Assisten :-
I. Tujuan
Alat : Bahan :
1. Penyaring 1. Singkong 1 gram
2. Erlenmeyer 2. Aquades
3. Pemanas (kompor) 3. NaOH 1 ml
4. Tabung reaksi 4. Nelson 1 C
5. Spectrofotometeri 5. Aresnomolibdat
6. HCl 25 %
III. Cara Kerja
IV. Hasil Pengamatan
Keterangan :
X=
Rerata Hasil Spektrometri−b
a
b = 0,063
a = 5,618
Faktor Pengenceran = 2500
V. Perhitungan
a. Kadar Pati
= 0.069
X . Faktor Pengenceran . 0,9 .100 %
Kadar pati = Berat Sampel (mg)
15.525
= 1000
= 15,525 %
0,410−0,063
Sampel 2 : x= 5,618
0,347
x= 5,618
x= 0,061
X . Faktor Pengenceran . 0,9 .100 %
kadar pati = Berat Sampel (mg)
13.725
= 1000
= 13,725 %
0,427−0,063
Sampel 3 : x= 5,618
0,364
X=
5,618
X= 0.064
14.400
= 1000
= 14,400%
VI. Pembahasan
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air,
berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang
dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk
fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati
sebagai sumber energi yang penting.
Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, dan terdiri atas
amilosa dan amilopektin (Jacobs dan Delcour 1998). Pati dapat diperoleh dari biji-
bijian, umbi-umbian, sayuran, maupun buah-buahan. Sumber alami pati antara lain
adalah jagung, labu, kentang, ubi jalar, pisang, barley, gandul, beras, sagu, amaranth,
ubi kayu, ganyong, dan sorgum. Pemanfaatan pati asli masih sangat terbatas karena
sifat fisik dan kimianya kurang sesuai untuk digunakan secara luas. Oleh karena itu,
pati akan meningkat nilai ekonominya jika dimodifikasi sifatsifatnya melalui
perlakuan fisik, kimia, atau kombinasi keduanya (Liu et al. 2005).
Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan untuk memprediksi kadar pati adalah
metode kering dengan cara pengukuran kekerasan menggunakan penetrometer.
Penetrometer telah lama digunakan untuk mengukur kekerasan berbagai komoditas
pertanian seperti buah-buahan (Abbot, and Harker, 2001; Haque dan Ji, 2003; Wills
et al., 2005 ). Akan tetapi metode ini belum pernah digunakan untuk mengukur
kekerasan ubi kayu dan kemudian perlu dicari korelasinya dengan kandungan
patinya.
Namun kadar pati juga dipengaruhi oleh perbedaan varietas dan umur panen
(Gambar 1B). Semakin lama umbi dipanen justru menurunkan kadar pati, rata-rata kadar
pati pada umur 7 bulan (16,2%) dan pada umur panen 9 bulan sebesar 14,9%. Hal ini
diduga disebabkan oleh kondisi lingkungan di lokasi penelitian yang dapat menurunkan
kadar pati, yaitu pada saat menjelang panen curah hujan meningkat atau terjadi hujan
(Gambar 3).
Menurut Sriroth et al. (2001) hujan yang turun menjelang panen dan setelah
tanaman mengalami periode stres kekeringan akan berpengaruh terhadap kadar pati.
Penurunan kadar pati ubi kayu diduga akibat meningkatnya komponen-komponen non
pati seperti selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin. Peningkatan komponen-komponen
non pati tersebut disebabkan terjadinya degradasi komponen non pati dan penurunan
kadar pati (Pantastico 1975).
VII. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar pati paling tinggi adalah pada
sampel pertama.
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.polsri.ac.id/1999/3/BAB%20II%20rev%20fix.pdf
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. (2016). Berita Resmi Statistik. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
Wahyuningsih, Sri.(2020).Umur panen optimal untuk mendapatkan kadar pati tinggi pada
singkong.
Winarno, F.G. (2007). Kimia pangan dan gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.