Dosen Pembimbing
Disusun Oleh
2022 – 2023
ABSTRACT
The low soil fertility and high toxic elements caused by high rainfall (>2,500 mm/year) is the
main factor responsible for the low soil productivity in the humid tropical zone, like Indonesia.
In this condition, agroforestry system is expected to be solution. There are three components of
agroforestry: silviculture, agriculture and livestock. Agroforestry in Indonesian is called
Wanatani that means planting trees in agricultural land. Trees have deep rooting and spread
intensively in subsoil may reduce leaching nutrient both vertically and horizontally. Cover crop
protected soil from erosion. This role makes agroforestry as one form of soil and water
conservation practices, produced some products that have a high economic value. This situation
allowed agroforestry as a system of sustainable land management.
Keywords : Low soil productivity, humid tropical zone, sustainable land management, agroforest
ABSTRAK
Rendahnya tingkat kesuburan tanah dan tingginya unsur yang bersifat meracun sebagai akibat
tingginya intensitas hujan (>2.500 mm/tahun) merupakan penyebab utama rendahnya
produktivitas tanah di daerah tropika basah, seperti Indonesia. Pada kondisi ini, diharapkan
sistem agroforestri dapat menjadi solusinya. Terdapat tiga komponen dalam agroforestri, yaitu
kehutanan, pertanian dan peternakan. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia dikenal sebagai
Wanatani yang berarti menanam pepohonan di lahan pertanian. Pohon-pohon memilki perakaran
dalam dan menyebar secara intensif pada lapisan tanah bawah mengurangi pencucian hara secara
vertikal maupun horisontal. Penutupan tanah oleh vegetasi melindung tanah dan erosi. Peran
tersebut menjadikan agroforestri mampu bertindak sebagai salah satu tindakan konservasi tanah
dan air, selain menghasilkan beberapa jenis produk yang memilik nilai ekonomi tinggi. Kondisi
demikian sekaligus menempatkan agroforestri sebagai sistem pengelolaan lahan yang
berkelanjutan.
Kata kunci : Produktivitas tanah rendah, zona tropika basah, pengelolaan lahan berkelanjutan,
agroforestri
I. PENDAHULUAN
Agroforestri atau wanatani diartikan sebagai menanam pepohonan di lahan pertanian. Model
sitem pertanian ini telah lama dipraktekan oleh petani di Maluku. Namun, agroforestri sendiri
sebagi suatu sistem pertanian mempunyai komponenkomponen penyusun yang berbeda, bisa
secara sederhana maupun kompleks.
De Foresta dkk (1997) mengelompokan agroforestri menjadi dua jenis yaitu: sistem
agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks. Sistem agroforestri sederhana
adalah suatu sistem pertanian dimana pepohonan ditanam secara tumpangsari dengan satu
atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak
lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya
berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar. Agroforestri dapat diartikan juga
sebagai suatu sistem pengelolaan lahan secara intensif dengan mengkombinasikan tanaman
kehutanan dan tanaman pertanian dengan maksud agar diperoleh hasil yang maksimal dari
kegiatan pengelolaan hutan tersebut dengan tidak mengesampingkan aspek konservasi lahan
serta budidaya praktis masyarakat lokal (Anggraini dan Wibowo, 2007).
Sistem pengelolaan agroforestri biasanya dibentuk pada lahan berbasis hutan yang kemudian
digunakan untuk membudidayakan tanaman pertanian dengan tanaman kehutanan. Menurut
Pattinama (2014) pengembangan komoditas pertanian tidak dapat dipisahkan dari
pengembangan peradaban manusia. Jika ini semua tercapai maka kita telah menciptakan
program kecukupan pangan bagi masyarakat yang hidup disekeliling sumberdaya alam yang
melimpah dimana selama ini belum dioptimalkan untuk diberdayakan.
Salah satu tanaman pertanian yang dibudidayakan dan dikembangkan adalah salak. Tanaman
salak dikombinasikan dengan jenis tanaman tahunan seperti kenari, lansat, durian pada satu
bidang lahan secara bersamaan sehingga membentuk suatu sistem agroforestri. Sistem
pengelolaan agroforestri dikawasan penghasil salak tidak hanya memberikan keuntungan
ekonomis bagi masyarakat petani, tetapi juga memberikan keuntungan dari sisi ekologis yaitu
dengan tetap terjaganya kondisi lingkungan yang stabil. Potensi tanaman dalam sistem
agroforestri ini cukup besar kontribusinya terhadap pendapatan masyarakat petani, akan
tetapi pengolahan agroforestri belum diperhatikan oleh petani yang melakukan sistem
pengelolaan agroforestri. Hal ini karena pada umumnya penerapan sistem agroforestri
dipengaruhi oleh sistem pertanian masyarakat setempat yang telah menjadi budaya dalam
menerapkan pola pertanian yang sesuai (Maruapey, 2013). Selain itu, untuk pengembangan
suatu komoditas pertanian pada umumnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik
lingkungan (iklim, tanah, topografi) dengan persyaratan tumbuh tanaman dapat memberikan
informasi bahwa komoditas tersebut potensial dikembangkan di daerah bersangkutan.
Penggunaan lahan dalam agroforestri bersifat multitajuk, yang terdiri dari campuran
pepohonan, semak dengan atau tanaman semusim yang sering disertai dengan ternak dalam
satu bidang lahan. Komposisi yang beragam tersebut menjadikan agroforestri memiliki fungsi
dan peran yang lebih dekat dengan hutan dibandingkan dengan pertanian, perkebunan, lahan
kosong atau lahan terlantar (Widianto dkk, 2003, dalam Firdasari 2015).
