Anda di halaman 1dari 206

AGROFORESTRI DAN PERANANNYA

Teknik Agroforestry adalah teknik


penanaman yang memadukan tanaman kayu
berumur panjang dengan tanaman palawija,
peternakan atau perikanan di dalam atau di
luar kawasan hutan.

Pola tanam agroforestry dilakukan untuk


rehabilitasi hutan dengan melibatkan
petani yang memiliki lahan sempit di sekitar
hutan.
• Konsepsi “agroforestry” dirintis oleh suatu tim dari
Canadian International Development Centre, yang
bertugas untuk mengindentifikasi prioritas-prioritas
pembangunan di bidang kehutanan di negara-negara
berkembang sekitar tahun 1970.

• Oleh tim ini dilaporkan bahwa hutan-


hutan di negara tersebut belum cukup
dimanfaatkan. Penelitian yang
dilakukan di bidang kehutanan pun
sebagian besar hanya ditujukan
kepada dua aspek produksi kayu, yaitu
eksploitasi secara selektif di hutan
alam dan tanaman hutan secara
terbatas.
Tujuan Agroforestri diharapkan:
1.Untuk mencegah perluasan tanah terdegradasi.
2.Melestarikan sumberdaya hutan.
3.Meningkatkan mutu pertanian.
4.Serta menyempurnakan intensifikasi dan
diversifikasi silvikultur.
• Sistem ini telah dipraktekan oleh petani di
berbagai tempat di Indonesia selama berabad-
abad (Michon dan de Foresta, 1995),
MANFAAT AGROFORESTRY
Manfaat dan peluang agroforestry (Arnold, 1983)
antara lain:
(1) memelihara atau meningkatkan produktivitas
tapak atau lahan melalui perbaikan siklus hara dan
perlindungan tanah (erosi) dengan biaya yang
relatif rendah,
(2) meningkatkan nilai output/produk dari lahan
melalui tumpangsari atau intercropping pohon dan
tanaman pertanian dan makanan ternak dan
sebagainya,
(3) menganekaragamkan output/produk guna
meningkatkan swasembada (pangan dan kayu),
menekan resiko turunnya pendapatan karena
pengaruh iklim, biologis dan pasar,
(4) menyebarkan secara merata kebutuhan
buruh/tenaga kerja sepanjang musim,
(5) memproduktifkan lahan-lahan yang tidur/tidak
terpakai, buruh dan modal,
(6) menciptakan tabungan dan modal (capital
stock).
Berbagai hipotesis yang mendukung kegiatan
agroforestry dikemukakan oleh beberapa pakar:
Noordwijk and Dommergues (1990), Wilson (1990),
Oeng et al. (1991), Sanchez (1995) dan Young (1997) in
Huxley (1999), mereka memberikan komentar bahwa
agroforestry memiliki fungsi:
(1) mengontrol/mengurangi erosi,
(2) memelihara bahan organik tanah,
(3) meningkatkan kondisi fisik tanah,
(4) menambah jumlah nitrogen dengan penanaman
pohon yang dapat menfiksasi nitrogen,
(5) menyediakan hara mineral dalam tanah,
(6) membentuk sistem ekologikal,
(7) mengurangi kemasaman tanah,
(8) mereklamasi lahan,
(9) meningkatkan kesuburan tanah,
(10) meningkatkan aktifitas biologi tanah,
(11) adanya asosiasi mikoriza pada campuran
pohon dan pertanian,
(12)meningkatkan penangkapan hujan, cahaya,
hara mineral dan produksi biomasa,
(13) meningkatkan efisiensi penangkapan
cahaya, air dan hara mineral.
Definisi Agroforestri

• Dalam Bahasa Indonesia, kata


Agroforestry dikenal dengan istilah
wanatani atau agroforestri yang arti
sederhananya adalah menanam pepohonan
di lahan pertanian.

• Koppelman (1996) mendefinisikan Agroforestry sebagai


bentuk menumbuhkan dengan sengaja dan mengelola pohon
secara bersama-sama dengan tanaman pertanian dan atau
makanan ternak dalam sistem yang bertujuan menjadi
berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi.
Menurut De Foresta dan Michon
(1997), agroforestri dapat
dikelompokkan menjadi dua sistem,
yaitu :
- sistem agroforestri sederhana
- sistem agroforestri kompleks
• Reijntjes (1999): Agroforestry sebagai pemanfaatan
tanaman kayu tahunan (pepohonan, belukar, palem,
bambu) pada suatu unit pengelolaan lahan yang sama
sebagai tanaman yang layak tanam, padang rumput dan
atau hewan, baik dengan pengaturan ruang secara
campuran atau ditempat dan saat yang sama maupun
secara berurutan dari waktu ke waktu.
King and Chandler, (1978) : agroforestry adalah Suatu
system pengelolaan lahan yang lestari untuk
meningkatkan hasil, dengan cara memadukan produksi
hasil tanaman pangan dengan tanaman kehutanan
dan/atau kegiatan peternakan baik secara bersama-
sama maupun berurutan pada sebidang lahan yang
sama, dan menggunakan cara-cara pengelolaan yang
sesuai dengan pola kebudayaan penduduk setempat
Sistem agroforestri sederhana

adalah suatu sistem pertanian dimana pepohonan


ditanam secara tumpang-sari dengan satu atau
lebih jenis tanaman semusim.
• Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi
petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam
petak lahan, atau dengan pola lain misalnya
berbaris dalam larikan sehingga membentuk
lorong/pagar.

• Jenis-jenis pohon yang ditanam juga sangat


beragam, bisa yang bernilai ekonomi tinggi
misalnya kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao
(coklat), nangka, melinjo, petai, jati dan mahoni
atau yang bernilai ekonomi rendah seperti dadap,
lamtoro dan kaliandra.
• Jenis tanaman semusim biasanya berkisar pada
tanaman pangan yaitu padi (gogo), jagung, kedelai,
kacang-kacangan, ubi kayu, sayur-sayuran dan
rerumputan atau jenis-jenis tanaman lainnya.
Sistem agroforestri kompleks

• adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan


banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik
sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada
sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam
dan ekosistem menyerupai hutan.

• Di dalam sistem ini, selain terdapat beraneka jenis


pohon, juga tanaman perdu, tanaman memanjat (liana),
tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah besar.
• Ciri utama dari sistem agroforestri kompleks
ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di
dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan
alam baik hutan primer maupun hutan sekunder,
oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut
sebagai Agroforestri (Icraf dalam Hairiah et
al. 2003)
Sistem agroforestri sederhana
Dalam Sistem agroforestri terdapat interaksi ekologi dan
ekonomis
KESESUAIAN LAHAN
UNTUK TANAMAN
AGROFORESTRI
Kesesuaian Lahan Untuk Sistem
Agroforestri

Sistem agroforestri akan lebih tepat


diterapkan pada lahan yang peka (rentan)
terjadi kerusakan (degradasi) bila diusahai
dengan sistem monokultur, atau pada lahan
yang memang telah terdegradasi, dengan
status lahan yang berada di kawasan
penyangga (buffer zone); kawasan
konservasi; bantaran sungai, waduk, danau
atau pantai laut; atau pada lahan bekas
tambang
• Dari segi bentuk relief lahan (landscape),
sistem agroforestri akan lebih tepat
diterapkan pada lahan dengan lereng
curam hingga sangat curam (berbukit),
atau pada lahan rawa, dataran pantai
pasang surut, dan pada lahan gambut.

• Kondisi lahan seperti ini jika dibuka untuk


sistem monokultur (lahan dibuka
seluruhnya) akan terjadi degradasi yang
serius.
Gambar. Kondisi lahan yang bergelombang dan berbukit serta
kritis sangat memungkinkan direhabilitasi dengan penerapan
konsep agroforestri
Michon et al. (1989)dalam penelitian
intensifnya di daerah Maninjau, Sumatera
Barat pada tahun 1983/84 mendapatkan bahwa
sistem agroforestry umumnya terdapat pada
lahan-lahan miring diantara kawasan pemukiman
(pedesaan) dengan kawasan hutan lindung.

Sistem agroforestry di daerah ini


merupakan kombinasi pohon bayur
(Pterospermum javanicum), durian (Duri
zibethinus), surian tanduk (Toona sinensis),
kayu manis (Cinnamomum burmanni), kopi
(Coffea spp.),
pisang (Musa paradisiaca), medang payung
(Actinodaphnen sp.), lamtoro (Leucaena
leucocephala), jambu bol (Eugenia
malaccensis), kenidai (Bridelia monoica),
pala(Myristica fragrans), rumput buluh
(Schizostachyum sp.), ketupa (Baccauria
dulcis), Alongium kurzii dan Pandunus
tectorius. Sistem agroforestry tersebut
ditandai dengan keragaman dan kerapatan
spesies yang tinggi dan memiliki lapisan tajuk
yang komplek.
Widaningsih dan Djakamihardja (1991)telah
melakukan studi di daerah Darmaraja-Wado,
Kabupaten Sumedang pada daerah aliran
sungai (DAS) Cimanuk Hulu berlereng curam
(28.7%) daerah berbukit cukup curam dan
daerah bergunung curam (31.8%).

Daerah penelitian merupakan kawasan


penyangga bagi kelestarian dua buah waduk,
sehingga masyarakat di sekitanya perlu
ditingkatkan kesejahteraannya agar ikut
serta menjadi pelaksana dalam memelihara
kelestarian lingkungan sekitar waduk
tersebut.
Kesesuaian Tanaman Untuk Sistem
Agroforestri
Tanaman yang sesuai digunakan untuk
mengisi komponen agroforestry harus
memiliki sifat-sifat:
1. Resisten (tahan) terhadap naungan,

Beberapa tanaman pertanian semusim ada yang


tahan tumbuh di bawah kondisi ternaungi,
meskipun lebih sesuai pada lahan terbuka.
Tanaman dari jenis tanaman obat seperti
kunyit, kencur, dan temu lawak umumnya tahan
tumbuh di bawah naungan pepohonan.
Gambar . Budidaya nenas di bawah tegakan pohon di
Desa Rumah Galuh Kecamatan Sei Bingei Kabupaten
Langkat (Foto dokumentasi: Abdul Rauf, 2007)
2. Menghendaki naungan

• Banyak tanaman yang memang menghendaki


naungan untuk tumbuh dengan baik dan
berproduksi optimal. Tanaman cacao,
misalnya hanya akan berproduksi optimal bila
diberi naungan dengan volume cahaya yang
masuk sekitar 25%.

• Demikian halnya dengan tanaman vanili, dan


asam kincong menghendaki kondisi yang
ternaungi. Beberapa tanaman pohon, seperti
meranti dan gaharu memerlukan naungan
pada stadia awal pertumbuhannya.
Gambar. Penanaman pohon meranti di lahan sela kebun
kelapa sawit dewasa (kiri: pohon meranti masih muda di
Arboretum USU Kwala Bekala; kanan: pohon meranti dengan
tinggi yang sudah sama dengan pohon kelapa sawitnya (Foto
dokumentasi: Abdul Rauf, 2007)
3. Menghendaki Sistem Hutan (Multispesies)

• Banyak tanaman pertanian, terutama


tanaman pohon, akan tumbuh dan
berproduksi dengan baik bila ditanam dalam
kondisi menyerupai hutan (multispesies)
dengan jarak tanam yang tidak beraturan,
tajuk berlapis dan bersentuhan satu dengan
lainnya, dan dibiarkan ada tetumbuhan lantai
(anakan).
Gambar. Pohon durian dan petai yang tumbuh baik pada
kondisi seperti hutan (multispesies) bersama pohon
karet,pinang dan kakao (yang memang menghendaki naungan)
di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat (Foto
dokumentasi: Abdul Rauf, 2008).
4. Jenis Tumbuhan Air

Untuk sistem agroforestry berbasis tanah


dengan muka air dangkal (mudah tergenang)
hingga tanah-tanah yang selalu tergenang
permanen (rawa-rawa) harus menggunakan
pohon dari jenis tumbuhan air. Sistem
agroforestry dengan tipe agroaquasilvikultur
atau aquasilvikultur dapat menggunakan
tanaman nipah atau rumbia (pada rawa lebak
atau rawa pedalaman) atau tanaman bakau
(pada rawa pasang surut) sebagai komponen
agroforestrynya.
Gambar. Pohon bakau yang merupakan tumbuhan mangrove
mampu (sesuai) tumbuh pada lahan tergenang di pantai
membentuk sistem agroforestrydengan tipe Aguaforestry
atau Silvofishery di Kecamatan Medang Deras Kabupaten
Batubara (Foto dokumentasi: Abdul Rauf, 2009).
Gambar. Pohon nipah (rumbia) yang sesuai tumbuh pada lahan
basah (tergenang) menjadi komponen sistem agroforestry
dengan tipe Agroaquaforestry di Kecamatan Manyak Payed
Kabupaten Aceh Tamiang (Foto dokumentasi: Abdul Rauf,
2008).
Luas Lahan Optimal untuk Usahatani
Agroforestri

• Untuk usahatani agroforestri yang dapat


memberikan penghasilan, yang dapat memenuhi
kebutuhan hidup layak bagi keluarga petani
diperlukan lahan dengan luas minimal 0,7-1,18
hektar.
• Hasil penelitian Widaningsih dan
Djakamihardja (1991) di daerah Darmaraja-
Wado, Kabupaten Sumedang pada daerah
aliran sungai (DAS) Cimanuk Hulu berlereng
curam (28.7%) hingga daerah berbukit cukup
curam dan daerah bergunung curam (31.8%).

