OLEH :
NIM : 4163341038
JURUSAN : BIOLOGI
KELOMPOK : 2 ( DUA)
2018
I. JUDUL : Pengamatan Serangga Nocturnal
II. TUJUAN :
1. Untuk mengetahui kelimpahan, keanekaragaman jenis dan jumlah insekta
malam di laboratorium ekologi.
2. Untuk mengetahui rangsangan dalam bentuk cahaya akan mempengaruhi
kegiatan insekta malam.
3. Untuk mengetahui hubungan antara kepentingan spesies dengan faktor yang
mempengaruhi serangga noctural.
4. Untuk mengetahui faktor lingkungan abiotik yang mempengaruhi serangga
noctural.
5. Untuk mengetahui faktor biotik yang mempengaruhi serangga noctural.
N
Nama Bahan Jumlah
o
1 Air Secukupnya
2 Alkohol 70% Secukupnya
V. PROSEDUR KERJA
B. Habitat Serangga
Serangga dapat ditemukan pada hampir semua habitat baik di lingkungan akuatik,
semi akuatik, dan di atas atau di bawah tanah (Borror, 1992).Oleh karena itu serangga
dikatakan bersifat kosmopolit.Aktivitas serangga sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya
matahari dan kemampuan dalam menyerap intensitas cahaya matahari yang berbeda-
beda.Beberapa serangga membutuhkan cahaya yang sedikit, sehingga serangga tersebut lebih
aktif melakukan aktivitasnya pada malam hari (nocturnal).Namun tidak jarang ada serangga
yang membutuhkan banyak dalam melakukan aktivitasnya sehingga lebih aktif pada siang
hari (diurnal).Hewan seringkali mengatur aktivitas mereka untuk menghindari dehidrasi
sehingga mereka bergerak ke tempat terlindung atau cenderung aktif pada malam hari
(Soejtipto, 1993).
Farb 1980 dalam Irawan 1990 menyatakan bahwa ada tiga hal yang menunjang
suksesnya kehidupan serangga dalam habitatnya, yaitu sebagai berikut.
a. Serangga mengalami metamorphosis sehingga pada tingkat larva dan dewasa hidup di
tempat yang berbeda dengan makanan yang berbeda pula.
b. Ada beberapa ordo yang memiliki sayap depan menebal menjadi penutup keras
sehingg melindungi bagian tubuh yang lunak.
c. Sebagian ordo memiliki mulut bertipe pengunyah sehingga dapat memakan makanan
yang keras.
C. Klasifikasi Serangga
Menurut E.L. Yordan dan P.S. Verma dalam Kastawi 1994, serangga diklasifikasikan
menjadi dua subklas, yaitu Apterygota dan Pterygota.Dasar pengklasifikasian ini adalah pada
ada tidaknya sayap. Menurut Kastawi dalam Brawan 1999, dua subclass tersebut ada 33 ordo
dan 12 diantaranya ditemukan di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
1. Ordo Orthoptera
Hewan yang tergolong ordo ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Memiliki ukuran tubuh 4-75 mm
b. mempunyai dia sayap, sayap depan panjang menyempit dan sayap belakang meleba
c. Hewan tersebut memiliki tipe mulut penggigit dan pengunyah.
d. Hewan jantan mempunyai alat penghasil suara yang terletak di dada.
e. Contoh serangga yang tergolong dalam ordo ini adalah Blatella gertnatica.