Sistem pengelolaan agroforestri di Negeri Riring sudah banyak dilakukan para petani, tetapi
masih menerapkan budidaya tradisional dengan menanam tanaman semusim (seasonal crop)
disela tanaman keras (tree) dan ternak pada saat bersamaan atau berurutan. Tanaman keras
yang ditanam sebagai penaung tanaman salak seperti: kenari (Cannarium Amboninensis),
durian (Durio zibethinus), langsat, dan salawaku (Paraserianthes falcataria, L). Hal itu
membuat keragaman hayati sehingga ekosistem menjadi lebih stabil.
Pengelolaan hutan dan kawasan konservasi, termasuk upaya rehabilitasi lahan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan, telah memprogramkan
pengembangan hutan kemasyarakatan Kepmen No. 311/ Kpts-II/2001, tentang
Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan, hutan tanaman, dan hutan rakyat dalam bentuk
agroforestry. Sebagai paradigma baru dalam pengelolaan hutan, pelaksanaan hutan
kemasyarakatan yang dipadukan dengan model agroforestry diharapkan dapat melestarikan
hutan alam melalui peningkatan produktivitas lahan hutan di areal masyarakat atau di lahan
kritis. Program ini perlu diadakan di sekitar kawasan konservasi seperti taman nasional
dengan pengembangan model tersebut di daerah penyangga, untuk meningkatkan
kesejahteraan dan persepsi masyarakat dalam perlindungan kawasan pelestarian alam.
Sebagai salah satu program pengelolaan hutan produksi yang melibatkan masyarakat, model
agroforestry dikembangkan di hutan produksi kawasan Gn. 10 Ciremai yang dikenal dengan
PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) sebelum kawasan tersebut ditetapkan
sebagai taman nasional.
Secara umum manfaat dari sistem pengelolaan hutan bersama masyarakat dengan model
agroforestry menurut Bismark dan Sawitri (2006) di bidang konservasi antara lain :
V. DAFTAR PUSTAKA
Asdakh, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada Press.
Yogyakarta.
Hairiah, K, Widianto, Utami, SR, Suprayogo, D, Sunaryo, Sitompul, SM, Lusiana, B, Mulia,
R, van Nordwijk, M, dan Cadisch,
G. 2000b. Pengelolaan tanah masam secara biologi. International Centre for Research in
Agroforestry (ICRAF). Bogor.
Hairiah, K, Sardjono, MA, Sabarmirdin, S. 2003. Pengantar Agroforestri. Indonesia World
Agroforestry Centre (ICRAF), Southeast Asia Regional Office. PO Box 161 Bogor,
Indonesia.
Lundgren, B, Raintree, JB. 1983. Sustained Agroforestry. In: Nestel, B (Ed.), Agricultural
Research for Development: Potentials and Challenge in Asia. ISNAR. The Hague.
Mukerji, K.G., Jagpal, R, Bali, M, and Rani, R. 1991. The importance of mycorrhiza for
roots. In: McMichael, B.L. and Persson, H. (Ed.). Plant roots and their
environment. Elsevier. Amsterdam.
Nair, PKR. 1984. Classification of agroforestry system. Agroforestry systems 3:97-128
Norman, MiT, Pearson, CI, Sean, POE. 1995. The ecology of tropical food crop. Cambridge
University Press. New York.
Prasetyo. 2004. Budidaya kapulaga sebagai tanaman sela pada tegakan sengon. Jurnal Ilmu-
Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 6, No. 1: 22-31.
Sanchez, PA, Buresh, RJ, Leakey, RRB. 1997. Trees, soils, and food security.
Philosophical transactions of the Royal Society, series A, 355. London.
Satjapradja, D. 1981. Agroforestri di Indonesia, Pengertian dan Implementasinya. Makalah.
Seminar Agroforestri dan Perladangan, Jakarta.
Smith, S.E. and D.J. Read. 1997. Mycorrhizal symbiosis. Academic Press. San Diego.
Soil Survey Staff. 2003. Keys to Soil Taxonomy. 2nd edition. Natural
Resources Conservation Service. USDA.
Subagyo, H., Nata Suharta, dan Agus B Siswanto. 2000. Tanah-tanah Pertanian di Indonesia.
Dalam. Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Deptan.
Suprayogo, H., D.K. Hairiah, N. Wijayanto, Sunaryo, dan M. Noordwijk. 2003. Peran
Agroforestri pada Skala Plot: Analisis Komponen Agroforestri sebagai Kunci
Keberhasilan atau Kegagalan Pemanfaatan Lahan Indonesia. World Agroforestry
Centre (ICRAF), Southeast
Asia Regional Office. P0 Box 161 Bogor, Indonesia
Suryani, E., M. Ardiansyah, S.D. Tarigan, dan F. Agus. 2004. Kesesuaian penggunaan lahan
sebagai upaya meningkatkan kualitas Daerah Aliran Sungai: Suatu studi di DAS
Cijalupang, Jawa Barat. Makalah disampaikan pada Kongres Nasional V MKTI,
Yogyakarta 10-11 Desember 2004
Szoot, L.T., E.C.M. Fernandes, P.A. Sanchez. 1991. Soil-Plant Interaction in Agroforestry
Sistems. In: Jarvis, PG (Ed). Agroforestry Principle and Practice. Proceedings of an
International Conference 23-28 July 1989 at the University of Edinburgh, Edinburgh.
Elsevier. Amsterdam.
Vegara, NT. 1982. New Directions in agroforestry: The potential of tropical
legume trees. East-West Centre and United Nations University. Honolulu.
https://media.neliti.com/media/publications/64154-none-cc75e2df.pdf
https://apps.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/LN03309.PDF
https://www.menlhk.go.id/uploads/site/post/1647235041.pdf