Anda di halaman 1dari 7

1

Kegiatan ke 2
Serangga Nokturnal

A. Tujuan Kegiatan
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara menggunakan lampu perangkap (light
trap)
2. Mahasiswa dapat mengamati jenis serangga malam yang aktif pada
malam hari

B. Kajian Pustaka
1. Pengertian Serangga
Serangga merupakan salah satu organisme yang termasuk dalam
Kingdom Animalia, Filum Arthropoda merupakan hewan dikelompokkan
dalam kelas Insecta. telah ada di muka bumi ini lama sebelum manusia
muncul. Hal ini dibuktikan dari penemuan fosil serangga yang telah
berumur sekitar 350 juta tahun sementara manusia baru ada diduga sejak
2 juta tahun yang lalu. Dalam modul ini terutama pada Kegiatan Belajar 1
akan dijelaskan beberapa karakter unik dari serangga yang menjadikan
hewan ini menarik banyak orang untuk mempelajari hingga lahirnya
entomologi (ilmu serangga) sebagai salah satu cabang ilmu (Permana,
2014: 1).
Secara alamiah, tergantung pada jenisnya serangga,siklus hidup
serangga bervariasi, mulai dari yang sederhana hingga yang mengalami
perkembangan kompleks. Perkembangan serangga melibatkan perubahan
bentuk yang dikenal dengan istilah stadium. Seluruh proses perubahan
tersebut dikenal sebagai proses metamorfosis. Stadium terdiri dari telur,
larva, pupa atau nympha, dan dewasa. Setiap stadium memiliki makanan
dan habitat yang berbeda. Contoh yang paling nyata adalah perkembangan
kupu-kupu. Pada kupu-kupu,telur menetas dan berubah bentuk menjadi
"ulat" atau larva, yang berbentuk seperti cacing. Ulat tersebut akan selalu
2

makan dan bertambah ukurannya sehingga secaraperiodik berganti


kulituntuk menyesuaikan dengan ukuran tubuhnya. Pada masa akhir
pertumbuhannya, ukuran ulat ini dapat membesar hingga 100 kali.
Selanjutnya ulat ini berubah menjadi bentuk"kepompong"atau
pupayangdilapisi kokon. Pada stadium ini, ulat akan menghasilkan sejenis
senyawa yang menghancurkan tubuhnya sebagai bahan dasar untuk
membentuk organ-organ serangga dewasa. Dari kepompong, pupa
akanmenetas menjadi kupu-kupu dewasa. Pada stadium dewasa, ukuran
tubuh serangga tidak akan bertambah lagi. Hal ini berlaku tidak hanya
pada kupu-kupu akan tetapi pada seluruh serangga (Permana, 2014: 6-7).
Kurang lebih dari 1 juta spesies serangga telah dideskripsi, hal ini
merupakan petunjuk bahwa serangga merupakan makhluk hidup yang
mendominasi bumi. Diperkirakan masih ada sekitar 10 juta spesies
serangga yang belum dideskripsi. Untuk dapat mengenal makhluk hidup
khususnya pada hewan berdasarkan ciri-ciri yang dimilikinya dapat
dilakukan melalui pengamatan ciriciri morfologi, habitat, cara
berkembang biak, jenis makanan, tingkah laku, dan beberapa ciri lain
yang dapat diamati. Keanekaragaman jenis hewan pada suatu tempat
dapat ditentukan dari indeks keanekaragaman suatu komunitas (Aji, 2018:
345).
2. Serangga Nokturnal
Serangga nocturnal merupakan serangga yang aktif melakukan
kegiatan pada malam hari, dibandingkan pada waktu siang hari. Kegiatan
yang dilakukan serangga ini antara lain mencari makanan, melakukan
reproduksi dan berbagai aktifitas lainnya. Sedangkan pada siang hari
hewan ini tidak mampu melakukan kegiatan karena adanya pengaruh
matahari terhadap organ penglihatan dari hewan yang bersangkutan
(Fatmala, 2016: 136).
Penggolongan jenis serangga berdasarkan aktivitasnya, dikenal
serangga yang aktif di siang hari (diurnal) dan serangga yang aktif di
malam hari 1 2 (nocturnal). Serangga malam hari (nocturnal) adalah
3

hewan yang tidur pada siang hari, dan aktif pada malam hari. Serangga
nokturnal umumnya memiliki kemampuan penglihatan yang tajam.
Serangga nocturnal dapat melihat gelombang cahaya yang lebih panjang
daripada manusia dan dapat memilah panjang gelombang cahaya yang
berbeda-beda. Panjang gelombang cahaya dari 300-400 nm (mendekati
ultraviolet) sampai 600-650 nm (orange). Diduga bahwa serangga tertarik
pada ultraviolet karena cahaya itu merupakan cahaya yang diabsorbsi oleh
alam terutama oleh daun (Aji, 2018: 345).
Keberadaan serangga nokturnal dalam alam dipengaruhi oleh
keberadaan faktor abiotic atau unsur iklim sebagai komponen suatu
ekosistem. Pengamatan yang diamati meliputi suhu, intensitas cahaya,
kelembaban udara dan curah hujan. Karakteristik biologis dari serangga
dipengaruhi terutama oleh suhu dan kelembaban relatif. Intensitas cahaya
juga mempengaruhi keberadaan serangga dalam alam. Cahaya yang
diukur berasal dari penggunaan metode Lighttrap dalam menangkap
serangga yang ada dalam areal pertanian organik, berbeda dengan
kelompok serangga diurnal yang memanfaatkan cahaya matahari. Organ
penglihatan serangga dipengaruhi oleh keberadaan intensitas cahaya
disekitar. Cahaya tersebut masuk dalam mata faset yang dimiliki oleh
suatu serangga dan diterima oleh reseptor (Aditama, 2013: 189).
Serangga nokturnal memiliki peranan yang penting dalam menjaga
dan melindungi fungsi ekosistem dan berjasa dalam proses dekomposisi
serasah dedaunan, pembatas laju pertumbuhan tanaman dan sebagai
mangsa dari hewan lain. Serangga nokturnal juga berperan sebagai
polinator bagi tumbuhan dengan bunga yang mekar pada malam hari
seperti pada Hylocereus costaricensis atau Buah Naga (Kautsar, 2015:
125).
Aktivitas keberadaan serangga di alam dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan tersebut. Serangga beraktivitas pada kondisi lingkungan yang
optimal, sedangkan kondisi yang kurang optimal di alam menyebabkan
aktivitas serangga menjadi rendah. Keberadaan serangga nokturnal yang
4

besifat herbivora diimbangi dengan jumlah musuh alami serangga


nocturnal yaitu predator dan parasitoid yang menunjukkan titik puncak
ketika kelompok herbivore mengalami jumlah tertinggi dalam sekali
panen (Aditama, 2013: 189).
3. Perangkap jebak (light trap)
Salah satu sifat serangga adalah memiliki ketertarikan terhadap
cahaya, dalam praktek secara tradisional hal ini telah lama diaplikasikan
misalnya menggunakan lampu petromak untuk menangkap laron
(serangga), menangkap lalat buah dengan warna kuning, menangkap lalat
dengan warna-warni yang mencolok dan menangkap nyamuk dengan
menggunakan ultraviolet. Intensitas cahaya dapat berpengaruh terhadap
perilaku serangga (hama), sehingga intensitas cahaya dapat dimanfaatkan
guna menangkap serangga (hama) yang mana penangkapan serangga
(hama) tersebut dapat dimanfaatkan dalam bidang pertanian
(pengendalian hama serangga) serta dapat digunakan sebagai bahan pakan
ternak (Mukhlis, 2016: 1-2).
Perangkap jebak (light trap) terdiri atas lampu penarik atau pemikat,
corong dan botol atau alat penampung. Serangga yang datang tertarik
karena cahaya lampu, cahaya lampu akan jatuh melalui corong kedalam
botol atau tempat penampungan yang berisi larutan pembunuh. Perangkap
ini dilindungi dari hujan dengan dibuatkan atapatau tudung yang
berbentuk kerucut. Perangkap ini digunakan untuk menarik serangga
nocturnal atau yang aktif pada malam hari (Fatmala, 2016: 136-137).
Cahaya memiliki daya tarik dan mampu mempengaruhi perilaku
serangga (hama), dengan intesitas tertentu akan diperoleh efisiensi sumber
energi (catu daya), serta daya pikat untuk mengumpulkan serangga
(hama). Kemampuan ini dapat dijadikan sebagai alat pengendalian
populasi serangga yang tidak menguntungkan (hama) dengan pendekatan
ramah lingkungan (Mukhlis, 2016: 1-2).
4. Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Populasi Serangga
5

Menurut Maisyaroh (2014, 16-18) ada beberapa faktor yang


mempengaruhi tinggi rendahnya populasi serangga antara lain:
a. Faktor Dalam
1) Kemampuan berkembang biak, dipengaruhi oleh fekunditas atau
kemampuan bertelur imago betina dan juga siklus hidupnya (dari
telur menetas sampai imago meletakkan telur pertama) kedua hal
tersebut akan mempengaruhi kecepatan berkembang biak
serangga. Lebih banyak jumlah telur yang dihasilkan oleh suatu
jenis serangga, maka akan lebih tinggi kemampuan
berkembangbiaknya
2) Perbandingan kelamin, adlaah perbandingan antara jumlah
individu jantan dan betina yang diturunkan oleh serangga betina.
Perbandingan kelamin ini pada umumnya adalah 1:1, namun
karena pengaruh tertentu seperti keadaan musim dan kepadatan
populasi, perbandingan kelamin ini dapat berubah
3) Sifat mempertahankan diri, seperti hewan-hewan lain serangga
dapat diserang oleh berbagai musuh. Serangga ,memiliki alat atau
kemampuan untuk mempertahankan diri dari serangan tersebut.
b. Faktor Luar
Faktor luar yang dapat mempengaruhi keberadaan dan distribusi
serangga meliputi faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik meliputi
faktor intraspesifik dan interspesifik. Faktor intraspesifik muncul
karena kepadatan populasi bertambah cepat sehingga kebutuhan akan
makanan, tempat tinggal dan kebutuhan hidup lainnya tidak
mencukupi lagi. Faktor interspesifik dapat disebabkan oleh
pemangsaan, parasitisme dan pathogen. Faktor interspesifik ini
merupakan faktor-faktor yang hidup yang ada dilingkungan yang
dapat berupa serangga, binatang lainnya, bakteri, jamur, virus dan
lain-lain. Faktor abiotik meliputi suhu, kelembapan, cahaya matahri,
angina dan curah hujan. Umumnya kisaran suhu yang efektif adalah
150 C, suhu optimum 250 C dan suhu maksimum 450 C.
6

C. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Kamera Handphone 1 unit
b. Perangkap cahaya (Light Trap) 1 unit
c. Alat tulis 1 unit
d. Baskom 1 buah
e. Mikroskop Stereo 1 unit
2. Bahan
Air

D. Cara Kerja
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Lokasi pengamatn ditentukan
3. Alat perangkap cahaya (light trap) diletakkan ditmpat yang telah
ditentukan pada sore hari
4. Kabel perangkap cahaya (light trap) dihubungkan ke stop kontak
5. Diamkan hingga pagi hari
6. Jenis serangga yang telah tertangkap diamati dan dihitung
7. Hasil pengamatan serangga ditabulasikan pada tabel hasil pengamatan
7

Daftar Rujukan

Aditama, Rudi Candra, dkk. 2013. Struktur Komunitas Serangga Nokturnal Areal
Pertanian Padi Organik pada Musim Penghujan di Kecamatan Lawang,
Kabupaten Malang. Jurnal Biotropika. 1 (4): 189.
https://biotropika.ub.ac.id. Diakses pada 4 April 2019.

Aji, Rosi Novi, dkk. 2018. . Keanekaragaman Jenis Serangga Nokturnal di


Kawasan Deudap Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar. Prosiding Seminar
Nasional Biotik.
http:// jurnal.ar-raniry.ac.id. Diakses pada 14 April 2019.

Fatmala, Lisa, dkk. 2016. Keanekaragaman Serangga Nokturnal di Kawasan


Hutan Sekunder Rinon Pulo Breuh Aceh Besar. Prosiding Seminar
Nasional Biotik.
http:// jurnal.ar-raniry.ac.id. Diakses pada 13 April 2019.

Kautsar, M. Alvin. 2015. Keanekaragaman Jenis Serangga Nuktornal di Kebun


Botani Kampus FKIP Universitas Sriwijaya Indralaya dan Sumbangannya
Pembelajaran Biologi di SMA. Jurnal Pembelajaran Bilogi. 2 (2): 125.
https://ejournal.unsri.ac. Diakses pada 14 April 2019.

Mukhlis. 2016. Penerapan Lampu Perangkap (Light Trap) dan Ekstrak Akar Tuba
Untuk Pengendalian Hama Penggerek Batang Kuning (Scriphopaga spp)
Pada Tanaman Padi (Oryza sativa L). Jurnal Agrohita. 1 (1): 1-2.
http://jurnal.um-tapsel.ac.id. Diakses pada 13 April 2019.

Permana, Agus Dana, dkk. 2014. Materi Pokok Entomologi. Tanggerang Selatan:
Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai