Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM AGROEKOLOGI

SHALMA FRISKA
2110512120001

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan praktikum Mata Kuliah Agroekologi ini disusun oleh:


Nama : Shalma Friska
NIM : 2110512120001

Disetujui oleh,
Asisten Praktikum, Penyusun,

[ttd] [ttd]

[Nama Asisten] [Shalma Friska]


NIM [diisi NIM Asisten] NIM [2110512120001]

Diketahui oleh,
Koordinator Mata Kuliah Agroekologi,

[ttd]

Nukhak Nufita Sari, S.P., M.Sc.


NIP198911282019032013
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL.............................................................................................. ii

PENDAHULUAN.............................................................................................. 1

Latar Belakang......................................................................................... 1
Tujuan Praktikum..................................................................................... 2
Manfaat Praktikum...................................................................................2

TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 3

Arboretum................................................................................................ 3
Lahan Pekarangan.................................................................................... 4
Lahan Budidaya Tanaman Kacang Panjang............................................. 5
Lahan Budidaya Tanaman padi................................................................ 6
Lahan Budidaya Tanaman Karet.............................................................. 6

HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................... 11

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 14

Kesimpulan.............................................................................................. 14

Saran........................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Tabel 1. Hasil praktikum.................................................................... 16


5

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan


timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan antara komponen-
konponen tersebut terjadi pengambilan dan perpindahan energi, daur materi dan
produktivitas (Sativani, 2010). Satuan makhluk hidup dalam ekosistem dapat
berupa individu, populasi atau komunitas. Individu adalah makluk tunggal.
Sejumlah individu sejenis pada tempat tertentu membentuk populasi. Sedangkan
komunitas yaitu seluruh populasi makhluk hidup yang hidup di suatu daerah
terntentu dan diantara satu sama lain saling berinteraksi. Setiap individu, populasi,
dan komunitas menempati tempat hdiup tertentu yang disebut habitat (Andri,
2011).
Makhluk hidup dipelajari dalam enam jenjang yang berbeda, yaitu
individu, makhluk hidup tunggal yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Berbagai
populasi dari spesies yang berbeda hidup bersama, ekosistem, satu kelompok yang
mempunyai ciri khas tersendiri terdiri dari beberpa komunitas yang berbeda,
bioma, berbagai ekosistem yang terdapat di wilayah geografis yang sama dengan
iklim dan kondisi lingkungan yang sama, dan biosfer, semua bioma yang ada di
bumi yang membentuk tingkatan tertinggi dalam jenjang kehidupan di permukaan
bumi (Ginting, 2014).
Ekosistem tidak akan tetap selamanya, tetapi selalu mengalami perubahan.
Antara faktor biotik dan abiotik selalu mengadakan interaksi, hal inilah yang
merupakan salah satu penyebab perubahan. Perubahan suatu ekosistem dapat
disebabkan oleh proses alamiah atau karena campur tangan manusia (Andri,
2011).
Hutan dipandang sebagai ekosistem berdasarkan kelengkapan
komponennya. Hutan mengandung komunitas flora dan fauna, baik tingkat tinggi
maupun tingkat rendah serta lingkungan abiotik yang khas, ketiganya berinteraksi
sangat erat sebagai suatu sistem ekologi. Diantar komponen-komponen penyusun
6

hutan, pohon merupakan komponen penopang utama pada ekosistem hutan.


Analisis vegetasi dalam suatu komunitas tumbuhan berdasarkan struktur penyusun
vegetasinya. Stuktur vegetasi juga berpengaruh terhadap daya porositas tanah
karena adanya peran akar pepohonan yang menjadi jalan bagi air masuk kedalam
tanah (Pebriandi et al., 2017).

