Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN AGROFORESTRI TRADISIONAL

OLEH :

KELOMPOK 10

1. AYUNDA SAFITRI 2017-80-071


2. FITTAH A BARGES 2017-80-094
3. SEKAR MAYANG SARI 2017-80-021
4. PATRICIA SUHARTONO 2017-80-0
5. M FAUZY PALEMBANG 2017-80-018

FAKULTAS PERTANIAN

JURUSAN KEHUTANAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2019
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan
lainnya. Hutan merupakan sistem penggunaan lahan yang tertutup dan tidak ada campur tangan
manusia, masuknya kepentingan manusia secara terbatas seperti pengambilan hasil hutan untuk
subsistem tidak mengganggu hutan dan fungsi hutan. Tekanan penduduk dan tekanan ekonomi
yang semakin besar, mengakibatkan pengambilan hasil hutan semakin intensif (penebangan
kayu). Penebangan hutan juga dilakukan untuk kepentingan yang lain, misalnya untuk mengubah
menjadi ladang pertanian atau perkebunan. Akibat dari gangguan-gangguan hutan tersebut akan
menyebabkan terjadinya perubahan fungsi hutan. Perubahan-perubahan tersebut lebih
menekankan kearah fungsi ekonomi dengan mengabaikan fungsi sosial atau fungsi ekologis.
Agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan hutan yang dapat mendukung pertumbuhan
pohon dan kebutuhan petani setempat.

Oleh karena itu, pengembangan agroforestri ini diharapkan akan membantu pelaksanaan
pembangunan yang berkaitan langsung terutama pada penyediaan pangan dan papan. Di dalam
sistem agroforestri mempertimbangkan nilai ekologi dan ekonomi dalam interaksi antar pohon
dan komponen lainnya. Pada dasarnya, agroforestri mempunyai dua komponen penyusun utama,
yaitu tanaman kehutanan dan tanaman pertanian yang saling berkompetisi untuk mendapatkan
cahaya dan unsur hara. Jarak tanam yang terlalu dekat akan mengakibatkan kompetisi akan air
dan hara.

Agroforestri terdiri dari komponen-komponen kehutanan, pertanian dan/atau peternakan,


tetapi agroforestri sebagai suatu sistem mencakup komponen-komponen penyusun yang jauh
lebih rumit. Hal yang harus dicatat, agroforestri merupakan suatu sistem buatan (man-made) dan
merupakan aplikasi praktis dari interaksi manusia dengan sumber daya alam di sekitarnya.
Agroforestri pada prinsipnya dikembangkan untuk memecahkan permasalahan pemanfaatan
lahan dan pengembangan pedesaan serta memanfaatkan potensi-potensi dan peluang-peluang
yang ada untuk kesejahteraan manusia dengan dukungan kelestarian sumber daya beserta
lingkungannya.

Dalam Bahasa Indonesia, kata Agroforestry dikenal dengan istilah wanatani atau
agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian.
Menurut De Foresta dan (Michon.1997 dalam jerry), agroforestri dapat dikelompokkan menjadi
dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks. Sistem
agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian di mana pepohonan ditanam secara
tumpang-sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari laporan ini yaitu untuk memenuhi tugas Agroforestry dari dosen yang
bersangkutan .
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agroforestry

Agroforestry merupakan system penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu


(pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat pula
dengan rerumputan (pasture), kadang-kadang ada komponen ternak atau hewan lainnya (lebah,
ikan) sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antara tanaman berkayu dengan
komponen lainnya (Huxley 1999 dalam jenny).

Nair (1989) menyebutkan bahwa agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem
penggunaan lahan dan teknologi, dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan, perdu, jenis-
jenis palma, bambu dan sebagainya) ditanam secara bersamaan dengan tanaman pertanian,
dan/atau hewan, dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan
temporal, dan didalamya terdapat interaksi ekologi dan ekonomi diantara komponen yang
bersangkutan.

Salah satu alternatif sistem penggunaan lahan untuk tujuan produksi dan konservasi adalah
sistem agroforestri, yaitu pengelolaan komoditas pertanian, peternakan dan atau perikanan
dengan komoditas kehutanan berupa pohon-pohonan. Agroforestri merupakan salah satu sistem
pengelolaan lahan hutan dengan tujuan untuk mengurangi kegiatan perusakan/perambahan hutan
sekaligus meningkatkan penghasilan petani secara berkelanjutan (Hairiah et al., 2000; de Foresta
et el., 2000 dalam firman).