2. Ordo Dermaptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut,
a. Tubuh pipih dan berukuran 4-30 mm
b. Bersifat hemimetabola
c. Mulut bertipe pengunyah
d. Tidak bersayap atau dengan 1-2 sayap (sayap depan kecil seperti kulit, sayap belakang
seperti selaput, dan melipat di bawah depan bila sedang hinggap)
e. Hewan jantan mempunyai catut yang kokoh
f. Aktif pada malam hari (nocturnal)
g. Contoh spesies dalam ordo ini yaitu Farficula dan Anisolabis maritime
3. Ordo Mecoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini memiliki cirri-ciri sebagai berikut,
a. Tubuh ramping dengan kuran 1-35 mm
b. Bersifat holometabola
c. Mulut bertipe pengunyah
d. Antenna dan kaki panjang dengan kepala memanjang
e. Tidak bersayap atau memiliki dua pasang sayap yang panjang, sempit dan berupa
membran
f. Mempunyai organ penjepit yang terletak di ujung posterior abdomen dan organ tersebut
menyerupai organ penyengat pada kalajengking
g. Makanan berupa buah dan serangga yang mati
h. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Panorpa rufescens dan
Hyloittacus picalis.
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keanekaragaman
Faktor-faktor yang mempengaruhi keanekarangaman ada enam dan tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lain. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Faktor waktu
Irawan (1999) menyebutkan bahwa waktu mempengaruhi kematangan suatu
komunitas selama perubahan waktu suatu organisme akan berkembang dan mengalami proses
keanekaragaman menjadi lebih baik. Ditambahkan lagi bahwa keanekaragaman ini
merupakan produk evolusi. Di daerah tropis organisme berkembang dan memiliki
keanekaragaman lebih tinggi dibandingkan dengan organisme di daerah kutub, dan komunitas
memiliki proses keanekaragaman sepanjang waktu sehingga komunitas yang lebih tua
memiliki lebih banyak spesies daripada komunitas yang muda.
2. Faktor heterogenitas spasial (ruang)
Menurut Krebs (1985) dalam Widagdo (2002) relief atau topografi atau heterogenitas
makrospasial memiliki efek yang besar terhadap keanekaragaman spesies.Wilayah tropis
mempunyai kompleksitas lingkungan yang tinggi. Dalam hal ini factor fisik, komunitas
tumbuhan dan hewan sangat heterogen dan sangat cepat mengalami proses keanekaragaman
spesies. Di area yang memiliki relief topografi yang tinggi terdapat banyak habitat yang
berbeda sehingga berisi banyak spesies.
3. Faktor kompetisi
Krebs (1985) dalam Widagdo (2002) menjelaskan bahwa peran kompetisi
mempengaruhi kekayaan spesies yang digambarkan melalui hubungan relung antar
spesies.Factor ini sangat penting dalam evolusi karena merupakan persyaratan habitat untuk
hewan dan tumbuhan menjadi lebih terbatas dan makanan untuk hewan juga menjadi sedikit.
Komunitas di daerah tropis memiliki lebih banyak spesies karena memiliki relung yang kecil
dan overlap relung yang tinggi.
4. Faktor predasi
Predasi dan kompetisi sama-sama mempengaruhi keanekaragaman spesies.Dalam
komunitas yang kompleks dan mendukung banyak spesies, interaksi yang dominan adalah
predasi, sedangkan dalam komunitas sederhana yang dominan adalah kompetisi.Keberadaan
predator dan parasit dapat menekan populasi mangsa sampai pada tingkat yang sangat
rendah. Adanya pengurangan kompetisi memungkinkan bertambahnya suatu spesies sehingga
akan mendukung munculnya predator baru.
5. Faktor stabilitas lingkungan
Faktor ini menunjukkan bahwa semakin stabil parameter lingkungan maka spesies
yang ada semakin banyak. Adanya kombinasi faktor stabilitas dengan waktu dapat
mempengaruhi keanekaragaman.
6. Faktor produktivitas
Menurut Krebs (1985) dalam Widagdo (2002) stabilitas dari produktivitas mempunyai
pengaruh utama terhadap keanekaragaman spesies dalam komunitas.Semakin besar
produktivitasnya, maka keanekaragamannya juga semakin besar. Namun tidak selalu benar
kalau semakin rendah produktivitasnya maka keanekaragamannya juga semakin rendah.
