Anda di halaman 1dari 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman


hayati yang tinggi, baik jenis flora dan fauna. Kegiatan manusia mengakibatkan
terjadinya perubahan pada kondisi alam dan terganggunya keseimbangan
ekosistem sehingga dapat mengurangi jumlah keanekaragaman jenis hewan yang
ada di suatu ekosistem tersebut (Falahudin et al, 2015).
Vegetasi hutan tersusun dalam beberapa strata. Strarifikasi yang terbentuk
dalam vegetasi hutan tergantung pada tipe hutan. Strata atas biasanya didominasi
oleh pohon, sedangkan strata di bawahnya diisi oleh tumbuhan semak, herba,
maupun liana (Azrai dan Erna, 2015).
Berdasarkan perawakan atau habitus, tumbuhan dikenali sebagai: pohon,
semak (shrubs), herba (herbaceous), dan tumbuhan pemanjat (climbing plants).
Pohon dan semak adalah tumbuhan berkayu, pohon mempunyai ciri memiliki
batang utama, sedangkan semak lebih pendek dan tidak memiliki batang utama
tetapi melainkan bercabang-cabang. Herba kurang atau tidak memiliki jaringan
berkayu. Tumbuhan pemanjat dapat berupa liana (berkayu), atau vine
(herbaceous), atau diantara keduanya (suffrutescent plants) (Tjitrosoepomo,
2005).
Stratifikasi yang terjadi di dalam vegatasi hutan tersusun atas stratum A-E,
stratum D terdiri atas lapisan perdu dan semak, tingginya berkisar 1-4 m, dan
stratum E terdiri atas tumbuhan bawah penutup tanah (ground cover), tingginya
antara 0-1 m. Vegetasi semak biasanya cepat berkembang di areal dimana cahaya
matahari sudah dapat menerobos masuk sampai ke lantai hutan (Odum, 1994).
Adapun faktor yang mempengaruhi jumlah keanekaragaman tumbuhan
bawah yaitu faktor abiotik. Adanya jenis yang mendominasi ini dapat dipengaruhi
karena adanya persaingan antara tumbuhan yang ada, selain itu faktor abiotik
berkaitan dengan iklim dan mineral yang diperlukan, jika iklim dan mineral yang
dibutuhkan maka jenis tersebut akan lebih unggul dan lebih banyak ditemukan.
Persaingan yang terjadi pada tumbuhan bawah di Plot A,B, maupun plot C akan
meningkatkan daya juang untuk mempertahankan hidup, jenis tumbuhan bawah
yang kuat akan menang dan menekan yang lain sehingga jenis tumbuhan bawah
yang kalah menjadi kurang adaptif dan menyebabkan tingkat reproduksi rendah
dan kepadatannya juga sedikit (Octaviany et al, 2017).
Semak belukar merupakan kondisi yang menyediakan tempat berlindung
sehingga tipe habitat seperti ini cocok untuk mamalia kecil. Selain itu, kondisi
alam pada semak belukar ini lebih alami. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Nasir et al (2017), jenis Rattus tiomanicus tertangkap setiap hari,
lalu diikuti degan Rattus rattus. Jenis Bandikota bengalensis, Mus caroli, dan
Mus castaneus tidak tertangkap setiap hari dan masing-masing spesies tersebut
hanya tertangkap satu. Data menunjukkan jenis Bandicota bengalensis dan Mus
Caroli mulai masuk perangkap pada hari ketiga. Jenis Rattus exulans masuk
perangkap pada hari pertama dan kedua, dan Sundamys muelleri hanya masuk
perangkap pada hari pertama. Hal ini menandakan bahwa kebanyakan dari tikus
yang ditemukan pada daerah sampling tidak mudah curiga terhadap benda baru
atau tidak bersifat neophobia.
Serangga merupakan golongan hewan yang paling dominan hidup di muka
bumi sekarang ini, dalam jumlah mereka yang melebihi hewan daratan lainnya
dan praktis mereka terdapat di mana-mana. Serangga telah hidup di bumi kira-kira
350 juta tahun dibandingkan dengan manusia yang kurang dari dua juta tahun.
Mereka terdapat hampir dimanamana populasi mereka sering kali berjumlah
jutaan dalam wilayah setengah hektar (Falahudin et al, 2015)
Belalang dan kerabatnya merupakan salah satu jenis serangga yang bisa
hidup sendiri namun terkadang pada saat jumlahnnya cukup banyak dapat hidup
berkelompok. Serangga ini dapat hidup di berbagai lingkungan diantrannya di
lahan pertanian, semak, di lingkungan tempat tinggal, di lahan perkebunan dan
lain sebagainya. Serangga Ordo Orthoptera seperti Belalang menempati salah satu
rantai makanan bagi hewan. Jika salah satu rantai makanan yang ada di alam
bebas hilang/musnah secara otomatis hewan predator yang ada di atasnya pun
akan ikut hilang (Rahmawaty, 2012).
Rahmawaty, D. 2012. Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ordo Orthoptera
Gunung Manglayang Bagian Barat Kabupaten Bandung. Jakarta:
Universitas Pendidikan Indonesia.

Falahudin, I., Delima E.M., dan Indah Ayu P.R. 2015. Divertasi Serangga Ordo
Orthoptera pada Lahan Gambut di Kecamatan Lalan Kabupaten Musi
Banyuasin. Bioilmiah. 1(1).

Azrai, Eka. P. dan Erna Heryanti. 2015. Biodiversitas Tumbuhan Semak di Hutan
Tropis Dataran Rendah Cagar Alam Pangandaran Jawa Barat. Prosiding
Semirata. 403-408.

Octaviany, E., Abdulkadir R., Lud W., dan Husamah. 2017. Keanekaragaman
Tumbuhan Bawah di Hutan Hujan Tropis Blok Puyer Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru. Prosiding Seminar Nasional.

Nasir, M., Yulia A., dan Abdul Hadi M. 2017. Keanekaragaman Jenis Mamalia
Kecil (Famili Muridae) pada Tiga Habitat yang Berbeda di Lhokseumawe
Provinsi Aceh. Bio Leuser. 1(1):1-6.

Odum, E.P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi (edisi ketiga). Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Tjitrosoepomo, G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Anda mungkin juga menyukai