Anda di halaman 1dari 18

Available online at AL-KAUNIYAH: Journal of Biology

Website: http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/kauniyah
AL-KAUNIYAH; Journal of Biology, 11(2), 2018, 133-150

RAGAM DAN POTENSI JAMUR MAKRO ASAL TAMAN WISATA


MEKARSARI JAWA BARAT
DIVERSITY AND POTENCY OF MACRO FUNGI AT MEKARSARI TOURIST PARK
WEST JAVA
Ivan Permana Putra*, Rahmadi Sitompul, Nadiah Chalisya
Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor
*Corresponding author: ivanpermanaputra89@gmail.com

Naskah Diterima: 11 Januari 2018; Direvisi: 14 Maret 2018; Disetujui: 24 Maret 2018

Abstrak
Taman Wisata Mekarsari (TWM) merupakan salah satu daerah penyangga ekosistem dan pusat
pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia. Keragaman jamur makro asal serasah dan tanah di
TWM belum pernah dilaporkan sebelumnya. Jamur merupakan organisme penting dalam siklus
materi karena kemampuannya mendegradasi bahan organik pada ekosistem. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menyediakan informasi mengenai keragaman jamur makro di TWM untuk
pemanfaatan potensinya di masa mendatang. Sebanyak 20 jenis dan 16 genus jamur makro berhasil
dikoleksi dari TMW pada penelitian ini. Identifikasi jamur dilakukan dengan menggunakan
berbagai karakter makroskopik. Pada tulisan ini dijelaskan cara deskripsi karakter makroskopik
untuk membantu identifikasi jamur. Jamur yang berhasil diidentifikasi pada penelitian ini adalah
Amanita sp.1, Amanita sp.2, Auricularia sp., Collybia sp., Clitocybe sp., Crepidotus sp., Cyathus
sp., Ganoderma sp., Lepiota sp.1, Lepiota sp.2, Marasmius sp., Naucoria sp.1, Naucoria sp.2,
Omphalina sp., Panaeolus sp., Parasola sp.1, Parasola sp.2, Pluteus sp., Scizophyllum sp., dan
Xylaria sp. Beberapa jamur yakni Auricularia, Clitocybe, Ganoderma, dan Scizophyllum yang
ditemukan berpotensi sebagai bahan pangan dan obat. Inventarisasi data keragaman yang baik akan
membantu upaya pengelolaan dan pelestarian kekayaan sumber daya hayati di Indonesia.
Kata kunci: Biodiversitas; Jamur; Potensi; TWM

Abstract
Mekarsari Tourism Area (TWM) is one of the buffer zone of ecosystem and biodiversity conservation center
in Indonesia. The diversity of macro fungi from the litter and soil in TWM has not been previously reported.
Fungi are important organisms in the material cycle because of their ability to degrade organic matter on
the ecosystem. In this study, 20 species and 16 genera of mushrooms were collected from TWM. Mushroom
identification is performed using various macroscopic characters. The mushrooms identified in this paper
are: Amanita sp.1, Amanita sp.2, Auricularia sp., Collybia sp., Clitocybe sp., Crepidotus sp., Cyathus sp.,
Ganoderma sp., Lepiota sp.1, Lepiota sp.2, Marasmius sp., Naucoria sp.1, Naucoria sp.2, Omphalina sp.,
Panaeolus sp., Parasola sp.1, Parasola sp.2, Pluteus sp., Scizophyllum sp., and Xylariasp. Some of them
were considered as food and medicinal source. Good inventory of diversity data will assist the management
and conservation of the wealth of biological resources in Indonesia.
Keywords: Biodiversity; Mushroom; Potency; TWM

Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.15408/kauniyah.v11i2.6729

Copyright © 2018, AL-KAUNIYAH: Journal of Biology,


P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 11(2), 2018

PENDAHULUAN bentuk, ukuran dan sifat hidupnya secara


Inventarisasi dan informasi mengenai makroskopis, baik secara eksternal maupun
data keanekaragaman hayati merupakan salah internal dari tudung dan tangkainya
satu komponen penting dalam upaya (Breitenbach & Kränzlin, 1991). Jamur makro-
pengelolaan konservasi sumber daya yang ada skopis memiliki struktur umum yang terdiri
di Indonesia. Pelestarian keanekaragaman atas bagian tubuh yaitu bilah, tudung, tangkai,
hayati merupakan konsekuensi dari prinsip cincin, dan volva. Beberapa jamur makro-
pembangunan berkelanjutan, tidak terkecuali skopis ada yang tidak memiliki salah satu
pada sektor pariwisata. Komponen biotik pada bagian seperti tidak bercincin (Alexopoulus et
ekosistem daerah wisata memiliki peluang al., 1996). Jamur makroskopis memiliki per-
mengalami resiko kerusakan yang tinggi. bedaan tipe himenofor, yakni lamela, pori,
Padahal masing-masing komponen tersebut gerigi, dan gleba. Tujuan dari penelitian ini
memiliki fungsi ekologis yang unik dan adalah menyediakan informasi mengenai
penting, dengan demikian, kerusakan pada keanekaragaman jamur makroskopis di TWM
sebagian atau keseluruhan komponen tersebut sebagai upaya pelestarian keanekaragaman
akan memicu degradasi ekosistem yang hayati dan ekosistem serta pemanfaatan
mengarah pada hilangnya keanekaragaman potensinya di masa mendatang.
hayati pada suatu kawasan wisata.
Jamur adalah salah satu komponen MATERIAL DAN METODE
ekosistem yang seringkali terabaikan pada saat Penelitian dilakukan di TWM pada bulan
dilakukan inventarisasi keragaman hayati baik Juli 2017. Pengumpulan data jenis jamur
di daerah wisata ataupun non wisata. Jamur makro dilakukan dengan metode ekplorasi
termasuk komponen penting untuk keber- yaitu jelajah secara acak terwakili mengacu
langsungan sebuah ekosistem (Deacon, 2006). kepada Puspitaningtyas (2007) dan Priyanti
Jamur merupakan organisme heterotrof yang (2008). Jamur makro dikoleksi di kawasan
mempunyai kemampuan sangat baik dalam sekitar makam tua, kebun salak, dan kawasan
mendegradasi bahan organik pada sebuah representatif lainnya. Pengukuran kelembapan,
ekosistem (Steffen et al., 2002; Osono & suhu, dan intensitas cahaya dilakukan pada
Hiroshi, 2006). Jamur mendapatkan nutrisi setiap tempat koleksi jamur makro. Identifikasi
dengan mendegradasi bahan organik di jamur makro asal serasah dan tanah dilakukan
sekitarnya (saprofit) atau mendapatkan nutrisi dengan menggunakan karakter makroskopik.
dari inangnya (mikoriza atau parasit). Parameter identifikasi makroskopik meliputi
Informasi mengenai keberagaman jamur dapat cara tumbuh, bentuk tubuh buah, warna cap,
dijadikan acuan untuk menentukan kondisi hygrophnous, warna cap ketika tubuh buah
ekologis sebuah ekosistem (Dighton et al., muda dan tua, diameter cap, bentuk atas dan
1992). bawah pada cap, permukaan cap, tepian cap,
Taman Wisata Mekarsari adalah salah margin pada cap, tingkat kebasahan, tipe
satu pusat pelestarian keanekaragaman hayati himenofor (lamela, pori, gerigi, gleba) meliputi
buah-buahan tropis terbesar di dunia. TWM cara menempel pada stipe, panjang, jarak antar
dengan luas 264 Ha memiliki berbagai macam baris, dan margin. Karakter lain yang
koleksi jenis buah-buahan unggul yang di- diobservasi adalah bentuk stipe, warna stipe
kumpulkan dari berbagai daerah di Indonesia (ketika muda dan tua), diameter dan panjang
dan belahan dunia. TWM juga merupakan stipe, permukaan stipe, posisi penempelan
tempat penelitian budi daya (agronomi), pada cap, tipe penempelan stipe pada substrat,
pemuliaan dan perbanyakan bibit unggul untuk penampang stipe, partial veil dan universal
kemudian disebarluaskan kepada petani dan veil, tekstur tubuh buah, bau, rasa, serta
masyarakat umum. Kondisi ini tentunya informasi penggunaannya sebagai bahan
membuat TWM memiliki beragam komponen pangan (edible atau non edible) melalui
biotik pada ekosistemnya. Catatan mengenai wawancara dengan key person dan studi
keanekaragaman jamur asal tanah dan serasah literatur untuk mendapatkan data mengenai
TWM belum ada. Identifikasi jamur dapat pengetahuan lokal yang berhubungan dengan
dilakukan hingga level genus dengan melihat pemanfaatan jamur di kawasan tersebut.

Copyright © 2018. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720 | 134
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 11(2), 2018

Spesimen diidentifikasi dengan menggunakan Basidiomycota dan 1 jamur Ascomycota.


beberapa acuan identifikasi diantaranya Arora Sebanyak 20 spesimen tersebut terdiri atas
(1986); McKnight & Vera (1998); Largent Amanita sp. 1, Amanita sp. 2, Auricularia sp.,
(1973); Lincoff (1981). Collybia sp., Clitocybe sp., Crepidotus sp.,
Cyathus sp., Ganoderma sp., Lepiota sp. 1,
HASIL Lepiota sp. 2, Marasmius sp., Naucoria sp.1,
Sebanyak 20 jenis jamur makroskopis Naucoria sp. 2, Omphalina sp., Panaeolus sp.,
berhasil dikoleksi dari TWM (Tabel 1). Jamur Parasola sp. 1, Parasola sp. 2, Pluteus sp., dan
makro dikoleksi dikawasan sekitar makam tua, Scizophyllum sp. yang termasuk kedalam
kebun salak, dan kawasan representatif lain- Filum Basiodiomycota, sedangkan Xylaria sp.
nya. Jamur makro banyak tumbuh di daerah termasuk kedalam Filum Ascomycota. Genus
dengan banyak serasah berupa daun, maupun Clitocybe tumbuh dalam jumlah banyak
lapukan batang pohon. Daerah TWM memiliki dengan tubuh buah besar dikawasan kebun
banyak pohon besar dan mengakibatkan tinggi- salak. Masing-masing jamur memiliki
nya jumlah serasah pada lantainya. Kondisi karakteristik yang berbeda-beda. Berikut
kelembapan relatif di TWM ialah 68%, suhu merupakan jenis yang diamati di TWM beserta
31,8 C, dan intensitas cahaya sebesar 1222 karakternya.
lux. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa 19
jamur makro merupakan kelompok
Tabel 1. Jamur makro di Taman Wisata Mekarsari
No. Species Genus Family Order Phylum
1 Amanita sp.1 Amanita Agaricaceae Agaricales Basidiomycota
2 Amanita sp.2 Amanita Agaricaceae Agaricales Basidiomycota
3 Auricularia sp. Auricularia Auriculariaceae Agaricales Basidiomycota
4 Collybia sp. Collibya Tricholomataceae Agaricales Basidiomycota
5 Clitocybe sp. Clitocybe Tricholomataceae Agaricales Basidiomycota
6 Crepidotus sp. Crepidotus Crepidotaceae Agaricales Basidiomycota
7 Cyathus sp. Cyathus Nidulariaceae Agaricales Basidiomycota
8 Ganoderma sp. Ganoderma Ganodermataceae Polyorales Basidiomycota
9 Lepiota sp.1 Lepiota Agaricaceae Agaricales Basidiomycota
10 Lepiota sp.2 Lepiota Agaricaceae Agaricales Basidiomycota
11 Marasmius sp. Marasmius Marasmiaceae Agaricales Basidiomycota
12 Naucoria sp.1 Naucoria Hymenogastraceae Agaricales Basidiomycota
13 Naucoria sp.2 Naucoria Hymenogastraceae Agaricales Basidiomycota
14 Omphalina sp. Omphalina Tricholomataceae Agaricales Basidiomycota
15 Panaeolus sp. Panaeolus Incertae sedis Agaricales Basidiomycota
16 Parasola sp.1 Parasola Psathyrellaaceae Agaricales Basidiomycota
17 Parasola sp.2 Parasola Psathyrellaaceae Agaricales Basidiomycota
18 Pluteus sp. Pluteus Pluteaceae Agaricales Basidiomycota
19 Scizophyllum sp. Scizophyllum Scizophyllaceae Agaricales Basidiomycota
20 Xylaria sp. Xylaria Xylariaceae Xylariales Ascomycota

Amanita sp. 1 bundar (ovoid). Permukaan tudung bersisik


Amanita sp.1 yang ditemukan di TWM (scaly) (Gambar 1.a). Tepian tudung berombak
tumbuh secara berkelompok dengan tubuh (undulated) (Gambar 1.b) dengan margin cap
buah berdekatan (gregarious) pada substrat incurved. Jamur ini memiliki tipe himenofor
berupa tanah. Jamur ini memiliki bentuk tubuh berupa lamela yang tidak menempel pada stipe
buah berupa tudung (cap) berlamela dan (free), panjang lamela 4,2 cm, jarak antar baris
bertangkai (stipe). Tudung berwarna putih rapat (crowded) dengan margin rata (blade-
(Gambar 1.a). Tudung berdiameter 8,8 cm like) (Gambar 1.c). Stipe berbentuk tapered,
dengan bagian atas berbentuk parabolic hingga tanpa cincin, berwarna putih, diameter 0,7 cm,
bel (compulate) dan bentuk bagian bawah panjang 10 cm, permukaan bersisik (scaly),

135 | Copyright © 2018. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 11(2), 2018

menempel ke tudung pada posisi central, tipe Tekstur tubuh buahnya berdaging tanpa bau
penempelan pada substrat berupa rhizomorf, khas.
dan tidak berongga (solid) (Gambar 1.d).

Gambar 1. Karakteristik makroskopis Amanita sp.1 yang dikoleksi dari TWM

Amanita sp. 2 himenofor berupa lamela yang tidak menempel


Amanita sp. 2 tumbuh sendiri (soliter) pada stipe (free) (Gambar 2.c), panjang lamela
pada substrat berupa tanah. Jamur ini memiliki 2 cm, jarak antar lamela medium, margin
bentuk tubuh buah berupa tudung (cap) lamela bertipe rata. Stipe berbentuk tapered,
berlamela dan bertangkai (stipe). Tudung berwarna putih hingga krem, diameter 0,3 cm,
berwarna putih hingga krem (Gambar 2.b). panjang 3,9 cm, permukaan rata (smooth),
Tudung berdiameter 3,7 cm dengan bentuk menempel ke tudung pada posisi central, tipe
bagian atas seperti bel (campulate) dan bentuk penempelan pada substrat berupa basal
bagian bawah bundar (ovoid) (Gambar 2.a). tomentum dan tidak berongga (solid) (Gambar
Permukaan tudung bersisik (scaly). Tepian 2.d). Terdapat partial veil bertipe annulus pada
tudung bergerigi rata (smooth) (Gambar 2.b) posisi superior. Tekstur tubuh buahnya
dengan margin lurus. Jamur ini memiliki tipe berdaging tanpa bau khas.

Gambar 2. Karakteristik makroskopis Amanita sp. 2 yang dikoleksi dari TWM

Auricularia sp. buah berdekatan (gregarious) pada substrat


Auricularia yang ditemukan di TWM berupa batang pohon tumbang (Gambar 3.a).
tumbuh secara berkelompok dengan tubuh Jamur ini memiliki bentuk tubuh buah berupa

Copyright © 2018. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720 | 136
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 11(2), 2018

gelatinous. Tudung berwarna coklat (Gambar bergelombang (undulated) (Gambar 3.b).


3.a). Tudung berdiameter 6,4 cm dengan Jamur ini memiliki tipe himenofor
bentuk bagian atas flat (rata) dan bentuk telanjang/terbuka (Gambar 3.b) dengan tekstur
bagian bawah semi ovoid. Permukaan tudung tubuh buahnya jelly.
halus dan licin (Gambar 3.a). Tepian tudung

Gambar 3. Karakteristik makroskopis Auricularia sp. yang dikoleksi dari TWM

Collybia sp. (incurved) (Gambar 4.c). Collybia memiliki


Collybia yang ditemukan di TWM tipe himenofor berupa lamela yang menempel
tumbuh secara berkelompok dengan dengan pada stipe dengan jarak yang lebar (adnate),
tubuh buah berdekatan (gregarious) pada panjang lamela 0,4 cm, jarak antar baris
substrat berupa serasah daun (Gambar 4.a). medium dengan margin rata (smooth). Stipe
Jamur ini memiliki bentuk tubuh buah berupa berbentuk tepered (Gambar 4.d), berwarna
tudung (cap) berlamela dan bertangkai (stipe). krem kecoklatan, diameter 0,2 cm, panjang 4,2
Tudung berwarna krem putih. Tudung cm, permukaan rata (smooth), menempel ke
berdiameter 0,81,1 cm dengan bentuk bagian tudung pada posisi central, tipe penempelan
atas convex (Gambar 4.b) dan bentuk bagian pada substrat berupa rhizomorf dan berongga
bawah bundar (ovoid). Permukaan tudung (hollow). Tekstur tubuh buahnya cartilaginous
bertepung (floccose). Tepian tudung rata tanpa bau khas.
(smooth) dengan margin sedikit melengkung

Gambar 4. Karakteristik makroskopis Collybia sp. yang dikoleksi dari TWM

Clitocybe sp. dengan bentuk bagian atas convex dan bentuk


Clitocybe yang ditemukan di TWM bagian bawah bundar (ovoid). Permukaan
tumbuh secara berkelompok dengan tubuh tudung bersisik di tengah (scaly) (Gambar 5.a).
buah berdekatan (gregarious). Jamur ini Tepian tudung berombak (undulated) (Gambar
memiliki tudung (cap) berlamela dan 5.b) dengan margin lurus (decurved), tingkat
bertangkai (stipe). Tudung berwarna putih- kebasahan tudung bertipe lengket. Jamur ini
krem-coklat. Tudung berdiameter 7,618,4 cm memiliki tipe himenofor berupa lamela yang

137 | Copyright © 2018. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 11(2), 2018

menurun (decurrent) (Gambar 5.c), panjang central, tipe penempelan pada substrat berupa
lamela 3,38,4 cm, jarak antar baris medium rhizomorf, dan tidak berongga (solid). Tekstur
dengan margin rata (smooth). Stipe berbentuk tubuh buahnya berdaging tanpa bau khas.
sejajar (equal), berwarna krem coklat, diameter Jamur ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan
0,71 cm, panjang 3,2 cm, permukaan bersisik pangan.
(scaly), menempel ke tudung pada posisi

Gambar 5. Karakteristik makroskopis Clitocybe sp.yang dikoleksi dari TWM

Crepidotus sp. dengan margin lurus. Jamur ini memiliki tipe


Crepidotus yang ditemukan di TWM himenofor berupa lamela yang menempel pada
tumbuh secara berkelompok dengan jarak stipe sampai menurun (decurrent) (Gambar
berdekatan (gregarious) pada substrat berupa 6.c). Panjang lamela 1,72 cm, jarak antar
batang pohon tumbang. Jamur ini memiliki baris renggang (distant) dengan margin rata
bentuk tubuh buah berupa tudung (cap) (Gambar 6.d). Pseudostipe berbentuk tapered,
berlamela dan bertangkai (stipe). Tudung berwarna putih, diameter 0,3 cm, panjang 1,5
berwarna putih, dengan diameter 3,24,1 cm, cm, permukaan halus (smooth), menempel ke
bentuk bagian atas flat-convex dan bentuk tudung pada posisi terminal, tipe penempelan
bagian bawah bundar (ovoid) (Gambar 6.a). pada substrat berupa strigose, dan tidak
Permukaan tudung berkerut (Gambar 6.b). berongga (solid). Tekstur tubuh buahnya
Tepian tudung bergelombang (undulated) berdaging tanpa bau khas.

Gambar 6. Karakteristik makroskopis Crepidotus sp. yang dikoleksi dari TWM

Cyathus sp. jumlah peridiol sebanyak lima buah (Gambar


Cyathus yang lebih dikenal dengan nama 7.a). Jamur ini tumbuh pada substrat berupa
jamur terompet atau jamur sarang burung lapukan kayu. Tubuh buahnya memiliki
sering ditemukan di hutan. Cyathus yang peridium dengan warna dominan coklat
didapatkan dari kebun salak TWM memiliki (Gambar 7.b).

Copyright © 2018. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720 | 138
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 11(2), 2018

Gambar 7. Karakteristik makroskopik Cyathus sp. yang dikoleksi dari TWM

Ganoderma sp. Jamur ini memiliki tekstur berkayu dan ukuran


Ganoderma yang ditemukan di TWM panjang tubuh buah 21 cm dan diameter tubuh
tumbuh secara berkelompok (gregarious) buah 3 cm. Warna tubuh buah bergradasi dari
dengan gaya hidup saprofit pada batang kayu putih di bagian ujung, menjadi coklat, sampai
yang mati. Himenofor Ganoderma berupa pori kehitaman di bagian pangkal (Gambar 8).
dengan perlekatan tabung yang sangat kuat.

Gambar 8. Karakteristik makroskopis Ganoderma sp.yang dikoleksi dari TWM

Lepiota sp. panjang lamela 3,2 cm, jarak antar baris


Lepiota sp.1 medium dengan margin rata. Stipe berongga
Lepiota sp.1 yang ditemukan di TWM (hollow) (Gambar 9.c), terdapat cincin pada
tumbuh secara berkelompok dengan tubuh posisi superior (Gambar 9.d), stipe berbentuk
buah berdekatan (gregarious) pada substrat equal-tapered (Gambar 9.e), berwarna putih
berupa tanah. Jamur ini memiliki bentuk tubuh kecoklatan, diameter 0,7 cm, panjang 10 cm,
buah berupa tudung (cap) berlamela dan permukaan halus (smooth), menempel ke
bertangkai (stipe). Tudung berwarna putih- tudung pada posisi central, tipe penempelan
krem dengan bercak coklat terkonsentrasi di pada substrat berupa rhizomorf, dan tidak
tengah. Tudung berdiameter 4,46,5 cm berongga. Tekstur tubuh buahnya berdaging
dengan bentuk bagian atas berbentuk bel tanpa bau khas.
(compulate) (Gambar 9.a) dan bentuk bagian
bawah bundar (ovoid) (Gambar 9.b). Lepiota sp. 2
Permukaan tudung bersisik (scaly) (Gambar Lepiota sp. 2 yang ditemukan di TWM
9.a). Tepian tudung rata (entire) dengan tumbuh sendiri-sendiri (soliter) (Gambar 10.a)
margin lurus (decurved) (Gambar 9.b). Jamur pada substrat berupa tanah. Jamur ini memiliki
ini memiliki tipe himenofor berupa lamela bentuk tubuh buah berupa tudung (cap) ber-
yang tidak menempel pada stipe (free), lamela dan bertangkai (stipe). Tudung ber-

139 | Copyright © 2018. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 11(2), 2018

warna putih dengan bagian hitam di tengah cm, jarak antar medium dengan margin rata.
(Gambar 10.c). Tudung berdiameter 1,21,7 Stipe berbentuk lurus sejajar (equal), berwarna
cm dengan bentuk bagian atas flat ketika muda putih, diameter 0,1 cm, panjang 2,75 cm,
dan melengkung ke atas (depressed) ketika tua permukaan rata (smooth), menempel ke tudung
dan bentuk bagian bawah bundar (ovoid). pada posisi central, tipe penempelan pada
Permukaan tudung bersisik (scaly). Tepian substrat berupa rhizoid, bercincin (Gambar
tudung bergerigi kecil (crisped) dengan margin 10.b) dan berongga (hollow) (Gambar 10.d).
lurus. Jamur ini memiliki tipe himenofor Tekstur tubuh buahnya cartilaginous tanpa bau
berupa lamela yang tidak menempel pada stipe khas.
(free) (Gambar 10.e), panjang lamela 0,50,8

Gambar 9. Karakter makroskopis Lepiota sp.1 yang dikoleksi dari TWM

Gambar 10. Karakteristik makroskopis Lepiota sp.2 yang dikoleksi dari TWM

Marasmius sp. berwarna putih sedikit hitam. Tudung


Marasmius yang ditemukan di TWM berdiameter 0,8 cm dengan bentuk bagian atas
tumbuh sendiri-sendiri (soliter) pada substrat convex dan bentuk bagian bawah bundar
berupa serasah daun (Gambar 11.a). Jamur ini (ovoid) (Gambar 11.c). Permukaan tudung
memiliki bentuk tubuh buah berupa tudung berkerut. Tepian tudung rata (entire) dengan
(cap) berlamela dan bertangkai (stipe). Tudung margin lurus (decurved). Jamur ini memiliki

Copyright © 2018. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720 | 140
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 11(2), 2018

tipe himenofor berupa lamela yang menempel tudung pada posisi central, tipe penempelan
pada stipe dengan jarak yang lebar (adnate) pada substrat berupa basal tomentum, dan
(Gambar 11.b), panjang lamela 0,4 cm, jarak tidak berongga (solid) (Gambar 11.d). Tekstur
antar baris renggang (distant) dengan margin tubuh buahnya lunak sedikit keras tanpa bau
rata (smooth) (Gambar 11.b). Stipe berbentuk khas. Belum ada informasi mengenai
sejajar (equal), berwarna hitam (Gambar 11.d), penggunaan jamur ini sebagai bahan pangan di
diameter 0,1 cm, panjang 1,71,9 cm, daerah TWM.
permukaan halus (smooth), menempel ke

Gambar 11. Karakteristik makroskopis Marasmius sp. yang dikoleksi dari TWM

Naucoria sp. informasi mengenai penggunaannya sebagai


Naucoria sp.1 bahan pangan di kawasan TWM.
Naucoria sp.1 yang ditemukan di TWM
tumbuh secara berkelompok dengan jarak yang Naucoria sp. 2
sangat dekat dengan stipe terlihat muncul dari Naucoria sp. 2 ini tumbuh secara
basal yang sama (connate) pada substrat berkelompok dengan tubuh buah berdekatan
berupa batang pohon kelapa sawit (Gambar (gregarious) pada substrat berupa batang salak
12.a). Jamur ini memiliki bentuk tubuh buah tumbang (Gambar 13.a). Jamur ini memiliki
berupa tudung (cap) berlamela dan bertangkai bentuk tubuh buah berupa tudung (cap)
(stipe). Tudung berwarna krem hingga berlamela dan bertangkai (stipe). Tudung
kecoklatan. Tudung berdiameter 1,61 cm berwarna putih (Gambar 13.b). Tudung
dengan bentuk bagian atas seperti bel berdiameter 0,9 cm dengan bentuk bagian atas
(campulate) dan bentuk bagian bawah bundar conic dan bentuk bagian bawah bundar
(ovoid). Permukaan tudung berornamen seperti (ovoid). Permukaan tudung felty to hairy
jalur-jalur (Gambar 12.b). Tepian tudung (Gambar 13.b). Tepian tudung rata (entire)
bergerigi kecil (crisped) dengan margin lurus dengan margin lurus (decurved) (Gambar
(decurved) (Gambar 12.b). Naucoria memiliki 13.b). Jamur ini memiliki tipe himenofor
tipe himenofor berupa lamela yang menempel berupa lamela yang menempel pada stipe
pada stipe dengan jarak yang sempit (adnexed), dengan jarak yang sempit (adnexed), panjang
panjang lamela 0,50,9 cm, jarak antar baris lamela 0,13 cm, jarak antar baris medium
rapat (crowded) dengan margin rata (smooth) dengan margin rata (Gambar 13.c). Stipe
(Gambar 12.c). Stipe berbentuk tapered, berbentuk lurus sejajar (equal), berwarna
berwarna krem kecoklatan, diameter 0,20,3 putih, diameter 0,1 cm, panjang 1,13 cm,
cm, panjang 12 cm, permukaan rata (smooth), permukaan rata (smooth), menempel ke tudung
menempel ke tudung pada posisi central, tipe pada posisi central, tipe penempelan pada
penempelan pada substrat berupa basal substrat berupa strigose dan berongga (hollow)
tomentum, dan berongga (hollow) (Gambar (Gambar 13.c). Tekstur tubuh buahnya
12.c). Tekstur tubuh buahnya cartilaginous cartilaginous tanpa bau khas dan rasa hambar.
tanpabau khas dan rasanya hambar. Belum ada Belum ada informasi mengenai penggunaanya
sebagai bahan pangan di kawasan TWM.

141 | Copyright © 2018. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 11(2), 2018

Gambar 12. Karakteristik mikroskopik Naucoria sp.1 yang dikoleksi dari TWM

Gambar 13. Karakteristik makroskopis Naucoria sp. 2 yang dikoleksi dari TWM

Omphalina sp. central, tipe penempelan pada substrat berupa


Omphalina yang ditemukan di TWM rhizomorf, dan berongga (hollow). Tekstur
tumbuh secara berkelompok dengan tubuh tubuh buahnya cartilaginous tanpa bau khas
buah sangat berdekatan (caespitose) pada dan rasanya pahit. Belum ada informasi
substrat berupa tanah (Gambar 14.a). Jamur ini mengenai penggunaannya sebagai bahan
memiliki bentuk tubuh buah berupa tudung pangan di kawasan TWM.
(cap) berlamela dan bertangkai (stipe). Tudung
berwarna krem coklat (Gambar 14.b). Tudung Panaeolus sp.
berdiameter 0,141,5 cm dengan bentuk Panaeolus yang ditemukan di TWM
bagian atas convex-depressed dan bentuk tumbuh secara berkelompok dengan tubuh
bagian bawah bundar (ovoid). Permukaan buah berdekatan (gregarious) pada substrat
tudung bertepung (floccose) (Gambar 14.b). berupa tanah. Jamur ini memiliki bentuk tubuh
Tepian tudung rata (entire) dengan margin buah berupa tudung (cap) berlamela dan
lurus (decurved) (Gambar 14.c). Jamur ini bertangkai (stipe). Tudung berwarna coklat
memiliki tipe himenofor berupa lamela yang ketika muda kemudian memutih dan ketika tua
menempel pada stipe sampai menurun menghitam (Gambar 15.a). Tudung ber-
(decurrent), panjang lamela 0,30,14 cm, jarak diameter 0,65,3 cm dengan bentuk bagian
antar baris rapat (crowded) dengan margin rata atas convex ketika muda dan datar (flat) ketika
(smooth) (Gambar 14.c). Stipe berbentuk tua dan bentuk bagian bawah bundar (ovoid).
tapered, berwarna krem coklat, diameter 0,1 Permukaan tudung muda halus sementara yang
cm, panjang 2,74,1 cm, permukaan halus tua memiliki patahan seperti bekas luka (scars)
(smooth), menempel ke tudung pada posisi (Gambar 15.c). Tepian tudung berombak

Copyright © 2018. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720 | 142
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 11(2), 2018

(undulated) dengan margin lurus (decurved). cm, panjang 515 cm, permukaan berserat
Jamur ini memiliki tipe himenofor berupa (fibrillose), menempel ke tudung pada posisi
lamela yang menempel pada stipe dengan jarak central, tipe penempelan pada substrat berupa
yang sempit (adnexed), panjang lamela 0,33 rhizoid, dan berongga (hollow) (Gambar 15.b).
cm, jarak antar baris medium dengan margin Tekstur tubuh buahnya cartilaginous tanpa bau
rata (smooth) (Gambar 15.d). Stipe berbentuk khas dan rasanya pahit. Belum ada informasi
rooting (mengakar), berwarna coklat ketika mengenai penggunaannya sebagai bahan
muda dan kehitaman ketika tua, diameter 0,2 pangan di kawasan TWM.

Gambar 14. Karakteristik identifikasi makroskopis Omphalina sp. yang dikoleksi dari TWM

Gambar 15. Karakteristik makroskopis Panaeolus sp. yang dikoleksi dari TWM
Parasola sp. berdiameter 3 cm dengan bentuk bagian atas
Parasola sp.1 dan bentuk bagian bawah bundar (ovoid).
Parasola sp.1 yang ditemukan di TWM Permukaan tudung halus (smooth) (Gambar
tumbuh secara berkelompok dengan tubuh 16.c). Tepian tudung berombak (undulated)
buah berdekatan (gregarious) pada substrat dengan margin sedikit melengkung (incurved)
berupa tanah (Gambar 16.a). Jamur ini (Gambar 16.d). Jamur ini memiliki tipe
memiliki bentuk tubuh buah berupa tudung himenofor berupa lamela yang menempel pada
(cap) berlamela dan bertangkai (stipe). Tudung stipe dengan jarak yang sempit (adnexed),
berwarna putih ketika muda kemudian ketika panjang lamela 1,5 cm, jarak antar baris
tua menghitam (Gambar 16.b). Tudung longgar (distant) dengan margin rata. Stipe

143 | Copyright © 2018. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 11(2), 2018

berbentuk lurus sejajar (equal), berwarna substrat berupa basal tomentum dan berongga
hitam, diameter 0,16 cm, panjang 3 cm, (hollow) Tekstur tubuh buahnya cartilaginous
permukaan rata (smooth), menempel ke tudung tanpa bau khas. Belum ada informasi mengenai
pada posisi central, tipe penempelan pada penggunaannya sebagai bahan pangan.

Gambar 16. Karakteristik makroskopis Parasola sp.1 yang dikoleksi dari TWM

Parasola sp. 2 yang tidak menempel pada stipe (free),


Parasola sp. 2 ini tumbuh secara panjang lamela 1,92,17 cm (Gambar 17.c),
berkelompok dengan tubuh buah berdekatan jarak antar baris medium dengan margin rata
(gregarious) pada substrat berupa tanah. Jamur (smooth). Stipe berbentuk mengakar (rooting),
ini memiliki bentuk tubuh buah berupa tudung berwarna putih hingga krem, diameter
(cap) berlamela dan bertangkai (stipe). Tudung 0,170,5 cm, panjang 6,56,8 cm, permukaan
berwarna krem kecoklatan (Gambar 17.a). rata (smooth), menempel ke tudung pada posisi
Tudung berdiameter 17,94,7 cm dengan central, tipe penempelan pada substrat berupa
bentuk bagian atas convex sampai flat dan rhizoid dan berongga (hollow). Tekstur tubuh
bentuk bagian bawah bundar (ovoid). buahnya cartilaginous tanpa bau khas dan
Permukaan tudung fibrilose (Gambar 17.b). rasanya pahit. Belum ada informasi mengenai
Tepian tudung berombak (undulated) dengan penggunaan sebagai bahan pangan di kawasan
margin sedikit melengkung (incurved). Jamur TWM.
ini memiliki tipe himenofor berupa lamela

Gambar 17. Karakteristik makroskopis Parasola sp.2 yang dikoleksi dari TWM

Pluteus sp. (Gambar 18.a). Jamur ini memiliki tipe


Pluteus yang ditemukan di TWM himenofor berupa lamela yang menempel pada
tumbuh sendiri-sendiri (soliter) pada substrat stipe dengan jarak yang sempit (adnexed)
berupa kayu Jamur ini memiliki bentuk tubuh (Gambar 18.b), panjang lamela 1,8 cm, jarak
buah berupa tudung (cap) berlamela dan antar baris medium dengan margin rata
bertangkai (stipe). Tudung berwarna krem (smooth). Stipe berbentuk sejajar (equal),
coklat. Tudung berdiameter 3,9 cm dengan berwarna krem, diameter 0,2 cm, panjang 4,7
bentuk bagian atas convex (gambar 18.a)dan cm, permukaan rata (smooth), menempel ke
bentuk bagian bawah bundar (ovoid). tudung pada posisi central, tipe penempelan
Permukaan tudung berserat (radially pada substrat berupa strigose, dan berongga
fribrillose). Tepian tudung rata (smooth) (hollow) (Gambar 18.c). Tekstur tubuh
dengan margin sedikit melengkung (incurved) buahnya cartilaginous tanpa bau khas.

Copyright © 2018. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720 | 144
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 11(2), 2018

Gambar 18. Karakteristik makroskopis Pluteus sp. yang dikoleksi dari TWM

Scizophyllum sp. bagian bawah seperti kipas (chonchate)


Scizophyllum yang ditemukan di TWM (gambar 19.c). Permukaan tudung bertepung
tumbuh secara berkelompok dengan tubuh (floccose). Tepian tudung bergelombang
buah sangat berdekatan dengan pseudostipe (undulated) dengan margin sedikit melengkung
yang tampak muncul dari satu basal yang sama (incurved) (Gambar 19.a). Jamur inimemiliki
(connate) pada substrat berupa batang pohon tipe himenofor berupa lamela yang menempel
tumbang. Jamur ini memiliki bentuk tubuh pada pseudostipe (Gambar 19.b), panjang
buah berupa tudung (cap) berlamela dan lamela 1,9 cm, jarak antar baris medium
bertangkai (stipe). Tudung berwarna krem dengan margin rata (smooth) . Tekstur tubuh
putih. Tudung berdiameter 1,2 cm dengan buahnya berdaging-keras tanpa bau khas.
bentuk bagian atas flat (rata) dan bentuk

Gambar 19. Karakteristik identifikasi makroskopis Scizophyllum sp.

Xylaria sp. secara berkelompok. Stroma keras, berbentuk


Xylaria merupakan satu-satunya Filum silindris, tumbuh tegak dengan panjang 8-10
Ascomycota yang ditemukan dalam penelitian cm dan tebal 0,7 cm (Gambar 20.a, 20.b, 20.c,
ini. Xylaria yang di temukan di TWM tumbuh 20.d).

Gambar 20. Karakteristik makroskopis Xylaria sp. yang dikoleksi dari TWM

145 | Copyright © 2018. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 11(2), 2018

PEMBAHASAN dan berwarna mencolok merupakan jamur


Eksplorasi keragaman jamur di kawasan edibel, seperti Hygrocybe ataupun jamur
wisata perlu dilakukan sebagai upaya pelawan. Genus berikutnya yang berhasil di-
inventarisasi, pengelolaan, dan konservasi identifikasi adalah jamur kuping (Auricularia).
potensi sumberdaya hayati yang ada. Jamur Jamur ini termasuk ke dalam kelompok jamur
makro yang dikoleksi dari TWM tumbuh di yang memiliki habitat pada substrat yang
bawah kanopi hutan dan daerah yang terbuka. mengandung selulosa (Rahmansyah, 1989).
Kondisi kelembapan relatif di TWM ialah Jamur ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan
68%, suhu 31,8 C, dan intensitas cahaya pangan di TWM. Auricularia pada kawasan
sebesar 1222 lux. Thomas et al. (1988) TWM ditemukan pada bongkahan kayu yang
menyatakan bahwa kecepatan angin mati dan berada pada kondisi lingkungan yang
mempengaruhi kelembapan relatif pada suatu ternaungi. Auricularia mampu merombak
ekosistem dan memengaruhi perkembangan bahan organik yang umumnya terdiri dari
hifa jamur. Kelembapan pada suatu habitat selulosa, hemiselulosa dan lignin (Hedger &
jamur memengaruhi ketersedian komponen Basuki, 1979). Menurut Darwis et al. (2011),
abiotik lainnya. Pertumbuhan organisme jamur dari genus Auricularia memerlukan
seperti jamur tentunya dipengaruhi oleh kelembapan tinggi yaitu antara 8090% yang
berbagai faktor lingkungan. Menurut Suin akan menunjang pertumbuhannya. Khastini et
(2002), setiap jenis hanya dapat hidup pada al. (2017) melaporkan bahwa jamur kuping
kondisi abiotik tertentu yang berada dalam atau supa ceuli ini sering dimanfaatkan sebagai
kisaran toleransi yang cocok bagi organisme sumber makanan. Hal ini berkorelasi dengan
tersebut. Faktor fisik yang sangat berpengaruh kandungan pada jamur kuping yang tinggi
terhadap kehidupan jamur diantaranya suhu, dengan komposisi yaitu air 89,1%, protein
kelembapan, ketinggian dan pH substrat. Suhu 4,2%, lemak 5,3%, karbohidrat 2,8%, serat
sangat berpengaruh terhadap kelembapan 19,8% dan kalori 351 mg (Chang & Milles,
karena perubahan suhu akan mempengaruhi 1989).
kelembapan (Darwis et al., 2011). Keberadaan Satu genus Collybia berhasil dikoleksi
jamur menunjukkan kondisi kelembaban yang dari kawasan TWM. Osono & Hiroshi (2006)
relatif stabil di kawasan sekitar jamur. melaporkan bahwa genus Collybia dikenal
Pertumbuhan jamur makroskopis yang mampu sebagai jamur yang memiliki kemampuan
menghasilkan tubuh buah yang paling baik mendekomposisi serasah dengan sangat baik,
adalah pada musim dingin atau penghujan sehingga merupakan salah satu komponen
(Pacioni, 1981). Menurut Praborini (2012), ekosistem yang penting. Collybia yang berhasil
saat musim penghujan, kelembapan udara dan dikoleksi dari TWM tumbuh pada tumpukan
kelembapan substrat lebih tinggi dibandingkan serasah daun. Beberapa laporan penelitian
pada musim kemarau. Hal tersebut menunjukkan bahwa genus ini telah banyak
memengaruhi perkembangan spora jamur. dimanfaatkan sebagai pangan fungsional,
Sebanyak 20 jenis dan 6 genus jamur namun ada juga yang beracun (Lim & Yun,
makro berhasil dikoleksi dari TWM, salah satu 2006; Hasanuddin, 2014). Di kawasan TWM
dari dua jenis Amanita yang berhasil dikoleksi sendiri belum ada laporan mengenai jamur ini
pada daerah TWM bersimbiosis dengan pohon sebagai sumber pangan. Genus ketiga yang
beringin membentuk ektomikoriza, namun berhasil dikoleksi dari TWM adalah Clitocybe
belum diketahui potensinya sebagai bahan yang ditemukan pada pada batang lapuk yang
pangan di TWM. Beberapa genus Amanita masih terdapat akar dan tumbuh secara
diketahui termasuk ke dalam jenis jamur yang menggerombol. Jamur Clitocybe umumnya
edibel dan beracun. Menurut Ahmad et al. banyak ditemukan pada perakaran atau
(2008), jamur beracun biasanya berwarna tanaman mati yang memiliki daun berbentuk
sangat mencolok, tidak terdapat gigitan dari jarum (Richard, 1975). Jamur ini dimanfaatkan
organisme lain dan biasanya berbau busuk sebagai bagan pangan di kawasan TWM.
karena mengandung senyawa sulfida, namun Clitocybe sp. mudah ditemukan di hutan dan
hal tersebut belum bisa dijadikan acuan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, baik
baik, karena banyak genus jamur yang cerah

Copyright © 2018. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720 | 146
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 11(2), 2018

sebagai sumber obat maupun makanan Parjimo & Soenanto (2008), mengonsumsi
(Sugiharto, 2010). jamur ini memiliki efek bersifat melindungi
Jamur berikutnya yang dikoleksi dari organ tubuh, membangun, mengobati, dan
TWM adalah Crepidotus. Crepidotus pada saat berdampak positif terhadap penyembuhan
muda memiliki batang yang berwarna putih organ tubuh yang sakit. Pengembangan potensi
bersih dan ketika membesar batangnya Ganoderma sebagai obat-obatan telah banyak
semakin tua dan berwarna kecoklatan. Jamur dilakukan di beberapa negara di Dunia.
ini tergolong ke dalam jamur yang tidak dapat Sebanyak 2 jenis Lepiota berhasil
dikonsumsi (Hasanuddin, 2014). Eksplorasi diinvetarisasi dari kawasan TWM. Belum
dan penelitian mengenai Crepidotus di ditemukan adanya informasi mengenai
Indonesia sendiri masih terbatas dan belum pemanfaatan jamur ini sebagai bahan pangan
ditemukan informasi mengenai penggunaan ataupun obat di TWM. Menurut Erika (2006)
jamur ini sebagai bahan pangan khususnya di berdasarkan metode CRUISE, peubah yang
TWM. Cyathus atau juga dikenal sebagai paling berpengaruh dalam membedakan jamur
jamur sarang burung merupakan salah satu Lepiota yang dapat dimakan atau tidak adalah
jamur yang mudah ditemui pada berbagai jenis aromanya. Jamur yang beraroma busuk, apak,
ekosistem. Jamur sarang burung yang dikoleksi dan tajam diklasifikasikan sebagai beracun
dari TWM memiliki 5 peridiol, dengan lapisan atau tidak dapat dimakan. Lepiota merupakan
peridium yang berwarna cokelat terang. jenis jamur yang mengandung senyawa
Berbagai penelitian telah menunjukkan potensi berbahaya seperti kholin (Suharjo, 2007).
dari jamur ini, salah satu jenis dari genus Genus berikutnya yang berhasil di-
Cyathus yaitu Cyathus stereoreus dapat identifikasi dari TWM adalah Marasmius yang
meningkatkan laju fermentasi, metabolisme memiliki persebaran yang luas di dunia dengan
nitrogen dan serat yang dapat dimanfaatkan jumlah lebih dari 600 jenis. Belum ditemukan
oleh ternak (Chuzaemi et al., 2011). Cyathus informasi mengenai penggunaan jamur ini di
strecoreus sering digunakan untuk TWM. Marasmius sp. termasuk jamur ligno-
biodegradasi lignin (Baiquni et al., 2007). philik yang baru diidentifikasi di Indonesia
Kemampuan jamur pelapuk putih untuk proses sehingga belum begitu populer pemanfaatan-
biodegradasi lignin difasilitasi oleh nya (Musnandar, 2006). Jamur Marasmius sp.
kemampuan untuk enzim-enzim seperti lignin tumbuh baik pada suhu 30 C dengan
peroxidase (LiP), manganese-dependent kelembaban 6070%. Menurut Blanchette
peroxidase (MnP), dan laccase (Davalos et al., (1994), Marasmius sp. mampu mendegradasi
2004). Menurut Baiquni et al. (2007), enzim- selulosa menjadi lebih sederhana karena dapat
enzim ini mampu mengoksidasi senyawa- menghasilkan enzim selulase. Enzim selulase
senyawa fenolik yang terdapat pada lignin terdiri dari komplek eksoglukanase,
sehingga ikatannya akan rusak. Kemampuan endoglukanase dan β-glukosidase yang dapat
ini dapat dikembangkan untuk prosuksi etanol. mengubah selulosa menjadi glukosa untuk
Semakin banyak lignin yang terdegradasi maka pertumbuhan jamur sebagai sumber karbon
hidrolisis akan semakin sempurna sehingga (Garraway & Evans, 1984).
produksi etanol pada proses fermentasi Sebanyak 2 jenis dari genus Naucoria
menjadi optimal. berhasil diinventarisasi dari kawasan TWM.
Satu genus Ganoderma ditemukan pada Informasi pemanfaatan dan potensi genus ini
kawasan TWM. Ganoderma atau disebut juga belum pernah tercatat dan diteliti di Indonesia.
cahkokor diketahui dapat merusak batang Genus berikutnya yang berhasil dikoleksi dari
pohon (Khastini et al., 2017), terutama pada tempat yang tidak berjauhan dari Naucoria
perkebunan kelapa sawit yang menyebabkan adalah Omphalina. Beberapa peneliti telah
busuk pangkal batang. Contoh jenis dari genus melaporkan mengenai potensi jamur ini.
ini adalah Ganoderma applanatum yang paling Menurut Eris et al. (2012), Omphalina sp.
banyak ditemukan tumbuh dalam kelompok- adalah jamur yang mampu tumbuh pada pH
kelompok kecil atau sendirian (soliter) di asam antara 4,55,5, sehingga jamur ini dapat
batang, tonggak dan pohon mati yang masih tumbuh dengan baik dan mampu menurunkan
berdiri (Mardji & Noor, 2009). Menurut kepekatan warna limbah cair industri kosmetik

147 | Copyright © 2018. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 11(2), 2018

dengan efektif. Omphalina sp. juga diketahui lingkungan mampu mengubah gaya hidup
aktif menghasilkan lakase dan Mn-P yang cendawan menjadi bentuk parasit (Putra et al.,
berpotensi sebagaiagen biobleaching dan 2015). Anggota genus Xylaria memiliki peran
dekolorisasi (Suharyanto et al., 2008). penting dalam proses pengembalian hara tanah
Kelompok berikutnya yang dikoleksi adalah yaitu sebagai dekomposer. Anggota dari genus
Parasola. Jamur ini merupakan salah satu Xylaria sp. juga diketahui memiliki
jamur saprofit yang memiliki relung ekologi kemampuan sebagai agen hayati karena
luas. Jamur tersebut ditemukan pada daerah memiliki sifat antagonis terhadap beberapa
rerumputan di kawasan TWM. Genus jenis organisme patogen pada tanaman
berikutnya yang berhasil dikoleksi dari (Nuryadi et al., 2016). Perlu dilakukan
kawasan TWM adalah Pluteus. Menurut penelitian lebih lanjut mengenai potensi
penelitian Noverita et al. (2017), jamur Pluteus Xylaria yang berhasil dikoleksi di TWM.
dengan jenis Pluteus cervinus merupakan salah
satu jenis jamur makro yang dapat dimakan SIMPULAN
dan sangat potensi untuk dikembangkan dalam Sebanyak 20 jenis dan 16 genus jamur
bentuk budi daya, namun belum ada informasi makro berhasil dikoleksi dari TMW pada
mengenai penggunaan jamur ini sebagai bahan penelitian ini. Identifikasi jamur dilakukan
pangan di kawasan TWM. dengan menggunakan berbagai karakter
Schizophyllum atau juga dikenal dengan makroskopik. Jamur yang berhasil
jamur gerigit berhasil didokumentasikan pada diidentifikasi dari TMW adalah Amanita sp.1,
penelitian ini. Genus ini berpotensi sebagai Amanita sp.2, Auricularia sp., Collybia sp.,
bahan pangan, walaupun belum ditemukan Clitocybe sp., Crepidotus sp., Cyathus sp.,
informasi mengenai penggunaannya di Ganoderma sp., Lepiota sp.1, Lepiota sp.2,
kawasan TWM. Darwis et al. (2011) Marasmius sp., Naucoria sp.1, Naucoria sp.2,
mengemukakan bahwa Schizophyllum sp. ini Omphalina sp., Panaeolus sp., Parasola sp.1,
tidak beraroma dan merupakan jamur yang Parasola sp.2, Pluteus sp., Scizophyllum sp.
paling sering dikonsumsi di Bengkulu, selain dan Xylaria sp.
sebagai bahan pangan, menurut Hadi et al.
(2011), Schizophyllum merupakan salah satu UCAPAN TERIMA KASIH
jenis jamur pelapuk kayu yang sangat potensial Penulis mengucapkan terimakasih
dan dapat tumbuh secara alami pada batang kepada Pihak Taman Wisata Mekarsari, Divisi
pohon maupun pada limbah kayu hasil hutan. Mikologi Departemen Biologi Institut
Jamur pelapuk kayu merupakan golongan Pertanian Bogor yang telah membantu
jamur yang dapat merombak selulosa dan penelitian ini.
lignin, sehingga kayu menjadi lapuk, kekuatan
serat elastisitasnya turun dengan cepat. Jamur REFERENSI
pelapuk kayu mampu merusak selulosa dan Achmad., Herlyana, E. N., & Octaviani, E. A.
lignin penyusun kayu dengan cara (2013). Pengaruh pH, penggoyangan
menguraikan kayu melalui proses enzimatik media, dan penambahan serbuk gergaji
dari bentuk yang kompleks menjadi lebih terhadap pertumbuhan jamur Xylaria sp.
sederhana. Jenis Schizophyllum l yaitu Jurnal Silvikultur Tropika, 4(2), 57-61.
Schizophyllum commune memiliki kemampuan Ahmad, M. Z., Chew, K. S., Mohamad, N.,
untuk bertahan hidup pada kondisi yang kering Mohidin, M. A., & Tuan, K. T. H.
dan dapat tumbuh pada kayu yang telah mati (2008). Early onset muscarinic
dengan kapasitas air yang minim (Subowo, manifestations after wild mushroom
1992). Genus terakhir yang berhasil ingestion emergency. International
didokumentasikan dari kawasan TWM adalah Journal of Emergency Medicine, 1(3),
Xylaria. Menurut Achmad et al. (2013), 205-208.
Xylaria sp. merupakan genus besar yang Alexopoulus, C. J., Blackwall, M., & Mims, C.
memerlukan studi pengembangan menyeluruh, W. (1996). Introductory mycology fourth
dan sebagian besar bersifat saprofit atau parasit edition. New York (US): John Wiley and
lemah pada tanaman. Perubahan kondisi Sons, Inc.

Copyright © 2018. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720 | 148
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 11(2), 2018

Arora, D. (1986). Mushrooms demystified. Eris, D. D., Kresnawaty, I., Prakoso, H. T., &
USA: Teen Speed Press. Suharyanto. (2012). Aktivitas ligninolitik
Baiquni, M., Gozani, M., Hermansyah, H., Omphalina sp. hasil isolasi dari TKKS
Mardias, R., Naskin, M., Prasetya, B., dan aplikasinya untuk dekolorisasi
Samsuri, M., & Wijanarko, A. (2007). limbah kosmetik. Menara Perkebunan,
Pemanfaatan selulosa bagas untuk 80(2), 48-56.
produksi ethanol melalui sakarifikasi dan Garraway, M. D., & Evans, R. C. (1984).
fermentasi serentak dengan enzim Fungal nutrition and physiology.
xylanase. Makara Journal of Science, Singapore: John Wiley & Sons.
11(1), 17-24. Hadi, Y. S., Herlina, E. N., & Maryam, L. F.
Blanchette, R. A. (1994). Degradation of the (2011). Schizophyllum commune Fr.
lignocellulose complex in wood. sebagai jamur uji ketahanan kayu standar
Canadian Journal of. Botany, 73(S1), nasional Indonesia pada empat jenis kayu
999-1010. rakyat: sengon (P. falcataria), karet (H.
Breitenbach, J., & Kränzlin, F. (1991). Fungi brasiliensis), tusam (P. merkusii),
of Switzerland vol 3 Boletes and Agarics. mangium (A. mangium). Jurnal
Lucerne: Mykologia Lucerne. Silvikultur Tropika, 2(3), 176-180.
Chang, S. T., & Miles, P. G. (1989). Edible Hasanuddin. (2014). Jenis jamur kayu
mushroom and their cultivation. Florida: makroskopis sebagai media pembelajar
CRS Press. biologi (studi di TNGL Blangjerango
Chuzaemi, S., Prihartini, I., Soebarinoto., & Kabupaten Gayo Lues). Jurnal Biotik,
Winugroho, M. (2011). Karakteristik 2(1), 38-52.
nutrisi dan degradasi jerami padi Hedger, N., & Basuki, T. (1979). The role of
fermentasi oleh inokulum lignolitik TliD Basidiomycetes in composts: a model
dan BOpR. Animal Production, 11(1), 1- systems for decomposition studies.
7. London: Cambridge University Press.
Darwis, W., Desnalianifi., & Suoriati, R. Khastini, R. O., Leksono, S. M., & Ulya, A. N.
(2011). Inventarisasi jamur yang dapat A. (2017). Biodiversitas dan potensi
dikonsumsi dan beracun yang terdapat di jamur Basidiomycota di Kawasan
hutan dan sekitar Desa Tanjung Kasepuhan Cisungsang, Kabupaten
Kemuning Kaur Bengkulu. Konservasi Lebak, Banten. Al-Kauniyah: Journal of
Hayati, 7(2), 1-8. Biology, 10(1), 9-16.
Davalos, F., Navarro, F., Ramos, J., Rojas, T., Largent, D. L. (1973). How to identify
Rutiaga, J., Sanjuan, R., & Young, R. A. mushrooms to genus I: macroscophic
(2004). Enzymatic and fungal treatments features. Eureka: Mad River Press.
on sugarcane bagasse for the Lim, J. M., & Yun, J. W. (2006). Enhanced
productionof mechanical pulps. Journal production of exopolysaccharides by
of Agricultural and Food Chemistry, supplementation of toluene in submerged
52(16), 5057-62. culture of an edible mushroom Collybia
Deacon, J. W. (2006). Fungal biology 4th maculata TG-1. Process Biochemistry,
edition. British (UK): Blackwell 41(7), 1620-1626.
publishing Ltd. Lincoff, G. (1981). National audubon society
Dighton, J., White, J., & Oudemans, P. field guide to North American
(1992). The fungal community: its mushrooms. New York: Knopf.
organization and role inthe ecosystem, Mardji, D., & Noor, M. (2009).
second edition. Amerika (US): CRC Keanekaragaman jenis jamur makro di
Press. Hutan Lindung Gunung Lumut. Jurnal
Erika, Y. (2006). Metode klasifikasi Kehutanan Tropika Humida, 2(2), 143-
berstruktur pohon dengan algoritma 155.
cruise, quest, dan chaid. Forum Statistika
dan Komputasi, 11(1), 20-28.

149 | Copyright © 2018. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720
AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 11(2), 2018

McKnight, K., & Vera, M. (1998). A Field Putra, I. P., Rahayu, G., & Hidayat, I. (2015).
Guide to Mushrooms: North America Impact of domestication on the
(Peterson Field Guides). Boston: endophytic fungal diversity associated
Houghton Mifflin. with wild Zingiberaceae at Mount
Musnandar, E. (2006). Pengaruh dosis Halimun Salak National Park. Hayati:
inokulum Marasmius sp. dan lama Journal of Bioscience, 22(4), 157-162.
inkubasi terhadap kandungan komponen Rahmansyah, M. (1989). Perbandingan pola
serat dan protein murni pada sabut rombak selulosa oleh beberapa jamur
kelapa sawit untuk bahan pakan ternak. Basidiomycetes. Berita Biologi, 3(9),
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan, 450-454.
11(4), 225-234. Richard, M. (1975). Food for free, a guide to
Noverita, Setia, T. M., & Sinaga, E. (2017). the edible wild plants of Britain. London:
Inventarisasi makrofungi berpotensi Fontana Press
pangan dan obat di Kawasan Cagar Alam Steffen, K. T., Hatakka, A., & Hofrichter, M.
Lembah Anai dan Cagar Alam Batang (2002). Degradation of humic acids by
Palupuh Sumatera. Jurnal Mikologi the litter-decomposing Basidiomycetes,
Indonesia, 1(1), 15-27. Collybia dryophila. Applied and
Nuryadi, W., Prihatini, I., & Rakhmawati, A. Environmental Microbiology, 68(7),
(2016). Isolasi dan identifikasi kapang 3442-3448.
endofit dari pohon sengon provenan Subowo, Y. B. (1992). Inventarisasi jamur
Kepulauan Solomon berdasarkan kayu di Habema. Jurnal Penelitian
morfologi dan molekuler (analisis rDNA Puslitbang Biologi LIPI, 9(6), 793-799.
ITS (Internal Transcribed Spacer)). Sugiharto, A. (2010). Eksplorasi dan koleksi
Jurnal Biologi, 5(6), 15-26. jamur pada Kawasan Taman Nasional
Osono T., & Hiroshi, T. (2006). Fungal Bogani Nani Wartabone, Sulawesi Utara.
decomposition of Abies needle and Berkala Penelitian. Hayati, 15(2), 127-
Betula leaf litter. Mycologia, 98(2), 172- 130.
279. Suharjo, E. (2007). Budi Daya jamur merang
Pacioni, G. (1981). Simon and Schuster’s dengan media kardus. Jakarta:
guide to mushrooms. New York : Simon AgroMedia Pustaka.
& Schuster’s Inc. Suharyanto, Sutamihardja, Widiastuti, H., &
Parjimo, H., & Soenanto, H. (2008). Jamur Wulaningtyas, A. (2008). Activity of
ling zhi: raja herbal, seribu khasiat. ligninolyticenzymes during growth and
Jakarta: AgroMedia Pustaka. fruiting body development of white rot
Praborini, M. W. (2012). Eksplorasi dan fungi Omphalina sp. and Pleurotus
identifikasi jenis-jenis jamur kelas ostreatus. Hayati, 5(4), 140-144.
Basidiomycetes Kawasan Bukit Jimbaran Suin, N. M. (2002). Metoda ekologi. Padang:
Bali. Jurnal Biologi, 16(2), 45-47. Andalas University Press.
Priyanti. (2008). Tanaman monokotil di Thomas, C. S., Marios, J. J., & English, J. T.
Kampus I dan II UIN Syarif (1988). The effect of wind speed,
Hidayatullah Jakarta. Al-Kauniyah: temperature, and relative humidity, on
Jurnal Biologi, 2(1), 29-36. development of aerial mycelium and
Puspitaningtyas, D. M. (2007). Orchid conidia of Botrytis cinerea on grape.
inventory and the host in Meru Betiri Phytopathology, 78(3), 260-265.
National Park-East Java. Biodiversitas,
8(3), 210-14.

Copyright © 2018. AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, P-ISSN: 1978-3736, E-ISSN: 2502-6720 | 150

Anda mungkin juga menyukai