Menurut Anggraeni (2002), agroforestry dikelompokkan menjadi dua sistem,yaitu sistem


agroforestry sederhana dan sistem agroforestry kompleks. Perbedaankedua sistem tersebut yaitu:

1. Sistem Agroforestry Sederhana

Sistem agroforestry sederhana merupakan perpaduan satu jenis tanaman tahunandengan satu
atau beberapa jenis tanaman semusim. Jenis pohon yang ditanampada lahan tersebut merupakan
tanaman-tanaman yang bernilai ekonomi tinggi

seperti karet (Havea braziliansis), kelapa (Cocus nucefera), cengkeh (Syzygiumaromaticum), dan
jati (Tectona grandis). Ada juga tanaman yangditanammerupakan tanaman yang bernilai ekonomi
rendah seperti dadap (Eruthina sp.),lamtoro (Leucaena leucocephala), kaliandra (Calliandra
haematocephalla).Tanaman semusim yang biasa ditanam yaitu padi, jagung, palawija, sayur
mayur,atau jenis tanaman lain seperti pisang (Musa paradisiaca), kopi (Coffea arabica),dan kakao
(Theoborma cacao).

2. Sistem Agroforestry Kompleks

Sistem agroforestry kompleks merupakan suatu sistem pertanian menetap yangberisi banyak
jenis tanaman (berbasis pohon) yang ditanam dan dirawat olehpenduduk setempat dengan pola
tanam dan ekosistem seperti kawasan hutan.Sistem ini mencakup sejumlah besar komponen
pepohonan, perdu, tanamansemusim dan/atau rumput. Penampakan fisik dan dinamika
didalamnya miripdengan ekosistem hutanalam baik primer maupun sekunder.Sistem agroforestry
kompleks ini dibedakan atas:

a. Pekarangan
Biasanya terletak di sekitar tempat tinggal dan luasannya hanya sekitar 0,1-
0,3hektar. Dengan demikian sistem ini lebih mudah dibedakan dengan
hutan.Contohnya: kebun talun dan karang tiri.
b. Agroforestry kompleks
Merupakan hutan masif yang merupakan mosaik (gabungan)dari beberapa
kebunberukuran satu sampai duahektar milik perorangan atau berkelompok yang

Sistem Agroforestri SederhanaSistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian


dimana pepohonan ditanam secaratumpang-sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim.
Pepohonan bisa ditanam sebagaipagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak
dalam petak lahan, atau denganpola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk
lorong/pagar.Jenis-jenis pohon yang ditanam juga sangat beragam, bisa yang bernilai ekonomi
tinggimisalnya kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao (coklat), nangka, belinjo, petai, jati dan
mahoniatau yang bernilai ekonomi rendah seperti dadap, lamtoro dan kaliandra.

Kebanyakan pemerhati lingkungan dan pertanian modern -- ladang berpindah pasti


merusak lingkungan. Namun, masyarakat Papua justru sebaliknya untuk melestarikan alam.
Dibuktikan di provinsi 70% bukit dan pegunungan itu jarang sekali terjadi peristiwa tanah
longsor dan banjir yang besar. Alam tetap lestari. Di sinilah Papua adalah paru-paru yang
mensuplai oksigen dunia. Memang pernah terjadi banjir bandang di Wasior Papa Barat tahun
2009 lalu, tapi bukan disebabkan oleh perladangan berpindah. Ladang berpindah atau mereka
klaim berkebun tradisional adalah mata pencaharian utama dan masa depan kehidupan keluarga
mereka. Untuk itu penulis tertarik untuk menggali informasi tentang perladangan berpindah
yang ada di papua.
BAB III PEMBAHASAN

3.1 Perladangan berpindah di Papua

Salah satu model atau bentuk agroforestry tradisional di Indonesia salah satunya yaitu
Sistem Perladangan berpindah di Irian Jaya,dimana luas propinsi Irian Jaya adalah 41 juta ha.
Diantaranya 94% merupakan hutan lahan pertanian relatif sempit. Jenis usaha taninya adalah
perladangan berpindah-pindah yang menggunakan lahan kurang lebih satu juta ha.Daerah
perladangan terbesar terdapat di Kabupaten Jayawijaya, yaitu 560.000 ha; diikuti oleh Kabupaten
Merauke 290.000 ha, Kabupaten Panilai 210.000 ha dan Kabupaten Yapen Waropen 600 ha.

