Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gulma adalah salah satu tumbuhan lain yang tumbuh pada lahan tanaman
budidaya, tumbuhan yang tumbuh disekitar tanaman pokok (tanaman yang
sengaja ditanam) atau semua tumbuhan yang tumbuh pada tempat (area) yang
tidak diinginkan sehingga kehadirannya dapat merugikan tanaman lain yang ada
di dekat atau disekitar tanaman pokok tersebut.
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh - tumbuhan, biasanya terdiri dari
beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat.Dalam mekanisme
kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama
individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya
sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis. Vegetasi
tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai
keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan
vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan
merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan
keadaan habitatnya. Analisis vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari
susunan dan bentuk vegetasi atau masyarakat.
Analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komponen jenis) dan
bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Ada berbagai
metode yang digunakan untuk menganalisa vegetasi ini. Diantaranya dengan
menggunakan metode kuadran atau sering disebut kuarter. Metode ini sering kali
disebut juga dengan plot less method karena tidak membutuhkan plot dengan
ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa titik. Melakukan analisa dengan
melakukan perhitungan satu persatu akan membutuhkan waktu yang lama. Selain
menggunakan metode kuadran, analisis vegetasi juga dapat dilakukan dengan
metode titik dan metode garis.
Untuk mempelajari komposisi vegetasi dapat dilakukan dengan Metode
Berpetak (Teknik sampling kuadrat: petak tunggal atau ganda, Metode Jalur,

Universitas Sriwijaya
2

Metode Garis Berpetak) dan Metode Tanpa Petak (Metode berpasangan acak,
Titik pusat kwadran, Metode titik sentuh, Metode garis sentuh, Metode Bitterlich).
Berdasarkan model geometrik yang dihasilkan dari hasil analisis, dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa titik yang saling berdekatan merupakan unit-unit
sampling yang mempunyai pola kesamaan dalam komunitas, sedangkan titik-titik
yang saling berjauhan adalah unit-unit sampling yang mempunyai perbedaan
komunitas. Berdasarkan perbedaan tersebut hasil analisis ordinasi dapat
dilanjutkan dengan mengkorelasikan pola komunitas pada unit-unit sampling
dengan faktor lingkungan dari unit-unit sampling tersebut, sehingga dapat
diketahui penyebab perbedaan pola komunitas di antara unit-unit sampling
tersebut .
Ada berbagai metode yang dapat di gunakan untuk menganalisa vegetasi
ini. Diantaranya dengan menggunakan metode kuadran atau sering disebut dengan
kuarter. Metode ini sering sekali disebut juga dengan plot less method karena
tidak membutrhkan plot dengan ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa titik.
Metode ini cocok digunakan pada individu yang hidup tersebar sehingga untuk
melakukan analisa denga melakukan perhitungan satu persatu akan membutuhkan
waktu yang sangat lama, biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk
hutan atau vegetasi kompleks lainnya.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum analisis vegetasi adalah :
1. Untuk mempelajari tingkat suksesi.
2. Untuk mengevaluasi hasil suatu pengendalian gulma secara kimia.
3. Untuk mengetahui metode dalam analisis vegetasi gulma.

