Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No.

3 Tahun 2020
journal homepage: https://jmb.lipi.go.id/jmb

TINJAUAN BUKU

DEFORESTASI DAN KETAHANAN SOSIAL

Bayu Andrianto Wirawan dan Viktor Amrifo


Universitas Riau
bayu.andrianto7984@grad.unri.ac.id, victor.amrifo@lecturer.unri.ac.id

Judul : Deforestasi dan Ketahanan Sosial


Penulis : Herman Hidayat (Ed.)
Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Tahun Terbit : 2019
Jumlah Halaman : 326 halaman
ISBN : 978-602-433-751-3

PENDAHULUAN tinggi, bahkan lebih tinggi dibandingkan Brasil


Tingginya laju deforestasi hutan, perubahan pada tahun 2012 (Margono dkk., 2014).
iklim, dan juga kehilangan keanekaragaman
Hidayat dkk. (2019) menyatakan bahwa
hayati merupakan masalah ekologi utama yang
hutan memegang empat fungsi sekaligus, yaitu
dihadapi dunia pada saat ini (Skogen dkk., 2018).
fungsi ekologi, ekonomi, sosial, dan estetika.
Le Quéré dkk. (2018) menyebutkan bahwa 25%
Secara ekologis, hutan merupakan satu kesatuan
permasalahan ekologi dunia tersebut disebabkan
ekosistem yang memegang peranan sangat penting
oleh deforestasi dan perubahan penggunaan
untuk menjaga tata lingkungan seperti mengatur
lahan. Indonesia yang dulu dikenal sebagai
tata air serta kesuburan tanah dan juga udara.
“zamrud khatulistiwa” merupakan negara yang
Secara ekonomi, hutan memang memiliki nilai
juga menghadapi tantangan deforestasi hutan.
guna langsung seperti pada nilai lahan sebagai
Indonesia merupakan negara dengan hutan penghasil komoditas kayu yang bisa dijual dan
hujan tropis yang cukup luas dengan keaneka­ sumber mata pencaharian. Bagi masyarakat
ragaman flora terbesar keempat di dunia (Surya & sekitar, hutan memegang peranan penting dalam
Astuti, 2017). Menurut catatan dari Kementerian kehidupan sosial mereka dan dianggap sebagai
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hu- milik bersama yang harus dijaga. Hutan juga bisa
tan di Indonesia tercatat seluas 94,1 juta ha atau dijadikan tempat wisata karena fungsi estetikanya.
setara dengan 50,1% dari total daratan Indonesia
Konsep ketahanan sosial yang dimaksudkan
(KLHK, 2020). Luasnya hutan Indonesia juga
dalam buku ini mengacu kepada konsep yang
diiringi dengan permasalahan laju deforestasi
diungkapkan oleh Webersik (2010). Ketahanan
yang cukup tinggi. Pada tahun 2000–2012,
sosial menurut Webersik (2010) adalah kemam-
Indonesia memiliki laju deforestasi yang sangat
puan masyarakat untuk beradaptasi terhadap

DOI: 10.14203/jmb.v22i3.1059 125


Naskah Masuk: Juni 2020 Revisi akhir: November 2020 Diterima: November 2020
ISSN 1410-4830 (print) | e-ISSN 2502-1966 (online) | © 2020 The Author(s). Published by LIPI Press. This is
an open access article under the CC BY-NC-ND license (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/).
Bayu Andrianto Wirawan dan Viktor Amrifo

