Anda di halaman 1dari 7

LEMBAR KERJA MAHASISWA

STUDI EKSKURSI

PENDIDIKAN BIOLOGI INTERNASIONAL 2013

TOPIK: Distribusi Makro Fungi di Hutan Adat Wonosadi

A. TUJUAN
Mengetahui distribusi Makro Fungi di jalur pendakian Hutan Adat Wonosadi
B. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di area hutan adat Wonosadi pada tanggal November 2016
C. LATAR BELAKANG
Hutan adat Wonosadi terletak di Dusun Duren, Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten
Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah hutan Wonosadi terdiri dari kurang lebih
seluas 25 ha hutan inti. Tanah ini merupakan tanah negara dan berstatus sebagai Tanah Oro-oro.
Wilayah hutan inti didukung oleh wilayah hutan penyangga yang merupakan hutan rakyat seluas
kurang lebih 25 ha yang terdiri dari 15 ha berada di wilayah Dusun Duren dan 10 ha berada di
wilayah Dusun Sidorejo. Wilayah hutan penyangga ini merupakan tanah hak sehingga
masyarakat berhak untuk mengelolanua sendiri meskipun tetap dalam koordinasi dengan
pengelola hutan karena keberadaannya sangat mendukung hutan inti. Selebihnya adalah hutan
produksi yang dikelola masyarakat yang berupa sisa lahan dari luas wilayah 725,88 ha.
Kondisi hutan adat Wonosadi terbilang masih minim campur tangan manusia mengingat
statusnya sebagai hutan adat. Namun, akses jalan di hutan adat Wonosadi sudah tergolong mudah
karena telah dibuat jalur pendakian menuju bagian atas hutan adat. Didekat pintu masuk hutan,
terdapat pendopo sebagai tempat istirahat.
Hutan adat Wonosadi masih terjaga kealamiaannya sehingga makhluk hidup yang ada
didalamnya masih dapat hidup secara alami. Terdapat banyak objek biologi yang dapat diamati di
hutan adat Wonosadi baik hewan maupun tumbuhan. Salah satu objek yang menarik perhatian
adalah makro fungi. Makro fungi dianggap menarik karena keanekaragaman makro fungi di
hutan adat Wonosadi masih belum diidentifikasi.

D. DASAR TEORI
Jamur atau fungi adalah sel eukariotik yang tidak memiliki klorofil, tumbuh
sebagai hifa, memiliki dinding sel yang mengandung kitin, bersifat heterotrof, menyerap
nutrien melalui dinding selnya, dan mengekskresikan enzym-enzym ekstraselular ke
lingkungan melalui spora, melakukan reproduksi seksual dan aseksual. (Gandjar,et al.,:
2006). Terdapat dua pengelompokan fungi berdasarkan ukuran, yaitu makrofungi dan
mikrofungi.
Jamur makroskopis atau cendawan adalah jamur yang tubuh buahnya besar
(berukuran 0,6 cm dan lebih besar) yang membentuk struktur reproduksi untuk
menghasilkan dan menyebarkan sporanya. Menurut Zoberi (1972) Macrofungi (jamur
makroskopis) adalah mencakup banyak jamur yang berukuran besar, makroskopik
dengan tubuh buah yang kompleks. Sebagian besar makrofungi yang dikenal adalah
Basidiomycota dan sebagian kecil termasuk pada Ascomycota (Gandjar, et al., 2006).
Pertumbuhan fungi (jamur) dipengaruhi oleh faktor substrat, cahaya, kelembaban,
suhu, derajat keasaman substrat (pH) dan senyawa-senyawa kimia di lingkungannya
(Gandjar,et al., 2006). Spektrum cahaya dengan panjang gelombang 380-720 nm relatif
berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur, juga berpengaruh terhadap sporulasi (Deacon,
1988). Tingkat perkembangan yang berbeda membutuhkan sinar yang berbeda.
Intensitas, durasi, kualitas cahaya menentukan besarnya pengaruh cahaya terhadap jamur.
Kelembaban memberi pengaruh terhadap pertumbuhan jamur, menurut Deacon (1984)
pertumbuhan jamur dapat berlangsung dengan kelembaban minimal 70%, walaupun
beberapa jamur dapat tumbuh dengan sangat lambat pada kelembaban 65%. Berdasarkan
kisaran suhu lingkungan yang baik, untuk pertumbuhan, jamur dikelompokkan sebagai
jamur psicrofil, mesofil dan termofil (Gandjar,et al., 2006). Jamur makro memerlukan
suhu di atas 200 C (Garraway dan Evans, 1984). Faktor lain yang penting untuk
pertumbuhan adalah derajat keasaman. Hal ini karena enzim-enzim tertentu dari
makrofungi hanya akan mengurai suatu substrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH
tertentu. Umumnya menyenangi pH dibawah 7,0. (Gandjar,et al., 2006).

E. ALAT BAHAN
1. pH stik
2. Anemometer
3. Loop
4. Termometer
5. Soil meter
6. Lux meter
7. Buku identifikasi Fungi
8. Meteran
9. Rafia
F. CARA KERJA
1. Membuat plot 10 meter kearah kanan-kiri dari jalur utama
2. Desain transek

3. Mengukur komponen abiotik pada daerah sampel. Komponen abiotik yang diukur
meliputi ph tanah, kelembaban, intensitas cahaya, kecepatan angin)
4. Mendokumentasikan makro fungi yang ditemukan pada plot tersebut
5. Mengidentifikasi jenis jamur menggunakan buku identifikasi jamur
6. Indetifikasi jenis makrofungi dilakukan dengna mencocokan bentuk ukuran dan sifat
hidupnya secara makroskopis, baik secara internal maupun eksternal. Data utama yang
dikumpulkan untuk identifikasi adalah sebagai berikut:
a. Tudung (pileus): bentuk, ukuran, warna, kekerasan, kekenyalan, dan kelembaban
b. Tangkai (slipe) : bentuk, warna, kekerasan, kekenyalan, kelembaban
c. Permukaan bawah tudung: berpori. Berbilah, warna
d. Cincin (annulus, Cortina): ada atau tidak
e. Cawan (volva): ada atau tidak, bentuk
f. Habitat: tanah, serasah, kayu mati dan pohon hidup
G. HASIL PENGATAMAN
1. Hasil pengamatan abiotic
Transek pH tanah Kelembaban Kecapatan Intensitas
angin cahaya
1
2
3
4
5
6
7
8
2. Hasil identifikasi makro fungi
No Sampel Tudung (pileus) Tangkai (slipe) Permukaan Cincin Cawan Habitat Keterangan
bawah (annulus, (volva)
tudung Cortina)
H. DISKUSI
1. Apa saja spesies makro fungi yang ditemukan di hutan adat wonosadi?
2. Bagaimana persebaran masing-masing spesies yang ditemukan?
3. Bagiamana hubungan persebaran makro fungi dengan komponen abiotic di hutan
adat Wonosadi?
DAFTAR PUSTAKA

Deacon, J.W. 1988. Behavioural responses of fungal zoospores. Micro- biological Sciences.
Deacon, J.W. 1984. Introduction to Modern Mycologi. 2nd edition. Oxford: Blackwell. Scientific
Publications
Gandjar, Indrawati, Wellyzar Sjamsuridzal dan Ariyanti Oetari, 2006. Mikologi Dasar dan
Terapan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Garraway, M. O. & R. C. Evans. 1984. Fungal Nutrition and Physiology. John. Wiley & Sons,
Inc.
Zoberi, M. H. 1972. Tropical Macrofungi. London and. Basingstoke : The Macmillan Press Ltd.

Anda mungkin juga menyukai