Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM MIKOLOGI

PERCOBAAN V
IDENTIFIKASI JAMUR MAKROSKOPIS (MUSHROOM)

OLEH :
NAMA : MAKMUR HAMZAH
STAMBUK : F1D1 20 067
KELOMPOK : I (SATU)
ASISTEN PEMBIMBING : FITRIA DIAN LESTARI

PROGRAM STUDI BIOLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fungi adalah organisme yang sudah memiliki membran inti (eukariotik),

berdasarkan jumlah selnya fungi ada yang uniseluler (bersel satu) dan ada yang

multiseluler (bersel banyak). Kelompok besar fungi adalah eukariotik mutiseluler,

meskipun fungi pernah dikeompokkan ke dalam kingdom Plantae (Tumbuhan).

Fungi adalah organisme unik yang umumnya berbeda dari eukariotik lainnya

ditinjau dari cara memperoleh makanan, organisasi struktural, serta pertumbuhan

dan reproduksi. Anggota kingdom fungi memiliki ciri khusus, yaitu eukariotik

yang memiliki dinding sel namun tidak memiliki klorofil. Hal inilah yang

membuat fungi dipisahkan dengan kelompok Plantae.

Fungi secara garis beras dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu

fungi mikroskopis yang memiliki ukuran sangat kecil dan fungi makroskopis

(Mushroom) yang dapat dilihat dengan mata tanpa alat bantuan. Mushroom yang

tersebar di alam kebanyakan dari kelompok Basidiomycota dan Ascomycota.

Basidiomycota memiliki karakteristik yang khas yaitu terdapat struktur tubuh

basidiokarp yang berbentuk seperti payung, sedangkan Ascomycota memiliki ciri

khas dengan adanya askokarp yaitu tubuh buah yang berbentuk seperti mangkuk.

Berdasarkan karakteristik yang dimilikinya, maka fungi dapat dikelompokkan

menjadi beberapa divisi diantaranya adalah Zygomycota, Ascomycota,

Basidiomycota, Chytridiomycota, Glomeromycota dan Deuteromycota.

Habitat yang cocok bagi fungi adalah tempat lembab, oleh sebab itu fungi

sangat banyak ditemukan pasca hujan. Fungi bersifat saprotrofik yaitu organisme
yang memanfaatkan organisme lain yang sudah mati, sehingga fungi makroskopis

banyak ditemukan menempel pada batang kayu yang sudah lapuk. Fungi juga

berperan dalam daur materi termasuk penguraian senyawa organik. Peran fungi

yang esensial tersebut membuat fungi sangat dibutuhkan sebagai organisme

balance ecological dengan keberagaman morfologi dan anatomi sebagai ciri khas

setiap jenis fungi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan

praktikum Identifikasi Fungi Makroskopis (Mushroom).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana metode identifikasi jamur makroskopis?

2. Bagaimana karakterisasi jamur makroskopis?

3. Bagaimana klasifikasi dan identifikasi jamur?

C. Tujuan Praktikum

Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui metode identifikasi jamur makroskopis.

2. Untuk mengetahui karakterisasi jamur makroskopis.

3. Untuk mengetahui klasifikasi dan identifikasi jamur.

D. Manfaat Praktikum

Manfaat yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Dapat mengetahui metode identifikasi jamur makroskopis.

2. Dapat mengetahui karakterisasi jamur makroskopis.

3. Dapat mengetahui klasifikasi dan identifikasi jamur.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Fungi

Fungi adalah kerajaan dari sekelompok besar makhluk hidup eukariotik

heterotrof yang mencerna makanannya di luar tubuh lalu menyerap molekul

nutrisi ke dalam sel-selnya. Fungi memperbanyak diri secara seksual dan

aseksual. Perbanyakan seksual dengan cara, yaitu dua hifa dari jamur berbeda

melebur lalu membentuk zigot, lalu zigot tumbuh menjadi tubuh buah, sedangkan

perbanyakan aseksual dengan cara membentuk spora, bertunas atau fragmentasi

hifa. Jamur memiliki kotak spora yang disebut sporangium. Sporangium ini

sebagai tempat terdapatnya spora (Wawan & Wijaya, 2020).