tekanan eksternal ataupun perubahan lingkungan. HUTAN, KEMISKINAN, DAN


Ketahanan sosial masyarakat sangat bergantung USAHA PENINGKATAN
kepada interaksi faktor sosial-ekonomi yang KETAHANAN SOSIAL
kompleks sehingga dapat menjadi modal sosial
Pertanyaan mendasar yang dijabarkan dalam
untuk menjamin kondisi masyarakat tetap
buku ini adalah apakah perubahan ekologi hutan
bertahan dari tekanan lingkungan. Ketahanan
(deforestasi) yang terjadi dapat menyebabkan
sosial dapat dicapai dengan dua kebijakan, yaitu
kemiskinan dan mengganggu ketahanan sosial
pemberdayaan masyarakat dan juga pemberian
(social resilience) masyarakat? Hidayat dkk.
akses kepada sumber daya, seperti kebijakan
(2019) menyebutkan bahwa lebih dari setengah
hutan kemasyarakatan dan Perhutanan Sosial
kelompok miskin atau yang disebut sebagai ke-
(PS) (Ireson dkk., 2003). Harapan dari kebijakan
lompok marginal tinggal di sekitar hutan. Kurang
peningkatan ketahanan sosial ini agar masyarakat
lebih jumlah orang yang tinggal di sekitar hutan
tersebut dapat beradaptasi dengan perubahan
adalah 11,9 juta jiwa pada tahun 2017.
sumber daya hutan dan lingkungan.
Menurut Hidayat dkk. (2019), masyarakat
Deforestasi merupakan tantangan tersendiri di sekitar hutan menghadapi tantangan berupa
bagi Indonesia. Pada buku ini, Herman Hidayat kerentanan ketahanan sosial terkait deforestasi.
berusaha menggambarkan kebijakan pemerintah Penyebab permasalahan tersebut adalah sebagian
dan juga stakeholder lainnya dalam memberdayakan besar masyarakat yang tinggal di sekitar hutan
komunitas masyarakat yang ada di sekitar hutan memiliki kehidupan yang bergantung kepada
untuk dapat memiliki ketahanan sosial dan juga hutan, tetapi mereka belum mendapatkan ak-
ekonomi. Sebagai gambaran umum, buku ini ses terhadap lahan hutan untuk peningkatan
terdiri dari delapan bagian yang diawali penjelasan kesejahteraan mereka secara legal. Kelompok
mengenai benang merah antara deforestasi, masyarakat tersebut juga belum tersentuh oleh
kemiskinan, dan ketahanan sosial. Pada buku ini, stimulus ekonomi seperti fasilitas kredit dari
terdapat empat bagian yang membahas deforestasi pemerintah. Deforestasi yang terjadi membuat
yang berdampak buruk bagi ekologi dan juga mereka terpapar kemiskinan, gizi buruk, dan
ketahanan sosial masyarakat sekitar hutan. Selain penurunan kualitas kesehatan lingkungan.
empat bagian tersebut, terdapat bagian buku yang
Boyd dan Folke (2011) menyebutkan bahwa
membahas keberhasilan program pemberdayaan
masyarakat perlu membangun ketahanan sosial
masyarakat di sekitar hutan. Sebaliknya, pada
mereka sendiri agar dapat menghadapi krisis
bagian lain juga dipaparkan mengenai kegagalan
serta menggunakan kemampuan mereka untuk
program pemberdayaan yang disebabkan oleh
mencapai kemakmuran. Usaha untuk membangun
faktor ekonomi. Secara khusus, terdapat bagian
ketahanan sosial tersebut tentunya juga
dalam buku ini tentang penegakan hukum terhadap
membutuhkan bantuan dari pemerintah selaku
deforestasi yang terjadi terkait dengan kegiatan
pihak yang berwenang. Pemerintah dituntut untuk
perkebunan kelapa sawit dan juga Hutan Tanaman
melakukan intervensi dalam rangka memperbaiki
Industri (HTI).
kondisi yang dihadapi masyarakat di sekitar hutan.
Buku ini dapat memperluas wawasan kita Usaha pemerintah untuk membantu masyarakat
tentang ketahanan sosial terkait dengan hutan di di sekitar hutan mengalami perkembangan yang
beberapa wilayah Indonesia, seperti Kalimantan positif dari masa ke masa. Sebuah lompatan besar
Tengah, Jambi, Yogyakarta, dan juga Sumatra untuk pemberdayaan masyarakat sekitar hutan
Utara yang studi kasusnya diceritakan dalam buku ini dimulai dengan program REDD+ (Reduction
ini. Buku ini menjelaskan perlunya kebijakan of Emissions from Deforestation and Forest
pemerintah yang pro rakyat dan ekologi hutan. Degradation) sejak masa pemerintahan Presiden
Kebijakan tersebut menjadi penting karena di saat Susilo Bambang Yudhoyono. United Nations
yang sama terjadi perubahan ekologi hutan yang Office for REDD Coordination in Indoneisa
akan mengganggu ketahanan sosial masyarakat (UNORCID) pada tahun 2015 menyebutkan
di sekitar hutan. keterkaitan antara hutan dengan kemiskinan dan

126 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 125–134
Deforestasi dan Ketahanan Sosial

pentingnya peran pemberdayaan masyarakat Bab II yang ditulis oleh Herman


dalam menjaga valuasi nilai hutan (UNORCID, Hidayat berjudul “Peran Stakeholder dalam
2015). Pada masa pemerintahan Presiden Jokowi, Perubahan Ekologi dan Ketahanan Sosial di
program Perhutanan Sosial menjadi salah satu Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah”
solusi untuk peningkatan ketahanan sosial menggarisbawahi pentingnya peran pemangku
tersebut yang merupakan penyempurnaan dari kepentingan (dalam hal ini pemerintah) untuk
program pemberdayaan masyarakat yang sudah dapat menyuarakan masalah ekologi yang
ada sebelumnya, termasuk REDD+. mendesak kepada masyarakat. Masalah ekologi
Hidayat dkk. (2019) menyebutkan bahwa merupakan kerusakan lingkungan yang timbul
Perhutanan Sosial (PS) yang dicanangkan akibat deforestasi, seperti erosi, banjir, kebakaran
pada masa pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla hutan, serta pencemaran udara dan air. Deforestasi
merupakan program desentralisasi pengelolaan yang terjadi disebabkan oleh kegiatan illegal
hutan dengan keterlibatan masyarakat lokal. logging, perluasan lahan perkebunan kelapa
Program PS merupakan bagian dari Reforma sawit, dan juga kegiatan Pertambangan Tanpa Izin
Agraria Nasional yang mengalokasikan (PeTI). Kegiatan PeTI bahkan sudah mencemari
pemberian hak akses kelola kawasan lahan air di sungai-sungai Kalimantan Tengah seperti
hutan seluas 12,7 juta hektare, akses pasar dan di Sungai Kahayan. Di sisi lain, masalah politik
juga pendampingan pengelolaan, serta pemberian mengenai pemberian izin Hak Guna Usaha (HGU)
modal bagi kelompok masyarakat pengelola untuk perkebunan kelapa sawit dan pertambangan,
hutan hingga 100 juta rupiah per kelompok. serta Hak Pengelolaan Hutan (HPH) dan Hutan
Program pemberdayaan dengan PS ini dapat Tanaman Industri untuk material industri
meningkatkan ketahanan sosial masyarakat kehutanan juga menimbulkan masalah konflik
sekaligus merupakan alternatif untuk menjawab sosial di samping masalah-masalah ekologi yang
program pengelolaan hutan yang tersentralisasi di sebelumnya disebutkan. Status lahan masyarakat
pusat karena pada kenyataannya, meskipun ada adat Dayak yang digunakan untuk perladangan
pengelolaan tersentralisasi, deforestasi masih beralih menjadi lahan usaha karena tidak
tetap meningkat. terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Beralihnya lahan masyarakat menjadi lahan usaha
perkebunan tentunya menghilangkan ketahanan
DEFORESTASI DAN KERUSAKAN sosial masyarakat karena hilangnya sumber
EKOSISTEM HUTAN penghidupan mereka.
Terdapat tiga bagian dalam buku yang secara Pada Bab V, Herman Hidayat memapar-
khusus membahas kerusakan ekosistem hutan kan “Perubahan Ekosistem Hutan terhadap
yang terjadi akibat deforestasi. Deforestasi Ketahanan Masyarakat di Sekitar Hutan: Ka-
yang digambarkan dalam buku ini diwarnai bupaten Merangin, Jambi”. Terdapat dua hal
oleh kepentingan elite politik, pelanggaran izin, utama yang menyebabkan deforestasi terjadi di
aktivitas ilegal di dalam hutan, pengelolaan Kabupaten Merangin yaitu 1) konversi hutan
yang tidak berkelanjutan, ataupun lemahnya menjadi lahan yang disebabkan pengusahaan
penegakan hukum. Adapun bagian buku yang komoditas perkebunan kelapa sawit dan kopi
membahas mengenai deforestasi dan dampak oleh investor, dan 2) perambahan hutan yang
yang ditimbulkannya adalah “Peran Stakeholder dilakukan oleh masyarakat pendatang. Konversi
dalam Perubahan Ekologi dan Ketahanan Sosial hutan membuat perubahan pada siklus tata air
di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah” di Kabupaten Merangin yang menyebabkan
dan “Perubahan Ekosistem Hutan Terhadap terganggunya produksi pertanian. Hal tersebut
Ketahanan Masyarakat di Sekitar Hutan: membuat masyarakat beralih menjadi penambang
Kabupaten Merangin, Jambi” yang ditulis oleh liar, khususnya di area Pangkalan Jambu. Di
Herman Hidayat, serta “Tantangan Ekosistem area Pangkalan Jambu yang kaya akan bahan
Hutan dan Konversi Lahan: Kasus Kabupaten mineral, PeTI menjadi pilihan bagi masyarakat
Simalungun” yang ditulis oleh Laely Nurhidayah. untuk mendapatkan uang instan dibanding