Universitas Sriwijaya
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gulma
Gulma ialah tumbuhan yang kehadirannya tidak dikehendaki pada lahan
pertanian karena dapat merugikan, seperti kerugian akibat persaingan antara
tanaman budidaya dan gulma seperti, pertumbuhan terhambat sehingga waktu
mulai berproduksi lebih lama, penurunan kuantitas dan kualitas hasil produksi
tanaman, produktivitas kerja terganggu, gulma dapat menjadi sarang hama dan
penyakit. Pengertian gulma secara lain adalah tumbuhan yang belum diketahui
manfaatnya secara pasti sehingga kebanyakan orang menganggap gulma hanya
mempunyai nilai negatif yang lebih besar dari nilai ekonomisnya.
Gulma yang tumbuh menyertai tanaman budidaya dapat menurunkan hasil
baik kualitas maupun kuantitasnya (Widaryanto,2010). Gulma mempunyai
kemampuan bersaing yang kuat dalam memperebutkan CO2, air, cahaya matahari
dan nutrisi. Pertumbuhan gulma dapat memperlambat pertumbuhan tanaman
(Singh,2005). Brown dan Brooks (2002) menyatakan bahwa gulma menyerap
hara dan air lebih cepat dibanding tanaman pokok.
Gulma berkembang biak dengan cara vegetatif dan generatif. Secara
generatif dengan biji dengan karakteristik biji yang halus, ringan dan berjumlah
banyak yang dapat disebar oleh angin, air, hewan maupun manusia. Sedangan
secara vegetatif dengan bagian batang yang berada di dalam tanah akan
membentuk tunas. selain itu dengan bagian akar tanaman, misalnya stolon,
rhizhoma, dan umbi
Berdasarkan morfologinya, gulma dibedakan berdasarkan gulma berdaun
sempit (grasses), yaitu daun menyerupai pita, batang tanaman beruas, tanaman
tumbuh tegak atau menjalar, dan memiliki pelepah serta helai daun contoh
Axonopus compressus. Gulma teki-tekian (sedges) cirinya memiliki batang
berbentuk segitiga, contohnya Cyperus aromaticus. Gulma berdaun lebar (broad
leaves) cirinya adalah bentuk daun lebar, tanaman tumbuh tegak dan menjalar,
contohnya Cassia tora, dan gulma pakis-pakisan (ferns) berkembang dengan
spora, contohnya Dicranopteris linearis. Berdasarkan siklus hidup gulma dibagi

Universitas Sriwijaya
4

menjadi gulma semusim, gulma dua musim dan gulma tahunan. Berdasarkan
habitat tumbuh gulma dibedakan gulma air dan gulma daratan.
Pengendalian gulma bertujuan untuk menekan pertumbuhan gulma sampai
batas toleransi merugikan secara ekonomis. Metode pengendalian gulma dapat
secara fisik, hayati maupun kimiawi dengan menggunakan herbisida. Metode
kimiawi banyak dilakukan karena dianggap praktis karena memerlukan sedikit
pekerja dan waktu yang relatif singkat. Pengendalian secara fisik dengan
pengolahan tanah yaitu pembersihan tanah dari bibit-bibit tanaman sebelumnya
dan biji-biji gulma, tidak menggunakan pupuk yang belum matang, serta
penggunaan mulsa untuk menekan pertumbuhan gulma akibat proses fotosintesis
yang terhambat. Pengendalian secara hayati dengan menggunakan musuh alami
gulma seperti kutu loncat eksotik untuk pengendalian Mimosa diplotricha.

2.2. Analisis Vegetasi


Analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan
bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Untuk suatu
kondisi hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan
sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili
habitat tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu
jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang
digunakan.
Prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar
individu jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus
cukup kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa
duplikasi atau pengabaian. Karena titik berat analisa vegetasi terletak pada
komposisi jenis dan jika kita tidak bisa menentukan luas petak contoh yang kita
anggap dapat mewakili komunitas tersebut, maka dapat menggunakan teknik
Kurva Spesies Area (KSA). Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat
ditetapkan : (1) luas minimum suatu petak yang dapat mewakili habitat yang akan
diukur, (2) jumlah minimal petak ukur agar hasilnya mewakili keadaan tegakan
atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur.
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk
menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu

Universitas Sriwijaya
5

vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat
berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang
pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang
ada. Macam-macam metode analisis vegetasi yaitu metode destruktif, metode
nondestruktif, metode floristik, dan metode nonfloristik.
a. Metode Destruktif (Pengukuran yang bersifat merusak)
Metode ini umumnya dilakukan untuk bentuk vegetasi yang sederhana,
dengan ukuran luas pencuplikan antara satu meter persegi sampai lima meter
persegi. Penimbangan bisa didasarkan pada berat segar materi hidup atau berat
keringnya. Metode ini sangat membantu dalam menentukan kualitas suatu padang
rumput dengan usaha pencairan lahan penggembalaan dan sekaligus menentukan
kapasitas tampungnya. Pendekatan yang terbaik untuk metode ini adalah secara
floristika, yaitu didasarkan pada pengetahuan taksonomi tumbuhan.
b. Metode nondestruktif
Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan, yaitu
berdasarkan penelaahan organisme hidup/tumbuhan (tidak didasarkan pada
taksonominya), dan pendekatan lainnya adalah didasarkan pada penelaahan
organisme tumbuhan secara taksonomi atau pendekatan floristika.
c. Metode non-floristika
Metode non-floristika telah dikembangkan oleh banyak pakar vegetasi,
seperti Du Rietz (1931), Raunkiaer (1934), dan Dansereau (1951), yang kemudian
diekspresikan oleh Eiten (1968) dan Unesco (1973) yang membagi dunia
tumbuhan berdasarkan berbagai hal, yaitu bentuk hidup, ukuran, fungsi daun,
bentuk dan ukuran daun, tekstur daun, dan penutupan. Untuk setiap
karakteristiknya di bagi-bagi lagi dalam sifat yang kebih rinci, yang
pengungkapannya dinyatakan dalam bentuk simbol huruf dan gambar.
Untuk memahami metode non-floristika ini sebaiknya perlu dikaji dasar-dasar
pemikiran dari beberapa pakar tadi. Pada prinsipnya mereka berusaha
mengungkapkan vegetasi berdasarkan bentuk hidupnya, jadi pembagian dunia
tumbuhan secara taksonomi sama sekali diabaikan, mereka membuat klasifikasi
tersendiri dengan dasar-dasar tertentu.

Universitas Sriwijaya
6

d. Metode floristik
Metode ini didasarkan pada penelaahan organisme tumbuhan secara
taksonomi. Metode ini dapat menentukan kekayaan floristika atau
keanekaragaman dari berbagai bentuk vegetasi. Penelaahan dilakukan terhadap
semua populasi spesies pembentuk masyarakat tumbuhan
tersebut,sehingga pemahaman dari setiap jenis tumbuhan secara taksonomi
adalah sangat dibutuhkan. Pelaksanaan metode floristik ini sangat ditunjang
dengan variable-variabel yang diperlukan untuk menggambarkan baik struktur
maupun komposisi vegetasi, diantaranya adalah:
1. Kerapatan, untuk menggambarkan jumlah individu dari populasi sejenis.
2. Kerimbunan, variable yang menggambarkan luas penutupan suatu populasi di
suatu kawasan, dan bias juga menggambarkan luas daerah yang dikuasai oleh
populasi tertentu atau dominasinya.
3. Frekuensi, variable yang menggambarkan penyebaran dari populasi disuatu
kawasan.

2.3. Metode Kuadrat


Teknik sampling kuadrat ini merupakan suatu teknik survey vegetasi yang
sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Plot yang dibuat dalam
teknik sampling ini bisa berupa petak tunggal atau beberapa petak. Petak tunggal
mungkin akan memberikan informasi yang baik bila komunitas vegetasi yang
diteliti bersifat homogen. Adapun plot yang dibuat dapat diletakkan secara
random atau beraturan.
Bentuk plot yang dibuat tergantung pada bentuk morfologis vegetasi dan
efisiensi sampling pola penyebarannya. Misalnya, untuk vegetasi rendah, plot
berbentuk lingkaran lebih menguntungkan karena pembuatan petaknya dapat
dilakukan secara mudah dengan mengaitkan seutas tali pada titik pusat petak.
Selain itu, plot berbentuk lingkaran akan memberikan kesalahan sampling yang
lebih kecil daripada bentuk petak lainnya, karena perbandingan panjang tepi
dengan luasnya lebih kecil. Tetapi dari segi pola distribusi vegetasi, petak
berbentuk lingkaran ini kurang efisien dibanding bentuk segiempat.

Universitas Sriwijaya
7

Sehubungan dengan efisiensi sampling banyak studi yang dilakukan


menunjukkan bahwa petak bentuk segiempat memberikan data komposisi vegetasi
yang lebih akurat dibanding petak berbentuk bujur sangkar yang berukuran sama,
terutama bila sumbu panjang dari petak tersebut sejajar dengan arah perobahan
keadaan lingkungan/habitat. Untuk memudahkan perisalahan vegetasi dan
pengukuran parametemya, plot biasanya dibagi-bagi ke dalam kuadrat-kuadrat
berukuran lebih kecil. Ukuran kuadrat-kuadrat tersebut disesuaikan dengan bentuk
morfologis jenis dan lapisan distribusi vegetasi secara vertikal (stratifikasi).
Dalam hal ini Oosting (1956) menyarankan penggunaan kuadrat, yaitu:
a. Ukuran 10 x 10 m untuk lapisan pohon
b. 4 x 4 m untuk lapisan vegetasi berkayu tingkat bawah sampai tinggi 3 m,
c. 1 x 1 m untuk vegetasi bawah/lapisan herba.
Tetapi, umummya para peneliti di bidang ekologi hutan membedakan potion ke
dalam beberapa tingkat pertumbuhan, yaitu:
a. Semai (permudaan tingkat kecambah sampai setinggi < 1,5 m),
b. Pancang (permudaan dengan > 1,5 m sampai pohon muda yang berdiameter <
10 cm),
c. Tiang (pohon muda berdiameter 10 s/d 20 cm), dan
d. Pohon dewasa (diameter > 20 cm).
Untuk memudahkan pelaksanaannya ukuran kuadrat disesuaikan dengan tingkat
perttunbuhan tersebut, yaitu umumnya 20 x 20 m (pohon dewasa), 10 x 10 m
(tiang), 5 x 5 m (pancang), dan 1x1 m atau 2 x 2 m (semai dan tumbuhan bawah).
a) Petak Tunggal
Dalam metode ini dibuat satu petak sampling dengan ukuran tertentu yang
mewakili suatu tegakan hutan. Ukuran petak ini dapat ditentukan dengan kurva
spesies-area.
b) Petak Ganda
Di dalam metode ini pengambilan contoh vegetasi dilakukan dengan
menggunakan banyak plot yang letaknya tersebar merata. Peletakan plot
sebaiknya secara sistematis.

Universitas Sriwijaya
8

c) Metode Jalur
Metode ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi
menurut kondisi tanah, topografi dan elevasi. Jalur - jalur contoh ini harus dibuat
memotong garis-garis topografi, misal tegak lurus garis pantai, memotong sungai,
dan menaik atau menurun lereng gunung. Perhitungan besamya nilai kuantitatif
parameter vegetasi sama dengan metode petak tunggal.
d) Metode Garis Berpetak
Metode ini dapat dianggap sebagai modifikasi metode petak ganda atau
metode jalur, yakni dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur
sehingga sepanjang garis rintis terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang
sama.

Universitas Sriwijaya
9

BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu


Adapun praktikum pengendalian gulma ini dilaksanakan di Lahan Dasar-
dasar Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. Dilaksanakan pada
hari Rabu, 31 Oktober 2018 pukul 15:00 s.d. 17:00 WIB.

3.2. Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan dalam praktikum pengendalian gulma sebagai
berikut : 1) Kantong plastik, 2) Kertas serta kertas grafik, 3) Martil/palu, 4)
Meteran (ukuran dua/tiga meter), 5) Oven/pengering, 6) Pasak kayu enam (6)
buah, 7) Pisau/gunting, 8) Tali rafia (plastik), 9) Timbangan.
Adapun bahan yang digunakan adalah : Lahan yang akan dianalisis
vegetasinya.

3.3. Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja dari praktikum kali ini adalah :
1. Menentukan titik di lahan yang akan dianalisis dengan cara memilih tempat
yang mempunyai jenis gulma yang sangat beragam (dari jumlah jenis gulma
yang banyak) berjalan menuju tempat yang jumlah jenis gulmanya sedikit.
2. Dari titik tersebut (O) dibuat ordinat (Y) dan absis (X) kemudian dibuat petak
bujur sangkar dengan ukuran (1 x 1) m.
3. Catatlah semua jenis gulma yang ada pada petak tersebut (langkah kedua).
4. Buat petak kedua dengan ukuran dua kali ukuran petak pertama (langkah
kedua), kemudian catatlah semua jenis gulma.
5. Buat petak ketiga dengan ukuran dua kali luas petak kedua, kemudian catatlah
semua jenis gulma yang ada.
6. Buatlah petak keempat dan seterusnya dengan ukuran petak dua kali ukuran
petak sebelumnya dan dihentikan pembuatan petak selanjutnya apabila sudah
tidak ditemukan atau ditemukan sedikit sekali (satu) penambahan jenis gulma.

Universitas Sriwijaya
10

7. Buatlah grafik/kurve spesies area dengan meletakkan jumlah jenis gulma


secara komulatif pada sumbu Y dan luas petak bujur sangkar pada sumbu X.
8. Buatlah garis M dari titik O ditarik melalui perpotongan ordinat 10 % dari jenis
gulma dan absis 10 % dari luas petak contoh.
9. Buatlah garis singgung N yang sejajar dengan garis M. Dari titik singgung
tersebut (P) diproyeksikan ke sumbu X (absis) memotong absis pada titik Q.
Luas plot terkecil = seluas titik P sampai titik Q.

Universitas Sriwijaya
11

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Tabel 1. Kerapatan mutlak dan kerapatan nisbi

NO GULMA PETAK K. MUTLAK K. NISBI


I II III IV K.Mutlak = (100%)
∑ individu suatu K. Nisbi =
jenis dalam tiap {K. Mutlak
petak jenis gulma/∑
K. Mutlak
semua jenis
gulma} x 100%
1. Ageratum 6 10 5 9 30 24,39 %
conyzoides
2. Mucuna 1 - 3 2 6 4,87 %
3. Imperata 4 2 2 - 8 6,50 %
cylindrica
4. Asystasia 15 18 12 9 54 43,90 %
coromandeliana
5. Borreria alata 1 6 1 5 13 10,56 %
6. Euporbia hirta - 3 2 5 10 8,13 %
L
7. Amaranthus - - - 2 2 1,62 %
spinosus
JUMLAH 27 39 25 32 123 100.00 %

Universitas Sriwijaya
12

Tabel 2. Frekuensi mutlak dan frekuensi nisbi

NO GULMA PETAK F. MUTLAK


F.Mutlak = F. NISBI
∑ Petak contoh (100%)
yang berisi gulma F. Nisbi =
tertentu/∑ semua {F.
petak Mutlak
gulma
I II III IV tertentu/∑
nilai F.
Mutlak
semua
jenis} x
100%

1. Ageratum 1 1 1 1 1,00 18,18 %


conyzoides
2. Mucuna 1 - 1 1 0.75 13,63 %
3. Imperata cylindrica 1 1 1 - 0.75 13,63 %
4. Asystasia 1 1 1 1 1,00 18,18 %
coromandeliana
5. Borreria alata 1 1 1 1 1,00 18,18 %
6. Euporbia hirta L - 1 1 1 0.75 13,63 %
7. Amaranthus - - - 1 0.25 3,63 %
spinosus
JUMLAH 5 5 6 6 5.5 100.00 %

Tabel 3. Nilai penting dan Summed Dominance Ratio (SDR)

NO GULMA K. Nisbi F. Nisbi Nilai Penting SDR


Kerapatan Nisbi + Nilaip
Frekuensi Nisbi enting
/2

1. Ageratum conyzoides 24,39 % 18,18 % 42,57 21,28


2. Mucuna 4,87 % 13,63 % 18,5 9,25
3. Imperata cylindrica 6,50 % 13,63 % 20,13 10,06
4. Asystasia 43,90 % 18,18 % 62,08 31,04
coromandeliana
5. Borreria alata 10,56 % 18,18 % 28,74 14,37
6. Euporbia hirta L 8,13 % 13,63 % 21,76 10,88
7. Amaranthus spinosus 1,62 % 3,63 % 5,52 2,62

Universitas Sriwijaya
13

Tabel 4. Berat Kering

NO Lemparan Berat Kering


1 Lemparan 1 4,44
2 Lemparan 2 5,16
3 Lemparan 3 17,57

4.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan yang bertujuan untuk


mengetahui tingkat suksesi gulma yang sedang di analisis dan diperoleh data dari
setiap plot berbeda-beda jumlah ataupun jenis spesiesnya. Pengamatan yang
dilakukan adalah dengan membuat suatu plot spesies area dari ukuran terkecil
hingga terbesar sampai pada tidak adanya lagi keanekaragaman spesies. Plot
dibuat dengan ukuran yang berbeda-beda diantaranya (1m x 1m), (2 m x 2m), (3m
x 3m), (4m x 4m)
Pembuatan plot berhenti pada ukuran (4m x 4m) karena tidak
ditemukannya lagi spesies yang baru. Pengamatan yang pertama dilakukan yaitu
dengan luas 1 m x 1 m dengan jumlah gulma yang ditemukan adalah 4 spesies
yakni (Ageratum conyzoides), (Mucuna), (Imperata cylindrical), (Asystasia
coromandeliana), (Borreria alata), (Euporbia hirta L), dan (Amaranthus
spinosus). Ukuran petak ini diperbesar dua kali lipat (2 m x 2 m), (3 m x 3 m), (4
m x 4 m) dan ditemukan spesies yang semuanya sama pada plot pertama.
Kemudian pada data berat kering lemparan pertama didapatkan berat
kering dari keseluruhan gulma sebesar 4, 44. Pada berat kering di lemparan kedua
didapatkan 5, 16 dan pada lemparan ketiga didapatkan berat kering sebesar 17,
57.
Berdasarkan data hasil pengamatan berupa tabel dapat diketahui bahwa
secara umum, luas petak contoh mempunyai hubungan erat dengan
keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal, dimana semakin meningkat
keanekaragaman jenis maka semakin luas area petak. walaupun keanekaragaman
spesies itu tidak terlalu bervariasi. Hal ini sesuai dengan teori bahwa luas
minimum digunakan untuk memperoleh luasan petak contoh (sampling area) yang
dianggap representatif dengan suatu tipe vegetasi pada suatu habitat tertentu yang
sedangdipelajari.

Universitas Sriwijaya
14

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk
(struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan.
2. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan
tajuk.
3. Untuk mempelajari komposisi vegetasi dapat dilakukan dengan Metode Berpetak
dan Metode Tanpa Petak.
4. Metode destruktif dilakukan untuk bentuk vegetasi yang sederhana, dengan
ukuran luas pencuplikan antara satu meter persegi sampai lima meter persegi.
5. Teknik sampling kuadrat merupakan suatu teknik survey vegetasi yang sering
digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Plot yang dibuat dalam teknik
sampling ini bisa berupa petak tunggal atau beberapa petak.

5.2 Saran
Adapun saran dari praktikum ini adalah agar mahasiswa lebih serius dalam
mengikuti praktikum ini agar dapat memahami tentang analisis vegetasi pada gulma.

Universitas Sriwijaya
15

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2013..https//www.pioneer.com/web/site/Indonesia/gulma-dan-cara-
pengendaliannya. [Diakses pada 06 November 2018]

Anonim. 2009. https//boymarpaung.wordpress.com/2009/04/20/apa-dan-bagaimana-


mempelajari-analisa-vegetasi/ [Diakses pada 06 November 2018]

Duncar J. T and B. J. Brecke. 2002. Weed management in soybeans. Institute of food


and agric. J. Bioone Science 59(2): 9-10

Moenandir, J. 2010. Persaingan tanaman budidaya dengan gulma. Rajawali Press.


Jakarta.

Singh. S. 2005. Effect of establishment methods and weeds management practices on


weeds and rice in rice-wheat cropping system. Indian J. Weed Sci. 37 (2): 524-
527.

Universitas Sriwijaya
16

LAMPIRAN

Gambar keseluruhan plot 1 – 7

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai