Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGENDALIAN GULMA

”ANALISA VEGETASI GULMA”

Disusun oleh :
Kelas IV C Agroteknologi

Fanny Maharani Putri (2110631090045)


Farokha Tunnisa (2110631090046)
Fathur Muhammad Siddiq (2110631090047)
Fidela Putri Wahidah (2110631090048)
Laela Fitriani (2110631090055)

Dosen Pengampu Mata Kuliah:

H. Sugiarto, Ir., MM.


Satriyo R. Adhi, S.P., M.P
Fauzia Mustikasari, S.Si., M.Agr

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2023
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gulma adalah semua jenis vegetasi tumbuhan yang menimbulkan gangguan pada
lokasi tertentu terhadap tujuan yang diinginkan manusia. Gulma yang tumbuh pada
setiap lahan budidaya pertanian akan berbeda jenisnya dari satu lahan ke lahan yang
lainnya dan juga bergantung pada jenis dan umur dari tanaman pokoknya, begitu
pula dengan lahan bekas budidaya tanaman tertentu. Perbedaan ini disebabkan
karena respon pertumbuhan gulma yang berbeda terhadap perubahan lingkungan
mikro.
Vegetasi adalah masyarakat tumbuhan atau keseluruhan spesies tumbuhan yang
terdapat dalam suatu wilayah tertentu yang memperlihatkan pola distribusi menurut
ruang dan waktu. Dalam suatu vegetasi yang terlibat hanyalah tumbuhan, jika
komponen fisik dan komponen biotik lain diintegrasikan ke dalam suatu vegetasi,
maka akan terbentuk suatu ekosistem.
Keragaman gulma dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Banyak faktor yang
mempengaruhi keragaman gulma pada tiap lokasi pengamatan, seperti cahaya,
unsur hara, pengolahan tanah, cara budidaya tanaman, serta jarak tanam atau
kerapatan tanaman yang digunakan berbeda serta umur tanaman jeruk tersebut.
Keberadaan gulma pada areal pertanaman budidaya dapat menimbulkan kerugian
baik dari segi kuantitas maupun kualitas produksi. Kerugian yang ditimbulkan oleh
gulma diantaranya penurunan hasil pertanian akibat persaingan atau kompetisi
dalam perolehan sumber daya (air, udara, unsur hara, dan ruang hidup), menjadi
inang hama dan penyakit, dapat menyebabkan tanaman keracunan akibat senyawa
racun yang dimiliki gulma (alelopati), menyulitkan pekerjaan lapangan dan dalam
pengolahan hasil serta dapat merusak atau menghambat penggunaan alat pertanian.
Kerugian-kerugian tersebut merupakan alasan kuat mengapa gulma harus
dikendalikan.
Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komponen jenis) dan bentuk
(struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Analisis vegetasi digunakan
untuk mengetahui gulma-gulma yang memiliki kemampuan tinggi dalam
penguasaan sarana tumbuh dan ruang hidup. Dalam hal ini, penguasaan sarana
tumbuh pada umumnya menentukan gulma tersebut penting atau tidak. Namun
dalam hal ini jenis tanaman memiliki peran penting, karena tanaman tertentu tidak
akan terlalu terpengaruh oleh adanya gulma tertentu, meski dalam jumlah yang
banyak.
1.2 Tujuan
1. Memperoleh gambaran secara langsung mengenai hubungan di dalam
penyebaran pertumbuhan gulma pada suatu lahan.
2. Memperoleh gambaran jenis gulma utama yang harus dikendalikan.
3. Menentukan cara pengendalian gulma yang efektif dan efisien pada lahan
pengamatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Gulma ialah tanaman yang tumbuhnya tidak diinginkan. Gulma di suatu tempat
mungkin berguna sebagai bahan pangan, makanan ternak atau sebagai bahan obat-
obatan. Dengan demikian, suatu spesies tumbuhan tidak dapat diklasifikasikan
sebagai gulma pada semua kondisi. Namun demikian, banyak juga tumbuhan
diklasifikasikan sebagai gulma dimanapun gulma itu berada karena gulma tersebut
umum tumbuh secara teratur pada lahan tanaman budidaya (Sebayang, 2005).