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 125–134 127
Bayu Andrianto Wirawan dan Viktor Amrifo

dengan bertani. Kegiatan PeTI ini semakin hukuman; 2) perlunya perbaikan tata kelola
memperparah kerusakan lingkungan yang telah dan peningkatan sinergi koordinasi antara pusat
terjadi dan menyebabkan timbulnya danau-danau dan daerah; 3) peningkatan ketahanan sosial
bekas tambang, perubahan alur sungai, longsor, masyarakat dapat dilakukan dengan peningkatan
dan pencemaran logam kegiatan pertambangan partisipasi masyarakat dalam program agroforestri,
pada saluran irigasi dan sungai Batangtabir dan pengakuan hutan adat, dan hutan kemasyarakatan.
Batanghari. Hal-hal tersebut perlu untuk dilakukan dengan tetap
Tidak kurang dari 70% hutan Sumatra Utara memperhatikan kaidah ekologi dan konservasi
rusak parah akibat deforestasi. Hal ini disampaikan (salah satu program yang dapat diharapkan dalam
oleh Laely Nurhidayah dalam tulisannya yang hal ini adalah program PS). Ketiga hal ini akan
berjudul “Tantangan Ekosistem Hutan dan dibahas pada bagian selanjutnya.
Konversi Lahan: Kasus Kabupaten Simalungun” di
Bab VII. Rusaknya ekosistem hutan menyebabkan DEFORESTASI, PENEGAKAN
lebih dari 80 jenis spesies hewan dan tumbuhan HUKUM, DAN PENGUATAN TATA
menjadi terancam. Deforestasi yang terjadi KELOLA PEMERINTAHAN
disebabkan oleh perambahan liar (illegal logging),
Bab VIII dari buku ini membahas secara khusus
kebakaran hutan (karhutla), dan konversi lahan
mengenai penegakan hukum yang ada di negara
menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Selain
kita terkait deforestasi. Adapun Bab VIII yang
itu, kearifan lokal mengenai pengelolaan lahan
ditulis oleh Sudiyono ini berjudul “Perusahaan
adat untuk masyarakat juga belum sepenuhnya
Swasta Kelapa Sawit dan HTI dalam Gugatan
diakomodasi oleh pemerintah. Secara tata kelola,
Penegakan Hukum”. Tulisan Sudiyono pada Bab
pemerintah pusat belum sepenuhnya percaya pada
VIII tersebut lebih fokus dan banyak mengangkat
pemerintah daerah dalam pengelolaan hutan dan
kegiatan perkebunan kelapa sawit yang memang
hal ini menyebabkan kesulitan-kesulitan tersendiri.
sering kali bersinggungan dengan hutan.
Patut diakui, tidak jarang deforestasi yang terjadi
Indonesia merupakan salah satu pengekspor
terkait erat dengan korupsi yang melibatkan
komoditas Crude Palm Oil (CPO), yang
oknum pegawai pemda ataupun polisi sebagai
merupakan produk turunan utama kelapa sawit,
penegak hukum.
terbesar di dunia bersama Malaysia. Di tahun
Dari tiga bagian buku yang diulas 2014, Indonesia memegang porsi sebanyak 46%
sebelumnya, para penulis bagian buku tersebut dari total penghasil CPO dunia (Khairunisa &
juga memberikan beberapa rekomendasi terkait Novianti, 2018). Sudiyono dalam Hidayat dkk.
permasalahan deforestasi yang terjadi. Herman (2019) juga menyebutkan bahwa pada tahun
Hidayat dan Laely Nurhidayah sepakat bahwa dari 2017, angka ekspor Indonesia dari kelapa sawit
segi politik ekologi, pemerintah sebagai regulator mencapai Rp317 triliun atau 13%. Angka ini
dan inspektur harus menjadi garda terdepan lebih tinggi dari angka ekspor migas yang tercatat
untuk pengelolaan yang akuntabel. Dalam hal sebesar Rp217 triliun atau 9% di tahun tersebut.
tersebut, pemerintah perlu melakukan kebijakan Industri kelapa sawit juga menempati peranan
terkait pemberantasan korupsi, audit izin, dan penting sebagai sektor industri yang diharapkan
pembentukan satgas untuk pengawasan yang menyerap banyak tenaga kerja dan ikut membantu
konsisten. Dari segi ekonomi, pemberian kredit meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta
lunak, permodalan pelatihan, dan pemasaran mengurangi kemiskinan.
terhadap produk yang dihasilkan masyarakat
Di tengah besarnya peran kelapa sawit
merupakan pilihan yang dapat dilakukan. Tiga
bagi negara, terdapat fakta sosial dan ekonomi
hal terpenting yang sangat mendesak untuk
bahwa masyarakat sekitar perkebunan ataupun
dilakukan sejalan dengan perbaikan ekologi
industri kelapa sawit belum mendapatkan
adalah 1) peningkatan penegakan hukum (law
manfaat kesejahteraan dari industri tersebut
enforcement) untuk dapat menuntut perusak
seperti ketimpangan dan terbatasnya akses
lahan hingga ke pengadilan dan mendapatkan
lahan masyarakat bila dibanding dengan lahan

128 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 125–134
Deforestasi dan Ketahanan Sosial

perusahaan kelapa sawit. Hal lain yang terjadi sawit cukup tinggi, sedangkan jumlah lahan
adalah stagnannya angka pendapatan ekonomi, yang tersedia terbatas2. Lahan yang terbatas
indeks pembangunan manusia, maupun angka menyebabkan lahan sawit yang berkembang
pengentasan kemiskinan di daerah-daerah mencaplok lahan adat masyarakat ataupun lahan
aktivitas perusahaan sawit. Kalimantan Barat yang ditetapkan sebagai kawasan hutan. Tidak
yang merupakan daerah dengan produksi jarang, pencaplokan tersebut bahkan dilakukan
kelapa sawit terbesar kedua di Indonesia, pada pada kawasan konservasi.
kenyataannya ketahanan sosial dan ekonomi Uraian paragraf sebelumnya menandakan
masyarakatnya tidak mengalami perbaikan. negara belum hadir secara utuh dari segi
Riau yang merupakan provinsi dengan luasan penegakan hukum untuk menindak pelanggaran-
lahan perkebunan kelapa sawit, terluas pun tidak pelanggaran yang terjadi. Selain itu, banyak
mendapatkan manfaat PAD dan perkembangan kepentingan elite yang bekerja sama dengan
wilayah dari sektor perkebunan kelapa sawit. pengusaha untuk mengambil keuntungan
Ketimpangan ini sangat kontras karena seharusnya sehingga memberikan izin perkebunan kelapa
secara ideal, dengan meningkatnya aktivitas sawit dengan mengorbankan masyarakat sekitar,
perkebunan sawit, sudah sewajarnya ketahanan lahan adat, ataupun lingkungan. Kontras dengan
sosial masyarakat meningkat. Namun, yang hal itu, upaya pemerintah untuk membuat kelapa
terjadi adalah sebaliknya. Masyarakat lokal malah sawit kita sebagai komoditas ekspor nomor satu
kehilangan akses lahan mereka, bahkan ada yang di dunia perlu diapresiasi. Pemerintah juga
kehilangan sumber penghidupan (Sudiyono berusaha keras melakukan usaha untuk mencegah
dalam Hidayat dkk., 2019). pelarangan ekspor oleh Uni Eropa karena kelapa
Berdasarkan hasil penyidikan Greenpeace, sawit kita berbau deforestasi hingga pemerintah
adanya perkebunan kelapa sawit malah membuat sempat mengeluarkan evaluasi untuk pencabutan
tingginya deforestasi di suatu wilayah. Pembukaan izin dan moratorium perluasan lahan kelapa sawit
lahan untuk perkebunan kelapa sawit juga erat pada tahun 2018.
kaitannya dengan kebakaran lahan yang terjadi Dalam penguatan tata kelola, Pemerintah RI
di Indonesia. Deforestasi tersebut menyebabkan juga membuat suatu skema sertifikasi yang disebut
masalah lingkungan yang serius, seperti hilangnya dengan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO),
tutupan hutan, menurunnya keanekaragaman yang wajib dimiliki oleh semua pengusaha dan
hayati, hilangnya habitat satwa, hilangnya petani sawit pada tahun 2020 sebagai bentuk
penghidupan masyarakat sekitar hutan, kebakaran dorongan untuk pengusahaan kelapa sawit yang
lahan, kekeringan di musim kemarau, banjir di berkelanjutan. ISPO memiliki aturan yang lebih
musim hujan, tanah longsor, hingga berubahnya ketat, karena disertai dengan sanksi, dibandingkan
iklim mikro wilayah1. Banyak perusahaan yang sertifikasi RSPO (Rountable Sustainable Palm
juga lebih tertarik dengan kegiatan land clearing Oil) yang bersifat anjuran untuk pasar global.
untuk mengambil keuntungan instan dari kayu Baik ISPO maupun RSPO mensyaratkan agar
hutan yang ditebang dibanding membuat skema kelapa sawit yang diusahakan memenuhi
perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang kebijakan tanpa deforestasi, tanpa gambut, dan
memakan waktu bertahun-tahun. Sebagian juga tanpa eksploitasi (no peat, no deforestation,
perkebunan kelapa sawit dulunya memang no exploitation yang disingkat NPDE). Selain
merupakan area HPH yang telah ditebang itu, sebagai persyaratan bahwa pengusaha/
habis. Di Provinsi Riau, terjadi konflik tenurial petani sawit telah melakukan pengelolaan yang
perkebunan kelapa sawit dengan masyarakat berkelanjutan, lahan yang dikerjakan harus bebas
sekitar ataupun dengan kawasan hutan karena
2 Riau menjadi primadona untuk pengembangan area
permintaan lahan dari investor akan kelapa perkebunan kelapa sawit dibanding Kalimantan ataupun
Indonesia timur karena 1) ketersediaan tenaga kerja
1 Perubahan iklim yang dimaksud adalah naiknya suhu yang familier dengan kelapa sawit; 2) daya dukung dan
hutan hujan tropis dan juga menurunnya kelembapan kesesuaian lahan Riau yang cocok dengan komoditas
hutan sebagaimana ditunjukkan oleh data-data yang kelapa sawit; 3) ketersediaan infrastruktur yang baik;
diungkapkan oleh Sudiyono. 4) keamanan (Sudiyono dalam Hidayat dkk., 2019).

