1059-Article Text-3638-1-10-20210204
1059-Article Text-3638-1-10-20210204
3 Tahun 2020
journal homepage: https://jmb.lipi.go.id/jmb
TINJAUAN BUKU
126 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 125–134
Deforestasi dan Ketahanan Sosial
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 125–134 127
Bayu Andrianto Wirawan dan Viktor Amrifo
dengan bertani. Kegiatan PeTI ini semakin hukuman; 2) perlunya perbaikan tata kelola
memperparah kerusakan lingkungan yang telah dan peningkatan sinergi koordinasi antara pusat
terjadi dan menyebabkan timbulnya danau-danau dan daerah; 3) peningkatan ketahanan sosial
bekas tambang, perubahan alur sungai, longsor, masyarakat dapat dilakukan dengan peningkatan
dan pencemaran logam kegiatan pertambangan partisipasi masyarakat dalam program agroforestri,
pada saluran irigasi dan sungai Batangtabir dan pengakuan hutan adat, dan hutan kemasyarakatan.
Batanghari. Hal-hal tersebut perlu untuk dilakukan dengan tetap
Tidak kurang dari 70% hutan Sumatra Utara memperhatikan kaidah ekologi dan konservasi
rusak parah akibat deforestasi. Hal ini disampaikan (salah satu program yang dapat diharapkan dalam
oleh Laely Nurhidayah dalam tulisannya yang hal ini adalah program PS). Ketiga hal ini akan
berjudul “Tantangan Ekosistem Hutan dan dibahas pada bagian selanjutnya.
Konversi Lahan: Kasus Kabupaten Simalungun” di
Bab VII. Rusaknya ekosistem hutan menyebabkan DEFORESTASI, PENEGAKAN
lebih dari 80 jenis spesies hewan dan tumbuhan HUKUM, DAN PENGUATAN TATA
menjadi terancam. Deforestasi yang terjadi KELOLA PEMERINTAHAN
disebabkan oleh perambahan liar (illegal logging),
Bab VIII dari buku ini membahas secara khusus
kebakaran hutan (karhutla), dan konversi lahan
mengenai penegakan hukum yang ada di negara
menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Selain
kita terkait deforestasi. Adapun Bab VIII yang
itu, kearifan lokal mengenai pengelolaan lahan
ditulis oleh Sudiyono ini berjudul “Perusahaan
adat untuk masyarakat juga belum sepenuhnya
Swasta Kelapa Sawit dan HTI dalam Gugatan
diakomodasi oleh pemerintah. Secara tata kelola,
Penegakan Hukum”. Tulisan Sudiyono pada Bab
pemerintah pusat belum sepenuhnya percaya pada
VIII tersebut lebih fokus dan banyak mengangkat
pemerintah daerah dalam pengelolaan hutan dan
kegiatan perkebunan kelapa sawit yang memang
hal ini menyebabkan kesulitan-kesulitan tersendiri.
sering kali bersinggungan dengan hutan.
Patut diakui, tidak jarang deforestasi yang terjadi
Indonesia merupakan salah satu pengekspor
terkait erat dengan korupsi yang melibatkan
komoditas Crude Palm Oil (CPO), yang
oknum pegawai pemda ataupun polisi sebagai
merupakan produk turunan utama kelapa sawit,
penegak hukum.
terbesar di dunia bersama Malaysia. Di tahun
Dari tiga bagian buku yang diulas 2014, Indonesia memegang porsi sebanyak 46%
sebelumnya, para penulis bagian buku tersebut dari total penghasil CPO dunia (Khairunisa &
juga memberikan beberapa rekomendasi terkait Novianti, 2018). Sudiyono dalam Hidayat dkk.