Ladang berpindah atau mereka klaim berkebun tradisional adalah mata pencaharian
utama dan masa depan kehidupan keluarga mereka. Bayangkan kalau tidak memiliki
pengetahuan lokal (local wisdom) tentang tata kelola lahan, maka selain alam Papua rusak, juga
ketersediaan pangan mereka terganggu. Berkebun cara Papua sungguh unik. Tiap keluarga
memiliki hingga empat lokasi berkebun, bahkan lebih. Satu lahan digarap 4 -- 6 tahun, kalau
terlihat pruduksi kurang maka mereka membuka lahan baru. Dan seterusnya secara siklus,
kembali ke lahan pertama setelah 30 tahun.

Kegiatan perladangan berpindah-pindah pada kaki bukit-bukit sebelah Barat hutan Suaka
Alam Gunung Cyclops, Masyarakat menebas semak-semak dan rumput-rumputan, yang
kemudian dikeringkan. Tanah kemudian dikerjakan dengan cangkul dan ditanami dengan
ketimun yang dipupuk dengan kotoran ayam. Sebagai campuran ditanam jenis-jenis palawija
lain. Antara lain kacang panjang, jagung, papaya dan sayursayuran (padi tidak ditanam). Mereka
juga menanam ubi, jagung, kacang buncis, ketimun, bayam, fitsai, selada, tebu, ubi kayu (kasbi),
kentang, daun bawang, ubi jalar (batatas) dan keladi dalam satu hamparan kebun atau lahan.

Mata pencaharian utama masyarakat adalah bertani ladang berpindah. Pola bertani
tersebut sudah berlangsung lama secara turun temurun dalam rangka mempertahankan kehidupan
mereka. Ladang berpindah didukung oleh kondisi geografis lereng berbukit dan adanya
kewajiban memanfaatkan lahan warisan agar tidak terjadi sengketa kepemilikan. Perbedaan
geografis (dataran rendah – dataran tinggi) memiliki jenis komoditi atau usahatani yang berbeda.
Misalnya Distrik Warmare (dataran rendah sampai sedang) selain menanam komoditi pangan
pokok masyarakat Arfak juga menanam padi ladang. Introduksi tanaman padi akibat daerah itu
dekat dengan pemukiman transmigrasi. Petani di Warmare sering belajar dengan petani
transmigran, namun yang mampu diadopsi hanya sebagian kecil. Selain memiliki ladang di
hutan sebagai kegiatan pertanian utama, juga memanfaatkan halaman rumah untuk ditanam
sayur-mayur yang akan dijual di pasar. Kebun dekat rumah mudah dijaga dari serangan hama
babi dan cepat panen. Produksi pertanian ini untuk kebutuhan atau konsumsi sendiri dalam
keluarga, dan sebagian dijual di pasar guna mendapatkan uang tunai. Mahalnya biaya
transportasi pengangkutan hasil pertanian merupakan kendala utama untuk mendapatkan
pendapatan petani yang lebih baik.
Konsep ladang berpindah bagi petani bermakna sebagai kesuburan tanah,pelestarian
hayati, dan ketersediaan pangan. Selain memiliki konsep pelestarian lingkungan, petani
memiliki konsep “Ketahanan Pangan” yaitu kewaspadaan terhadap tiga waktu tanam, tanaman
campuran (multicrop), dan lumbung alam. Faktor-faktor nilai sosial pendorong pengembangan
petani adalah kemampuan berempati, keterbukaan, inovatif sehingga memiliki kemampuan
menyesuaikan (compatability) dan mengamati (observability) setiap inovasi yang diterimanya.
Namun petani memiliki kekuatan pengganggu yang ikut menghambat proses adopsi inovasi yaitu
pesimistis, irasional, dan tidak berani mengambil resiko. Faktor pengganggu tersebut bisa
dikurangi melalui inovasi yang mudah dan murah diperoleh serta bisa diuji coba.