Tujuan

Tujuan dari praktikum ini yaitu :


1. Untuk mengetahui kondisi ekologi dari lahan praktikum.
2. Untuk mengetahui komponen biotik dan abiotik dari lahan praktikum.
3. Untuk mengetahui jenis vegetasi yang ada pada setiap lahan praktikum.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman di lahan praktikum.
5. Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa dengan kesadaran dan berpikir
logis dari apa yang dipelajari di lapangan dengan teori kajian yang selama ini
diperoleh dari kelas saat tatap muka.
TINJAUAN PUSTAKA

Arboretum

Istilah Arboretum sendiri pertama kali digunakan oleh John Claudius


Loudon pada tahun 1833, walaupun sebenarnya sudah ada konsepnya terlebih
dahulu. Dalam bahasa latin, Arboretum berasal dari kata arbor yang berarti pohon,
dan retum yang berarti tempat. Sedangkan Arboretum menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai tempat berbagai pohon ditanam dan
dikembangbiakkan untuk tujuan penelitian atau pendidikan. arboretum merupakan
kebun koleksi pepohonan dengan luasan tertentu berisi berbagai jenis pohon yang
ditanam sedapat mungkin mengikuti habitat aslinya dan dimaksudkan sebagai
areal pelestarian keanekaragaman hayati dan sedikitya dapat
memperbaiki/menjaga kondisi iklim di sekitarnya. Selain itu, keberadaan
arboretum dapat berperan sebagai sarana pendidikan, penelitian dan
pengembangan (Rauf, 2010).
Fungsi Arboretum adalah Pembangunan Arboretum juga ditujukan sebagai
bentuk lain dari konservasi sumberdaya hayati ex-situ yang aman dan efisien
dalam pelestarian sumberdaya genetik. Keberadaan arboretum saat ini dianggap
penting baik bagi negara dan masyarakat secara umum, terutama bagi perguruan
tinggi dan lembaga pendidikan secara umum, mengingat semakin berkurangnya
tempat penelitian dan pengkajian ekosistem hutan bagi pelajar, mahasiswa dan
peneliti. Selain itu, keberadaan arboretum dapat dijadikan sumber pendapatan
dengan turut dibudidayakannya tanaman buah-buahan atau penanaman tanaman
sela bernilai ekonomi tinggi atau pemeliharaan ternak serta menjadikannya
sebagai areal rekreasi alami (Rauf, 2010).
Pesatnya pembangunan dan meningkatnya jumlah penduduk, yang disertai
dengan kecepatan pengurasan sumber daya alam, maka diperlukan lahan yang
berisi hamparan pepohonan yang dapat meresap polutan. Ekowisata merupakan
kegiatan wisata yang dilakukan pada kawasan yang masih alami dengan
mengurangi kerusakan yang diakibatkan dari kegiatan wisata tersebut. Salah satu
kawasan yang dapat dijadikan sebagai lokasi kegiatan ekowisata adalah hutan.
8

Selain memiliki manfaat langsung (tangible) sebagai penghasil berbagai jenis


kayu maupun hasil hutan non kayu, hutan juga memiliki manfaat tidak langsung
(intangible), yaitu terbentuknya iklim mikro dan suasana yang cocok untuk
dijadikan kawasan ekowisata (Napolion, 2015).
Arboretum merupakan kebun koleksi pepohonan dengan luasan tertentu
berisi berbagai jenis pohon yang ditanam sedapat mungkin mengikuti habitat
aslinya dan dimaksudkan sebagai areal pelestarian keanekaragaman hayati dan
sedikitnya dapat memperbaiki atau menjaga kondisi iklim disekitar Kota
Pekanbaru. Selain itu, arboretum dapat berperan sebagai sarana pendidikan,
penelitian, dan pengembangan (Napolion, 2015).
Keberadaan arboretum saat ini dianggap penting baik bagi masyarakat,
terutama bagi perguruan tinggi dan lembaga pendidikan secara umum, mengingat
semakin berkurangnya tempat penelitian dan pengkajian ekosistem hutan bagi
pelajar, mahasiswa dan peneliti (Napolion, 2015).