permasalahan deforestasi yang terjadi. Herman (2019) juga menyebutkan bahwa pada tahun
Hidayat dan Laely Nurhidayah sepakat bahwa dari 2017, angka ekspor Indonesia dari kelapa sawit
segi politik ekologi, pemerintah sebagai regulator mencapai Rp317 triliun atau 13%. Angka ini
dan inspektur harus menjadi garda terdepan lebih tinggi dari angka ekspor migas yang tercatat
untuk pengelolaan yang akuntabel. Dalam hal sebesar Rp217 triliun atau 9% di tahun tersebut.
tersebut, pemerintah perlu melakukan kebijakan Industri kelapa sawit juga menempati peranan
terkait pemberantasan korupsi, audit izin, dan penting sebagai sektor industri yang diharapkan
pembentukan satgas untuk pengawasan yang menyerap banyak tenaga kerja dan ikut membantu
konsisten. Dari segi ekonomi, pemberian kredit meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta
lunak, permodalan pelatihan, dan pemasaran mengurangi kemiskinan.
terhadap produk yang dihasilkan masyarakat
Di tengah besarnya peran kelapa sawit
merupakan pilihan yang dapat dilakukan. Tiga
bagi negara, terdapat fakta sosial dan ekonomi
hal terpenting yang sangat mendesak untuk
bahwa masyarakat sekitar perkebunan ataupun
dilakukan sejalan dengan perbaikan ekologi
industri kelapa sawit belum mendapatkan
adalah 1) peningkatan penegakan hukum (law
manfaat kesejahteraan dari industri tersebut
enforcement) untuk dapat menuntut perusak
seperti ketimpangan dan terbatasnya akses
lahan hingga ke pengadilan dan mendapatkan
lahan masyarakat bila dibanding dengan lahan
128 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 125–134
Deforestasi dan Ketahanan Sosial
perusahaan kelapa sawit. Hal lain yang terjadi sawit cukup tinggi, sedangkan jumlah lahan
adalah stagnannya angka pendapatan ekonomi, yang tersedia terbatas2. Lahan yang terbatas
indeks pembangunan manusia, maupun angka menyebabkan lahan sawit yang berkembang
pengentasan kemiskinan di daerah-daerah mencaplok lahan adat masyarakat ataupun lahan
aktivitas perusahaan sawit. Kalimantan Barat yang ditetapkan sebagai kawasan hutan. Tidak
yang merupakan daerah dengan produksi jarang, pencaplokan tersebut bahkan dilakukan
kelapa sawit terbesar kedua di Indonesia, pada pada kawasan konservasi.
kenyataannya ketahanan sosial dan ekonomi Uraian paragraf sebelumnya menandakan
masyarakatnya tidak mengalami perbaikan. negara belum hadir secara utuh dari segi
Riau yang merupakan provinsi dengan luasan penegakan hukum untuk menindak pelanggaran-
lahan perkebunan kelapa sawit, terluas pun tidak pelanggaran yang terjadi. Selain itu, banyak
mendapatkan manfaat PAD dan perkembangan kepentingan elite yang bekerja sama dengan
wilayah dari sektor perkebunan kelapa sawit. pengusaha untuk mengambil keuntungan
Ketimpangan ini sangat kontras karena seharusnya sehingga memberikan izin perkebunan kelapa
secara ideal, dengan meningkatnya aktivitas sawit dengan mengorbankan masyarakat sekitar,
perkebunan sawit, sudah sewajarnya ketahanan lahan adat, ataupun lingkungan. Kontras dengan
sosial masyarakat meningkat. Namun, yang hal itu, upaya pemerintah untuk membuat kelapa
terjadi adalah sebaliknya. Masyarakat lokal malah sawit kita sebagai komoditas ekspor nomor satu
kehilangan akses lahan mereka, bahkan ada yang di dunia perlu diapresiasi. Pemerintah juga
kehilangan sumber penghidupan (Sudiyono berusaha keras melakukan usaha untuk mencegah
dalam Hidayat dkk., 2019). pelarangan ekspor oleh Uni Eropa karena kelapa
Berdasarkan hasil penyidikan Greenpeace, sawit kita berbau deforestasi hingga pemerintah
adanya perkebunan kelapa sawit malah membuat sempat mengeluarkan evaluasi untuk pencabutan
tingginya deforestasi di suatu wilayah. Pembukaan izin dan moratorium perluasan lahan kelapa sawit
lahan untuk perkebunan kelapa sawit juga erat pada tahun 2018.
kaitannya dengan kebakaran lahan yang terjadi Dalam penguatan tata kelola, Pemerintah RI
di Indonesia. Deforestasi tersebut menyebabkan juga membuat suatu skema sertifikasi yang disebut
masalah lingkungan yang serius, seperti hilangnya dengan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO),
tutupan hutan, menurunnya keanekaragaman yang wajib dimiliki oleh semua pengusaha dan
hayati, hilangnya habitat satwa, hilangnya petani sawit pada tahun 2020 sebagai bentuk
penghidupan masyarakat sekitar hutan, kebakaran dorongan untuk pengusahaan kelapa sawit yang
lahan, kekeringan di musim kemarau, banjir di berkelanjutan. ISPO memiliki aturan yang lebih
musim hujan, tanah longsor, hingga berubahnya ketat, karena disertai dengan sanksi, dibandingkan
iklim mikro wilayah1. Banyak perusahaan yang sertifikasi RSPO (Rountable Sustainable Palm
juga lebih tertarik dengan kegiatan land clearing Oil) yang bersifat anjuran untuk pasar global.
untuk mengambil keuntungan instan dari kayu Baik ISPO maupun RSPO mensyaratkan agar
hutan yang ditebang dibanding membuat skema kelapa sawit yang diusahakan memenuhi
perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang kebijakan tanpa deforestasi, tanpa gambut, dan
memakan waktu bertahun-tahun. Sebagian juga tanpa eksploitasi (no peat, no deforestation,
perkebunan kelapa sawit dulunya memang no exploitation yang disingkat NPDE). Selain
merupakan area HPH yang telah ditebang itu, sebagai persyaratan bahwa pengusaha/
habis. Di Provinsi Riau, terjadi konflik tenurial petani sawit telah melakukan pengelolaan yang
perkebunan kelapa sawit dengan masyarakat berkelanjutan, lahan yang dikerjakan harus bebas
sekitar ataupun dengan kawasan hutan karena
2 Riau menjadi primadona untuk pengembangan area
permintaan lahan dari investor akan kelapa perkebunan kelapa sawit dibanding Kalimantan ataupun
Indonesia timur karena 1) ketersediaan tenaga kerja
1 Perubahan iklim yang dimaksud adalah naiknya suhu yang familier dengan kelapa sawit; 2) daya dukung dan
hutan hujan tropis dan juga menurunnya kelembapan kesesuaian lahan Riau yang cocok dengan komoditas
hutan sebagaimana ditunjukkan oleh data-data yang kelapa sawit; 3) ketersediaan infrastruktur yang baik;
diungkapkan oleh Sudiyono. 4) keamanan (Sudiyono dalam Hidayat dkk., 2019).
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 125–134 129
Bayu Andrianto Wirawan dan Viktor Amrifo
konflik dari masyarakat lokal. Secara lingkungan, Hutan Desa (HD) adalah hutan negara yang
para peserta ISPO bahkan harus berkomitmen pengelolaannya dilakukan oleh lembaga desa
membuka lahan tanpa api serta mengurangi dengan tujuan untuk menyejahterakan suatu
Gas Rumah Kaca (GRK) dan pestisida dalam desa. Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah
operasinya. Masyarakat dan petani lokal pun hutan negara yang pengelolaannya dilakukan oleh
juga harus dirangkul kemitraannya dan diberi masyarakat dengan tujuan untuk memberdayakan
penyuluhan. masyarakat sekitar agar tercipta kesejahteraan.
Sebagai tindak lanjut memang kehadiran Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah hutan
pemerintah sebagai regulator dan penegak hukum tanaman pada hutan produksi yang dibangun
amat diperlukan untuk mengurangi dampak oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan
deforestasi. Pemerintah harus berkomitmen hadir potensi dan kualitas hutan produksi dengan
dan terdepan memberikan kepemimpinan dalam menerapkan sistem silvikultur demi menjamin
program-program pengelolaan kelapa sawit yang kelestarian hutan. Hutan Adat (HA) adalah
berkelanjutan. Tidak kalah penting, perlindungan hutan yang dimiliki oleh masyarakat adat yang
dan keberpihakan terhadap masyarakat lokal sebelumnya merupakan hutan negara ataupun
juga sangat diperlukan. Upaya pengawasan dan bukan hutan negara (Ardiansyah, 2017).
konsistensi juga harus terus dilakukan sebagai Cerita sukses mengenai pelaksanaan
upaya untuk menyukseskan rencana program program perhutanan sosial dipaparkan pada Bab
kebijakan pengelolaan berkelanjutan. IV yang ditulis oleh Sudiyono dengan judul
“Ketahanan Sosial dan Perhutanan Sosial: Desa
CERITA MANIS DAN PAHIT Kalibiru, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta”.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Pada tulisan ini, pemberdayaan masyarakat yang
ada di Desa Kalibiru berfokus pada pemberdayaan
DAN PERHUTANAN SOSIAL
petani hutan yang tidak memiliki lahan (tuna
Dalam rangka peningkatan ketahanan sosial kisma). Program PS yang dijalankan di desa
masyarakat, terdapat usaha-usaha yang dilakukan tersebut merupakan pengembangan dari program
oleh pemerintah. Usaha-usaha tersebut di antaranya hutan kemasyarakatan yang diperuntukkan bagi
pemberdayaan masyarakat melalui program hutan masyarakat yang tinggal di dalam kawasan
kemasyarakatan ataupun dengan program PS. hutan di wilayah Desa Kalibiru. Program hutan
Program PS merupakan salah satu usaha untuk kemasyarakatan sebelumnya kurang berhasil
meningkatkan ketahanan sosial masyarakat karena menempatkan masyarakat petani hutan
sekitar hutan. Program PS dilatarbelakangi sebagai objek program dan sebagai “hama
oleh dua agenda besar yaitu peningkatan hutan” yang menimbulkan kerusakan. Program
kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan juga ini juga sempat menghadapi konflik masyarakat
penciptaan model pelestarian hutan yang efektif ketika status hutan di Desa Kalibiru ditingkatkan
sebagai jawaban atas kurang berhasilnya sistem menjadi hutan lindung sehingga masyarakat tidak
pengelolaan hutan tersentralisasi. Agenda yang diperbolehkan lagi menebang kayu. Ketahanan
dicanangkan ini merangkul masyarakat sekitar sosial masyarakat menjadi semakin terancam
hutan yang diharapkan dapat menjaga hutan pasca program perbaikan lahan karena tanaman
sambil meningkatkan ketahanan sosial mereka. yang mereka tanam tidak dapat tumbuh di bawah
Harapan dari program ini adalah peningkatan pohon reboisasi yang semakin tinggi.
kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan serta
Program PS yang dijalankan dalam beberapa
penurunan angka kemiskinan dan pengangguran
tahun kemarin cukup berhasil setelah masyarakat
(Hidayat dkk., 2019).
ditempatkan sebagai mitra (subjek) yang benar-
Skema yang diusung dalam program PS
benar diberikan akses pengelolaan hutan dengan
adalah Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan
legalitas3. Selain itu, saat ini pemerintah juga
(HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR/IPHPS),
Hutan Adat (HA), dan Kemitraan Kehutanan. 3 Sebagai bentuk legalitas terhadap lahan yang digarap,
penggarap lahan mendapatkan sertifikat lahan program
PS yang berlaku selama 35 tahun.
130 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 125–134
Deforestasi dan Ketahanan Sosial
mendukung perkembangan infrastruktur jalan oleh meningkatnya ekonomi dan ketahanan so-
pada areal wilayah yang memiliki akses terbatas. sial masyarakat. Meskipun demikian, program
Pembangunan infrastruktur yang bersamaan ini dianggap tidak menguntungkan bagi petani
dengan pemberdayaan PS berhasil mengubah karena akses untuk menuju lahan kritis yang
Dusun Kalibiru menjadi tujuan ekowisata. akan ditanam cukup sulit dan skema bagi hasil
Keberhasilan ini tentunya membuka lapangan kerja yang ditetapkan oleh pemerintah daerah tidak
baru dan menarik anak muda desa yang merantau ekonomis bagi warga. Program ini tampaknya
untuk pulang dan bekerja di kampung halaman. masih perlu optimalisasi dan juga evaluasi agar
Walaupun demikian, keberhasilan ekowisata ini ekonomi dan ketahanan sosial masyarakat dapat
juga menimbulkan konversi lahan untuk berbisnis benar-benar meningkat.
yang mengarah ke daerah perbukitan.
Kontras dengan cerita sukses yang terjadi di PENUTUP : OPINI DAN HARAPAN
Kalibiru, kegiatan pemberdayaan masyarakat pun KE DEPAN
tidak semuanya berjalan dengan mulus. Dalam
tulisannya yang berjudul “Ketahanan Sosial Deforestasi dan Wacana Sosial
dan Perubahan Ekologi Hutan: Kasus Gunung Lingkungan
Mas, Kalimantan Tengah” pada Bab III, Robert Isu deforestasi berkaitan erat dengan isu ling-
Siburian memaparkan bahwa masyarakat sekitar kungan maupun isu pembangunan berkelanjutan.
lebih memilih menjadi penambang liar dibanding Seiring dengan berjalannya waktu, secara umum,
dengan melakukan kegiatan pemberdayaan kesadaran dan etika manusia kepada lingkungan
masyarakat yang diprogramkan. Hal ini terjadi akan semakin meningkat. Perubahan ini terjadi
karena banyak lahan-lahan sudah beralih menjadi secara global di negara-negara maju yang pada
lahan perkebunan yang dimiliki oleh pengusaha akhirnya juga memengaruhi Indonesia, terma-
sehingga mempersempit ruang gerak masyarakat. suk pada pengelolaan hutan dan pencegahan
Selain itu, harga komoditas karet yang mereka deforestasi. Pengelolaan hutan yang dilakukan
usahakan juga tidak ekonomis karena harganya oleh pemerintah di Indonesia sejalan dengan
terus menurun. Kegiatan ekowisata pun sudah perubahan global dan semakin mengarah ke arah
difasilitasi oleh pemerintah, namun masyarakat yang lebih baik dengan keterlibatan masyarakat
masih belum terlalu berminat dengan program di dalamnya, sebagaimana pada program PS.
tersebut. Pemberian akses ke sumber daya hutan Walaupun pada praktiknya kekurangan masih
melalui hutan kemasyarakatan merupakan usaha tampak di sana-sini seperti kasus-kasus yang
yang sedang diusahakan oleh pemerintah, namun terjadi di buku ini, usaha pemerintah patut untuk
saat tulisan tersebut ditulis kegiatan itu masih diapresiasi. Kekurangan yang ada lebih kepada
dalam tahap sosialisasi. mekanisme penegakan hukum yang tidak tegas
Dalam tulisan berjudul “Ketahanan Sosial serta kontrol dan koordinasi antarinstansi.
Masyarakat dan Perubahan Ekologi Hutan: Kasus Untuk memahami pendekatan pergeseran
di Kabupaten Simalungun” oleh Robert Siburian paradigma mengenai wacana lingkungan yang
pada Bab IV, dipaparkan upaya positif dari peru- lebih baik ini, kita dapat melihat sebuah potret
sahaan swasta PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang perubahan sudut pandang pemerintah Jerman
difasilitasi pemda di Simalungun dalam rangka dalam usaha untuk menciptakan lingkungan
memberdayakan masyarakat di dalam hutan yang lebih baik. Kita dapat menyimak sebuah
produksi. Program pemberdayaan masyarakat tulisan dari buku Environmental Sociology oleh
ini merupakan program bagi hasil. PT TPL akan Gross & Heinrichs (2010) pada Chapter 3 “The
membeli dan mengolah hasil tanaman bahan baku New Climate Change Discourse: A Challenge
kertas yang ditanam masyarakat pada lahan-lahan for Environmental Sociology”. Pada bab tersebut
kritis. Dengan program ini diharapkan akan ada dijelaskan bahwa Jerman termasuk salah satu
perbaikan pada lahan krisis yang juga diikuti negara yang cepat dalam menyikapi perubah
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 125–134 131
Bayu Andrianto Wirawan dan Viktor Amrifo
132 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 125–134
Deforestasi dan Ketahanan Sosial
atau meningkatkan kemampuan dan asetnya, baik pemanfaatan hutan sehingga masyarakat dapat
sekarang dan di masa depan, tanpa merusak basis menjaga hutan dan meningkatkan ketahanan
sumber daya alam. Definisi sustainable livelihood sosial mereka dengan livelihood asset yang telah
(SL) yang dimaksud oleh DFID ini serupa dengan dimiliki, yaitu individu manusia (human), sumber
konsep ketahanan sosial yang dijabarkan oleh daya alam (natural), modal (financial), hubungan
Hidayat dkk. (2019). sosial (social), dan akses fisik (physical).
Program PS yang bertujuan untuk Keberhasilan program PS dalam
meningkatkan SL sekitar hutan sekaligus meningkatkan ketahanan sosial masyarakat
penciptaan model pelestarian hutan yang efektif bergantung pada strategi pemanfaatan livelihood
sangat sejalan dengan aliran new enviromental asset yang telah mereka miliki dengan lebih
scientific. Framework atau kerangka kerja optimal. Oleh karena itulah, pendampingan,
mengenai SL dari DFID oleh Ashley & Carney kontrol, pengawasan, supervisi, dan juga evaluasi
(1999) dapat menambah pemahaman kita tentang dari pemerintah memegang peranan penting untuk
usaha PS untuk meningkatkan ketahanan sosial dapat memfasilitasi serta memastikan bahwa
(SL). Framework tersebut dikembangkan selama program PS yang telah diterapkan dapat berjalan
beberapa bulan oleh Komite Penasihat Penghidupan optimal di masyarakat. Jangan sampai program
Berkelanjutan Inggris yang dibangun atas kerja ini hanya sebuah program tanpa pengawasan dan
sebelumnya oleh Department for International kontrol yang justru nantinya malah menimbulkan
Development (DFID). kerusakan atau legalisasi deforestasi oleh
Hubungan antara deforestasi, ketahanan so- masyarakat. Selama ini, kelemahan kita dalam
sial, dan juga program pemerintah dapat dijelas- implementasi program bukanlah pada tataran
kan dari kerangka kerja DFID pada Gambar 1. konsep ataupun perencanaan, namun pada
Fenomena deforestasi merupakan sebuah tren pengawasan. Pada akhirnya, kita semua berharap
selama beberapa dekade yang menyebabkan tujuan program ini dijalankan dalam rangka
kerentanan (vulnerability context) terhadap ma- meningkatkan ketahanan sosial serta membuat
syarakat pinggiran hutan. Program PS dicanang penghidupan yang berkelanjutan (SL) akan
kan untuk merangkul masyarakat sekitar hutan membawa kita pada era baru pengelolaan hutan
yang diharapkan memiliki akses legal terhadap yang melibatkan komunitas masyarakat.
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 125–134 133
Bayu Andrianto Wirawan dan Viktor Amrifo
134 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 125–134