Gulma dari golongan monokotil pada umumnya disebut juga dengan istilah gulma
berdaun sempit atau jenis gulma rumput-rumputan. Sedangkan gulma dari golongan
dikotil disebut dengan istilah gulma berdaun lebar. Ada pula jenis gulma lain yang
berasal dari golongan teki-tekian (atau golongan sedges) (Moenandir, 1993).

Pengamatan komposisi gulma berguna untuk mengetahui ada tidaknya pergeseran


jenis gulma yaitu keberadaan jenis gulma pada suatu areal sebelum dan sesudah
percobaan/perlakuan. Some Dominance Ratio (SDR) atau Nisbah Jumlah Dominan
(NJD) berguna untuk menggambarkan hubungan jumlah dominansi suatu jenis gulma
dengan jenis gulma lainnya dalam suatu komunitas, sebab dalam suatu komunitas
sering dijumpai spesies gulma tertentu yang tumbuh lebih dominan dari spesies yang
lain. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum pengendalian gulma
dilakukan antara lain adalah jenis gulma dominan, tumbuhan budidaya utama,
alternatif pengendalian yang tersedia serta dampak ekonomi dan ekologi (Mas’ud,
2009).

Konsepsi dan metode analisis vegetasi sesungguhnya sangat bervariasi, tergantung


keadaan vegetasi itu sendiri dan tujuannya. Misalnya apakah ditujukan untuk
mempelajari tingkat suksesi, apakah untuk evaluasi hasil suatu pengendalian gulma.
Metode yang digunakan harus disesuaikan dengan struktur dan komposisi vegetasi.
Untuk areal yang luas dengan vegetasi semak rendah misalnya, digunakan metode
garis (line intersept), untuk pengamatan sebuah contoh petak dengan vegetasi
“tumbuh menjalar” (cpeeping) digunakan metode titik (point intercept) dan untuk
suatu survei daerah yang luas dan tidak tersedia cukup waktu, estimasi visual (visual
estimation) mungkin dapat digunakan oleh peneliti yang sudah berpengalaman. Juga
harus diperhatikan keadaan geologi, tanah, topografi, dan data vegetasi yang mungkin
telah ada sebelumnya, serta fasilitas kerja/keadaan, seperti peta lokasi yang bisa
dicapai, waktu yang tersedia, dan lain sebagainya; semuanya untuk memperoleh
efisiensi (Tjitrosoedirdjo, dkk., 1984).
Tujuan analisis vegetasi adalah sebagai berikut (Prawoto, dkk, 2008) :

1. Mengetahui komposisi jenis gulma dan menetapkan jenis yang dominan.


Biasanya hal ini dilakukan untuk keperluan perencanaan, misalnya untuk
memilih herbisida yang sesuai.
2. Untuk mengetahui tingkat kesamaan atau perbedaan antara dua vegetasi. Hal
ini penting misalnya untuk membandingkan apakah terjadi perubahan
komposisi vegetasi gulma sebelum dan setelah dilakukan pengendalian
dengan cara tertentu.

Koefisien komunitas digunakan untuk menilai adanya variasi atau kesamaan dari
berbagai komunitas dalam suatu area. Menurut Wirjahardja dan Pancho (1975),
tingkat kesamaan atau perbedaan komuniti gulma pada suatu daerah dapat
dibandingkan dengan menghitung “Coefficient of Community” atau “Coefficient of
Similarity”. Sebagai contoh persentase koefisen komunitas (C) mempunyai nilai yang
kecil (dibawah 70%), artinya banyak perbedaan keadaan vegetasinya, jadi perlu
adanya perbedaan dalam strategi pengendalian gulma. Data yang diperoleh dari
analisis vegetasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.
Data kualitatif yaitu data yang menunjukkan bagaimana suatu jenis tumbuhan
tersebar dan berkelompok. Sedangkan data kualitatif merupakan data yang
menyatakan jumlah, ukuran, berat basah/kering suatu jenis, dan luas daerah yang
ditumbuhinya (Barus, 2003).