B. Fungi Makroskopis (Mushroom)

Jamur makroskopis adalah salah satu dari komponen penting ekosistem

hutan. Peran jamur makroskopis bagi ekosistem adalah sebagai dekomposer

(pengurai) yang mempercepat siklus materi dalam ekosistem hutan dengan

memainkan peran penting pada daur ulang nutrisi. Jamur makroskopis dapat

dijadikan karakterisasi untuk mengidentifikasi jenis karena memiliki bentuk

morfologi yang berbeda-beda. Bagian-bagian dari tudung yang menjadi karakter

identifikasi dikelompokkan menjadi beberapa kategori antara lain tekstur

permukaan tudung, tipe sisik permukaan tudung, garis tepi tudung dan irisan

membujur tudung (Annissa & Artuti Ekamawanti, 2017).


C. Ascomycota

Ascomycota adalah divisi dari fungi dari salah satu jenis fungi

makroskopis. Ascomycota disebut juga sac fungi karena memproduksi spora dari

bagian reproduksi seksual yang berbentuk seperti kantung. Anggota divisi ini

tersebar di seluruh dunia. Jamur ini sama seperti zigomycota juga memiliki

konidiospora, konidiosfor, askospora. Ascomycota dapat bereproduksi secara

seksual maupun aseksual. Reproduksi seksualnya dengan membentuk askospora

di dalam askus, sedang aseksualnya dengan membentuk konidium tunggal atau

berantai pada ujung hifa khusus yang disebut konidiofor (Haelewaters et al.,

2012).

D. Basidiomycota

Divisi Basidiomycota sering disebut juga sebagai the club fungi atau yang

sering disebut jamur pada umumnya (cendawan atau mushrooms). Jamur ini

bereproduksi secara seksual dengan membentuk basidia yang kemudian

menghasilkan basidiospora di dalam tubuh buah yang disebut basidioma atau

basidiokarp. Kelompok ini memiliki miselium yang bersekat dan memiliki tubuh

buah (basidiokarp) yang panjang, berupa lembaran- lembaran, yang berliku-liku

atau bulat. Jamur ini umumnya hidup saprofit dan parasit, umumnya berkembang

biak secara aseksual dengan konidium (Wahyudi et al., 2016).

E. Habitat Fungi

Jamur sebagai organisme heterotrof dapat memperoleh makanannya

dengan cara menyerap zat organik dari tempat hidupnya (habitat). Nutrisi yang
berupa zat organik kompleks dapat diuraikan secara ekstraseluler (diluar sel

tubuh) menjadi zat organik yang lebih sederhana dengan menggunakan enzim

hidrolitik. Jamur mempunyai habitat yang beraneka ragam sesuai cara hidupnya

(saproba, parasit atau simbiosis mutualisme). Jamur saproba dapat tumbuh subur

pada sisa-sisa organisme, baik yang berada dilingkungan darat, air tawar maupun

air laut. Jamur yang hidup secara simbiosis mutualisme (liken) dapat hidup di

daerah kutub yang sangat dingin, di gurun yang sangat panas, pada batuan dan

juga menempel di pohon-pohon (Wati et al., 2019).


III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 20 Oktober 2022, pukul

13.00 WITA-Selesai di Kebun Raya Universitas Halu Oleo, dilanjutkan di

Laboratorium Biologi unit Mikrobiologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Halu Oleo, Kendari.