Berdasarkan dari hasil pengamatan yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Kami menemukan 5 spesies serangga dan serangga yang lebih dominan yaitu “Serangga
Kecil” dengan Indeks Dominansi 0,25 dan Indeks Keanekaragaman Shanoon winner
0,15.Sedangkan jenis spesies yang paling resisten adalah Ngengat dengan nilai indeks
Dominansi sebesar 0,0009 dan Indeks Keanekaragaman Shanoon Winner sebesar
0,0027.Hewan malam “serangga” akan terperangkap Light Trap karena hewan-hewan
tersebut mendekati cahaya.
2. Rangsangan dalam bentuk cahaya akan mempengaruhi kegiatan insekta malam. Cahaya
juga memberikan informasi vital tentang lingkungannya kepada binatang. Insekta adalah
makhluk hidup yang paling banyak di dunia, karena itu tak mengherankan bila
dimanapun kita berada hampir selalu menemukan mereka. Banyak jenis diantara insekta
yang merupakan pengganggu di lingkungan kita akan tetapi tidak sedikit pula yang
menguntungkan.
3. Hubungan antara kepentingan spesies secara umum menunjukan korelasi negatip artinya
komunitas akan mengandung sedikit spesies, dengan jumlah individu yang besar, dan
sebaliknya pada komunitas yang mempunyai banyak spesies, masing spesies dengan
cacah individu kecil. Kenekaragaman cenderung akan rendah apabila pada ekosistem
yang secara fisik atau mendapatkan tekanan lingkungan dan akan cenderung tinggi pada
ekosistem yang dibatasi, atau diatur faktor-faktor biotik.
4. Faktor lingkungan abiotik secara besarnyadapat dibagi atas faktor fisika dan faktor
kimia. Faktor fisika antara lain ialah suhu, kadar air, porositas dan tekstur tanah. Faktor
kimia antara lain adalah salinitas, pH, kadar organik tanah dan unsur-unsur mineral
tanah. Faktor lingkungan abiotik sangat menentukan struktur komunitas hewan-hewan
yang terdapat di suatu habitat.
5. Faktor lingkungan biotik bagi hewan tanah adalah organisme lain yang juga terdapat di
habitatnya seperti mikroflora, tumbuh-tumbuhan dan golongan hewan lainya. Pada
komunitas itu jenis-jenis organisme itu saling berinteraksi satu dengan yang lainnya.
Interaksi itu bisa berupa predasi, parasitisme, kompetisi dan penyakit. Dalam studi
ekologi hewan tanah, pengukuran faktor lingkungan abiotik penting dilakukan karena
besarnya pengaruh faktor abiotik itu terhadap keberadaan dan kepadatan populasi
kelompok hewan ini. Dengan dilakukannya pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka
akan dapat diketahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan kepadatan
populasi hewan yang di teliti. Tidak pula dapat dipungkiri, bahwa dalam mempelajari
ekologi hewan tanah perlu diketahui metode-metode pengambilan contoh di lapangan
karena hewan itu relatif kecil dan tercampur dengan tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Koko Muarib, Akbar dan Dian Mutiara. 2015. Jenis-Jenis Serangga Nocturnal Pada Tanaman
Duku (Lansium Domesticum Corr.) Di Desa Srigeni Lama Kabupaten Oki Provinsi
Sumatera Selatan. Jurnal saintimika. Volume 12 (1).
Manurung, Binari. 2018. Ekologi Hewan. UNIMED PRESS. Medan.
Tutut Indah Sulistiyowati, Ramadhani Eka Putra. 2016. Perilaku Serangga Pengunjung Buah
Naga Merah (Hylocereus polyrhizus). Prosiding Seminar Nasional from Basic
Science to Comprehensive Education. ISBN: 978-602-72245-1-3
Oktaviona, Lupita. Preferensi Serangga Nokturnal Terhadap Warna Lampu Light Trap Di