002. Kumbang Lembing Pemangsa Coccinellidae Di Indonesia. Bogor :


Biodiversity conservation Project. Bind RB.
Anggara, A.W. 2005. Pemencaran dan Kemampuan Parasitoid Telenomus remus (Nixon)
(Hymenoptera: Scelionidae) pada Dua Tipe Agroekosistem. [Tesis]. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.
Aprilizah, T. 2006. Pengaruh Kerapatan Predator Terhadap Pemangsaan Larva
Spodoptera Litura f (Levidoptera :notcuidae). Skripsi. Bogor.
Ashari S. 1995. Hortikutura aspek budidaya. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta :
UIPress.
Borror, D. J. Triplehorn, C. A., & Johnson, N. F. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi
Keenam. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Brown H. 2003. Common insect pests of curcubits. Agnote, 149: 39-45.
Budiman A. 2008. Biologi dan ekologi Cyrtopeltis tenuis (Hemiptera:Miridae) pada tanaman
tomat. Tesis. Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado.
CABI. 2005. Center for agriculture and bioscience International. Corp protection
compendium 2005 (CD-ROM). Wallingford, UK: CAB International.
Cahyono B. 1989. Tomat. Yogyakarta : Budidaya dan Analisis Usaha Tani Kanisius.
Danti, Herlinda Rama. 2018. Keanekaragaman Arthropoda Pada Pertanaman Tomat (Solanum
Lycopersicum L.) Dengan Sistem Pertanaman Berbeda Di Kabupaten Tanggamus,
Lampung. Skripsi. Bandar Lampung : Universitas Lampung.
Falahudin I, Oane ER, Mawar E. 2015. Identifikasi Serangga Ordo Coleoptera Pada Tanaman
Mentimun (Cucumis sativus L.) di Desa Tirta Mulya Kecamatan Makarti Jaya
Kabupaten Banyuasin II. Jurnal Biota. 1(1): 9-15.
Fitriani. 2018. Identifikasi Predator Tanaman Padi (Oryza sativa) Pada Lahan Yang
Diaplikasikan Dengan Pestisida Sintetik. Jurnal Ilmu Pertanian Universitas Al
Asyariah. 3 (2) : 65-69.
Fitriyani, S. 2009. Tingkat Keefektifan Sycanus annulicornis Dohrn (Hemiptera: Reduviidae)
untuk Mengendalikan Crocidolomia pavonana Zeller (Lepidoptera: Pyralidae) pada
Tanaman Kubis (Brassicea oleracea Linn). Jurnal Ilmu Pertanian Universitas Al
Asyariah. 3 (2) : 65-69.
Harnoto. 1981. Pengaruh beberapa formulasi insektisida terhadap biologi Plusia chalcites
Esper. Thesis. FPS-IPB. 61 p.
Hendrival, H., Hidayat, P., & Nurmansyah, A. 2015. Keanekaragaman dan kelimpahan
musuh alami Bemisia tabaci (Gennadius)(Hemiptera: Aleyrodidae) pada pertanaman
cabai merah di kecamatan Pakem, kabupaten Sleman, daerah istimewa
Yogyakarta. Jurnal Entomologi Indonesia, 8(2), 96-109.
Herlinda, S., Rauf, A., Sosromarsono, S., Kartosuwondo, U., Siswadi, & Hidayat, P. 2004.
Artropoda musuh alami penghuni ekosistem persawahan di daerah Cianjur, Jawa Barat.
J. Entomol. Ind., 1(1), 9-15.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Revised and Transleted by. P.A
Van der laan. Jakarta : PT. Ichtiar Baru.
Laba IW. 1999. Aspek biologi dan potensi beberapa predator hama wereng pada tanaman
padi. Jurnal Litbang Pertanian. 18 (2).
Laba.I.W. 2000. Keanekaragaman Hayati Arthropoda dan Peranan Musuh Alami Hama
Utama Padi pada Ekosistem Sawah. Bogor : S3 Institut Pertanian Bogor.
Lilies, C. 1991. Kunci Determinasi Serangga. Yogyakarta : Kanisius.
Maesyaroh. 2016. Kelimpahan Serangga Yang Berpotensi Sebagai Hama Dan Musuh Alami
Pada Agroekosistem Wortel Di Cikajang Kabupaten Garut. JAGROS. Vol.1 No.1
Desember 2016 ISSN 2548-7752.
Minarni, E.W., dkk,. 2017. Potensi Predator Dalam Mengendalikan Hama Wereng Batang
Coklat Pasca Terjadinya Ledakan Di Kabupaten Banyumas. Prosiding Seminar
Nasional dan Call for Papers. 57-63.
Mossler MA, Larson BC, Nesheim ON. 2007. Florida crop/pest management profiles: celery.
Plant Pathology Dapertment Document CIR 1235. Food Science and Human Nutrition
Dapetment, Florida Cooperative Extension Sevice, Institute of Food and Agricultural
Scciences, University of Florida.