• Hasil analisis menggunakan Program Tujuan


Ganda (Multiple Goal Programming atau
Multiple Objective Programmming)
mendapatkan gambaran penggunaan lahan yang
optimal dari berbagai kombinasi jenis tanaman
• Salah satu rekomendasi dari hasil penelitian
mereka, agar petani dapat memenuhi
sepenuhnya kebutuhan akan produksi yang
dapat dikonsumsi dan kebutuhan-kebutuhan
lainnya termasuk untuk bahan bakar dari
sistem agroforestry tersebut yang
ditawarkan, maka diusulkan setiap keluarga
petani di daerah itu harus memiliki lahan
garapan minimal 0,74-1,03 hektar.
Gambar. Skema pemanfaatan lahan kering secara optimal
untuk sistem agroforestry di kawasan penyangga TNGL
Kabupaten Langkat (Abdul-Rauf, 2004).
Gambar. Tipe Agrosilvopastural yang diterapkan oleh
kelompok tani Sadagori di Desa Nanggela Kecamatan
Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi Jawa Barat (Siagian,
dkk. 1993).
TEKNIK AGROFORESTRI POLA
MPTS
• Berdasarkan atas komponen yang dikombinasikan dalam
agroforestri, maka agroforestri dapat dikelompokkan
ke dalam Agrisilvikultur, Silvopastura, agrosilvopastura
dan silvofisheri (Hairiah dkk, 2003).

• Agroforestri yang termasuk kelompok agrisilvikultur


antara lain; pola pertanaman teras, pola pertanaman
tepi/pagar, pola tumpangsari, pola pertanaman lorong,
pola TPLM, dan pola MPTS.

• Agroforestri yang termasuk kelompok silvopastura


antara lain; pola hutan pengembalaan, pola hutan
perumputan, pola tegakan hutan pakan ternak
• Agroforestri yang termasuk kelompok agrosilvopastura
antara lain; pola tumpangsari pohon dengan palawija dan
rumput pakan ternak.

• Agroforestri yang termasuk kelompok silvofishery


antara lain; pola pertanaman pohon ditepi
kolom/tambak, serta pola budidaya ikan di daerah
mangrove atau disebut tumpangsari tambak.

• Agroforestri pola MPTS adalah sistem pengelolaan


lahan yang dilakukan dengan menanam berbagai spesies
pohon atau kekayuan yang dapat menghasilkan berbagai
komoditi, baik berupa kayu, dedaunan maupun buah-
buahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan
manusia dan untuk bahan pakan hewan ternak
(Kartasubrata, 1991)
• Agroforestri pola MPTS sangat cocok untuk
membangun kebun hutan (Forest Garden), baik dilahan
milik masyarakat maupun dalam kawasan hutan lindung
dalam pembangunan hutan kemasyarakatan (HKm).

• Manfaat agroforestri pola MPTS adalah agar


masyarakat dapat meningkatkan pendapatannya melalui
keanekaragaman komoditi yang dihasilkan dari tanaman
MPTS yang ditanam. Manfaat lain dari penerapan
agroforestri pola MPTS adalah terjaganya fungsi
ekologis dan hidro-orologis suatu lahan ( Cahyaningsih
dkk, 2006)
• Berdasarkan komoditi yang dihasilkan, spesies tanaman
MPTS dikelompokkan menjadi 10 golongan (Permenhut
No. 35/Menhut-II/2007), yaitu; golongan tanaman
penghasil resin, tanaman penghasil minyak atsiri,
tanaman penghasil minyak lemak, tanaman penghasil
pati/karbohidrat, tanaman penghasil buah-buahan,
tanaman penghasil tanin, tanaman penghasil bahan
pewarna, tanaman penghasil getah/latek, tanaman
penghasil obat-obatan, golongan tanaman
hias/ornamental.
• Contoh tanaman MPTS; Mangifera indica, Aleurites
moluccana, Durio zibethinus, Persea americana,
Nephelium lappaceum, Artocarpus heterophyllus,
Achras zapota, Psidium guajava, Parkia speciosa,
Arenga pinnata, Mangifera casturi, Gnetum gnemon, dll.
Sistem agroforestri pertanaman lorong (TPLM)
Budidaya tanaman Hutan dengan sistem pertanian
hutan/agroforestri

• Silviagrickultur/Agrisilvikultur = Campuran antara tanaman


pangan (pisang, jagung dan kopi) dengan tanaman hutan di
satu lahan yang sama
O X O X O X O X O
O O O O O O O O O O X O X O X O X O
O X X X O
O X O X O X O X O
O X X X O
O X X X Tan. Pangan O O X O X O X O X O
O X X X O O X O X O X O X O
O X X O O X O X O X O X O
O O O O O O O O O O X O X O X O X O

Pola penanaman pohon tepi Larikan berselang seling


O O X X X O O X X X
O O X X X O O X X X X X X X X X O X O
O O X X X O O X X X X O X O X X X O X
O O X X X O O X X X O X O X X O X O O
O O X X X O O X X X X X X X O X O X X
O O X X X O O X X X X O X O O X X X X
O O X X X O O X X X X X X X X X X O O
O X O X X X O X X

Pola Jalur Berselang seling Campuran Acak


• Silvopastura = Kombinasi antara komponen
atau kegiatan kehutanan dengan peternakan
• Agrosilvopastura = Kombinasi antara
komponen atau kegiatan pertanian dengan
kehutanan dan peternakan/hewan
• Agropastura = Kombinasi antara komponen
atau kegiatan pertanian dengan
peternakan/hewan
• Silvofiseri= Kombinasi antara tanaman hutan
dengan perikanan di lahan yang sama

•Penerapan Mina Hutan (Sylvofishery) dikawasan


ekosistem hutan mangrove diharapkan dapat tetap
memberikan lapangan kerja bagi petani disekitar
kawasan tanpa merusak hutan itu sendiri dan
adanya pemerataan luas lahan bagi masyarakat.

•Adapun contoh sistem Mina Hutan yang dapat


diaplikasikan adalah sistem empang parit dan
sistem empang inti.
•Sistem empang parit adalah sistem mina hutan
dimana hutan bakau berada di tengan dan kolam
berada di tepi mengelilingi hutan.
•Sebaliknya sistem empang inti adalah sistem mina
hutan dengan kolam di tengah dan hutan
mengelilingi kolam
• Menurut FAO (1989)
agroforestri merupakan suatu sistem
penggunaan lahan yang tepat untuk mendukung
pertanian berkelanjutan, karena disamping
memiliki konstribusi produksi yang nyata dan
beragam, juga fungsi konservatif terhadap
lingkungan dan keadaan sosial sehingga
menjamin ekonomi yang lebih luas dan
keamanan pangan lebih tinggi.
INDIKATOR TERSELENGGARANYA SISTEM
PERTANIAN BERKELANJUTAN DALAM
AGROFORESTRI
Beberapa indikator terselenggaranya sistem
pertanian yang berkelanjutan dalam
Agroforestri
• Dapat dipertahankannya sumber daya alam
sebagai penunjang produksi tanaman dalam
jangka panjang,
• Penggunaan tenaga kerja yang cukup rendah,
• Tidak adanya kelaparan tanah,
• Tetap terjaganya kondisi lingkungan tanah dan
air,
• Rendahnya emisi gas rumah kaca serta
• Terjaganya keanekaragaman hayati
CONTOH sistem PHBM
(sistem pengelolaan hutan bersama masyarakat)

No lokasi Komoditi Petani terlibat


1 Perhutani KPH Madiun Jati + tanaman pangan
dan Ngawi (jagung, kedelai,
2 KPH Banyuwangi Hutan + jagung (550 ha) 2750
Selatan
3 KPH Banyuwangi Barat Damar / pinus + vanili + 2250
lidah buaya
4 KPH Kediri Sengon + nanas (4000 ha) 8700
5 KPH Blitar Jati + jeruk + pepaya 550
6 Lampung gamal (Gliricisidia 750
sepium), dadap (Erythrina
sp.), sengon
(Paraserianthes
falcataria) atau lamtoro
(Leucaena leucocephala)
Kopi (Coffea canephora)
Integrasi tanaman Albizia dan kopi
Aspek Ekologi :
• Albizia sebagai tanaman pelindung bagi tanaman kopi
• Albizia sebagai tanmanan legum dapat menyumbangkan N
bagi tanah
• Konservasi tanah dan air dan mengurangi erosi tanah
• Sebagai rosot karbon
• Memperbaiki iklim mikro

Aspek Ekonomi :
• Pendapatan semesteran
dari biji kopi
• Tabungan pendapatan dari
tanaman Albizia
Integrasi tanaman lada-gamal-kambing

Aspek Ekologi :
• Gamal sebagai tanaman pelindung dan tiang panjat
bagi tanaman lada dan menyumbangkan bahan
organik bagi tanah
• Kotoran kambing dapat menyumbang bahan
organik dan N bagi tanah.
• Bahan organik akan meningkatkan kesuburan tanah
dan sangat baik untuk menunjang pertumbuhan
tanaman lada
Aspek Ekonomi :
• Adanya sumbangan unsur N dari tanaman Gamal
dapat menghemat pemberian pupuk urea pada
tanaman lada
• Kotoran kambing dapat diolah menjadi bokashi
dan mengurangi pengeluaran petani untuk
pembelian pupuk organik.
• Produktivitas tanaman lada meningkat (rata-rata
576 kg/ha/tahun, lebih baik dari cara petani
dengan produksi hanya 266 kg/ha/thn)
Integrasi tanaman kaliandra-lebah madu
(Apicultur) dan Peternakan
Pengetahuan, Pengetahuan
ilmiah dan Pengetahuan Lokal
dalam Agroforestry
Pengetahuan adalah informasi yang diketahui
oleh seseorang. (Wikipedia Bahasa).

Pengetahuan adalah berbagai gejala yang


ditemui dan diperoleh manusia melaluli
pengamatan akal.Pengetahuan muncul ketika
seseorang menggunakan akal untuk mengenali
benda atau kejadian tertentu yang belum
pernah dilihat atau dirasakan
sebelumnya.(Wikipedia Bahasa Indonesia,
Pengetahuan , Artikel)
• Contoh Pengetahuan : Ketika seseorang
mencicipi masakan yang baru dikenalnya ia
akan mendapatkan pengetahuan tentang
bentuk, rasa dan aroma dari masakan itu.

• Pengetahuan adalah sesuatu yang hadir dan


terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang
dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan
hubungan dengan lingkungan alam sekitarnya. .(
Mahammad Adlany,Hal : 1 )
Pengetahuan bisa didapatkan dengan beberapa
cara :
1) Melakukan Pengamatan dan Observasi
yang dilaksanakan secara emfiris dan rasional.
2) Melalui Pengalaman pribadi manusia yang
terjadi berulang kali.
3) Melalui akal budi yang kemudian dikenal
sebagai rasionalisme.
Ciri-ciri ilmu pengetahuan yang bersifat
ilmiah:
1) Mempunyai derajat kepastian yang tinggi,
dimana pijakan berpikirnya dilandasi
pengetahuan yang luas.
2) Mempunyai alur berpikir yang sistematis dan
sistemik.
3) Memiliki kadar kebenaran yang luas dan
disepakati bersama, sehinggah
pengetahuan ilmiah mempunyai metode ilmiah
yang sama. (Wahidin, Filsafat dan Ilmu,
2009)
Dengan ilmu manusia memanipulasi dan
menguasai alam. Dengan mempelajari alam
manusia dapat mengembangkan pengetahuan.
Pengetahuan berkembang melalui pengalaman
dan rasionalisme yang didukung oleh metode
mencoba-coba ( trial-and error). (Jujun S.
Suriasumantri, Hal : 105-106).
Rasionalisme dan metode coba-coba
mempunyai peranan penting dalam usaha
manusia untuk menemukan penjelasan
mengenai berbagai gejala alam.

Rasionalisme sebagai pengetahuan yang


diperoleh lewat pengalaman secara tidak
sengaja dan kebetulan. ( Jujun S.
Suriasumantri, Hal : 107 )
Karakteristik Rasionalisme adalah :
1)Landasannya berakar pada adat dan tradisi
maka rasionalisme cendrung untuk bersipat
kebiasaan dan pengulangan.
2)Landasannya kurang kuat maka rasionalisme
cendrung bersipat kabur dan samar-samar.
3)Karena kesimpulannya berdasarkan asumsi
yang tidak dikaji maka
merupakan pengetahuan yang tidak teruji.
(Jujun S. Suriasumantri, Hal : 107 )
• Untuk mengembangkan ilmu menjadi
rasionalisme dan teruji kebenarannya maka
berkembanglah metode eksperimen yang
merupakan jembatan antara penjelasan teori
dengan pembuktian secara empiris. Metode
inilah yang dinamakan metode ilmiah.
Pengetahuan Lokal (Indigenous)

• Pengetahuan lokal merupakan hasil dari proses


belajar berdasarkan pemahaman petani
sebagai pelaku utama pengelola sumber daya
lokal.