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 125–134 129
Bayu Andrianto Wirawan dan Viktor Amrifo

konflik dari masyarakat lokal. Secara lingkungan, Hutan Desa (HD) adalah hutan negara yang
para peserta ISPO bahkan harus berkomitmen pengelolaannya dilakukan oleh lembaga desa
membuka lahan tanpa api serta mengurangi dengan tujuan untuk menyejahterakan suatu
Gas Rumah Kaca (GRK) dan pestisida dalam desa. Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah
operasinya. Masyarakat dan petani lokal pun hutan negara yang pengelolaannya dilakukan oleh
juga harus dirangkul kemitraannya dan diberi masyarakat dengan tujuan untuk memberdayakan
penyuluhan. masyarakat sekitar agar tercipta kesejahteraan.
Sebagai tindak lanjut memang kehadiran Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah hutan
pemerintah sebagai regulator dan penegak hukum tanaman pada hutan produksi yang dibangun
amat diperlukan untuk mengurangi dampak oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan
deforestasi. Pemerintah harus berkomitmen hadir potensi dan kualitas hutan produksi dengan
dan terdepan memberikan kepemimpinan dalam menerapkan sistem silvikultur demi menjamin
program-program pengelolaan kelapa sawit yang kelestarian hutan. Hutan Adat (HA) adalah
berkelanjutan. Tidak kalah penting, perlindungan hutan yang dimiliki oleh masyarakat adat yang
dan keberpihakan terhadap masyarakat lokal sebelumnya merupakan hutan negara ataupun
juga sangat diperlukan. Upaya pengawasan dan bukan hutan negara (Ardiansyah, 2017).
konsistensi juga harus terus dilakukan sebagai Cerita sukses mengenai pelaksanaan
upaya untuk menyukseskan rencana program program perhutanan sosial dipaparkan pada Bab
kebijakan pengelolaan berkelanjutan. IV yang ditulis oleh Sudiyono dengan judul
“Ketahanan Sosial dan Perhutanan Sosial: Desa
CERITA MANIS DAN PAHIT Kalibiru, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta”.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Pada tulisan ini, pemberdayaan masyarakat yang
ada di Desa Kalibiru berfokus pada pemberdayaan
DAN PERHUTANAN SOSIAL
petani hutan yang tidak memiliki lahan (tuna
Dalam rangka peningkatan ketahanan sosial kisma). Program PS yang dijalankan di desa
masyarakat, terdapat usaha-usaha yang dilakukan tersebut merupakan pengembangan dari program
oleh pemerintah. Usaha-usaha tersebut di antaranya hutan kemasyarakatan yang diperuntukkan bagi
pemberdayaan masyarakat melalui program hutan masyarakat yang tinggal di dalam kawasan
kemasyarakatan ataupun dengan program PS. hutan di wilayah Desa Kalibiru. Program hutan
Program PS merupakan salah satu usaha untuk kemasyarakatan sebelumnya kurang berhasil
meningkatkan ketahanan sosial masyarakat karena menempatkan masyarakat petani hutan
sekitar hutan. Program PS dilatarbelakangi sebagai objek program dan sebagai “hama
oleh dua agenda besar yaitu peningkatan hutan” yang menimbulkan kerusakan. Program
kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan juga ini juga sempat menghadapi konflik masyarakat
penciptaan model pelestarian hutan yang efektif ketika status hutan di Desa Kalibiru ditingkatkan
sebagai jawaban atas kurang berhasilnya sistem menjadi hutan lindung sehingga masyarakat tidak
pengelolaan hutan tersentralisasi. Agenda yang diperbolehkan lagi menebang kayu. Ketahanan
dicanangkan ini merangkul masyarakat sekitar sosial masyarakat menjadi semakin terancam
hutan yang diharapkan dapat menjaga hutan pasca program perbaikan lahan karena tanaman
sambil meningkatkan ketahanan sosial mereka. yang mereka tanam tidak dapat tumbuh di bawah
Harapan dari program ini adalah peningkatan pohon reboisasi yang semakin tinggi.
kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan serta
Program PS yang dijalankan dalam beberapa
penurunan angka kemiskinan dan pengangguran
tahun kemarin cukup berhasil setelah masyarakat
(Hidayat dkk., 2019).
ditempatkan sebagai mitra (subjek) yang benar-
Skema yang diusung dalam program PS
benar diberikan akses pengelolaan hutan dengan
adalah Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan
legalitas3. Selain itu, saat ini pemerintah juga
(HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR/IPHPS),
Hutan Adat (HA), dan Kemitraan Kehutanan. 3 Sebagai bentuk legalitas terhadap lahan yang digarap,
penggarap lahan mendapatkan sertifikat lahan program
PS yang berlaku selama 35 tahun.