Mustikawati, D.R. 2012. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Sayuran. Lampung :
BPTP.
Nelly, N. 2013. Kelimpahan Populasi, Preferensi dan Karakter kebugaran Menochilus
sexmaculatus (Coleoptera: Coccinellidae) Predator Kutudaun pada Pertanaman
Cabai. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika. 12(1) : 46-55.
Nurfalach, D. R. 2010. Budidaya tanaman cabai merah (Capsicum annum l.) di UPTD
perbibitan tanaman hortikultura desa pakopen kecamatan bandungan kabupaten
Semarang. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Osborne, L.S & Landa, Z. 1992. Biological control of whiteflies with entomopathogenic
fungi. Florida Entomologist. 75(4):456-471.
Permadi, HA dan Sastrosiswojo, S. 1993. Kubis Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Hortikultura Lembang.
Pitojo, S. 2005. Benih Tomat. Yogyakarta : Kanisius.
Pitojo S. 2006. Benih Wortel. Jakarta: Kanisius.
Pracaya. 1999. Hama Penyakit Tanaman. Bogor : Penebar Swadaya.
Purnomo, H. 2009. Pengatar pengendalian Hayati. Yokyakarta : C.V. Andi OFFSET.
Rabbiana, M., Bambang, S., Hery, H. 2018. Keragaman Serangga Predator Hama Kutu Putih
(Phenacoccus manihoti) pada Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz di Lombok
Utara. Crop.Agro. Vol_No_2018.
Roring, A., Meray, E. R., Ratulangi, M., & Dien, M. F. 2017. Invesntarisasi Serangga Hama
pada Tanaman Kubis di Kelurahan Kumelembuay Kota. In COCOS. 1 (3).
Rukmana, R. 1994. Budidaya Mentimun. Yogyakarta : Kanesius.
Rukmana R. 1995. Tomat dan cherry. Jakarta : Penerbit Kanisius.
Sastrosiswojo, Sudarwohadi,. Tinny S. Uhan,. Rachmat Sutarya. 2005. Penerapan Teknologi
PHT pada Tanaman Kubis. Bandung : Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Setiawati, W., Ashandi, A.A., Uhan, T.S., Warwoto, B., Somantri, A. & Hermawan. 2005.
Pengendalian kutu kebul dan nematoda parasitik secara kultur teknik pada tanaman
kentang. Jurnal Hortikultura. 15 (4): 288-296.
Setiawati, W., Ineu, S. & Neni, G. 2001. Penerapan Teknologi PHT pada Tanaman Tomat.
Bandung : Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Simanjuntak, H. 2002. Musuh Alami Hama dan Penyakit Tanaman Teh. Jakarta : Direktorat
Jenderal Bina Produksi Perkebunan Departemen Pertanian.
Sumpena, U. 2001. Budidaya Mentimun Intensif Dengan Mulsa secara tumpang gilir.
Jakarta : Penerbit Swadaya.
Sunarno. 2012. Pengendalian Hayati (Biologi Control) Sebagai Salah Satu Komponen
Pengendalian Hama Terpadu (PHT). JOURNAL UNIERA. 1(2).
Surya, Erdi & Rubiah. 2016. Kelimpahan Musuh Alami (Predator) Pada Tanaman Jagung Di
Desa Saree Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten Aceh Besar. Serambi Saintia.
4(2) : 10-18.
Suryadi, D., Megawati, A., Susilo, B., Dalimartha, L. N., Wiguna, E. C., Isdiantoni, I., ... &
Prasetiyo, E. N. 2017. Model Manajemen Terpadu Pertanian Hortikultura Organik pada
Lahan Sempit. In Proceeding Biology Education Conference: Biology, Science,
Enviromental, and Learning. 14 (1) : 118-125.
Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Wardani, N. W. 2015. Keanekaragaman dan kelimpahan arthropoda predator pada lahan
pertanian brokoli (Brassica oleracea L. var. Italica) monokultur dan polikultur di Desa
Sumberbrabtas Kecamatan Bumiaji Kota Batu (Doctoral dissertation, Universitas
Negeri Malang).
Wintermantel WM. 2004. Emergence of greenhouse whitefly Trialeurodes vaporariorum
transmited crinivirus as yhreats vegetable and fruit production in north america. APS
net Features.
Yuliadhi, K. A. & Sudiarta, P. 2012. Struktur Komunitas Hama Pemakan Daun Kubis dan
Investigasi Musuh Alaminya. Agrotop, 2(2) : 191-196.
Zulkefli, M., Norman, K. & Basri, M.W. 2004. Life cycle of Sycanus dichotomus (Hemiptera:
Reduviidae) - A common predator of bagworm in oil palm. Journal of Oil Palm
Research, 16(2) : 50-56.

Anda mungkin juga menyukai