• Dinamisasi pengetahuan sebagai suatu proses


sangat berpengaruh pada corak pengelolaan
sumber daya alam khususnya dalam sistem
pertanian lokal (Sunaryo & Joshi 2003).
• Pengetahuan lokal juga dapat sebagai masukan
dalam meningkatkan kehidupan petani, baik
dari segi ekonomi, ekologi dan sosialnya
(Mulyoutami et al. 2004).

• Pengetahuan ekologi lokal merupakan


pengetahuan suatu komunitas lokal mengenai
suatu ekosistem dan interaksi antar komponen
dalam suatu ekosistem tersebut.
KERAGAMAN HAYATI PADA SISTEM PERTEMUAN KE-9
AGROFORESTRI
KEANEKARAGAMAN HAYATI
DEFINISI
keanekaragaman hayati adalah variasi kehidupan yang ditemukan di suatu tempat di
bumi (Encyclopaedia Britannica, 2015).
Keanekaragaman hayati dikenal dalam Bahasa inggris dengan Biodiversity dan dikenal
dalam istilah serapan Bahasa Indonesia dengan Biodiversitas.
Bruce A.Wilcox (1985) dalam penelitiannya untuk perserikatan bangsa-bangsa,
menyatakan bahwa biodiversitas adalah keanekaragaman makhluk hidup, pada semua
level biologis, mulai dari organisme hingga bioma dan ekosistem.
Beberapa ahli dan lembaga lain juga mendefinisikan tentang keanekragaman hayati
dengan pengertian yang tidak terlalu berbeda. Namun secara umum, biodiversitas
dimaknai dengan keanekaragaman makhluk hidup di suatu wilayah tertentu.
TINGKAT KEANEKARAGAMAN HAYATI
Tingkat keanekaragaman hayati terdiri atas 3 bagian, yaitu:
 Keanekaragaman Gen
 Keanekaragaman Jenis
 Keanekaragaman Ekosistem
KEANEKARAGAMAN HAYATI
MANFAAT
Tingkat Biodiversitas pada suatu wilayah berkaitan dengan tingkat
kemanfaatan bagi lingkungan dan siapapun yang tinggal di
wilayah tersebut. Manfaat tersebut antara lain adalah jasa
lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi sebagai sumber
daya alam.
KEANEKARAGAMAN HAYATI
MANFAAT: JASA LINGKUNGAN
Jasa lingkungan adalah dampak positif terhadap kualitas lingkungan dalam
hal ini oleh flora atau fauna.
Dampak positif tersebut antara lain:
 Menjaga siklus air dan meningkatkan serapan air tanah.
 Menjaga dan meningkatkan siklus hara.
 Memacu pembentukan tanah dan organisme tanah.
 Mengurangi polusi
 Menjaga dan memperbaiki iklim lokal
 Menjaga siklus biogeokimia alami.
KEANEKARAGAMAN HAYATI
MANFAAT: SOSIAL
Manfaat keanekaragaman hayati secara sosial antara lain:
 Bagian dari sistem kepercayaan lokal
 Wahana pendidikan terapan atau aplikatif kepada pelajar dan
mahasiswa.
 Wahana rekreasi dan pariwisata terutama bagi masyarakat sekitar
 Menjadi bagian penting dari kebudayaan lokal. Contohnya adalah
hutan-hutan adat, gunung suci, atau kawasan laut yang dianggap
sakral
KEANEKARAGAMAN HAYATI
MANFAAT: EKONOMI
Manfaat keanekaragaman hayati secara ekonomi antara lain:
 Memenuhi kebutuhan pokok masyarakat sekitar.
 Sumber daya alam yang dapat diperbarui dan menghasilkan.
 Bahan baku industry.
 Plasma nutfah bagi generasi hewan dan tumbuhan berikutnya.
 Wahana ekowisata yang mendorong perekonomian lokal dan
meningkatkan pendapatan.
PENGEMBANGAN AGROFORESTRI
Agroforestri diharapkan mampu meningkatkan ekonomi masyarakatnya
melalui diversifikasi penanaman tanaman pangan, pohon dan pemeliharaan
ternak sekaligus mempertahankan kelestarian lingkungan. Usaha tersebut juga
bermanfaat untuk membangun kembali layanan-layanan ekosistem melalui
penyediaan bahan pangan, energi, keanekaragaman hayati, pengembangan
pengetahuan, sosial-budaya, layanan-layanan pendukung produksi pertanian
seperti siklus nutrisi dan pengendalian hama penyakit.
LAHAN KOPI DENGAN SISTEM AGROFORESTRI

BAGAIMANA SISTEM INI DIKEMBANGKAN?


SISTEM AGROFORESTRI DAPAT DIKEMBANGKAN
DARI DUA KONDISI
1. LAHAN KOSONG  Ditanami Bergiliran/Bersamaan [dengan jenis-jenis produktif
dan bernilai ekonomi tinggi]  Tanaman
Hutan/Perkebunan/pertanian

2. LAHAN BERVEGETASI  TERDEGRADASI  RUSAK SEBAGIAN  Ditanami untuk


mengisi bagian yang rusak  ditanami jenis produktif
dan bernilai ekonomi tinggi
Bismark dan Sawitri (2006) menyebutkan agroforestri yang
terletak dekat hutan alam terdapat komponen jenis tumbuhan
hutan yang beragam. Agroforestri di Krui Lampung dan di
Maninjau Sumatera Barat terdapat 300 spesies tumbuhan. Jenis
tumbuhan hutan di desa sekitar Gunung Halimun mencapai 464
jenis dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kepentingan
bangunan, sumber pakan, obat tradisional, kayu bakar, pakan
ternak, dan upacara adat sejumlah 464 jenis (Harada et al 2001).
TINGKAT KEANEKARAGAMAN
Pada sistem agroforestri, tingkat keanekaragaman baik Gen maupun Spesies lebih
rendah dibandingkan pada hutan alam.
Namun tingkat keanekaragamannya jauh lebih tinggi dibandingkan pada sistem
perkebunan/monokultur maupun pertanian (pada kondisi tertentu).
Agroforestri mempertemukan kebutuhan sosial-ekonomi manusia dengan kebutuhan
mempertahankan kondisi Ekologi.
Nilai keuntungan secara ekonomi tidak maksimal seperti perkebunan/pertanian
Tapi nilai ekologis lebih tinggi karena tanaman kehutanan dipertahankan
KURVA KEMUNGKINAN PRODUKSI DALAM
SYSTEM AGROFORESTRI
Tanaman kehutanan dalam sistem
AF memungkinkan perbaikan
ekologi dan meningkatkan jasa
lingkungan bukan saja bagi
manusia tapi bagi fauna besar,
organisme tanah dan lainnya.
TUGAS
CARILAH REFERENSI LAIN BERUPA STUDI KASUS TENTANG AGROFORESTRI DAN
BIODIVERSITAS BAIK DI INDONESIA MAUPUN NEGARA LAIN.
BUAT DALAM TULISAN MAKSIMAL 2 LEMBAR UK. KERTAS A4.
KUMPULKAN SECARA BERKELOMPOK PADA AKHIR PERTEMUAN KE-11
AGROFORESTRI
BERDASARKAN KOMPONEN
PENYUSUNNYA

Surnayanti. S.Hut., M.Si. Dosen Jurusan Kehutanan FP-UNILA


Pengklasifikasian agroforestri berdasarkan komponen
penyusunnya dapat dibagi berdasarkan keseuai aspek
dengan perspektif dan kepentingannya

Pengklasifikasain yang dimaksud adalah untuk melihat


kompleksitas agroforestri dibanding dengan metode
penanaman tanaman yang monukultur (baik dilihat dari
tanaman kehutanan maupun tanaman pertanian).

Tujuan dari klasifikasi ini adalah untuk membantu melihat


implementasi agroforestri guna mengoptimalkan fungsi dan
manfaatnya lahat yang dimili masyarakat.
1. Agrisilvikultur (grisilvicultural systems)
2. Silvopastura (Silvopastural systems)
3. Agrosilvopastura (Agrosilvopastural
systems)
Agrisilvikultur adalah dalam agroforestri merupakan kombinasi
antara tanaman kehutanan (kayu) dan tanaman pertanian.

 Sistem ini adalah sistem dari agroforestri yang paling umum


dan paling sering ditemui dilapangan dan dipraktekan di
lapangan.

Sistem agrisilvikultur, ditanam pohon serbaguna atau pohon


dalam rangka fungsi pelindung pada lahan-lahan pertanian.
Sedangkan tanaman pertanian sering digunakan sebagai
tanaman penutup antara tanaman berkayu dan tergantung tujuan
penanamannya apakah tanaman pertanian ini dijadikan sebagai
komoditas utama atau komoditas sampingan dalam
usahataninya (Mustofa Agung Sardjono, Djogo dan Arifin,H.S,
2003)
contoh dilapangan yang sering kali kita jumpai:
komponen penyusunnya merupakan tanaman berkayu
(misal dalam pola pohon peneduh gamal/Gliricidia sepium
atau pohon dadap pada perkebunan kopi).

Contoh di atas bisa juga dikatagorikan sebagai


agrisilvikultur karena tanaman gamal atau dadap di tanam
untuk melindungi tanaman kopi yang merupakan tanaman
yang membutuhkan penaung untuk pertumbuhanya selain
itu tamanan kehutanan juga sebagai pelindung dan
konservasi tanah pada tanaman kopi
Silvopastura (Silvopastural systems)

Sistem agroforestri ini meliputi komponen kehutanan atau tanaman berkayu


dengan komponen peternakan atau binatang ternak (pasture) disebut sebagai
sistem silvopastura.

Kedua komponen dalam silvopastura seringkali tidak dijumpai pada ruang dan
waktu yang sama, misal penanaman rumput hijauan ternak di bawah tegakan
pinus, atau yang lebih ekstrim lagi adalah sistem pola pagar hidup atau pohon
pakan serbagunapada lahan pertanian, yang biasnya pagar hidup sebagai pakan
ternak berada di lokasi yang berbeda dengan lokasi kandang ternak.

Meskipun demikian, banyak pegiat agroforestri tetap mengelompokkan dalam


model silvopastura, karena interaksi aspek konservasi dan ekonomi (jasa dan
produksi) bersifat nyata dan terdapat komponen berkayu pada manajemen lahan
yang sama (Mustofa Agung Sardjono, Djogo dan Arifin,H.S, 2003).
Agrosilvopastura (Agrosilvopastural systems)
Agrosilvopastura (Agrosilvopastural systems) yaitu sistem
pengelolaan lahan yang memiliki tiga fungsi produksi sekaligus, antara
lain sebagai penghasil kayu, penyedia tanaman pangan dan juga
padang pengembalaan untuk memelihara ternak. Ketiga fungsi
tersebut bisa maksimal jika lahan yang dikelola memiliki luasan yang
cukup. Bila terlalu sempit maka akan timbul kompetisi negatif antar
komponen penyusun (Fidi Mahendra, 2009).

Pengkombinasian dalam agrosilvopastura dilakukan secara


terencana untuk mengoptimalkan fungsi produksi dan jasa (khususnya
komponen berkayu/kehutanan) kepada manusia/masyarakat (to
serve people) (Mustofa Agung Sardjono, Djogo dan Arifin,H.S, 2003)
Contoh praktek agrosilvopastura yang ada diluar jawa
maupun yang ada di pulau jawa yaitu:

1. berbagai bentuk kebun pekarangan (home-gardens)


2. kebun hutan (forest-gardens)
3. kebun desa (village-forest-gardens) seperti sistem Parak
di Maninjau (Sumatera Barat) atau Lembo dan
Tembawang di Kalimantan
4. dan berbagai bentuk kebun pekarangan serta sistem
Talun di Jawa
Sylvofishery

Salah satu jenis agroforestri yang menerapkan


sistem pengelolaan lahan yang dirancang untuk
menghasilkan kayu sekaligus berfungsi sebagai tambak
ikan.Penerapan agroforestri Sylvofishery biasanya
menjadikan tanaman kayu sebagai pelindung kolam
ikan dari terik matahari, tanaman kayu ditanam
disekeliling kolam ikan (Fidi Mahendra, 2009)
Apiculture
Apicultureyaitu sistem pengelolaan lahan yang memfungsikan
pohon-pohon yang ditanam sebagai sumber pakan lebah madu.
Selain memproduksi kayu, juga menghasilkan madu yang memiliki
nilai jual tinggi dan berkhasiat sebagai obat.
Apiculture banyak ditemui di kawasan dekat hutan dengan jenis
lebah tertentu (Fidi Mahendra, 2009)

Sericulture
Sistem pengintegrasian dalam agroforestri yang menjadikan pohon-
pohon untuk memelihara ulat sutra. Sehingga murbei yang menjadi
makanan pokok ulat sutra harus ada dalam jumlah yang besar pada
lahan tersebut. Sistem ini hanya
menjadikan tanaman murbei sebagai pakan bagi ulat sutra saja
tanpa ada pemanfaatan penuh dari tanaman murbei (Fidi Mahendra,
2009).
Multipurpose forest tree production system

Multipurpose forest tree production system yaitu sistem pengolahan lahan


yang mengambil berbagai macam manfaat dari pohon baik kayunya,
buahnya, maupun daunnya. Sistem ini merupakan pengoptimalan fungsi
pohon yang ditanam. Sistem ini merupakan kombinasi antara pohon
penghasil kayu, penghasil buah maupun diambil daunnya untuk hijauan
makanan ternak. Sistem ini menitikberatkan pada integrasi pada tanaman
kayu atau pohon dengan ternak (Fidi Mahendra, 2009)
Daftar Referensi

Fidi Mahendra. 2009. Sistem Agroforestri dan Aplikasinya. Graha Ilmu, Yogyakarta

Hairiah, K, S. Sabarnurdin dan M. A. Sardjono. 2003. Pengantar Agroforestry. Lecture Notes.