A. Bahan Praktikum

Bahan yang digunakan pada praktikum ini tercantum pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Bahan dan kegunaan


N Nama bahan Kegunaan
o
1. Jamur makroskopis Sebagai objek pengamatan
2. tissue Untuk membersihkan jamur dari tanah
3. Alkohol Untuk mensterilkan tempat kerja

B. Alat Praktikum

Alat yang digunakan pada praktikum ini tercantum pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Alat dan Kegunaannya


No Nama Alat Kegunaan
1 2 3
1. Higrometer Untuk mengukur kelembaban
2. Gunting Untuk memisahkan batang dengan tubuh buah
3. jamur
4. kamera Untuk mendokumentasikan hasil pengamatan
5. Alat Tulis Untuk mencatat hasil pengamatan
C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Mengambil kertas putih polos, kemudian setengah dari kertas diberi wama

hitam. ukuran kertas disesuaikan dengan ukuran cawan petri.

2. Mengambil jamur yang sudah diamati sporanya.

3. Memotong bagian tangkai sampai akarnya, sehingga tersisa tudungnya saja.

4. Tudung jamur kemudian di simpan di atas kertas yang sudah diberi warna

hitam dengan posisi bagian bawah jamur yang dihadapkan di kertas.

5. Mengingkubasi selama 24 jam,

6. Mengamati spora yang jatuh pada kertas

7. Mendokumentasikan jejak spora yang didapat.

8. Mengamati spora dibawah mikroskop.


IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 4.1. dan 4.2.

Tabel 4.1 Karakter Morfologi Fungi Makroskopis


Diameter Keliling Panjang
Gambar Warna
No Tudung Stipe Stipe Substra
Pengamatan Literatur Tudung Stipe (cm) (cm) (cm)
1. Putih - 5,6 - - Batang
pohon

(Adi et al.,
2017)
2. Merah Merah 4,2 0,8 1,7 Batang
bata bata pohon

(Adi et al.,
2017)
3. Coklat Putih 2,4 1,3 - Batang
pohon

(Herjayanti,
et al., 2020)

4. Hitam Hitam 3,6 1,1 2,3 Batang


pohon

(Nurfajrina,
2021)
5. Coklat Putih 2,4 - 1 Batang
muda pohon

(Ahmad ,201
1)
Tabel 4.1. Lanjutan
6. Kuning Putih 2,8 1 - Batang
pohon

(Nurfajrina,
2021)
7. Putih Putih 2,8 0,9 2,9 Tanah
kecoklat
an

8. Coklat - 4,4 - - Ranting


tua pohon

(Nurfajrina,
2021)
9. Orange Orange 5,5 0,5 - Batang
pohon

(Nurfajrina,
2021)
10. Coklat Hitam 1,9 0,3 0,3 Serasah
tua daun

(Wati et al.,
2019) Tanah
11. Ungu Putih 5,8 2,7 5,3

(Wati et al.,
2019)
12. Coklat Coklat 6,6 1,4 2,7 Batang
muda tua pohon

(Adi et al.,
2017)
Tabel 4.1. Lanjutan
13. Merah Merah 2,4 2,3 1 Batang
bata bata pohon

(Herjayanti,
2020)
14. Putih Putih 5,7 1,7 1,3 Batang
pohon

(Adi et al.,
2017)
15.
Coklat - 4,1 - - Batang
tua pohon

(Herjayanti,
2020)

Tabel 4.2. Karakter Morfologi Fungi Makroskopis


No Nama Spesies Stipe Gill Cap (Pilleus)
1 2 3 4 5
1. Pleurotus pulmonarius Fulliform Decurrent Flat
2. Trametes sp. - Decurrent Infundibuliform

3. Amanita fulva Bulbous Free Ovate


4. Trametes versicolor - Funnel shaped Flate
5. Pleurotus sp. Fulliform Close Infundibuliform
6. Lactarius subplinthogalus Cylindrical Funnel Shaped Depressed
7. Spesies 7 Tapering Inrolled Flate
downwards
8. Phellinus gilvus - Decurrent Flate
9. Pcyonoporus sanguineus - - Infundibuliform
10. Spesies 10 Cylindrical Decurrent Flate
11. Rusulla sp. Fusiform Subdecurrent Depressed
12. Colitricia perennis Cylindrical Decurrent Infundibuliform
13. Ganoderma lingzhi Bulbous - Flate
14. Pleurotus ostreatus Cylindrical - Infundibuliform
15. Ganoderma lucidum - - Infundibuliform

B. Pembahasan
Jamur makroskopis yang tampak di alam umumnya berasal dari divisi

basidiomycota dan ascomycota. Kedua jamur ini memiliki struktur tubuh yang

yang berbeda-beda dengan keunikan masing-masing. Karakteristik yang dapat

menjadi pembeda diantara kedua ini yaitu letak spora dan jenis spora.

Basidiomycota memiliki spora yang menghadap ke bawah atau berada di

bawah permukaan gills dan membentuk basidiospora yang menyerupai payung,

sedangkan ascomycota memiliki spora yang terletak di atas permukaan tudung

dengan bentuk sporanya berupa askospora yang menyerupai mangkuk.

Basidiomycota maupun ascomycota umumnya dapat ditemukan menempel

pada permukaan kayu yang lapuk, akar pohon dan permukaan tanah.

Berdasarkan data pengamatan, jenis jamur yang ditemui yaitu

sebanyak 15 jenis jamur, dimana masing-masing jamur memiliki perbedaan

morfometri dan morfologi yang dapat dilihat pada tabel karakter morfometri

fungi makroskopis. Jamur yang berhasil diidentifikasi, yaitu Pleurotus

pulmonaris, Trametes sp., Amanita fulva, Trametes versicolor, Pleurotus sp.,

Lactaris subplinthogalus, Phellinus gilvus, Pyconoporus sanguineus, Rusulla

sp., Colictricia perennis, Ganodherma linghzi, Pleurotus ostreatus dan

Ganoderma lucidum. Menurut Rofiqah & Andriani (2020) bahwa cendawan

dalam divisi basidiomicota memiliki beragam bentuk yang membedakan jenis

jamur lainnya, misalnya pada famili Polyporaceae merupakan kelompok yang

mendominasi dalam satu di antara beberapa famili terbesar yang memiliki

banyak warna, bentuk dan ukuran. Famili Polyporaceae memiliki ciri umum

berbentuk braket atau kapas dengan permukaan himenium berupa lubang


lubang kecil yang disebut pores atau modifikasinya. Tubuh buahnya berkayu,

tebal dan kasar Polyporaceae kebanyakan tumbuh pada kayu.

Jamur yang dapat diidentifikasi diantaranya yaitu jamur spesies

Lactarius subptinthogalus ditemukan tumbuh di daerah lembab dengan

intensitvas cahaya yang rendah. Jamur ini berukuran sedang, berwarna putih

kecoklatan pada tudung, tangkai (stipe) berwarna coklat dengan ukuran

keliling 2,8 cm dan panjang 1 cm, bilah atau lamella (gill) bertipe Funnel

Shaped, tudung atau pilles (cap) bertipe Cylindrical dengan ukuran diameter 2,8

cm. Jamur kedua diidentifikasi sebagai jamur spesies Russula fragilis dimana

genus Russula merupakan salah satu genus dari ordo russulales yang memiliki

lamella dan juga tangkai yang tidak memiliki volva dan juga annulus. Jamur ini

berukuran sedang, stipe bertipe fusiform, panjang stipe 5,1 cm dan kelilingnya

2,7 cm serta berwarna putih, gill bertipe Subdecurrent. Tipe tudung Depressed

dengan ukuran diameter tudung 5.8 cm dan memiliki merah keunguan.

Habitat jamur yang ditemukan terdiri atas tanah, pohon yang telah

mati dan serasah daun. Habitat yang banyak ditemukan jamur yaitu pohon

yang telah mati yaitu 12 spesies, kemudian substrat tanah dengan jamur yang

ditemukan 2 spesies dan kemudian serasah daun 1 spesies. Banyaknya jamur

pada pohon yang telah mati karena banyak sumber nutrisi didalamnya

sehingga digunakan sebagia sumber energi oleh jamur. Hal tersebut

berkorelasi positif dengan pernyataan Afifah et al. (2022) pohon yang sudah

mati banyak mengandung sumber nutrisi hagi pertumbuhan jamur. Banyaknya

sumber nutrisi tersebut berasal dari bahan-bahan organik dari batang pohon
tersebut. Menurut Rima Paramita (2021) Jamur makroskopis yang banyak

ditemukan di batang pohon yang sudah mati dan pada serasa pohon karena

jamur bersifat saprofit dan mendegradasi zat-zat organik.


V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan pada praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Metode identifikasi jamur makroskopis adalah metode jelajah, dimana jamur

makroskopis yang ditemukan diambil secara acak pada setiap trek yang

dilalui dan mendokumentasikan jamur makroskopis pada substratnya.

2. Mengkarakterisasi jamur makroskopis dilakukan dengan mengamati warna

tangkai (stipe), warna tudung atau pilleus (cap), tipe tangkai (stipe), tudung

atau pilleus (cap) dan bilah lamella (gill).

3. Cara mengklasifikasi dan mengidentifikasi jamur yaitu dilakukan dengan

mencocokkan hasil pengamatan terhadap jamur yang ditemukan dilapangan

dan belum diketahui jenisnya dengan literatur yang sudah ada.

B. Saran

Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk asisten diarapkan lebih baik dan lebih kreatif dalam menjelaskan

sehingga praktikan dapat memahami dengan mudah terkait materi maupun

praktikum yang dilakukan.

2. Untuk praktikan diharapkan mampu memahami setiap materi dan dapat

membuat laporan dengan baik.

3. Untuk laboratorium diharapkan selalu dijaga kesterilannya terutama

menciptakan keadaan nyaman agar praktikum dapat dilaksanakan lebih baik

dan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, N., Susanti, A., & Febrianti, R. (2022). Eksplorasi Jamur Indigenous
Tanaman Jambu Bol Gondang Manis Pada Cekaman Kemarau.
Agrosaintifika, 4(2), 273–282.

Annissa, I., & Artuti Ekamawanti, H. (2017). Keanekaragaman Jenis Jamur


Makroskopis di Arboretum sylva Universitas Tanjungpura. Jurnal Hutan
Lestari, 5(4), 969–977.

Haelewaters, D., van Wielink, P., van Zuijlen, J., Verbeken, A., & De Kesel, A.
(2012). New records of Laboulbeniales (Fungi, Ascomycota) for the
Netherlands. Entomologische Berichten, 72(3), 175–183.

Rima Paramita, N. P. (2021). Identifikasi Jamur pada Beberapa Bumbu Dapur


Secara Makroskopis dan Mikroskopis. Jurnal Bioshell, 10(1), 25–31.

Rofiqah, S. A., & Andriani, D. (2020). Penyuluhan Budidaya Jamur dalam


Pemanfaatan Tongkol Jagung di Desa Simpang Agung Kabupaten OKU
Selatan. 2(1), 12–16.

Wahyudi, T. R., P, S. R., & Azwin, A. (2016). KEANEKARAGAMAN JAMUR


BASIDIOMYCOTA DI HUTAN TROPIS DATARAN RENDAH
SUMATERA, INDONESIA (Studi Kasus di Arboretum Fakultas Kehutanan
Universitas Lancang Kuning Pekanbaru). Wahana Forestra: Jurnal
Kehutanan, 11(2), 21–33.

Wati, R., Noverita, N., & Setia, T. M. (2019). Keanekaragaman Jamur


Makroskopis Di Beberapa Habitat Kawasan Taman Nasional Baluran. Al-
Kauniyah: Jurnal Biologi, 12(2), 171–180.

Wawan, I. K., & Wijaya, A. (2020). Potensi Lidah Buaya ( Aloe vera ) sebagai
Antimikroba dalam Menghambat Pertumbuhan Beberapa Fungi : Literature
Review. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 18(2), 202–211.

Anda mungkin juga menyukai