Daun gulma daun lebar dibentuk pada meristem apikal yang sangat sensitif pada
senyawa kimia. Stomata pada daun gulma daun lebar banyak terdapat pada daun
bagian bawah yang memungkinkan cairan herbisida dapat masuk. Gulma daun lebar
memiliki bentuk daun yang lebih luas, sehingga luas permukaan daun yang kontak
dengan senyawa limbah sagu lebih besar. Gulma daun sempit berkedudukan vertikal
dan memiliki luas permukaan daun lebih kecil. Analisis vegetasi gulma menunjukkan
bahwa gulma daun sempit merupakan gulma yang dominan dibandingkan gulma
daun lebar. Hal ini disebabkan karena gulma daun sempit umumnya bereproduksi
secara vegetatif dengan stolon dan rhizome yang mampu bertahan di dalam tanah dan
akan tumbuh kembali jika kondisi sudah baik (Syakir, 2008).

Metode kuadrat dilakukan dengan kawat 50 × 50 cm persegi digunakan untuk


mengukur kepadatan dan berat kering gulma pada 30, 60 dan 75 hari setelah tanam
(HST). Kawat persegi itu ditempatkan di empat lokasi terpilih secara acak pada setiap
plot dan semua gulma dikumpulkan. Gulma yang sudah dicabut (dikumpulkan)
diidentifikasi, dihitung spesies, biomassa ditimbang setelah pengeringan pada suhu 70
° C selama 72 jam dalam oven listrik. Kepadatan absolut dari masing-masing spesies
dicatat. Gulma sebagai kontrol diperkirakan sebagai persentase gulma yang mati oleh
perlakuan herbisida tertentu di bandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan herbisida.
Spesies gulma yang dominan ditentukan berdasarkan jumlah rasio dominan (SDR),
nilai-nilainya dinyatakan dalam persentase (Rahman, M. et al., 2012)
BAB III

METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada Rabu, 31 Mei 2023 bertempat di halaman green
house Fakultas Pertanian Universitas Singaperbangsa karawang.

3.2. Alat dan Bahan


1. Tali rafia
2. Patok bambu
3. Meteran atau penggaris
4. Handphone
5. Aplikasi Plant net atau Google lens
6. Alat Tulis

3.3. Cara Kerja


1. Melakukan survei pendahuluan pada areal yang akan diteliti secara
keseluruhan sehingga diperoleh gambaran umum mengenai jenis dan
penyebarannya.
2. Membuat petak-petak kuadrat atau plot ukuran 0,5x0,5 meter secara tersebar
merata dengan jarak yang sama (metode kuadrat). Dilakukan juga dengan
melempar kayu berbentuk persegi dengan ukuran 1x1 meter untuk mendapat
petak yang akan diamati (metode acak).
3. Mencatat dan menghitung spesies dan jumlah individu dari masing-masing
plot. Serta cover (penutup) setiap spesies gulma pada masing-masing plot.
4. Dalam perhitungan masing-masing gulma dipakai ketentuan sebagai
berikut:
a. Suatu individu yang berbeda pada batas petak dihitung satu individu
apabila lebih dari separuh bagian-bagian tanaman berada dalam
petak.
b. Untuk gulma yang berkelompok, maka tiap kelompok dihitung satu
individu.
c. Untuk gulma yang membentuk rumpun, bila dalam sampling terjadi
pemisahan maka masing-masing individu yang lengkap bagian-
bagiannya dihitung satu individu.
5. Mengidentifikasi atau determinasi gulma menggunakan aplikasi PlanNet,
Google Lens atau sejenisnya.
6. Mencatat data-data yang dibutuhkan dan mendokumentasikan kegiatan
pengamatan.
7. Menganalisis dan menghitung parameternya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum

Petakan INP
No. Nama Spesies KM KR FM FR SDR
1 2 3 4 5 (IVI)
1 Eleusine indica (L.) - - 3 7 12 17.6 25.9% 0.6 11.1% 37.0% 18.5%
2 Ageratum conyzoides - - - - 1 0.8 1.2% 0.2 3.7% 4.9% 2.4%
3 Amaranthus retroflexus 1 - - - 1 1.6 2.4% 0.4 7.4% 9.8% 4.9%
4 Agrostis perennans - - 1 - 4 4 5.9% 0.4 7.4% 13.3% 6.6%
5 Eleutheranthera ruderalis - - - - 1 0.8 1.2% 0.2 3.7% 4.9% 2.4%
6 Euphorbia hirta 1 5 3 10 9 22.4 32.9% 1 18.5% 51.5% 25.7%
7 Synedrella nodiflora - - 1 - - 0.8 1.2% 0.2 3.7% 4.9% 2.4%
8 Amaranthus spinosus - 4 4 1 - 7.2 10.6% 0.6 11.1% 21.7% 10.8%
9 Phyllanthus niruri - - 1 - - 0.8 1.2% 0.2 3.7% 4.9% 2.4%
10 Eragrostis unioloides - - - 6 - 4.8 7.1% 0.2 3.7% 10.8% 5.4%
11 Digitaria adscendens - 1 - - - 0.8 1.2% 0.2 3.7% 4.9% 2.4%
12 Phyllanthus urinaria - 1 - - - 0.8 1.2% 0.2 3.7% 4.9% 2.4%
13 Axonopus compressus - 2 - - - 1.6 2.4% 0.2 3.7% 6.1% 3.0%
14 Oldenlandia corymbosa 1 - - - - 0.8 1.2% 0.2 3.7% 4.9% 2.4%
15 Digitaria sanguinalis 2 - - - - 1.6 2.4% 0.2 3.7% 6.1% 3.0%
16 Eclipta prostrata L. 1 - - - - 0.8 1.2% 0.2 3.7% 4.9% 2.4%
17 Digitaria ciliaris 1 - - - - 0.8 1.2% 0.2 3.7% 4.9% 2.4%
TOTAL 68 100% 5.4 100% 200% 100%
4.1.1 Hasil Praktikum dengan Metode Kuadrat
No Petakan INP
Nama Spesies KM KR FM FR SDR
. 1 2 3 4 5 (IVI)
1 Elusine africana 14 - - - - 2.8 10.4% 0.2 4.5% 14.99% 7.5%
2 Amaranthus deflexus L. 5 - - - - 1 3.7% 0.2 4.5% 8.28% 4.1%
3 Amaranthus blitoides 5 - - - - 1 3.7% 0.2 4.5% 8.28% 4.1%
4 Eragrostis unioloides 2 7 - - - 1.8 6.7% 0.4 9.1% 15.81% 7.9%
5 Mercurialis annua L. 10 - - - - 2 7.5% 0.2 4.5% 12.01% 6.0%
6 Amaranthus viridis L. - 2 - - - 0.4 1.5% 0.2 4.5% 6.04% 3.0%
7 Euphorbia hirta L. - 3 - - - 0.6 2.2% 0.2 4.5% 6.78% 3.4%
8 Amaranthus blitum L. - 1 - - - 0.2 0.7% 0.2 4.5% 5.29% 2.6%
9 Digitaria ciliaris - 2 - - - 0.4 1.5% 0.2 4.5% 6.04% 3.0%
10 Eleutheranthera ruderalis - 1 - - - 0.2 0.7% 0.2 4.5% 5.29% 2.6%
11 Eleusine indica L. - 1 5 5 18 5.8 21.6% 0.8 18.2% 39.82% 19.9%
12 Amaranthus spinosus - - 12 - 15 5.4 20.1% 0.4 9.1% 29.24% 14.6%
13 Richardia brasiliensis - - 3 - - 0.6 2.2% 0.2 4.5% 6.78% 3.4%
14 Agrostis parennans - - 2 - - 0.4 1.5% 0.2 4.5% 6.04% 3.0%
15 Acalypha indica L. - - - 3 - 0.6 2.2% 0.2 4.5% 6.78% 3.4%
16 Axonopus compressus - - - 16 - 3.2 11.9% 0.2 4.5% 16.49% 8.2%
17 Digitaria sanguinalis - - - - 2 0.4 1.5% 0.2 4.5% 6.04% 3.0%
TOTAL 26.8 100% 4.4 100% 200.00% 100%
4.1.2 Hasil Praktikum dengan Metode Acak
4.2 Pembahasan Praktikum dengan Metode Kuadrat