ICRAF. Bogor.

Mustofa Agung Sardjono, Djogo, T dan Arifin,H.S. 2003. Klasifikasi Pola Kombinasi Komponen
Agroforestri. World Agroforestry Center Southeast Asia.Bogor

Nawir, Dkk. 2008. Rehabilitasi Hutan Indonesia dengan Tanaman Serba Guna. Dinas Pertanian
Semarang.

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia. 2012. Tentang Pedoman Teknis Kebun Bibit
Rakyat.

Indriyanto. 2009. Struktur dan keanekaragaman flora pada komunitas hutan yang dikelola petani
dalam Register 19 Provinsi Lampung. Tesis. Universitas
Lampung, Bandar Lampung.

Indriyanto. 2010. Pengantar Budidaya Hutan. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Verheij, E. W. M. dan Coronel, R. E. 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara: Buah-buahan
yang Dapat Dimakan. PT Gramedia. Jakarta.
TERIMA KASIH
AGROFORESTRI BERDASARKAN KOMPONEN
PENYUSUNNYA (LANJUTAN)
Surnayanti, S.Hut., M.Si
Dosen Jurusan Kehutanan FP-UNILA
Setiap komponen agroforestri mempunyai fungsi dari salah satu
atau lebih yang meliputi fungsi ekologis dan fungsi ekonomis
(Indriyanto, 2010)

Fungsi ekologis yang dimaksud:


1. Sebagai pengendali iklim
2. Konservasi tanah dan air
3. Sebagai penaung
4. Sebagai sumber pakan liar
5. Sebagai sumber pakan ternak dll
Fungsi ekonomis:
1. Sebagai bahan makanan

2. Bahan obat-obatan

3. Kosmetik

4. Tekstil

5. Sumber energi (Kayu Bakar)

6. Dan sumber bahan bangunan


Contoh Agroforestri di Gading Rejo Kecamatan Pringsewu
Fungsi akan selalu sama walaupun pengklasifikasinnya berbeda-beda

Klasifikasi berdasarkan masa perkembangannya


Agroforestri tradisional atau klasik

Pada masyarakat sering kita jumpai komponen tanaman


kehutanan, pertanian atau ternak yang dijadikan pada suatu
tempat. Hal seperti ini sering kita jumpai pada masyarakat
pedesaan.

Menurut Thaman (1988) mendefinisikan agroforestri tradisional


atau kelasik adalah pengkombinasinan tanaman pertanian
maupun tanaman kehutanan yang bisa memberikan manfaat
secara ekonomi dan ekologis
Repong Damar Krui Pesisir Barat
Agroforestri modern

Agroforestri diperkenalkan pada tahun 70-an dan setelah


itu dikembangkan sejak itu agroforestri dikategorikan
sebagai agroforestri modern.
sistem taungya (tumpangsari) pertama kali
diperkenalkan oleh Sir Dietrich Brandis (seorang
rimbawan Jerman yang bekerja untuk kerajaan Inggris)
di Burma (atau Myanmar sekarang) pada pertengahan
abad XIX
Sistem ini merupakan sebagai cikal bakal agroforestri
modern, agroforestri modern umumnya merupakan
pengkombinasian antara tanaman keras atau pohon
komersial dengan tanaman sela terpilih.
Agroforestri skala subsisten (Subsistence agroforestry)

Sesuai dengan skalanya yang subsisten (seringkali diistilahkan ‘asal-hidup’),


maka bentuk-bentuk agroforestri dalam klasifikasi ini diusahakan oleh
pemilik lahan sebagai upaya mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Ada beberapa ciri-ciri penting yang bisa dijumpai adalah:


a. Lahan yang diusahakan terbatas
b. Jenis yang diusahakan beragam dan biasanya hanya merupakan jenis-
jenis lokal non-komersial saja
c. Pengaturan penanaman tidak beraturan Pemeliharaan/perawatan
serta aspek pengelolaan lainnya tidak intensif.
DAFTAR REFERENSI

Hairiah, K, S. Sabarnurdin dan M. A. Sardjono. 2003. Pengantar Agroforestry.


Lecture Notes. ICRAF. Bogor.
Nawir, Dkk. 2008. Rehabilitasi Hutan Indonesia dengan Tanaman Serba Guna. Dinas
Pertanian Semarang.

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia. 2012. Tentang Pedoman Teknis Kebun Bibit
Rakyat.

Indriyanto. 2009. Struktur dan keanekaragaman flora pada komunitas hutan yang dikelola
petani dalam Register 19 Provinsi Lampung. Tesis. Universitas
Lampung, Bandar Lampung.

Indriyanto. 2010. Pengantar Budidaya Hutan. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Verheij, E. W. M. dan Coronel, R. E. 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara: Buah-buahan
yang Dapat Dimakan. PT Gramedia. Jakarta.
TERIMA KASIH
INTERAKSI ANTAR KOMPONEN
AGROFORESTRI
Surnayanti. S.Hut., M.Si. Dosen Jurusan Kehutanan FP-UNILA
 Pengkombinasian berbagai jenis tanaman dalam suatu tempat sacara
otomati akan terjadinya interaksi ekologi diantara tanaman-tanaman
yang di kombinasikan.

 Namun jenis-jenis interaksi ekologi yang terjadi bergantung pada jenis


tanaman yang di kombinasikan.

 Semakin banyak jenis tanaman maka akan semakin banyak pula jenis
tanaman yang di interaksikan

 Masing masing jenis interaksi ekologi antar tanaman memiliki


pengaruh yang berbeda-beda dari segi sifat maupun dari segi
besarnya tanaman terhadap interaksi
Sumber: Khairiah et al
Interaksi Tanaman pada lahan Agroforestri
Bentuk Kompotensi tanaman
A. Interaksi langsung
B. Interaksi tidak langsung
dengan merubah lingkungan
C. Interaksi tidak langsung
dengan menstimulir
pertumbuhan musuh

Sumber: Khairiah et al., 2003


Sumber: Khairiah et al , 2003
Penyebab terjadinya interaksi Ekologi Antartanaman menurut indriyanto
(2017):

1. Kebutuhan setiap spesies tanaman mengenai ruang tumbuh yang


memadai untuk hidup dan pertumbuhan yang optimal
2. Kebutuhan setiap spesies mengenai intesas radiasi matahari dengan
kisaran toleransi tertentu untuk hidup optimal
3. Kebutuhan hara setiap spesies
4. Kebutuhan air dengan kisaran toleransi tertentu untuk hidup dan
pertumbuhan yang optimal
5. Kebutuhan tanaman mengenai faktor-faktor edapis dan klimatis
lainnya mengenai kisaran toleransi untuk pertumbuhan yang optimal
6. Kebutuhan tanaman lainnya sebagai penopang
7. Kebutuhan tanaman lainnya sebagai tempat tumbuh untuk
mengandalkan makanan tanaman yang di tempeli
8. Eksudasi zat allelophathy yang dilakukan oleh spesies tanaman
melalui penguapan, pencucian oleh air hujan dan melalui pelapukan.
DAFTAR REFERENSI

Hairiah, K, S. Sabarnurdin dan M. A. Sardjono. 2003. Pengantar Agroforestry.


Lecture Notes. ICRAF. Bogor.

Nawir, Dkk. 2008. Rehabilitasi Hutan Indonesia dengan Tanaman Serba Guna.
Dinas Pertanian Semarang.

Indriyanto. 2009. Struktur dan keanekaragaman flora pada komunitas hutan


yang dikelola petani dalam Register 19 Provinsi Lampung. Tesis. Universitas
Lampung, Bandar Lampung.

Indriyanto. 2010. Pengantar Budidaya Hutan. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Indriyanto. 2017. Ekologi Hutan. PT Bumi Aksara. Jakarta

Verheij, E. W. M. dan Coronel, R. E. 1997. Sumber Daya Nabati Asia


Tenggara: Buah-buahan yang Dapat Dimakan. PT Gramedia. Jakarta.
TERIMA KASIH
Pada sistem pertanian monokultur, jarak
tanam yang terlalu dekat akan
mengakibatkan kompetisi akan air dan
hara.
Bila jarak tanamnya diperlebar maka besarnya
tingkat kompetisi tersebut semakin
berkurang. Dalam praktek di lapangan,
petani mengelola tanamannya dengan
melakukan pengaturan pola tanam,
pengaturan jarak tanam, pemangkasan
cabang dan ranting dan sebagainya.
Pada sistem campuran dari berbagai jenis tanaman
(pohon dengan tanaman semusim, atau hanya
pepohonan saja), maka setiap jenis tanaman dapat
mengubah lingkungannya dengan caranya sendiri.
Sebagai contoh, jenis tanaman yang bercabang
banyak akan menaungi tanaman yang lain.
Proses saling mempengaruhi, baik yang menguntungkan
maupun yang merugikan, antar komponen penyusun
sistem campuran ini (termasuk system agroforestri) sering
disebut dengan ‘interaksi’. Secara ringkas digambarkan
secara skematis
Proses Terjadinya Interaksi

Dalam sistem pertanian campuran, kompetisi antar


tanaman yang ditanam berdampingan pada satu lahan
yang sama sering terjadi, bila ketersediaaan sumber
kehidupan tanaman berada dalam jumlah terbatas.
Kompetisi ini biasanya diwujudkan dalam bentuk
hambatan pertumbuhan terhadap tanaman lain.
Hambatan dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Hambatan secara langsung, misalnya melalui
efek allelophathy

Hambatan tidak langsung dapat melalui


1. berkurangnya intensitas cahaya karena naungan pohon,
2. atau menipisnya ketersediaan hara dan air karena
dekatnya perakaran dua jenis tanaman yang
berdampingan.
3. Tanaman kadang-kadang mempengaruhi tanaman lain
melalui ‘partai ketiga’ yaitu bila tanaman tersebut
dapat menjadi inang bagi hama atau penyakit bagi
tanaman lainnya
Faktor Penyebab Terjadinya Interaksi

Secara umum interaksi yang bersifat negatif dapat


terjadi karena
(1) keterbatasan daya dukung lahan yang menentukan
jumlah populasi maksimum dapat tumbuh pada
suatu lahan; dan
(2) keterbatasan faktor pertumbuhan pada suatu lahan
Keterbatasan Faktor Pertumbuhan

adalah satu sarat terjadinya kompetisi adalah


keterbatasan faktor pertumbuhan (air, hara dan cahaya)
POLA PENGKOMBINASIAN KOMPONEN
AGROFORESTRI
Pola Kombinasi ?
Secara sederhana agroforestri merupakan
pengkombinasian komponen tanaman berkayu
(woody plants)/kehutanan (baik berupa pohon,
perdu, palempaleman, bambu, dan tanaman berkayu
lainnya) dengan tanaman pertanian (tanaman
semusim) dan/atau hewan (peternakan), baik secara
tata waktu (temporal arrangement) ataupun secara
tata ruang (spatial arrangement).
Menurut von Maydell (1985), kombinasi yang ideal
terjadi bila seluruh komponen agroforestri secara
terus menerus berada pada lahan yang sama.

Pengkombinasian berbagai komponen dalam


sistem agroforestri menghasilkan berbagai reaksi,
yang masing-masing atau bahkan sekaligus dapat
dijumpai pada satu unit manajemen, yaitu
persaingan, melengkapi, dan ketergantungan (von
Maydell, 1987).
Kombinasi Menurut Dimensi Waktu

Pengkombinasian secara tata waktu dimaksudkan


sebagai durasi interaksi antara komponen
kehutanan dengan pertanian dan atau peternakan.
Kombinasi tersebut tidak selalu nampak di
lapangan, sehingga dapat menimbulkan
kesalahpahaman bahwa suatu bentuk
pemanfaatan lahan tidak dapat dikategorikan
sebagai agroforestri.
Kombinasi secara permanen (permanent
combination)
Kombinasi komponen agroforestri ini dapat terdiri
dari komponen kehutanan dengan paling sedikit satu
dari komponen pertanian dan peternakan.

Kombinasi permanen ini dapat dijumpai dalam


tiga kemungkinan, yaitu:
1. Kombinasi komponen kehutanan, pertanian,
dan peternakan berkesinambungan selama
lahan digunakan (co-incident).
2. Pemeliharaan tegakan/pohon-pohon secara
permanen pada lahan-lahan pertanian
sebagai sarana memperbaiki lahan, tanaman
pelindung, atau penahan air.
3. Pemeliharaan/penggembalaan ternak secara
tetap (berjangka waktu tahunan) pada lahan-
lahan hutan/bertumbuhan kayu, tanpa
melihat pada umur tegakan
Kombinasi secara sementara (temporary
combination)
1. Penggembalaan ternak atau kehadiran hewan di
kawasan berhutan/bertumbuhan kayu hanya
dilakukan pada musim-musim tertentu (continous
interpolated).
2. Penggembalaan ternak atau kehadiran hewan di
kawasan berhutan/bertumbuhan kayu pada awalnya
dibatasi dengan pertimbangan keselamatan
permudaan
3. Di Sahel (satu kawasan di Afrika), pohon Acacia albida
tumbuh permanen pada lahan usaha dan pada musim
hujan memberikan perlindungan dan pupuk hijau bagi
tanaman gandum
Kombinasi Secara Tata Ruang

Penyebaran berbagai komponen,


khususnya komponen kehutanan dan
pertanian, dalam suatu sistem agroforestri
dapat secara horizontal (bidang datar)
ataupun vertikal. Penyebaran terrsebut
juga dapat bersifat merata atau tidak
merata (Combe dan Budowski, 1979).
Penyebaran merata, apabila komponen berkayu
(kehutanan) secara teratur bersebelahan dengan
komponen pertanian, baik dikarenakan permudaan
alam ataupun penanaman

Penyebaran tidak merata, apabila komponen berkayu


(kehutanan) ditempatkan secara jalur di pinggir atau
mengelilingi lahan pertanian.
Penyebaran secara horizontal

Penyebaran secara horizontal ditinjau dari bidang datar pada


lahan yang diusahakan untuk agroforesti (dilihat dari atas,
sebagaimana suatu potret udara). Penyebaran komponen
penyusun agroforestri secara horizontal memiliki berbagai
macam bentuk, sebagai berikut:
Penyebaran Secara Vertikal

Berbeda dengan penyebaran secara horizontal, maka penyebaran


vertical dilihat dari struktur kombinasi komponen penyusun
agroforestri berdasarkan bidang samping atau penampang
melintang (cross-section). Yang terlihat bukan hanya strata
kombinasi, tetapi juga kemerataan distribusi masing-masing jenis.
Keseluruhan dari penyebaran horizontal di atas juga dapat
dikombinasikan dengan penyebaran vertikal, yaitu:
•Merata dengan beberapa strata, di mana komponen
kehutanan dan pertanian tersebar pada sebidang lahan
dengan strata yang sistematis. Kondisi ini umumnya
dijumpai pada bentuk-bentuk agroforestri yang
modern dan berskala komersial.
•Tidak merata, di mana komponen kehutanan dan
pertanian tersusun dalam strata yang tidak beraturan
(acak/random) pada sebidang lahan. Struktur tidak
merata lebih banyak dijumpai pada agroforestri
tradisional yang lebih polikultur. Struktur ini sangat
berkaitan dengan diversitas (diversity), atau aspek
kelimpahan jenis (species richness) dan kemerataannya
(eveness).
PENERAPAN AGROFORESTRI
(PADA ASPEK EKONOMI & BUDAYA MASYARAKAT)
1. Pendahuluan
2. Perhutanan Sosial (Social Forestry), Hutan Rakyat
(Farm-Forestry) dan Hutan Kemasyarakatan
(Community-Forestry)
3. Jenis, Pola dan Potensi Hutan Hak/ Rakyat (Farm
Forestry)
4. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan
Perhutanan Sosial di Indonesia
1. Pendahuluan
Dampak Alih fungsi lahan hutan :
1. Erosi,
Agroforestry Alternatif Solusi 2. Kepunahan flora dan fauna,
3. Banjir, kekeringan
4. Perubahan iklim global

Bentuk operasional pengelolaan

Perhutanan Sosial
(Social-Forestry)

Hutan Kemasyarakatan Hutan Hak ?


(Community-Forestry) (UU N0. 41 Th.1999 )
2. Perhutanan Sosial (Social Forestry); Hutan Rakyat (Farm-Forestry) &
Hutan Kemasyarakatan (Community-Forestry)
Perhutanan Sosial (Social-Forestry) = kebijakan kehutanan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (di sekitar
hutan) dengan melibatkan peran serta pihak2 lain, dapat
dilakukan di mana saja (lahan pribadi, umum , kawasan hutan
yang diijinkan )
Hutan Hak/Rakyat= yang tumbuh /ditanam di atas tanah milik,
perorangan/kelompok(hutanadat-marga)/badan hukum
(kopermas) (Zain, 1998).
materi & penjelasan UU nomor 41 tahun 1999, psl. 2, ciri-ciri
hutan rakyat : a. hutan yang diusahakan sendiri, bersama
orang lain atau badan hukum, b. berada diatas tanah milik atau
hak lain berdasarkan aturan perundang-undangan, c. dapat
dimiliki berdasarkan penetapan menteri
2. Perhutanan Sosial (Social Forestry), Hutan Rakyat (Farm-Forestry) & Hutan
Kemasyarakatan (Community-Forestry)

Hutan Rakyat = hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani


hak milik / hak lainnya, luas minimum 0,25 ha, penutupan tajuk
tanaman kayu > 50% / jumlah pohon minimum 500 batang/ha

Hutan Kemasyarakatan (Community-Forestry) = hutan yang


perencanaan, pembangunan, pengelolaan, pemungutan hasil
serta pemasarannya dilakukan sendiri oleh masyarakat yg tinggal
di sekitar hutan, dlm pelaksanaannya pihak kehutanan dapat
membantu masyarakat dg mengutamakan keuntungan bagi
seluruh masyarakat, bukan untuk individu (Hairiah, dkk., 2003).
3. Jenis dan potensi hutan hak / rakyat (Farm Forestry)
3.1. Jenis , Pola Hutan Hak/ Rakyat (Farm Forestry) pada beberapa daerah di
Indonesia

1. Jawa = Talun / pekarangan,


2. Sunda = Leuweung,
3. NTT = Mamar
4. Kalimantan Barat = Tembawang
5. Kalimantan Timur =Lembo
6. Lampung= Repong
7. Sumatera = Repong Damar,
8. Kalimantan = Simpunk
9. Timor = Kane / hutan keluarga
 Jawa Barat + Jawa Tengah = sengon/jeunjing
(Paraserianthes falcataria) (Haeruman et al., 1986;
Wahyuningsih, 1993);
 Gunung Kidul dan Kulonprogo-Yogyakarta = Jati (Tectona
grandis) (Hardjanto, 2001) ;
 Bangkalan-Madura =Akasia (Acacia auriculiformis)
(Widjayanto, 1992);
 Kabupaten Wonosobo, terdapat 4 pola sistem agroforestry
(Andayani, 2002).
1. Tanaman kayu (sengon, mahoni, suren); semusim (ubi
kayu, pisang, cabe); perkebunan (kopi, kelapa);
2. Tanaman kayu (sengon, mahoni); semusim (ubi kayu,
pisang); buah (durian, nangka, jambu, jengkol, pete);
perkebunan (kopi, kelapa);
3. Tanaman kayu (sengon); perkebunan (kopi, kelapa,
cengkeh);
4. Tanaman kayu (sengon, mahoni, suren); buah (durian,
nangka, jengkol, pete, melinjo); perkebunan (kopi,
kelapa, cengkeh, kapulaga)
 Sukabumi = tumpang sari tan. kayu-buah-semusim, Tanaman kayu
(sengon, jati, mahoni, mindi (Melia sp.) dan tanaman buah
penghasil kayu (durian, nangka (Artocarpus communis), mangga,
sawo, dan rambutan. Tanaman semusim bervariasi, tetapi paling
banyak adalah pisang (Dwiprabowo & Prahasto, 2002) .
 Kabupaten Tanah Laut-KalSel = tanaman pohon Akasia (2 jenis=
daun kecil dan daun lebar), rambutan (4 varietas = garuda,
antalagi, sitimbul, sibatuk), dan kelapa (kelapa= dalam, genjah,
hibrida)(Soendjoto, dkk., 2008).
 Kabupaten Tana Toraja (Hutan Rakyat Tongkonan/ hutan rakyat
campuran) = Cemara Gunung / Buangin (Casuarina junghuhniana),
Aren (Arenga pinata), Uru (Elmerilia sp), Sengon (Paraserianthes
falcataria), Bambu (Bambusa sp), Suren (Toona sureni);
Perkebunan = langsat (Lancium domesticum), durian (Durio
zibethinus), cengkeh, kopi (Coffea robusta), coklat (Theobroma
cacao), vanili (Vanilla fragrans); tanaman pekarangan =ubi jalar
(Ipomoea batatas (L) Lamb), talas, mangga, nangka, jeruk; jenis
bambu = pattung, parrin, tallang, bulo dan bambu Ao’/Aur
(Hadijah,…….).
 Beberapa produk2 dari tanaman hutan rakyat
(Suharjito et al., 2000) =
1. Kayu (sengon, akasia daun kecil),
2. Getah (kemenyan Styrax benzoin, damar Shorea
javanica),
3. Buah (kemiri, pala -Myristica fragrans, durian,
rambutan, dll),
4. Bambu
 Hutan rakyat semakin dibutuhkan karena mampu
menyumbang kebutuhan kayu nasional (pertukangan,
bahan baku industri, kayu bakar).
 Sumbangan kayu dari hutan rakyat mencapai 30% dari
kebutuhan nasional, khusus di Pulau Jawa 70%
konsumsi kayu dipenuhi dari hutan rakyat (RJHR , 2001;
Suhardono, 2003).
3.2. Potensi Hutan Rakyat di Indonesia
 Perkiraan potensi dan luas hutan rakyat di Indonesia = 39.416.557 m3 , luas
1.568.415,64 ha (Muslich & Krisdianto, 2006)
Tabel 1. Luas dan potensi hutan rakyat tahun 2005.

Sumber : Rakernis Departemen Kehutanan tahun 2005 dalam Tampubolon, dkk., 2006
 Perkiraan - perbandingan stok produksi kayu (m3 /tahun): Hutan
Rakyat (HR)= 3.284.700; Hutan Tanaman (HT)= 6.534.800; Hutan
Alam (HA) = 31.448.900 (Wardana, 2005)
Tabel 2. Luas dan potensi jenis hutan rakyat di Indonesia

Sumber : BPS, 2004

KUHR = Kredit Usaha Hutan Rakyat ; DAK DR = Dana Alokasi Khusus; GNHRL = Gerakan nasional
rehabilitasi hutan lestari
 Potensi hutan –jenis pohon- rakyat di Indonesia mencakup 22
jenis tanaman kehutanan, 10 jenis tanaman dianggap
berpotensi (distribusi penyebarannya hampir merata di seluruh
Indonesia-komoditi unggulan nasional) = Akasia, Bambu,
Cendana, Jati, Mahoni, Pinus, Sengon, Rotan, Sonokeling,
Sungkai (Anonim, 2004).
Tabel 3. Jumlah ,% siap panen 8 jenis pohon di beberapa daerah

(Sumber : Wardana, 2005 dalam Krisdianto dan Muslich, 2006).


4. Permasalahan Pengelolaan Hutan Rakyat di Indonesia
1. Aspek Kebijakan / Peraturan Pemerintah (UU Pokok Kehutanan No 41 tahun
1999, psl .67, 68, 69, dan pasal 70 = memberikan hak dan peran serta
masyarakat dalam pembangunan kehutanan dalam bentuk perhutanan social
(hutan adat, hutan desa, hutan kemasyarakatan), namun terdapat beberapa
kendala secara operasional.
 Dalam konteks pengelolaan hutan rakyat (masyarakat adat ) , ketika SK menteri
mengenai HPHH-MA (Hak Pemungutan Hasil Hutan Masyarakat Adat) hanya
merujuk pd kegiatan pemungutan non-komersial, dilain pihak Dirjen
kehutanan mengeluarkan SK yg merujuk pd kegiatan pemungutan hasil hutan
untuk tujuan komersial. (Tokede, dkk., 2005)
 Contoh lain : ketidakkonsistenan kebijakan mengenai pengelolaan hutan
rakyat = SK. Menteri menetapkan bahwa Bupati diberi kewenangan untuk
mengeluarkan perijinan pengelolaan hutan oleh masyarakat, sementara
keputusan pelaksanaannya (SK Dirjen) membebankan tangung jawab ini
kepada kepala dinas kehutanan kabupaten dengan persetujuan gubernur.
2. Aspek teknis : Darusman dan Hardjanto (2006), permasalahan hutan rakyat
hingga saat ini meliputi 4 hal : 1. Produksi, 2. Pengolahan, 3. Pemasaran, 4.
Kelembagaan.
4. Permasalahan Pengelolaan Hutan Rakyat di Indonesia
Pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Wonosobo, Dewi (2001) ada 4 masalah
pokok dan upaya solusi yang perlu dilakukan adalah :
1. Permodalan, keterbatasan modal petani dapat diatasi melalui kemitraan
baik dg lembaga keuangan maupun perusahaan/perorangan, mempersiapkan
masyarakat dg sumber penghasilan yang tidak tergantung pada lahan dan
diversifikasi tanaman;
2. Pembinaan Teknik Silvikultur, bimbingan dan pendampingan dari Dinas
terkait (khususnya melalui petugas lapangan) penguasaan teknik silvikultur
tanaman yg dibudidayakan;
3. Pemasaran Kayu Rakyat, perlu dukungan pemerintah dlm bentuk modal &
fasilitasi kelompok tani hutan yg mengarah pd kelompok usaha beorientasi
pasar, memberikan informasi yg berkaitan dg pemasaran kayu rakyat secara
rutin,
4. Peningkatan Pemanfaatan Hasil, ada 2 hal yg perlu diperhatikan : a). Petani
harus menguasai teknik silvikultur dg harapan kualitas kayu yg dihasilkan lebih
baik dan memenuhi harapan konsumen, mampu bersaing di pasar; dan b).
Petani perlu dibekali keterampilan dlm hal pengolahan hasil hutan rakyat baik
kayu maupun non-kayu, agar dpt memperoleh nilai tambah.
11/28/19

PENGELOLAAN DAN Oleh:


Yulia Rahma Fitriana, Ph.D.
PENGEMBANGAN
AGROFORESTRY November 2019

Petani agroforestri senantiasa menghadapi


berbagai hambatan dan tantangan dalam
menjalankan sistem usaha taninya, baik yang
berasal dari dalam maupun yang dari luar sistem.
Hambatan dari dalam misalnya yang terkait
dengan sistem produksi seperti kesuburan tanah
Pentingnya dan ketersediaan tenaga kerja dan modal.
Hambatan dari luar misalnya fluktuasi harga
pengembangan produk (harga yang rendah). Tantangan dan
hambatan tersebut mengancam keberlanjutan
agroforestri sistem agroforestri.
Oleh karena itu perlu ada inovasi teknologi yang
bisa mengatasi berbagai hambatan yang dihadapi
oleh petani agroforestri, supaya agroforestri bisa
menjadi salah satu prioritas pilihan petani.

1
11/28/19

1. ARAH PENGEMBANGAN AGROFORESTRI


2. SASARAN PENGEMBANGAN AGROFORESTRI
Pembelajaran 3. DIAGNOSA SISTEM AGROFORESTRI: METODE
tentang D&D (DIAGNOSIS & DESIGN)
pengembangan 4. PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN
AGROFORESTRI
agroforesty: 5. PEMODELAN AGROFORESTRI

1. ARAH PENGEMBANGAN AGROFORESTRI


Pengembangan agroforestri, menurut Raintree (1983) meliputi tiga aspek:
(a) meningkatkan produktivitas sistem agroforestri
(b) mengusahakan keberlanjutan sistem agroforestri yang sudah ada
(c) penyebarluasan sistem agroforestri sebagai alternatif atau pilihan dalam
penggunaan lahan yang memberikan tawaran lebih baik dalam berbagai aspek
(adoptability).

2
11/28/19

a. Produktivitas
Produk yang dihasilkan sistem agroforestri dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yakni:
(a) yang langsung menambah penghasilan petani, misalnya makanan, pakan
ternak, bahan bakar, serat, aneka produk industri,
(b) yang tidak langsung memberikan jasa lingkungan bagi masyarakat luas,
misalnya konservasi tanah dan air, memelihara kesuburan tanah, pemeliharaan
iklim mikro, pagar hidup, dsb.
Peningkatan produktivitas sistem agroforestri diharapkan bisa berdampak pada
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat desa.

b. Keberlanjutan
Sasaran keberlanjutan sistem agroforestri tidak bisa terlepas dari pertimbangan
produktivitas maupun kemudahan untuk diadopsi dan diterapkan. Sistem
agroforestri yang berorientasi pada konservasi sumber daya alam dan produktivitas
jangka panjang ternyata juga merupakan salah satu daya tarik bagi petani.

3
11/28/19

c. Kemudahan untuk diadopsi


Peluang untuk berhasil akan lebih besar apabila proses itu dimulai dengan dasar
teknologi yang dapat diadopsi. Salah satu cara terbaik adalah dengan melibatkan
secara aktif pemakai (user) teknologi tersebut (petani agroforestri) dalam proses
pengembangan teknologi sejak dari tahap penyusunan rancangan, percobaan,
evaluasi dan perbaikan rancangan inovasi teknologi.

2.SASARAN PENGEMBANGAN AGROFORESTRI


• Salah satu sasaran utama dari setiap usaha pertanian termasuk agroforestri
adalah produksi yang berkelanjutan (sustainable) yang dicirikan oleh stabilitas
produksi dalam jangka panjang.
• Beberapa indikator terselenggaranya sistem pertanian yang berkelanjutan adalah
(a) dapat dipertahankannya sumber daya alam sebagai penunjang produksi
tanaman dalam jangka panjang, (b) penggunaan tenaga kerja yang cukup rendah,
(c) tidak adanya kelaparan tanah, (d) tetap terjaganya kondisi lingkungan tanah
dan air, (e) rendahnya emisi gas rumah kaca serta (f) terjaganya keanekaragaman
hayati (Van der Heide et al., 1992; Tomich et al., 1998).

4
11/28/19

3. DIAGNOSA SISTEM AGROFORESTRI:


METODE D&D (DIAGNOSIS & DESIGN)
• D&D (Diagnotic and Design Approach) adalah suatu metodologi yang digunakan
untuk mengungkap permasalahan penggunaan lahan serta untuk menyusun
rancangan pemecahannya dalam sistem agroforestri (Raintree, 1990).
• Metode ini dikembangkan untuk membantu peneliti dan petugas pengembangan
lapangan dalam menyusun rencana penelitian dan proyek pembangunan
agroforestri.

10

5
11/28/19

4. PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN
AGROFORESTRI
Beberapa prinsip yang perlu dipegang dalam menentukan rumusan pengelolaan itu adalah:
1. Pengelolaan agroforestri secara umum harus bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan keunggulan-
keunggulan sistem agroforestry
2. diperlukan rumusan pengelolaan agroforestri yang berbeda (spesifik) untuk kondisi lahan dan masyarakat yang
berbeda
3. Rumusan pengelolaan agroforestri adalah beragam (lebih dari satu pilihan)
4. Unit terkecil manajemen agroforestri adalah rumah tangga, yakni pada tingkat pengambilan keputusan
terendah.
5. perlu dikembangkan "jaringan kerjasama" antara petani agroforestri
6. Berdasarkan perhitungan kemampuan biaya dan pengorbanan untuk pengelolaan per keluarga petani, unit
pengelolaan agroforestri terkecil
7. perubahan paradigma menuju pengelolaan hutan secara partisipatif

11

5. PEMODELAN AGROFORESTRI

Pengelolaan sistem agroforestri cukup kompleks karena merupakan gabungan


antara bidang kajian ilmu kehutanan dengan pertanian dan bahkan peternakan,
serta memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk
menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan.
Dengan demikian diperlukan pengetahuan yang cukup rinci mengenai setiap
komponen yang terlibat dalam sistem tersebut.

12

6
11/28/19

Langkah-langkah kegiatan permodelan

13

Beberapa proses dasar yang terlibat dalam model Agroforestry

14

7
11/28/19

Acuan
Widianto, N. Wijayanto, and D. Suprayogo. 2003. Pengelolaan dan
Pengembangan Agroforestri. Bahan Ajar 6. World Agroforestry Centre
(ICRAF).

15

8
KLASIFIKASI AGROFORESTRI
Sebagaimana telah diuraikan pada bahan terdahulu, agroforestri atau sering disebut
dengan wanatani hanyalah sebuah istilah kolektif dari berbagai pemanfaatan lahan
terpadu (kehutanan, pertanian, dan/atau peternakan) yang ada di berbagai tempat
di belahan bumi, tidak terkecuali yang di jumpai di Indonesia. Pemanfaatan lahan
tersebut secara tradisional telah dikembangkan oleh masyarakat lokal atau telah
diperkenalkan dalam tiga dasawarsa terakhir ini oleh berbagai pihak baik instansi
pemerintah (instansi sektoral seperti Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian
beserta dinas-dinas terkaitnya), lembaga penelitian (nasional dan internasional),
perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM)/Organisasi Non Pemerintah.
Di lapangan bentuk-bentuk agroforestri dapat diklasifikasikan dari berbagai aspek.

Klasifikasi agroforestri dapat didasarkan pada berbagai aspek sesuai dengan perspektif
dan kepentingannya. Pengklasifikasian ini bukan dimaksudkan untuk menunnjukkan
kompleksitas agroforestri dibandingkan dengan budidaya tunggal (monoculture; baik
sektor kehutanan maupun pertanian). Akan tetapi tujuan pengklasifikasian ini justru
akan sangat membantu dalam menganalisis setiap bentuk implementasi agroforestri
yang dijumpai di lapangan secara lebih mendalam, guna mengoptimalkan fungsi dan
manfaatnya bagi masyarakat atau para pemilik lahan. Adapun klasifikasi agroforestri
berdasarkan berbagai aspek adalah sebagai berikut:
BAGIAN EMPAT Klasifikasi berdasarkan komponen penyusunnya
Klasifikasi berdasarkan istilah teknis yang digunakan
Klasifikasi berdasarkan masa perkembangannya
Klasifikasi berdasarkan orientasi ekonomi
Klasifikasi berdasarkan sistem produksi

Agroforenstri berdasarkan
komponen penyusun
(kombinasi perkebunan dan
perikanan)

Panduan Praktis Agroforestri 16


Contoh sistem agrisilvikultur adalah, pohon mahoni ditanam berbaris di antara
Tujuan : ubikayu di Lampung Utara.
Peserta akan mampu memahami dan menjelaskan berbagai klasifikasi agroforestri
Seringkali dijumpai kedua komponen penyusunnya merupakan tanaman berkayu
Alat/Bahan : (misalnya dalam pola pohon peneduh gamal/Gliricidia sepium pada perkebunan kakao).
Kertas plano, spidol, isolasi Sistem ini dapat juga dikategorikan sebagai agrisilvikultur. Pohon gamal (jenis pohon
hutan/kehutanan) dan tanaman kakao (jenis perkebunan/pertanian). Pohon peneduh
Langkah-langkah : juga dapat memiliki nilai ekonomi tambahan. Interaksi yang terjadi (dalam hal ini
Pemandu mengantarkan pemikiran kepada semua peserta mengenai bersifat ketergantungan) dapat dilihat dari produksi kakao yang menurun tanpa
klasifikasi agroforestri yang dikaitkan dengan kondisi lokal. kehadiran pohon gamal.
Pemandu memberi kesempatan untuk mempertanyakan dan mempertajam
tentang klasifikasi agroforestri untuk memperkuat pemahaman
Pemandu membagi peserta yang ada dalam 5 kelompok kecil.

Pemandu memberi bahan pertanyaan yang akan didiskusikan pada masing-


masing kelompok kecil yang ada dan menuliskan pada kertas plano.
Setelah usai masing-masing wakil kelompok dipersilahkan untuk
mempresentasikan didepan, dan pada akhir sesi pemandu menyimpulkan
bersama tentang klasifikasi agroforestri yang ada disekeliling kita

Bahan Diskusi
Apa yang dimaksud dengan klasifikasi agroforestri?
Coba sebutkan klasifikasi agroforestri yang anda ketahui!
Coba sebutkan klasifikasi agroforestri yang ada di daerah anda!
Apa perbedaan klasifikasi agroforestri di tempat saudara dan di tempat
lain? Jelaskan secara rinci.
Apa kesimpulan dari kegiatan ini ?