130 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 125–134
Deforestasi dan Ketahanan Sosial

mendukung perkembangan infrastruktur jalan oleh meningkatnya ekonomi dan ketahanan so-
pada areal wilayah yang memiliki akses terbatas. sial masyarakat. Meskipun demikian, program
Pembangunan infrastruktur yang bersamaan ini dianggap tidak menguntungkan bagi petani
dengan pemberdayaan PS berhasil mengubah karena akses untuk menuju lahan kritis yang
Dusun Kalibiru menjadi tujuan ekowisata. akan ditanam cukup sulit dan skema bagi hasil
Keberhasilan ini tentunya membuka lapangan kerja yang ditetapkan oleh pemerintah daerah tidak
baru dan menarik anak muda desa yang merantau ekonomis bagi warga. Program ini tampaknya
untuk pulang dan bekerja di kampung halaman. masih perlu optimalisasi dan juga evaluasi agar
Walaupun demikian, keberhasilan ekowisata ini ekonomi dan ketahanan sosial masyarakat dapat
juga menimbulkan konversi lahan untuk berbisnis benar-benar meningkat.
yang mengarah ke daerah perbukitan.
Kontras dengan cerita sukses yang terjadi di PENUTUP : OPINI DAN HARAPAN
Kalibiru, kegiatan pemberdayaan masyarakat pun KE DEPAN
tidak semuanya berjalan dengan mulus. Dalam
tulisannya yang berjudul “Ketahanan Sosial Deforestasi dan Wacana Sosial
dan Perubahan Ekologi Hutan: Kasus Gunung Lingkungan
Mas, Kalimantan Tengah” pada Bab III, Robert Isu deforestasi berkaitan erat dengan isu ling-
Siburian memaparkan bahwa masyarakat sekitar kungan maupun isu pembangunan berkelanjutan.
lebih memilih menjadi penambang liar dibanding Seiring dengan berjalannya waktu, secara umum,
dengan melakukan kegiatan pemberdayaan kesadaran dan etika manusia kepada lingkungan
masyarakat yang diprogramkan. Hal ini terjadi akan semakin meningkat. Perubahan ini terjadi
karena banyak lahan-lahan sudah beralih menjadi secara global di negara-negara maju yang pada
lahan perkebunan yang dimiliki oleh pengusaha akhirnya juga memengaruhi Indonesia, terma-
sehingga mempersempit ruang gerak masyarakat. suk pada pengelolaan hutan dan pencegahan
Selain itu, harga komoditas karet yang mereka deforestasi. Pengelolaan hutan yang dilakukan
usahakan juga tidak ekonomis karena harganya oleh pemerintah di Indonesia sejalan dengan
terus menurun. Kegiatan ekowisata pun sudah perubahan global dan semakin mengarah ke arah
difasilitasi oleh pemerintah, namun masyarakat yang lebih baik dengan keterlibatan masyarakat
masih belum terlalu berminat dengan program di dalamnya, sebagaimana pada program PS.
tersebut. Pemberian akses ke sumber daya hutan Walaupun pada praktiknya kekurangan masih
melalui hutan kemasyarakatan merupakan usaha tampak di sana-sini seperti kasus-kasus yang
yang sedang diusahakan oleh pemerintah, namun terjadi di buku ini, usaha pemerintah patut untuk
saat tulisan tersebut ditulis kegiatan itu masih diapresiasi. Kekurangan yang ada lebih kepada
dalam tahap sosialisasi. mekanisme penegakan hukum yang tidak tegas
Dalam tulisan berjudul “Ketahanan Sosial serta kontrol dan koordinasi antarinstansi.
Masyarakat dan Perubahan Ekologi Hutan: Kasus Untuk memahami pendekatan pergeseran
di Kabupaten Simalungun” oleh Robert Siburian paradigma mengenai wacana lingkungan yang
pada Bab IV, dipaparkan upaya positif dari peru- lebih baik ini, kita dapat melihat sebuah potret
sahaan swasta PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang perubahan sudut pandang pemerintah Jerman
difasilitasi pemda di Simalungun dalam rangka dalam usaha untuk menciptakan lingkungan
memberdayakan masyarakat di dalam hutan yang lebih baik. Kita dapat menyimak sebuah
produksi. Program pemberdayaan masyarakat tulisan dari buku Environmental Sociology oleh
ini merupakan program bagi hasil. PT TPL akan Gross & Heinrichs (2010) pada Chapter 3 “The
membeli dan mengolah hasil tanaman bahan baku New Climate Change Discourse: A Challenge
kertas yang ditanam masyarakat pada lahan-lahan for Environmental Sociology”. Pada bab tersebut
kritis. Dengan program ini diharapkan akan ada dijelaskan bahwa Jerman termasuk salah satu
perbaikan pada lahan krisis yang juga diikuti negara yang cepat dalam menyikapi perubah­

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 125–134 131
Bayu Andrianto Wirawan dan Viktor Amrifo

an lingkungan. Kanselir Angela Merkel telah Sustainable Livelihood sebagai


menjadikan perubahan iklim sebagai isu politik Ketahanan Sosial Masyarakat Sekitar
prioritas utama sejak akhir 1990. Pemerintah Hutan
melalui Kementerian Lingkungan Jerman bahkan
Sejalan dengan wacana sosial dalam ekologi
membuat kompetisi terhadap isu perubahan iklim
mengenai perubahan iklim dan lingkungan,
pada tahun 2007. Secara ekonomi, pemerintah
isu deforestasi dan hutan juga mengalami
Jerman juga membuat kebijakan insentif ekonomi
perkembangan yang positif termasuk pada
bagi bisnis energi baru terbarukan (EBT) dan
pelibatan masyarakat lokal. Prof. Timothy Forsyth
pengurang gas rumah kaca (GRK) sejak 2007
(2004) menjelaskan dalam bukunya Critical
yang disebut Paket Meseberg.
Political Ecology: The Politics of Environmental
Isu perubahan iklim yang diangkat menjadi Science bahwa telah terjadi pergeseran paradigma
isu negara di Jerman sejak 1990, pada akhirnya, dari yang sebelumnya dipercayai secara umum
ikut memengaruhi budaya masyarakatnya (enviromental ortodoxies) ke pardigma baru
untuk dapat peduli terhadap lingkungan setelah berdasarkan saintis (new enviromental scientific).
isu tersebut diangkat secara rutin oleh media. Beberapa hal terkait isu kehutanan yang
Fenomena ini sejalan dengan teori pembentukan sebelumnya dianut oleh aliran enviromental
opini publik (agenda setting) yang dicetuskan ortodoxies adalah keyakinan akan rusaknya hutan
oleh McCombs & Shaw (1972), bahwa media oleh aktivitas penduduk lokal seperti pada praktik
memiliki peranan penting untuk mengubah perladangan berpindah. Hal tersebut membuat
opini publik. Dalam hal ini, media bisa menjadi pengambilan kebijakan mengarah kepada proteksi
penyambung lidah dari pemerintah untuk me- hutan dari intervensi penduduk lokal. Namun,
nyampaikan program-program ataupun isu yang beberapa fakta terbaru justru membuktikan bahwa
dapat mengubah wacana di masyarakat ke arah beberapa komunitas petani bahkan masyarakat
yang lebih positif. sekitar hutan justru mungkin berpartisipasi dalam
Sejalan dengan teori tersebut, Gross & pertumbuhan dan perlindungan hutan. Dari
Heinrichs (2010) mengatakan bahwa berdasarkan segi ekonomi lingkungan, aliran enviromental
teori pembelajaran sosial yang dicetuskan oleh ortodoxies memercayai bahwa pertumbuhan
Bandura pada tahun 1977, proses pembelajaran ekonomi pasti mendorong degradasi lingkungan,
entitas kolektif yang lebih besar, seperti organisasi padahal sebetulnya pertumbuhan ekonomi dapat
atau bahkan masyarakat, dapat dipicu melalui menolong pembiayaan juga pengelolaan bagi
konteks sosial―dalam hal ini kebijakan pemerintah lingkungan yang lebih baik dan bertanggung
ataupun isu yang disuarakan media massa. Teori jawab. Selain itu, orang miskin yang diyakini
tersebut menyatakan bahwa individu cenderung tidak peduli terhadap lingkungan, ternyata sadar
mencoba untuk menyalin perilaku yang mereka tentang pengaruh lingkungan yang rusak (a
amati, terutama perilaku-perilaku yang memiliki poor environtment) terhadap kehidupan mereka
konsekuensi positif bagi individu tersebut. Proses karena penghidupan mereka (livelihood) sangat
peniruan dan pembelajaran ini, bergantung pada tergantung pada lingkungan untuk tetap bertahan
keadaan masing-masing individu dikarenakan hidup.
persepsi merupakan hal yang bersifat personal. Menurut Department for International
Meskipun demikian, berdasarkan konsep socio- Development (DFID) (1999), livelihood
ecological agency dari David Manuel, Navarette, merupakan penghidupan yang dapat terdiri
dan Buzinde, individu sebagai aktor/agen ekologi dari individu manusia (human), sumber daya
dan sosial mampu melakukan perubahan bersama alam (natural), modal (financial), hubungan
yang positif terhadap struktur sosial sehingga peran sosial (social) dan akses fisik (physical) yang
pemerintah sangat penting untuk memfasilitasi dibutuhkan untuk kehidupan. Masyarakat yang
perubahan bersama tersebut. memiliki sustainable livelihood (penghidupan
berkelanjutan) dapat mengatasi (pulih) dari
tekanan dan guncangan serta mempertahankan

132 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 125–134
Deforestasi dan Ketahanan Sosial

Gambar 1. Kerangka Deforestasi, Ketahanan Sosial, dan Program PS

atau meningkatkan kemampuan dan asetnya, baik pemanfaatan hutan sehingga masyarakat dapat
sekarang dan di masa depan, tanpa merusak basis menjaga hutan dan meningkatkan ketahanan
sumber daya alam. Definisi sustainable livelihood sosial mereka dengan livelihood asset yang telah
(SL) yang dimaksud oleh DFID ini serupa dengan dimiliki, yaitu individu manusia (human), sumber
konsep ketahanan sosial yang dijabarkan oleh daya alam (natural), modal (financial), hubungan
Hidayat dkk. (2019). sosial (social), dan akses fisik (physical).
Program PS yang bertujuan untuk Keberhasilan program PS dalam
meningkatkan SL sekitar hutan sekaligus meningkatkan ketahanan sosial masyarakat
penciptaan model pelestarian hutan yang efektif bergantung pada strategi pemanfaatan livelihood
sangat sejalan dengan aliran new enviromental asset yang telah mereka miliki dengan lebih
scientific. Framework atau kerangka kerja optimal. Oleh karena itulah, pendampingan,
mengenai SL dari DFID oleh Ashley & Carney kontrol, pengawasan, supervisi, dan juga evaluasi
(1999) dapat menambah pemahaman kita tentang dari pemerintah memegang peranan penting untuk
usaha PS untuk meningkatkan ketahanan sosial dapat memfasilitasi serta memastikan bahwa
(SL). Framework tersebut dikembangkan selama program PS yang telah diterapkan dapat berjalan
beberapa bulan oleh Komite Penasihat Penghidupan optimal di masyarakat. Jangan sampai program
Berkelanjutan Inggris yang dibangun atas kerja ini hanya sebuah program tanpa pengawasan dan
sebelumnya oleh Department for International kontrol yang justru nantinya malah menimbulkan
Development (DFID). kerusakan atau legalisasi deforestasi oleh
Hubungan antara deforestasi, ketahanan so- masyarakat. Selama ini, kelemahan kita dalam
sial, dan juga program pemerintah dapat dijelas- implementasi program bukanlah pada tataran
kan dari kerangka kerja DFID pada Gambar 1. konsep ataupun perencanaan, namun pada
Fenomena deforestasi merupakan sebuah tren pengawasan. Pada akhirnya, kita semua berharap
selama beberapa dekade yang menyebabkan tujuan program ini dijalankan dalam rangka
kerentanan (vulnerability context) terhadap ma- meningkatkan ketahanan sosial serta membuat
syarakat pinggiran hutan. Program PS dicanang­ penghidupan yang berkelanjutan (SL) akan
kan untuk merangkul masyarakat sekitar hutan membawa kita pada era baru pengelolaan hutan
yang diharapkan memiliki akses legal terhadap yang melibatkan komunitas masyarakat.

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 125–134 133
Bayu Andrianto Wirawan dan Viktor Amrifo

DAFTAR PUSTAKA KLHK. (2020). Hutan dan deforestasi Indonesia tahun


2019. Diakses pada 9 Juni 2020 dari http://ppid.
Ashley, C., & Carney, D. (1999). Sustainable
menlhk.go.id/siaran_pers/browse/2435.
livelihoods: Lessons from early experience.
Department for International Development. Le Quéré, C., Andrew, R. M., Friedlingstein, P., Sitch,
S., Pongratz, J., Manning, A. C., … Zhu, D.
Ardiansyah T. (2017). Perhutanan sosial: Pengertian,
(2018). Global carbon budget 2018. Earth
skema, PIAPS, dan implementasi. Diakses
System Science Data Discussions, pre print
pada 9 Juni 2020 dari https://foresteract.com/
(November), 1–54.
perhutanan-sosial/.
Margono, B. A., Potapov, P. V., Turubanova, S., Stolle,
Boyd, E., & Folke, C. (2011). Adapting institutions:
F., & Hansen, M. C. (2014). Primary forest
Governance, complexity and social-ecological
cover loss in indonesia over 2000-2012. Nature
resilience. Cambridge University Press.
Climate Change, 4(8), 730–735.
Department for International Development (DFID).
McCombs, M. E., & Shaw, D. L. (1972). The
(1999). Sustainable livelihoods guidance
agenda-setting function of mass media. Public
sheets.
Opinion Quarterly, 36(2), 176. https://doi.
Forsyth, T. (2004). Critical political ecology: The org/10.1086/267990.
politics of environmental science. Routledge.
Skogen, K., Helland, H., & Kaltenborn, B. (2018).
Gross, M., & Heinrichs, H. (2010). Environmental Concern about climate change, biodiversity
sociology: European perspectives and inter- loss, habitat degradation and landscape
disciplinary challenges. Springer. change: Embedded in different packages of
Hidayat, H., Siburian, R., Nurhidayah, L., & Sudiyono. environmental concern?. Journal for Nature
(2019). Deforestasi dan ketahanan sosial. Conservation, 44(June), 12–20.
Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Surya, M. I., & Astuti, I. P. (2017). Keanekaragaman
Ireson, R., Adger, W., Kelly, P., & Ninh, N. (2003). dan potensi tumbuhan di kawasan Hutan Lind-
Living with environmental change: Social ung Gunung Pesagi, Lampung Barat. Dalam
vulnerability, adaptation, and resilience in Prosiding Seminar Nasional Masyarakat
Vietnam. The Journal of Asian Studies, 62, 691. Biodiversitas Indonesia 3, 211–215.
Khairunisa, G. R., & Novianti, T. (2018). Daya saing UNORCID. (2015). Forest ecosystem valuation study:
minyak sawit dan dampak renewable energy Indonesia.
directive (Red) Uni Eropa terhadap ekspor Webersik, C. (2010). Climate change and security: A
Indonesia di pasar Uni Eropa. Jurnal Agribisnis gathering storm of global challenges. Praeger.
Indonesia, 5(2), 125.

134 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 125–134

Anda mungkin juga menyukai