4.2.1 Analisis Data

Dalam praktikum yang telah kita lakukan, kami telah melakukan analisa
vegetasi gulma sebanyak 17 gulma yang dimana spesies dominan terdapat di
gulma Euphorbia Hirta L. dan spesies yang sedikit ditemukan terdapat Ageratum
conyzoides, Eleutheranthera ruderalis, Synedrella nodiflora, Phyllanthus niruri,
Digitaria adscendens, Phyllanthus urinaria, Oldenlandia corymbose, Eclipta
prostrata L., Digitaria ciliaris.

Perhitungan Analisa Vegetasi Gulma


Total Jumlah petakan
1. KM :
jumlah Individu
1.25
= = 17.6
22

2. KR
3. FM
4. FR
5. INP

4.2.2 Karakteristik Spesies Dominan dan Taksonominya

Patikan kebo (Euphorbia hirta L) merupakan tanaman herba merambat yang


hidup di permukaan tanah, terutama pada daerah yang beriklim tropis. Patikan
kebo (Euphorbia hirta L) termasuk tanaman liar yang biasa tumbuh di permukaan
tanah yang tidak terlalu lembab dan ditemukan secara terpencar satu sama lain
(Heyne, 1987 dalam Hamdiyati, dkk. 2008). Tanaman patikan kebo (Euphorbia
hirta L) merupakan tanaman liar yang banyak ditemukan di daerah tropis

Patikan kebo (Euphorbia hirta L) merupakan gulma liar yang banyak


ditemukan di daerah tropis. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada ketinggian 1-1400
meter diatas permukaan laut. Di Indonesia, tumbuhan ini banyak ditemukan di
padang rumput, tepi jalan, tepi sungai, kebun, atau halaman rumah yang tidak
terurus. Patikan kebo (Euphorbia hirta L) biasanya tumbuh bersama dengan
patikan cina serta dapat bertahan hidup selama 1 tahun dan berkembang biak
dengan biji (Latief, 2014)

Klasifikasi Euphorbia Hirta sendiri sebagai berikut:


Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Euphorbia
Spesies : Euphorbia hirta L

4.3 Pembahasan Praktikum dengan Metode Acak

4.3.1 Analisis Data


4.3.2 Karakteristik Spesies Dominan dan Taksonominya
Rumput belulang (Eleusine indica L.) merupakan tumbuhan yang
termasuk ke dalam rumput-rumputan. Memiliki akar serabut, daun berwarna
hijau dengan panjang sekitar 2 cm. Dapat mudah ditemukan pada lingkungan
yang terbuka seperti areal persawahan, kebun, dan dipinggir jalan.
Perkembangbiakannya secara alami yaitu dengan menggunakan biji.

Klasifikasi Eleusine indica L. :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Eleusine

Spesies : Eleusine indica L.

4.4 Hubungan Analisis Vegetasi dengan Cara Pengendalian Gulma

Analisis vegetasi merupakan suatu cara untuk mempelajari distribusi


gulma dalam satu areal lahan. Cara ini juga untuk mengidentifikasi gulma apa
saja yang ada pada area lahan tersebut. Hal ini dapat membantu untuk
menentukan langkah ataupun strategi apa yang harus diterapkan dalam hal
pengendalian suatu gulma jika telah mengetahui spesies gulma yang menjadi
dominan. Penerapan analisis vegetasi gulma ini dapat menjadi acuan agar
pengendalian gulma dapat berjalan dengan efektif.
Pengendalian gulma secara efektif, harus diterapkan agar tepat sasaran.
Artinya, pengendalian gulma harus secara terfokus pada titik tertentu. Misalnya,
dari hasil analisis vegetasi gulma menunjukkan bahwa spesies gulma tertentu
lebih dominan di pinggir lahan pertanian. Maka, pengendalian gulma tersebut
harus difokuskan pada pinggir lahan pertanian.

Selain untuk mengoptimalisasi pengendalian gulma, analisis vegetasi


gulma dapat berperan dalam mengetahui persaingan antara gulma dengan
tanaman budidaya. Hal ini juga dapat dilakukan untuk menentukan strategi yang
digunakan dalam hal mencegah kerugian panen. Pengendalian gulma memiliki
beberapa teknik pengendalian seperti pengendalian secara kimiawi, biologi
maupun mekanis. Teknik pengendalian tersebut dapat digunakan sesuai dengan
tingkat aktivitas gulma pada suatu areal lahan dan perlu memperhatikan dari segi
aspek eksosistem lingkungannya.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Gulma adalah semua jenis vegetasi tumbuhan yang menimbulkan gangguan
pada lokasi tertentu terhadap tujuan yang diinginkan manusia. Gulma yang
tumbuh pada setiap lahan budidaya pertanian akan berbeda jenisnya dari satu
lahan ke lahan yang lainnya. Keragaman gulma dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan. Banyak faktor yang mempengaruhi keragaman gulma pada tiap
lokasi pengamatan, seperti cahaya, unsur hara, pengolahan tanah, cara budidaya
tanaman, serta jarak tanam atau kerapatan tanaman yang digunakan berbeda serta
umur tanaman jeruk tersebut
Konsepsi dan metode analisis vegetasi sesungguhnya sangat bervariasi,
tergantung keadaan vegetasi itu sendiri dan tujuannya. Metode yang digunakan
harus disesuaikan dengan struktur dan komposisi vegetasi. Tujuan analisis
vegetasi adalah sebagai berikut (Prawoto, dkk, 2008) :
1. Mengetahui komposisi jenis gulma dan menetapkan jenis yang dominan.
Biasanya hal ini dilakukan untuk keperluan perencanaan, misalnya untuk
memilih herbisida yang sesuai.
2. Untuk mengetahui tingkat kesamaan atau perbedaan antara dua vegetasi. Hal
ini penting misalnya untuk membandingkan apakah terjadi perubahan
komposisi vegetasi gulma sebelum dan setelah dilakukan pengendalian
dengan cara tertentu.

Pada praktikum kali ini, diterapkan dua metode analisis vegetasi gulma yaitu,
metode kuadrat dan metode acak.

5.2 Saran
Dengan diketahuinya metode analis vegetasi gulma, diharapkan dapat
menerapkan pengendalian gulma yang efektif dan tepat sasaran yang tetap
memperhatikan ekosistem lingkungan sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.portaluniversitasquality.ac.id:5388/ojssystem/index.php/
AGROTEKNOSAINS/article/view/907/528

Mas’ud, hidayati. 2009. Komposisi dan efisiensi pengendalian gulma


pada pertanaman kedelai dengan penggunaan bokashi . Jurnal Agroland
16 (2) : 118 – 123.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai