Anda di halaman 1dari 16

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

DISUSUN OLEH:

ANGGRIANI SUPRIANA SIANTURI (4163341008)

EVI DORINCE PURBA (4163341023)

NADIA VERMONI SUCI (4163341038)

JURUSAN BIOLOGI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah Ilmu SosiaL
Budaya Dasar ini sebatas dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga
penulis berterima kasih kepada bapak selaku Dosen mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar
yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.

Makalah ini akan meninjau tentang “Ilmu Sosial dan Budaya Dasar “. Tetapi sangat
dimungkinkan dalam penyusunannya masih banyak kekurangan, baik dalam penyajian materi
maupun dalam penulisan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
sangat penulis harapkan, demi lebih baiknya karya yang selanjutnya. Penulis berharap,
mudah – mudahan makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amin.

i
Daftar Isi

Kata Pengantar............................................................................................................................i

Daftar Isi .................................................................................................................................ii

Bab 1. Pendahuluan

1.1.Latar Belakang Masalah ..........................................................................................1

1.2.Rumusan
Masalah....................................................................................................................1

1.3.Tujuan......................................................................................................................2

1.4.Manfaat....................................................................................................................2

Bab 2. Ilmu Sosial Budaya Dasar

2.1. Dasar Pemikiran......................................................................................................3

2.2. Visi dan Misi...........................................................................................................4

2.3. Tujuan Pembelajaran............................................................................................4-5

2.4. Pendidikan Umum...............................................................................................5-7

2.5. Interdisipliner.......................................................................................................7-9

2.6. Model Pembelajaran..........................................................................................9-11

Bab 3. Kesimpulan...................................................................................................................12

Daftar Pustaka.........................................................................................................................13

ii
Bab I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Masalah

Seorang tenaga ahli (seorang guru) diharapkan memiliki pengetahuan sehingga


menunjukkan sikap yang mencerminkan kepribadian Indonesia, mengenal dan memahami
nilai agama, masyarakat, pancasila serta memiliki pandangan yang luas terhadap berbagai
masalah masyarakat Indonesia. Seorang guru juga dituntut berkomunikasi dengan baik dan
mampu berpikir logis, kritis, sistematis, dan analitis. Memiliki kemampuan untuk
mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang sedang dihadapi. Dengan itu, kemampuan
terhadap profesinya akan lebih profesional dan sikap yang kritis dalam masalah pada
masyarakat.

Kenyataan bahwa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa, dan segala
keanekaragaman budaya yang tercermin dalam berbagai aspek kebudayaannya, yang
biasanya tidak lepas dari ikatan-ikatan kedaerahan atau suku. Proses pembangunan yang juga
berdampak negatif berupa terjadinya perubahan dan pergeseran sistem nilai budaya sehingga
dengan sendirinya mental masyarakat itu sendiri pun terkena pengaruhnya. Yang akan
berakibat lebih fatal menimbulkan konflik terhadap nilai budaya dalam kehidupan.

Kemajuan teknologi, nilai dan norma hukum, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya
juga menimbulkan perubahan kondisi kehidupan manusia, yang mampu menimbulkan
konflik dengan tata nilai budayanya, sehingga manusia akan bingung sendiri terhadap
kemajuan yang telah diciptakannya sendiri. Keresahan dan legelisahan dari sisi negatif
teknologi juga meresahkan masyarakat dengan tidak mampunya mereka mengontrol
perubahan tersebut.

1.2.Rumusan Masalah

Mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar adalah mata kuliah umum yang diajarkan
di perguruan tinggi untuk membina individu (mahasiswa) menjadi profesional terhadap
profesinya serta menjadi warga masyarakat dan warga negara yang baik. Dalam mata kuliah
ISBD ini mahasiswa akan mempelajari hubungan manusia dengan kebudayaan, peradaban,
nilai dan norma hukum, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, keragaman dan kesederajatan
serta hubungan manusia dengan lingkungannya yang mana semua ini bisa menimbulkan
permasalahan dan konflik.

Dengan mata kuliah ISBD ini permasalah dan konflik yang timbul dapat ditelaah
dengan kritis, mahasiswa yang nantinya akan berprofesi dituntut untuk lebih luas melihat
permasalahan tersebut melalui pembelajaran Ilmu Sosial dan Budaya Dasar ini. Materi
pembelajaran meliputi hubungan manusia dengan kebudayaan hingga hubbungan manusia
dengan lingkungannya.

1
Dengan memahami apa tujuann yang sebenarnya dari ilmu ini, mahasiswa akan
mampu berpikir lebih luas dan kompeherensif mengenai permasalahan atau konflik-konflik
yang terjadi pada masyarakat.

1.3. Tujuan
a. Mengmbangkan kesadaran mahasiswa menguasai pengetahuan tentang
keanekaragaman dan kesederajatan manusia sebagai individu dan makhluk sosial
dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Menumbuhkan sikap kritis, peka dan arif dalam memahami keragaman, kesederajatan
manusia dengan landasan nilai estetika, etika dan moral dalam kehidupan
bermasyarakat.
c. Memberi landasan pengetahuan dan wawasan yang luas serta kkeyakinan kepada
mahasiswa sebagai bekal bagi hidup bermasyarakat, selaku individu dan makhluk
sosial yang beradab dalam mempraktikkan pengetahuan akademik dan keahliannya.
d. Makhluk sosial yang beradab dalam mempraktikkan pengetahuan akademik dan
keahliannya.

1.4. Manfaat
Manfaat dari ilmu sosial dasar adalah memberikan pengetahuan dasar dan pengertian
umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji gejala-gejala sosial
kebudayaan agar mahasiswa semakin tanggap, persepsi, dan penalarana mahasiswa dalam
menghadapi lingkungan sosial budaya dapat ditingkatkan sehingga kepekaan mahasiswa
kepada lingkungan yang besar.

2
Bab II

Ilmu Sosial dan Budaya Dasar

2.1. Dasar Pemikiran

Latar Belakang Paedagogis Upaya untuk meningkatkan mutu dan hasil pendidikan,
mendorong UNESCO (1998) yang mendeklarasikan agar Pendidikan Tinggi penyangga
dalam usaha membentuk kemampuan masyarakat untuk melaksanakan demokrasi dan
mengupayakan perdamaian diseluruh dunia . Deklarasi tersebut menghasilkan kesepakatan
bahwa penddkan tinggi pada abad XXI harus ikut berperan sebagai suatu komponen dari
pembangunan budaya , sosial ,politik, dan ekonomi. Tindakan tersebut dilakukan agar
mampu melihat masa depan, mengantipasi dan menyiapkan peringatan yang akan
melaksanakan perananya sebagai pelayan masyarakat.

Mendeklarasikan empat pilar pembelajaran yaitu :

( 1 ) learning to know ( pembelajaran untuk tahu );

( 2 ) learning to do ( pembelajaran untuk berbuat );

( 3 ) learning to be ( pembelajaran untuk membangun jati diri );

( 4 ) learning to live together( pembelajaran untuk hidup bersama secara harmonis ).

Dasar Yuridis

Dalam undang – undang No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Pasal
40 Ayat 1 butir e dikemukakan bahwa : “ pendidikan dan tenaga kependidikan berhak
memperoleh ‘kesempatan menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk
menunjang kelancaran pelaksanaan tugas‘” Dalam Pasal 40 Ayat 2 butir a yang menyatakan
bahwa pendidik berkewajiban “ menciptakan suasana yang bermakna, menyenagkan , kreatif,
dinamis dan dialogis “.

Pemberian hak dan kewajiban yang disebut di kedua ayat pada pasal 40 ini bertujuan
untuk mengurangi dominasi interaksi belajar mengajar yang cenderung satu arah yang
menuai kritik karena sifatnya indoktrinatif. Dimana sifat indoktrinatif ini menjadikan
mahasiswa sebagai pribadi yang pasif dimana sifat ini menghalangi aktivitas dan kreativitas
siswa . Mengatasi masalah tersebut dosen diharapkan mampu mengatasi masalah mahasiswa.
Pembinaan yang dilakukan berpedoman kepada nilai budaya melalui pranata pendidikan serta
penyadaran akan tanggung jawab mahasiswa daalam mengelola sumber daya alam dan
lingkungan dalam kehidupan mereka bermasyarakat, baik nasional maupun global , yang
mengarahkan kepada tindak kekaryaan sesesorang sesuai dengan kompetensi dan
kemampuan ataupun keahlian masing masing.

3
2.2. Visi, Misi, Tujuan dan Bahan ISBD

Visi ISBD sebagai berikut :

“Berkembangnya mahasiswa sebagai manusia terpelajar yangberadap memiliki


landasan pengetahuan , wawasan, serta keyakinan untuk bersikap kritis, peka dan arif dalam
menghadapi persoalan sosial dan budaya yang berkembang di dalam masyarakat dan untuk
memahami keragaman dan kesederajatan manusia dalam kehidupan bermasyarakat selaku
indvidu dan mahkluk sosial yang beradab serta bertanggung jawab terhadap sumber daya dan
lingkungan.”

Sedangkan Misi ISBD adalah :

a. Memberikan pengetahuan dan wawasan tentang keragaman, kesetaraan dan


martabat manusia sebagai individu dan mahluk sosial dalam kehidupan masyarakat

b. Memberikan dasar-dasar nilai estetika, etika, moral, hukum dan budaya sebagai
landasan untuk menghormati dan menghargai antara sesama manusia sehingga akan terwujud
masyarakat yang teratur, tertib dan sejahtera.

c. Memberikan dasar-dasar untuk memahami masalah sosial dan budaya serta mampu
bersikap keritis, analitis, dan responsive untuk memecahkan masalah tersebut secara arif di
masyarakat.

Menurut Nursyid Sumaatmadja ( 2002 ) Mengatakan bahwa : “Pendidikan umum


mempersiapkan generasi muda terlibat dalam kehidupan umum sehari-hari dalam kelompok
mereka, yang merupakan unsur kesatuan budaya, berhubungan dengan seluruh kehidupan
yang memenuhi kepuasan dalam keluarga, pekerjaan, sebagai warga negara, selaku umat
yang terpadu serta penuh dengan makna kehidupan.” Sedangkan menurut Philip H. Phenik (
1964 : 6-8 ) mengemukakan bahwa : “ Pendidikan umum merupakan proses pembangkitan
makna-makna yang esensial yang membimbing pelaksanaan hidup manusia melalui
perluasan dan pendalaman makna-makna tadi “ selanjutnya Phenik mengatakan ( dalam
Nursyid S., 2002 : 109 ) Bahwa makna makna esensial yang melekat dalam kehidupan
masyarakat dan budaya manusia meliputi enam pola, yaitu Simbolik, Empirik, Estetik, Etik,
dan Sinoptik.

2.3. Tujuan Pembelajaran

Setiap ilmu yang dipelajari pasti mempunyai tujuan tersendiri tergantung ruang
lingkup ilmu itu sendiri. Secara umum tujuan dari mempelajari ilmu sosial dan budaya dasar
adalah menciptakan individu yang dapat beradaptasi secara sosial dengan lingkungan.
Adapaun secara terperinci beberapa point dari tujuan mempelajari ilmu sosial dan budaya
dasar adalah sebagai berikut.

4
1. Mengembangkan kesadaran mahasiswa menguasai pengetahuan tentang
keanekaragaman dan kesederajatan manusia sebagai individu dan mahluk sosial
dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Menumbuhkan sikap kritis, peka dan arif dalam memahami keragaman kesederajatan
manusia dengan landasan nilai estetika, etika dan moral dalam kehidupan
bermasyarakat
3. Memberi landasan pengetahuan dan wawasan yang luas serta keyakinan kepada
mahasiswa sebagai bekal bagi hidup bermasyarakat, selaku individu dan mahluk
sosial yang beradab dalam mempraktikkan pengetahuan akademik dan keahliannya.
4. Mahluk sosial yang beradab dalam mempraktekan pengetahuan akademik dan
keahliannya.
5. Memahami dan menyadari adanya kenyataan-kenyataan sosial dan masalah-masalah
sosial yang ada dalam masyarakat.
6. Peka terhadap masalah-masalah sosial dan tanggap untuk ikut serta dalam usaha-
usaha menanggulanginya.
7. Menyadari bahwa setiap masalah sosial yang timbul dalam masyarakat selalu bersifat
kompleks dan hanya dapat mendekatinya mempelajarinya) secara kritis-
interdisipliner.
8. Memahami jalan pikiran para ahli dari bidang ilmu pengetahuan lain dan dapat
berkomunikasi dengan mereka dalam rangka penanggulangan masalah sosial yang
timbul dalam masyarakat.

Berdasarkan visi, misi dan tujuannya di atas, maka mata kuliah Ilmu Sosial dan
Budaya Dasar termasuk dalam kategori mata kuliah pendidikan umum (General Education)
yang bertujuan untuk membina mahasiswa menjadi warga masyarakat dan warga negara yang
baik. Pendidikan yang dilaksanakan berkenaan dengan pengembangan seluruh kepribadian
dalam kaitannya dengan masyarakat dan lingkungan hidup.

2.4. Pendidikan Umum

Pendidikan umum adalah pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan


peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-
tingkat akhir masa pendidikan. Dalam dunia pendidikan di perguruan tinggi, definisi
pendidikan umum sangat beragam dan terus berkembang. Secara sederhana, para pakar
memaknai pendidikan umum sebagai pendidikan nilai (value education), sebagian lain
menunjuk pendidikan umum sebagai pendidikan kepribadian (personality education),
pendidikan karakter (character building), pendidikan kewarganegaraan, dan sebagainya.

Ada pun Pendidikan umum itu juga yaitu pondasi dari segala sesuatu yang berkenaan
dengan pendidikan dasar dan pengalaman di perguruan tinggi, meliputi: pengetahuan,
keterampilan, perilaku, dan nilai-nilai yang didapatkan dari pelajaran komunikasi,
matematika, ilmu pengetahuan sosial dan alam dan humanisme. Pendidikan umum tidak
dibatasi oleh disiplin ilmu dan pendidikan umum menghormati pertalian antar ilmu
pengetahuan. Pendidikan umum mengembangkan proses kognitif dalam cara berpikir
(pengalasan) yang sangat diperlukan dalam proses belajar efektif dan mandiri. Untuk itulah,

5
sistem pendidikan nasional menetapkan kewajiban yang harus dijalankan oleh semua
perguruan tinggi di Indonesia, yang dikenal dengan sebutan Tridarma Perguruan Tinggi.
Adapun isi dari Tridarma Perguruan Tinggi itu adalah bahwa setiap perguruan tinggi harus
menjalankan misi pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Untuk misi
pendidikan, perguruan tinggi harus menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan
personal, kemampuan akademis dan kemampuan profesional.
Pendidikan umum menyediakan kesempatan bagi mahasiswa untuk:
1. Dapat berpikir logis, kritis, dan kreatif;
2. Dapat berkomunikasi secara efektif baik moral maupun menulis;
3. Dapat membaca secara ekstensif dan berprespektif;
4. Dapat menelusuri nilai moral dan estetik, relasi sosial, dan berpikir kritis dalam hal
kemanusiaan;
5. Dapat mengerti pentingnya institusi sosial, etika, dan norma/nilai, dan bagaimana
individu-individu mempengaruhi kejadian dan fungsi dalam institusi-institusi tersebut
di dunia;
6. Dapat menghargai ekspresi kreatif dan estetik dan juga pengaruhnya/implikasi pada
individual dan budaya;
7. Dapat mengekspresikan, mendefinisikan, dan menelusuri secara logis pertanyaan-
pertanyaan tentang segala sesuatu dalam/melalui matematika;
8. Dapat menggunakan teknologi komputer untuk berkomunikasi dan menyelesaikan
masalah;
9. Dapat mendapatkan fakta, konsep, dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan alam dan
sosial, dalam menerapkan proses ilmiah dalam fenomena alam;
10. Untuk dapat mengartikan pentingnya kesehatan dan nilai-nilai kehidupan manusia;
11. Dapat memanifestasikan komitmen untuk belajar di sepanjang kehidupannya.
Pendidikan umum merupakan proses pembangkitan makna – makna melalui esensial
yang membimbing pelaksanaan hidup manusia melalui perluasan dan pendalaman makna –
makna. (Phenik, 1964 : 6-8, dalam Setiadi 2008 : 7 )

Makna-makna esensial yang diberikan dalam pendidikan umum adalah:(Phenix,


1964)

1. Makna symbolic, meliputi kemampuan memaknai simbol-simbol bahasa


dan matematika,termasuk juga simbol-simbol dalam bahasa isyarat, makna
simbol dalam upacara-upacara, tanda-tanda kebesaran dan lainnya;
2. Makna empirics, artinya kemampuan untuk memaknai benda-benda (alam,
hayati dan manusia) dengan mengembangkan kemampuan
3. Makna esthetics, meliputi kemampuan memaknai seni termasuk keindahan
dan kehalusan serta keunikannya. Kemampuan memaknai ini juga
termasuk kemampuan memilih mana seni (baik karya seni, kesenian
maupun kesusasteraan) yang indah, yang halus dan yang unik.
4. Makna ethics, artinya kemampuan membedakan dan memaknai yang baik
dan buruk. Dengan kata lain, kemampuan mengembangkan aspek moral
akhlak, perilaku yang luhur, tanggung jawab dan lainnya.

6
5. Makna synoetic, artinya kemampuan berpikir untuk membedakan mana
yang benar dan yang salah, juga kemampuan untuk berempati, simpati dan
lainnya.
6. Makna synoptic, artinya kemampuan untuk memaknai agama, filsafat
hidup dan hal-hal yang bernuansa spiritual, serta kemampuan memaknai
sejarah.

Dengan terinternalisasinya keenam makna esensial tersebut di atas dalam diri tiap-tiap
mahasiswa, maka perguruan tinggi dapat menghasilkan para lulusan yang tidak saja terpelajar
dan profesional tetapi juga lulusan yang memiliki kepekaan yang tinggi dan kemampuan
sosial budaya yang baik untuk dapat memberikan yang terbaik untuk masyarakat dan
bangsanya dan juga merupakan studi tentang makna – makna esensial dari disiplin ilmu
sosial dan ilmu budaya sebagai bahan analisis dalam memecahkan masalah sosial dan budaya
yang berlangsung di dalam masyarakat.
Sebagai bagian dari general education Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD), bukanlah satu
disiplin ilmu dan bukan dari ilmu – ilmu sosial maupun budaya.
Dengan kata lain, dengan mempelajari pendidikan umum, mahasiswa diajak untuk
dapat berpikir lebih luas dan mampu mengkaji setiap permasalahan di dalam kehidupannya
dengan lebih bijaksana tanpa harus dibatasi dari satu sudut pandang keilmuan saja.

2.5. Interdisipliner

Banyak hal yang ditemui di dalam kehidupan masyarakat jaman sekarang yang
disangkut pautkan dengan kata interdisipliner. Interdisipliner sendiri mewakili kata disiplin,
dimana banyak diangga sebagai batasan suatu hal, yang mana dalam bahasan ilmu
pengetahuan juga dijadikan sebagai batasan ide-ide dalam ilmu itu sendiri. Sedangkan
interdisipliner tidak membatasi sebuah ilmu untuk bekerja sendiri, tetapi saling dikaitkan satu
sama lain sehingga dapat disebut sebagai ‘antar cabang’.

Dalam memecahkan sebuah kasus, interdisipliner ilmu sering sekali digunakan.


Dalam hal ini selain sebagai pemecah masalah juga sebagai alat analisis yang kuat sehingga
dapat diketahui bagian-bagian kasus melalui cabang ilmu yang berbeda. Sebagai contoh
adalah sebuah kasus banjir yang melanda Ibukota Jakarta. Kita dapat menggunakan berbagai
cabang keilmuan untuk menganalisisnya. Dalam disiplin ilmu alam maka kita dapat melihat
itu sebagai bencana yang ditimbulkan dari keadaan sebuah letak geografis. Tetapi dalam
disiplin sosial bisa saja kita melihat banjir tersebut dari aktifitas masyarakat sekitarnya.
Sehingga pada akhirnya dapat diambil sebuah tindakan dimana banjir dapat dihindari dengan
memperhatikan keadaan alam dengan memanfaatkan sumber daya manusia untuk menjaga
dan merubah keadaan menjadi lebih baik. Hal inilah yang disebut dengan pendekatan
interdisipliner ilmu. Pada hakikatnya interdisiplin dilakukan dengan pendekatan beberapa
cabang ilmu secara serentak dan tetap disesuaikan dengan jenis kasus yang dihadapi.

Interdisipliner hadir dikarenakan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Hal


ini disebabkan karena semakin lamanya manusia mengembangkan pola berpikirnya, maka

7
semakin besar pula rasa ingin tahu mereka untuk mengembangkan sebuah ilmu menjadi lebih
rumit lagi. Pada awalnya sebuah masalah hanya dipecahkan oleh satu disiplin ilmu tertentu
sehingga hasilnya analisis yang diperoleh hanya berkutat dalam satu permasalahan bahkan
menimbulkan permasalahan lainnya. Hal inilah yang membuat interdisiplin lahir sebagai
jembatan antar dimensi keilmuan, yang pada dasarnya ingin memecahkan sebuah masalah
tanpa menimbulkan permasalahan pada pihak lain.

Singkatnya, interdisipliner menjadi pilihan yang banyak diambil oleh para analisator
dan pemecah-pemecah permasalahan di dunia. Interdispliner menjadi sebuah pemecahan
terbaik dalam menelaah sebuah permasalahan dengan cabang berbeda tetapi dengan waktu
yang serentak. Sehingga tidak sedikit peneliti ilmiah menggunakan pendekatan ini untuk
memecahkan sebuah permasalahan, bahkan untuk membahas suatu hal yang baru.

Ilmu Sosial Dasar dan Ilmu Budaya Dasar sudah diajarkan di Indonesia sejak tahun
1970-an. Pembelajarannya bertujuan mendekatkan berbagai disiplin ilmu dalam satu studi
yang integratif. Kemampuan berdialog serta mampu melihat permasalahan dalam masyarakat
dengan luas adalah tujuan dari pembelajaran Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD). Kemampuan
inilah yang akan dikembangkan dengan secara Interdisipliner.

Pentingnya pendekatan interdisipliner ini diharapkan agar mahasiswa dapat melihat


masalah sosial dan budaya secara lebih luas dan komprehensif, sehingga di kemudian hari
dapat berperan serta memecahkan masalah masalah sosial. Apa yang diharapkan sulit tercapai
jika menggunakan disiplin tertentu dalam ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu budaya (seperti
sejarah, geografi, hukum, politik, sosiologi, antropologi, seni, sastra, psikologi sosial) secara
terpisah. Tetapi perlu menggunakan pendekatan multidisiplin secara integratif untuk
memecahkan masalah sosial dan budaya, karena hakikat masalahnya kompleks sehingga
memerlukan kajian dari berbagai disiplin ilmu, baik secara interdisipliner yang menggunakan
berbagai disiplin ilmu secara terpadu dalam mengkaji suatu masalah maupun crossdisipliner
(penggunaan dua disiplin dari sudut pandang yang berbeda) atau transdisipliner (penggunaan
berbagai disiplin ilmu dari sudut pandang yang berbeda) untuk mengkaji suatu masalah.

Penggunaan pendekatan multidisiplin dalam proses pembelajaran ISBD bisa menggu-


nakan pendekatan struktural, yaitu beberapa disiplin ilmu sosial atau disiplin ilmu budaya
digunakan sebagai alat untuk mengkaji masalah, tetapi sistematika salah satu struktur disiplin
tertentu masih terlihat dominan sebagai pisau analisisnya, karena masalah yang dikaji sangat
erat dan banyak kaitannya dengan disiplin tertentu (misalnya masalah korupsi erat kaitannya
dengan ilmu hukum, kemiskinan dengan ilmu ekonomi, banjir dengan ilmu geografi, dan
sebagainya) sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai penunjang analisisnya. Dengan demikian,
seluruh bahan itu harus disusun terlebih dulu secara sistematis menurut salah satu disiplin
utama yang menjadi pokok kajian.

Atau menggunakan pendekatan fungsional, yaitu pembelajaran yang bertitik tolak dari
masalah yang terdapat dalarn masyarakat atau lingkungan Mahasiswa atau masalah sosial-
budaya di mana Mahasiswa terlibat secara langsung. Oleh karena itu, pendekatan fungsional

8
tidak berangkat dari satu disiplin ilmu, bahkan karena luasnya pembahasan, identitas setiap
disiplin ilmu hampir tidak kelihatan karena banyaknya konsep yang berhimpitan dan
bersintesis. Misalnya saja ketika membahas pergaulan bebas di luar nikah, atau anarki
pascareformasi dikaji faktor historis, faktor politis, faktor yuridis, faktor sosiologis, faktor
kultural, serta faktor sosial-ekonomi.

Karena itu, proses belajar mengajar diawali dengan menentukan dan merumuskan
masalah, mengumpulkan data dan informasi, mengkaji latar belakang dan penyebabnya,
mencari peraturan yang berhubungan, mengkaji kebijakan publik yang berlaku, meneliti
bagaimana sikap masyarakat terhadap masalah tersebut, dan mencari berbagai alternatif
solusi sampai akhirnya memberikan rekomendasi kepada pengambil kebijakan publik untuk
memecahkan masalah tersebut.

Bisa juga digunakan pendekatan interfield, yaitu bertitik tolak dari ruang lingkup
yang luas, misalnya saja masalah humanitis dengan tema reformasi, pembangunan, pemilu,
pilkada demokrasi, multikultur, dan lain-lain yang dikaji dan berbagai bidang ilmu yang
cukup luas seperti bahasa, IPA, pendidikan, agama, teknologi, dan sebagainya. Dalam
pendekatan interfield ini dapat juga digunakan the area approach yang berusaha menyusun
bahan kuliah berdasarkan kebudayaan suatu daerah, misal saja kebudayaan Bali, kebudayaan
Jawa Timur, kebudayaan Betawi, dan lain lain, atas dasar daerah tersebut maka aspek politik,
sejarah, antropologi, ekonomi, pendidikan, teknologi, agama, dan sumber daya alam ikut
melengkapinya.

2.6. Model Pembelajaran

Bila pendekatan interdisipliner digunakan dalam ISBD, maka metode ceramah sudah
tidak bisa lagi mendominasi aktivitas perkuliahan, karena itu multi metode harus digunakan
secara bervariasi sesuai dengan kebutuhan interaksi kelas. Ceramah, tanya jawab, dan diskusi
tentu saja masih dipandang penting terutama untuk memberikan penjelasan dasar-dasar
ilmiah serta materi esensial yang menjadi basic concept masalah yang akan dibahas, akan
tetapi model pembelajaran problem solving, inquiry, klasifikasi nilai, science technology and
society, social action model, serta portofolio based learning sangat diperlukan untuk
mengem-bangkan empat pilar pendidikan yang dikemukakan UNESCO.

Beberapa model pembelajaran yang disebutkan tersebut, sangat membutuhkan


keterampilan Mahasiswa untuk menguasai teknik pemecahan masalah. Masalah sendiri dapat
diartikan setiap kesulitan yang merintangi atau belum ada jawabannya secara pasti dan
membutuhkan pemecahannya apabila manusia ingin maju dan berkembang terus. Tentu
pengertian itu berbeda dengan persoalan yang bisa diartikan sebagai suatu masalah yang
sudah ada jawabannya. Dalam ISBD sebaiknya yang dipecahkan itu bukan persoalan, akan
tetapi masalah.

9
Dewey dalam bukunya, How We Think (1910), mengemukakan langkah pemecahan
masalah :
a. A feeling of perplexy
b. The definition of the problem
c. Sugesting and testing hypotheses
d. Development of the best solution by reasoning
e. Testing of the conclution followed by reconsideration of necessary.

Kalau disederhanakan sama dengan langkah-langkah kegiatan ilmiah, yaitu mulai:


1. Merasakan adanya masalah;
2. Merumuskan masalah;
3. Menetapkan hipotesis atau membuat pertanyaan pertanyaan penelitian untuk
memecahkan masalah
4. Menetapkan sumber data yang akan dijadikan objek penelitia:
5. Membuat instrumen untuk melakukan penelitian
6. Melakukan pengumpulan data;
7. Melakukan kiasifikasi dan analisis data;
8. Menguji hipotesis atau Pembahasan hasil penelitian;
9. Rekomendasi.
Model pemecahan masalah dari John Dewey ini mendasari model-model pembelajaran
lain yang melibatkan Mahasiswa untuk melakukan penyelidikan, seperti
1. Model Klarifikasi Nilai dari Louis Rath (1977),
2. Model Kegiatan Sosial dari Fred Newmann (1977),
3. Sciences Technology and Society dari Peter Rubba (1982)
4. Perkembangan Moral Kognitif dari Lawrence Kohlberg (1984),
5. dan beberapa model pembelajaran yang sekarang ini banyak digunakan untuk
mengaplikasikan kurikulum berbasis kompetensi seperti Model Pembelajaran Portofolio
dan Model Pembelajaran Kontekstual

Proses Pembelajaran Berbasis Portofolio


Dalam konteks pendidikan, pengertian portofolio menurut D. Budimansyah (2002)
bisa diartikan sebagai “wujud benda fisik” yaitu bundel, yakni sekumpulan atau dokumentasi
hasil pekerjaan peserta didik, seperti bundelan hasil pre-test, tugas, post-test, dan lain lain.
Bisa juga diartikan sebagai “kegiatan sosial paedagogis”, yaitu collection of learning
experience yang terdapat dalam pikiran peserta didik baik yang berwujud pengetahuan, sikap,
maupun keterampilan.

10
Sedangkan sebagai model pembelajaran Boediono (2001) mengatakan bahwa
portofolio merupakan bentuk dan praktik belajar kewarganegaraan, yaitu inovasi
pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori secara
mendalam melalui penga-laman belajar praktik-empirik. Praktik belajar ini dapat menjadi
program pendidikan yang mendorong kompetensi, tanggung jawab, dan partisipasi peserta
didik, belajar menilai dan mempengaruhi kebijakan umum (public policy), memberanikan
diri untuk berperan serta dalam kegiatan antar manusia, antar universitas, dan antar anggota
masyarakat.
U. Syarifudin (2002) mengatakan bahwa portofolio adalah tampilan visual dan audio
yang disusun secara sistematis melukiskan proses berpikir yang didukung oleh seluruh data
yang relevan, sehingga secara utuh melukiskan “integrated learning experiences” atau
pengalaman belajar terpadu yang dialami oleh mahasiswa dalam kelas sebagai suatu
kesatuan. Dengan demikian, model pembelajaran berbasis portofolio merupakan
pembelajaran yang melibatkan mahasiswa secara aktif dan kooperatif mulai dan menentukan
masalah secara demokratis, mengumpulkan data, mengoleksi data, menampilkan data,
menentukan solusi permasalahan sehingga dia mampu menilai, dan mempengaruhi kebijakan
umum dan hasil temuannya.

11
Bab III
Penutup

3.1. Kesimpulan
Mata kuliah ilmu sosial dasar ini akan menjadi mata kuliah umum interdisipliner yang
diajarkan diperguruan ti8nggi8 dengan tujuan agar mahasiswa unggul secara intelektual,
anggun secara moral, kompeten menguasai IPTEK, serta memiliki komitmen tinggi untuk
berbagai peran sosial. Pendekatan yang dapat dilakukan dalam proses pembelajaran ISBD
dapat dilakukan dengan pendekatan struktural, fungsional, maupun pendekatan antar bidang
ilmu (interfield). Model pembelajaran problem solcing, inquiri, klasifikasi nilai, model aksi
sosial,serta fortofolio based learning sangat perlu dikembangkan.

12
Daftar Pustaka

Setiadu Elly M, dkk . 2008 . Ilmu Sosial dan Budaya Dasar Edisi Kedua . Jakarta : Kencana

Tim Dosen ISBD Unimed . 2014 . Ilmu Sosial dan Budaya Dasar . Medan : Unimed Press

13

Anda mungkin juga menyukai