1.1 KLASIFIKASI AGROFORESTRI berdasarkan komponen penyusunnya

Pengklasifikasian agroforestri yang paling umum dan yang paling mendasar adalah Agroforenstri sistim Agrisilvikultur
ditinjau dari komponen yang menyusunnya. Komponen penyusun utama agroforestri
adalah komponen kehutanan, pertanian, dan/atau peternakan. Ditinjau dari
Silvopastura (Silvopastural systems)
komponennya, agroforestri dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Sistem agroforestri yang meliputi komponen kehutanan (atau tanaman berkayu)
Agrisilvikultur (Agrisilvicultural Systems) dengan komponen peternakan (atau binatang ternak/pasture) disebut sebagai sistem
Agrisilvikultur adalah sistem agroforetri yang mengkombinasikan komponen kehutanan Silvopastura. Beberapa contoh silvopastura antara lain: Pohon atau perdu pada
(atau tanaman berkayu) dengan komponen pertanian (atau tanaman non kayu). padang penggembalaan (Trees and shrubs on pastures), atau produksi terpadu antara
Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non ternak dan produk kayu (integrated production of animals and wood products). Contoh
kayu dari jenis tanaman semusim (annual crops). Dalam agrisilvikultur, ditanam pohon sistem silvopastura, Legume cover crop Callopogonium di bawah tegakan pohon
serbaguna atau pohon dalam rangka fungsi lindung pada lahan pertanian. Gmelina arborea sebagai lahan penggembalaan sapi di Filipina.

17 Panduan Praktis Agroforestri Panduan Praktis Agroforestri 18


Kedua komponen dalam silvopastura seringkali tidak dijumpai pada ruang dan waktu
yang sama (misal: penanaman rumput hijaunan ternak di bawah tegakan pinus, atau Tujuan:
yang lebih ekstrim lagi adalah sistem cut and carry pada pola pagar hidup atau pohon Peserta akan mampu memahami dan menjeslakan klasifikasi agroforestri
pakan serbaguna pada lahan pertanian yang disebut protein bank. Meskipun demikian, berdasarkan komponen penyusunnya
banyak penggiat agroforestri tetap mengelompokkannya dalam silvopastura, karena
Alat/Bahan :
interaksi aspek konservasi dan ekonomi (jasa dan produksi) bersifat nyata dan
Kertas plano, spidol, isolasi
terdapat komponen berkayu pada manajemen lahan yang sama.
Langkah-langkah :
Agrosilvopastura (Agrosilvopastural systems)
Pemandu mengantarkan pemikiran kepada semua peserta mengenai
Sistem Agrosilvopastura adalah pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan)
klasifikasi agroforestri berdasarkan komponen penyusunnya yang dikaitkan
dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan/binatang pada unit manajemen
dengan kondisi lokal.
lahan yang sama. Tegakan hutan alam bukan merupakan sistem agrosilvopastura,
Pemandu memberi kesempatan untuk mempertanyakan dan mempertajam
walaupun ketiga komponen pendukungnya juga bisa dijumpai dalam ekosistem
tentang klasifikasi agroforestri berdasarkan komponen penyusunnya untuk
dimaksud. Pengkombinasian dalam agrosilvopastura dilakukan secara terencana untuk
memperkuat pemahaman
mengoptimalkan fungsi produksi dan jasa (khususnya komponen berkayu/kehutanan)
Pemandu membagi peserta yang ada dalam 5 kelompok kecil.
kepada manusia/masyarakat. Tidak tertutup kemungkinan bahwa kombinasi dimaksud
Pemandu memberi bahan pertanyaan yang akan didiskusikan pada masing-
juga didukung oleh permudaan alam dan satwa liar. Interaksi komponen agroforestri
masing kelompok kecil yang ada dan menuliskan pada kertas plano.
secara alami ini mudah diidentifikasi. Interaksi paling sederhana sebagai contoh,
Setelah usai masing-masing wakil kelompok dipersilahkan untuk
adalah peranan tegakan bagi penyediaan pakan satwa liar (buah-buahan untuk
mempresentasikan didepan, dan pada akhir sesi pemandu menyimpulkan
berbagai burung), dan sebaliknya fungsi satwa liar bagi proses penyerbukan atau
bersama tentang klasifikasi agroforestri berdasarkan komponen penyusunnya.
regenerasi tegakan, serta sumber protein hewani bagi petani pemilik lahan.
Bahan Diskusi
Terdapat beberapa contoh Agrosilvopastura di Indonesia, baik yang berada di Jawa
Coba sebutkan klasifikasi agroforestri berdasarkan komponen penyusunnya!
maupun di luar Jawa. Contoh praktek agrosilvopastura yang luas diketahui adalah
Coba jelaskan masing-masing klasifikasi agroforestri berdasarkan komponen
berbagai bentuk kebun pekarangan (home gardens), kebun hutan (forest-gardens), atau
penyusunnya!
kebun desa (village-forest-gardens), seperti sistem Parak di Maninjau (Sumatera Barat)
Coba sebutkan contoh di daerah anda tentang klasifikasi agroforestri
atau Lembo dan Tembawang di Kalimantan, dan berbagai bentuk kebun pekarangan
berdasarkan komponen penyusunnya
serta sistem Talun di Jawa.
Apa kesimpulan dari kegiatan ini ?

1.2 KLASIFIKASI AGROFORESTRI berdasarkan istilah teknis yang digunakan

Meskipun kita telah mengenal agroforestri sebagai sistem penggunaan lahan, tetapi
seringkali digunakan istilah teknis yang berbeda atau lebih spesifik, seperti sistem,
sub-sistem, praktek, dan teknologi.

Sistem Agroforestri
Sistem agroforestri dapat didasarkan pada komposisi biologis serta pengaturannya,
tingkat pengelolaan teknis atau ciri-ciri sosial-ekonominya. Penggunaan istilah sistem
sebenarnya bersifat umum. Ditinjau dari komposisi biologis, contoh sistem agroforestri
Agroforenstri sistim Agrosilvopastura adalah agrisilvikultur, silvopastura, agrosilvopastura.

18 Panduan Praktis Agroforestri Panduan Praktis Agroforestri 19


Sub-sistem agroforestri
Sub-sistem agroforestri menunjukkan hirarki yang lebih rendah dari pada sistem Tujuan :
agroforestri, meskipun tetap merupakan bagian dari sistem itu sendiri. Meskipun Peserta akan mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi agroforestri
demikian. Sub-sistem agroforestri memiliki ciri-ciri yang lebih rinci dan lingkup yang berdasarkan istilah teknis yang digunakan
lebih mendalam. Sebagai contoh, sistem agrisilvikultur masih terdiri dari beberapa
sub-sistem agroforestri yang berbeda seperti lorong (alley cropping), tumpang sari Alat/Bahan :
(taungnya system) dan lain-lain. Penggunaan istilah-istilah dalam sub-sistem agroforestri Kertas plano, spidol, isolasi
yang dimaksud, tergantung bukan saja dari tipe maupun pengaturan komponen,
akan tetapi juga produknya, misalnya kayu bakar, bahan pangan dll. Langkah-langkah :
Pemandu mengantarkan pemikiran kepada semua peserta mengenai
Praktek agroforestri klasifikasi agroforestri berdasarkan istilah teknis yang digunakan.
Berbeda dengan sistem dan sub-sistem, Pemandu memberi kesempatan untuk mempertanyakan dan mempertajam
maka penggunaan istilah ‘praktek’ dalam tentang klasifikasi agroforestri berdasarkan istilah teknis yang digunakan
agroforstri lebih menjurus kepada untuk memperkuat pemahaman
operasional pengelolaan lahan yang khas Pemandu membagi peserta yang ada dalam 5 kelompok kecil.
dari agroforestri yang murni didasarkan Pemandu memberi bahan pertanyaan yang akan didiskusikan pada masing-
pada kebutuhan atau pengalaman dari masing kelompok kecil yang ada dan menuliskan pada kertas plano.
petani lokal atau unit manajemen yang Setelah usai masing-masing wakil kelompok dipersilahkan untuk
lain, yang didalamnya terdapat mempresentasikan didepan, dan pada akhir sesi pemandu menyimpulkan
komponen-komponen agroforestri. bersama tentang klasifikasi agroforestri berdasarkan istilah teknis yang
Praktek agroforestri yang berkembang digunakan.
pada kawasan yang lebih luas dapat
dikategorikan sebagai sisterm agroforestri. Bahan Diskusi
Perlu diingat, praktek agroforestri dalam Coba sebutkan klasifikasi agroforestri berdasarkan istilah teknis yang
suasana sistem yang bukan agroforestri, digunakan!
misalnya penanaman pohon-pohon turi Coba jelaskan arti dari istilah dibawah ini dengan pemahaman masing-
di persawahan di Jawa adalah praktek masing;
agroforestri pada sistem produksi Sistem agroforestri, sub-sistem agroforestri, praktek agroforestri, teknologi
pertanian. Seorang petani sedang menanam bibit agroforestri
tanaman diantara tanaman kayu
Coba sebutkan dan jelaskan praktek agroforestri yang ada di daerah saudara!
Teknologi agroforestri Apa kesimpulan dari kegiatan ini ?
Penggunaan istilah ‘teknologi agroforestri’ adalah inovasi atau penyempurnaan melalui
intervensi ilmiah terhadap sistem-sistem atau praktek-praktek agroforestri yang sudah
ada untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar. Oleh karena itu, praktek 1.3 KLASIFIKASI AGROFORESTRI berdasarkan masa perkembangannya
agroforestri seringkali dikatakan sebagai teknologi agroforestri. Sebagai contoh,
pengenalan mikoriza atau teknologi penanganan gulma dalam upaya mengkonservasikan Jika ditinjau dari masa perkembangannya, terdapat 2 kelompok besar agroforestri
lahan alang-alang ke arah sistem agroforestri (agrisilvikultur, sub-sistem tumpang yakni agroforestri tradisional dan agroforestri modern.
sari) yang produktif. Uji coba pola manajemenen pola tanam dan tahun tanam baru
dalam sistem tumpangsari pada kebun jati di beberapa tempat di Jawa Timur dan Agroforestri Tradisional
Jawa Tengah. Agroforestri tradisional atau agroforestri klasik adalah ‘sebagai setiap sistem pertanian,
dimana pohon-pohonan baik yang berasal dari penanaman atau pemeliharaan tegakan

20 Panduan Praktis Agroforestri Panduan Praktis Agroforestri 21


tanaman yang telah ada menjadi bagian terpadu, sosial-ekonomi dan ekologis dari Beberapa perbedaan antara Agroforestri Tradisional dan Agroforestri Modern
keseluruhan sistem (agroekosistem). Ada juga yang menyebut agroforestri
tradisional/klasik sebagai agroforestri ortodoks, karena perbedaan karakter dengan Aspek Tinjauan Agroforetri Tradisional Agroforestri Modern
yang diperkenalkan secara modern.
Kombinasi Jenis Tersusun atas banyak jenis Hanya terdiri dari 2-3 kombinasi
Dalam lingkungan masyarakat lokal di jumpai berbagai bentuk praktek (polyculture), dan hampir jenis, di mana salah satu-nya
pengkombinasian tanaman berkayu (pohon, perdu, palem-paleman, bambu-bambuan, keseluruhannya dipandang penting: merupakan komoditi yang
dll) dengan tanaman pertanian atau peternakan. Praktek ini dijumpai dalam satu Banyak dari jenis-jenis lokal (dan diunggulkan; seringkali
unit manajemen lahan hingga pada suatu bentang alam dari agroekosistem pedesaan. berasal dari permudaan alam) diperkenalkan jenis unggul dari luar
(exotic species)
Beberapa contoh agroforestri tradisional di Indonesia :
Tegakan hutan alam tropis lembab, hutan payau atau hutan pantai yang membatasi
Struktur Tegakan Kompleks, karena pola tanamannya Sederhana, karena biasanya
atau berada dalam mosaik kebun atau lahan pertanian yang diberakan (dapat tidak teratur, baik secara horizontal menggunakan pola lajur atau baris
dijumpai diseluruh pulau di Indonesia); maupun vertikal (acak/random) yang berselang-seling dengan jarak
Hutan-hutan sekunder yang bersatu dengan usaha-usaha pertanian. Sebagai tanam yang jelas
contoh, sistem perladangan berpindah atau pertanian gilir-balik tradisional
(tradisional shifting cultivation); Orientasi Penggunaan Subsistem hingga semi komersial Komersial, dan umumnya
Tegakan permanen (umumnya dikeramatkan) pohon yang memiliki manfaat Lahan (meskipun tidak senantiasa diusahakan dengan skala besar dan
pada kebun-kebun yang ada disekitar desa (contoh praktek-praktek kebun hutan dilaksanakan dalam skala kecil) oleh karenanya padat modal (capital
a.l. Repong Damar di Lampung, Parak Sumatera Barat, Tembawang di Kalimantan. intensive)
Penanaman pepohonan pada kebun pekarangan di pusat-pusat pemukiman atau
sekitar rumah tinggal. Sebagai contoh berbagai bentuk kebun pekarangan yang Keterkaitan Sosial Budaya Memiliki keterkaitan sangat erat Secara umum tidak memiliki
dengan sosial-budaya lokal karena keterkaitan dengan sosial budaya
dapat dijumpai hampir di seluruh Indonesia.
telah dipraktekkan secara turun setempat, karena diintrodusir oleh
temurun oleh masyarakat/pemilik pihak luar (proyek atau pemerintah)
Agroforestri Modern
lahan
Berbagai bentuk dan teknologi agroforestri yang dikembangkan setelah diperkenalkan
istilah agroforestri pada akhir tahun 70-an, dikategorikan sebagai agroforestri modern.
Walaupun demikian, sistem taungnya (yang di Indonesia lebih populer dengan nama Catatan:
sistem tumpangsari), yang pertama kali diperkenalkan oleh Sir Dietrich Brandis Aspek tinjauan masih bisa diuaraikan lebih banyak lagi
(seorang rimbawan Jerman yang bekerja untuk kerajaan Inggris) di Burma (atau Beberapa agroforestri modern yang dapat dijumpai di beberapa daerah di Indonesia
Myanmar sekarang) pada pertengahan abad XIX, dipertimbangkan sebagai cikal adalah berbagai model tumpang sari (baik yang dilaksanakan oleh Perhutani di
bakal agroforestri modern. hutan jati di Jawa atau yang coba diperkenalkan oleh beberapa pengusaha Hutan
Tanaman Industri/HPHTI di luar Jawa), penanaman tanaman peneduh pada
Agroforestri modern umumnya hanya melihat pengkombinasian antara tanaman perkebunan kakao atau kopi, serta penanaman palawija pada tahun-tahun pertama
keras atau pohon komersil dengan tanaman sela terpilih. Berbeda dengan agrofoetri perkebunan karet.
tradisional/klasik, ratusan pohon bermanfaat di luar komponen utama atau juga
satwa liar yang menjadi bagian terpadu dari sistem tradisional kemungkinan tidak
terdapat lagi dalam agroforestri modern.

22 Panduan Praktis Agroforestri Panduan Praktis Agroforestri 23


Dalam implementasi, agroforestri telah membuktikan merupakan sistem pemanfaatan
Tujuan : lahan yang mampu mendukung orientasi ekonomi, tidak hanya pada tingkatan
Peserta akan mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi agroforestri subsistem saja, melainkan pada tingkatan semi-komersial hingga komersial.
berdasarkan masa perkembangannnya
Agroforestri Skala Subsisten
Alat/Bahan : Sesuai dengan skalanya yang subsisten (sering diistilahkan ‘asal hidup’), maka bentuk-
Kertas plano, spidol, isolasi bentuk agroforestri dalam klasifikasi ini diusahakan oleh pemilik lahan sebagai upaya
mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Utamanya tentu saja berkaitan dengan
Langkah-langkah : upaya pemenuhan kebutuhan pangan keluarga. Fungsi agroforestri seperti ini juga
Pemandu mengantarkan pemikiran kepada semua peserta mengenai dimaksudkan untuk kebutuhan hidup lainnya antara lain bahan baku usaha pertanian
klasifikasi agroforestri berdasarkan masa perkembangannya. dan bahan baku kegiatan-kegiatan ritual misalnya penanaman pohon pinang. Orientasi
Pemandu memberi kesempatan untuk mempertanyakan dan mempertajam agroforestri subsisten memang menggambarkan masyarakat yang lebih mementingkan
tentang klasifikasi agroforestri berdasarkan masa perkembangannya yang resiko kegagalan pemenuhan kebutuhan hidup yang rendah, dibandingkan memperoleh
digunakan untuk memperkuat pemahaman pendapatan tunai yang tinggi. Hal ini penting, karena miskinnya pemilik lahan dan
Pemandu membagi peserta yang ada dalam 5 kelompok kecil. ketiadaan pasar di suatu wilayah.
Pemandu memberi bahan pertanyaan yang akan didiskusikan pada masing- Agroforestri dengan skala subsisten ini secara umum merupakan agroforestri yang
masing kelompok kecil yang ada dan menuliskan pada kertas plano. tradisional, dengan beberapa ciri-ciri penting yang bisa dijumpai adalah:
Setelah usai masing-masing wakil kelompok dipersilahkan untuk Lahan yang diusahakan terbatas
mempresentasikan didepan, dan pada akhir sesi pemandu menyimpulkan Jenis yang diusahakan beragam (policulture) dan biasanya hanya merupakan
bersama tentang klasifikasi agroforestri berdasarkan masa perkembangannya. jenis-jenis non-komersial saja
Pengaturan penanaman tidak beraturan
Bahan Diskusi Pemeliharaan/perawatan serta aspek pengelolaan lainnya tidak intensif.
Coba sebutkan klasifikasi agroforestri berdasarkan masa perkembangannya!
Apa yang dimaksud dengan agroforestri tradisional? Coba jelaskan dengan Agroforestri skala ini dapat dijumpai pada wilayah-wilayah pedalaman/relatif terisolir
pemahaman masing-masing! dan di kalangan masyarakat tradisional. Beberapa contoh adalah; pola perladangan
Apa yang dimaksud dengan agroforestri modern? tradisional, kebun hutan dan kebun pekarangan tradisional.
Coba sebutkan dan jelaskan praktek agroforestri tradisional dan agroforestri
modern yang ada di daerah saudara! Agroforestri skala semi-komersial (semi-commercial agroforestri)
Apa perbedaan dari agroforestri tradisional dan agroforestri modern! Pada wilayah-wilayah yang mulai terbuka aksesibilitasnya, terutama bila menyangkut
Apa kesimpulan dari kegiatan ini ? kelompok kelompok masyarakat yang memiliki motivasi ekonomi dalam penggunaan
lahan yang cukup tinggi, terjadi peningkatan kecendrungan untuk meninhgkatkan
produktivitas serta kwalitas hasil yang dapat dipasarkan untuk memperoleh uang
1.4 KLASIFIKASI AGROFORESTRI berdasarkan orientasi ekonomi tunai. Meskipun demikian dengan keterbatasan investasi yang dimiliki , jangkauan
pemasaran produk yang belum meluas, serta ditambah dengan pola hidup yang masih
Banyak pihak yang berpandangan bahwa agroforestri dikembangkan untuk memecahkan subsisten, maka jaminan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari tetap menjadi
permasalahan kemiskinan dan petani kecil karena adanya lapar lahan (sebagai contoh dasar pertimbangan terpenting. Pentingnya resiko kegagalan ini terlihat dari tetap
di Jawa yang memiliki kepadatan penduduk >700 jiwa/km2) ataupun kondisi dipertahankannya keanekaragaman jenis tanaman pada lahan usaha.
lingkungan hidup yang sulit akibat geografis (terisolasi) dan atau aspek ekologis Contoh yang paling mudah dan luas dijumpai adalah pola-pola penguasaan kebun
(wilayah-wilayah beriklim kering). Pendapat ini tidak bisa disalahkan sepenuhnya, pekarangan pada masyarakat transmigran di luar Jawa.
karena kenyataannya selama ini memang program/proyek pengembangan agroforestri
lebih banyak dijumpai pada negara-negara berkembang yang miskin di wilayah tropis.

24 Panduan Praktis Agroforestri Panduan Praktis Agroforestri 25


Agroforestri Skala Komersial
Pada orientasi skala komersial, kegiatan diterkankan untuk memaksimalkan produk Tujuan :
utama, yang biasanya hanya dari satu jenis tanaman saja dalam kombinasi yang Peserta akan mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi agroforestri
dijumpai. Ciri-ciri yang dimiliki biasanya tidak jauh berbeda antar berbagai bentuk berdasarkan orientasi ekonomi
implementasi, baik dalam lingkup pertanian ataupun kehutanan, yaitu antara lain:
Alat/Bahan :
Komposisi hanya terdiri dari 2-3 kembinasi jenis tanaman, dimana salah Kertas plano, spidol, isolasi
satunya merupakan komoditi utama (adapun komponen lainnya berfungsi
sebagai unsur pendukung). Langkah-langkah :
Dikembangkan pada skala yang cukup luas (investasi besar) dan menggunakan Pemandu mengantarkan pemikiran kepada semua peserta mengenai
input teknologi yang memadai; klasifikasi agroforestri berdasarkan orientasi ekonomi.
Memiliki rantai usaha tingkat lanjut (penanganan pasca panen dan perdagangan) Pemandu memberi kesempatan untuk mempertanyakan dan mempertajam
yang jels serta tertata baik; tentang klasifikasi agroforestri berdasarkan orientasi ekonomi yang
Menuntut manajemen yang profesional. digunakan untuk memperkuat pemahaman
Pemandu membagi peserta yang ada dalam 5 kelompok kecil.
Contoh-contohnya di sektor pertanian adalah perkebunan-perkebunan tanaman Pemandu memberi bahan pertanyaan yang akan didiskusikan pada masing-
keras (tree crop plantation) skala besar (misalnya perkebunan karet modern dengan masing kelompok kecil yang ada dan menuliskan pada kertas plano.
pola tumpang sari palawija pada awal pembangunannya, dan perkebunan kakao serta Setelah usai masing-masing wakil kelompok dipersilahkan untuk
kopi yang dikombinasikan dengan tanaman peneduh). Di sektor kehutanan, dikenal mempresentasikan didepan, dan pada akhir sesi pemandu menyimpulkan
pola tumpangsari pada hutan jati di Perum Perhutani di Jawa dan Nusa Tenggara bersama tentang klasifikasi agroforestri berdasarkan orientasi ekonomi.
Barat atau Hutan Tanaman Industri.
Bahan Diskusi
Coba sebutkan klasifikasi agroforestri berdasarkan orientasi ekonomi!
Apa yang dimaksud dengan agroforestri berdasarkan orientasi ekonomi?
Jelaskan dengan pemahaman masing-masing!
Coba sebutkan dan jelaskan praktek agroforestri berdasarkan orientasi
ekonomi yang ada di daerah saudara!
Apa perbedaan dari masing-masing klasifikasi agroforestri berdasarkan
orientasi ekonomi?
Apa kesimpulan dari kegiatan ini ?

1.5 KLASIFIKASI AGROFORESTRI berdasarkan sistem produksi

Agroforestri berbasis hutan (Forest Based Agroforestry)


Agroforestri berbasis hutan adalah berbagai bentuk agroforestri yang diawali dengan
pembukaan sebagian areal hutan dan atau belukar untuk aktivitas pertanian, dan
dikenal dengan sebutan agroforest.

Tanaman kopi diantara pohon karet

26 Panduan Praktis Agroforestri Panduan Praktis Agroforestri 27


Agroforestri berbasis pada pertanian (Farm Based Agroforestry)
Agroforestri berbasis pada pertanian dianggap lebih teratur dibandingkan dengan Tujuan :
agroforestri yang berbasis hutan. Agroforestri berbasis pada pertanian dengan produk Peserta akan mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi agroforestri
utama tanaman pertanian dan atau peternakan tergantung sistem produksi pertanian berdasarkan sistem produksi
dominan di daerah tersebut. Komponen kehutanan merupakan elemen pendukung
bagi peningkatan produktivitas dan/atau keberlanjutan sistem. Alat/Bahan :
Kertas plano, spidol, isolasi

Langkah-langkah :
Pemandu mengantarkan pemikiran kepada semua peserta mengenai
klasifikasi agroforestri berdasarkan sistem produksi
Pemandu memberi kesempatan untuk mempertanyakan dan mempertajam
tentang klasifikasi agroforestri berdasarkan sistem produksi yang digunakan
untuk memperkuat pemahaman
Pemandu membagi peserta yang ada dalam 5 kelompok kecil.
Pemandu memberi bahan pertanyaan yang akan didiskusikan pada masing-
masing kelompok kecil yang ada dan menuliskan pada kertas plano.
Setelah usai masing-masing wakil kelompok dipersilahkan untuk
mempresentasikan didepan, dan pada akhir sesi pemandu menyimpulkan
bersama tentang klasifikasi agroforestri berdasarkan sistem produksi.

Bahan Diskusi
Coba sebutkan klasifikasi agroforestri berdasarkan sistem produksi!
Apa yang dimaksud dengan agroforestri berdasarkan sistem produksi?
Jelaskan dengan pemahaman masing-masing!
Coba sebutkan dan jelaskan praktek agroforestri berdasarkan sistem
produksi yang ada di daerah saudara!
Apa perbedaan dari masing-masing klasifikasi agroforestri berdasarkan
sistem produksi?
Apa kesimpulan dari kegiatan ini ?

Agroforestri berbasis pada pertanian

Agroforestri berbasis pada keluarga (Hausehold based Agroforestry)


Agroforestri yang dikembangkan di areal pekarangan rumah ini juga disebut agroforestri
pekarangan. Di Indonesia yang terkenal adalah model kebun talun di Jawa Barat.
Sedangkan di Kalimantan Timur, ada kebun pekarangan tradisional yang dimiliki
oleh satu keluarga besar. Kondisi ini bisa terjadi karena pada masa lampau beberapa
keluarga tinggal bersama-sama pada rumah panjang. Di berbagai daerah di Indonesia,
pekarangan biasanya ditanam pohon buah-buahan dengan tanaman pangan.

28 Panduan Praktis Agroforestri Panduan Praktis Agroforestri 29

Anda mungkin juga menyukai