Keuntungan dari perladangan berpindah di Irian Jaya yaitu lahan pertanian menjadi luas
dan modal yang diperlukan hanya di peruntukan untuk mereka yang terlibat dalam proses
pengerjaan ladang berpindah. Dilakukan tiga kali penanaman dan pemungutan hasil, lahan
ditinggalkan selama 3- 5 tahun atau ditanami kelapa, coklat, terutama di bagian-bagian tanah
yang rendah. Hasil usaha tani perladangan dijual di Jayapura. Sebelum mendapatkan hasil dari
tanaman keras, para petani memperoleh pendapatan dari pemungutan hasil hutan dan
penangkapan ikan.Kegiatan perladangan berpindah dilakukan di lereng bagian tengah Gunung
Cyclops, dilakukan oleh penduduk yang berasal dari sekitar Danau Sentani dan pendatang dari
Lembah Baliem serta pantai.

3.2 Perbandingan Perladangan berpindah dengan Tumpang sari di jawa

Perbandingan antara tumpang sari dengan perladangan berpindah jelas terlihat dari proses
pembuatan atau pendirian sampai dengan hasil yang di dapat. Walaupun tanaman yang di tanam
tidak jauh berbeda dari keduanya. Di lihat segi ekonomi sistem perladangan berpindah hasilnya
lebih banyak untuk di konsumsi sendiri dan sedikit di jual, sedangkan untuk tumpang sari yang
ada di jawa hasilnya lebih banyak di jual dan hasil pertanianya jauh lebih baik dari perladangan
berpindah karena pengetahuan masyarakatnya sudah jauh lebih maju. Untuk pemakaian pupuk
atau pemakaian bahan kimianya kurang sehingga pencemaran lingkungan rendah.

Berladang berpindah dapat berkembang pada situasi lahan luas dan kekurangan tenaga
kerja, di mana produktivitas tenaga kerja lebih penting di bandingkan produktivitas lahan itu
sendiri. Sistem perladangan berpindah lokasinya berpindah – pindah dengan siklus 4-5 tahun
kembali ketempat semula. Tidak menggunakan sistem perairan dan produksi lahan kurang.

Tanaman tumpang sari di tanam yaitu naman campuran yang di tanam berupa pelibatan
dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau agak
bersamaan. Tumpang sari yang umum dilakukan adalah penanaman dalam waktu yang hampir
bersamaan untuk dua jenis tanaman budidaya yang sama. jagung atau kedelai biasanya adalah
tanaman sela yang di pilih.
BAB IV PENUTUP

4.1 kesimpulan

1. Perladangan berpindah di Papua


 Salah satu model atau bentuk agroforestry tradisional di Indonesia salah satunya
yaitu Sistem Perladangan berpindah di Irian Jaya,dimana luas propinsi Irian Jaya
adalah 41 juta ha.
 Masyarakat menebas semak-semak dan rumput-rumputan, yang kemudian
dikeringkan. Tanah kemudian dikerjakan dengan cangkul dan ditanami dengan
ketimun yang dipupuk dengan kotoran ayam. Sebagai campuran ditanam jenis-
jenis palawija lain. Antara lain kacang panjang, jagung, papaya dan sayursayuran
(padi tidak ditanam).
 Keuntungan dari perladangan berpindah di Irian Jaya yaitu lahan pertanian
menjadi luas dan modal yang diperlukan hanya di peruntukan untuk mereka yang
terlibat dalam proses pengerjaan ladang berpindah. Dilakukan tiga kali
penanaman dan pemungutan hasil, lahan ditinggalkan selama 3- 5 tahun atau
ditanami kelapa, coklat, terutama di bagian-bagian tanah yang rendah.
2. Perbandingan Perladangan berpindah dengan Tumpang sari di jawa

ekonomi sistem perladangan berpindah hasilnya lebih banyak untuk di konsumsi


sendiri dan sedikit di jual, sedangkan untuk tumpang sari yang ada di jawa hasilnya lebih
banyak di jual dan hasil pertanianya jauh lebih baik dari perladangan berpindah karena
pengetahuan masyarakatnya sudah jauh lebih maju. Untuk pemakaian pupuk atau
pemakaian bahan kimianya kurang sehingga pencemaran lingkungan rendah.

Anda mungkin juga menyukai