Lahan Pekarangan

Pekarangan rumah merupakan sebidang tanah di sekitar rumah, baik itu


berada di depan, di samping, maupun di belakang rumah. Pemanfaatan
pekarangan rumah sangat penting, karena manfaat yang dapat diambil sangat
banyak. Pemanfaatan pekarangan yang baik dapat mendatangkan berbagai
manfaat antara lain yaitu sebagai warung, apotek ,lumbung hidup dan bank hidup
(Ashari, 2012).
Pekarangan memiliki sejumlah peran dalam kehidupan sosial ekonomi
rumah tangga petani. Pekarangan sering disebut lumbung hidup, warung hidup
atau apotik hidup. Disebut lumbung hidup karena sewaktu-waktu kebutuhan
pangan pokok seperti jagung, umbi- umbian dan sebagainya tersedia di
pekarangan. Bahan-bahan tersebut disimpan di pekarangan dalam keadaan hidup.
Disebut warung hidup, karena dalam pekarangan terdapat sayuran yang berguna
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga, dimana sebagian rumah tangga
harus membelinya dengan uang tunai. Sementara itu, disebut apotik hidup karena
9

dalam pekarangan ditanami berbagai tanaman obat-obatan yang sangat


bermanfaat dalam menyembuhkan penyakit secara tradisional (Ashari, 2012).
Pemanfaatan lahan pekarangan yang berkesinambungan adalah melakukan
usaha pekarangan tidak hanya sekali saja atau diingatkan oleh pemerintah desa,
tetapi lebih dilakukan secara terus-menerus. Usaha yang berkelanjutan itu akan
memberikan manfaat dan kemudahan bagi keluarga itu sendiri. Hal ini
dikarenakan usaha pemanfaatan lahan pekarangan ini untuk menunjang kebutuhan
hidup selamanya. Pada prinsipnya, manusia selama masih hidup membutuhkan
bahan pangan/makanan dan apa yang diusahakan ini guna memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari (Pangerang, 2013).
Penataan bentuk dan pola pekarangan berbeda-beda, tergantung banyak
faktor. Misalnya faktor luas tanah, ketinggian tempat dari permukaan laut
(elevasi), keadaan iklim, jenis tanaman, dan jauh dekatnya dari kota. Selain itu,
peranan dan pemanfaatan pekarangan bervariasi dari satu daerah dengan daerah
yang lain. Hal tersebut tergantung pada tingkat kebutuhan, social budaya,
pendidikan masyarakat maupun faktor fisik dan ekologi setempat. Lahan
pekarangan dapat dijadikan aset berharga bagi pengembangan usaha tani skala
rumah tangga. Oleh karena itu pemanfaatan lahan pekarangan dapat dijadikan
basis usaha pertanian dalam rangka memberdayakan sumberdaya keluarga dalam
pemenuhan pangan keluarga (Terra 1967; Ashari, 2012).
Untuk menoptimalkan pemanfaatan lahan pekarangan dalam memenuhi
kebutuhan pangan secara optimal harus memperhatikan karakteristik dan
kekhasan yang melekat pada pekarngan. Usaha tani pekarangan mempunyai
kekhasan diantaranya: (1) Adanya saling keterikatan diantara subsitem tanaman
pangan, hotikultura semusim, subsitem tanaman tahunan, subsitem peternakan
dan subsistem perikanan; (2) Mencapai produksi dan produktivitas melalui
optimalilsasi pemanfaatan lahan tanpa mengabaikan aspek-aspek pekarangan
lainnya yaitu social kuktural, nutrisi dan kesehatan, ekonomi, ekologi dan
keindahan; dan (3) melibatkan seluruh anggota keluarga sehingga biasanya faktor
produksi tenaga kerja sering tidak diperhitungkan. Pengawasan dan pengelolaan
umumnya dilakukan oleh kaum ibu yang secara inti lebih banyak waktunya
berada di wilayah pekarangan (Malik & Saenorig, 1999; Yusuf, 2011).
10
Lahan Budidaya Tanaman Kacang Panjang

Produksi pada kacang tanah dapat ditingkatkan dengan usaha


ekstensifikasi dan juga intensifikasi. Usaha ekstensifikasi adalah memperluas
lahan budidaya melalui pemanfaatan lahan baru yang berpotensi untuk ditanami.
Ekstensifikasi dapat dilakukan di lahan-lahan marginal, misalnya di lahan kering
atau di dalam baris tanaman (lorong) (Lifiani et al., 2022).
Budidaya tanaman kacang tanah pada sistem budidaya lorong (Alley
cropping) dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan produksi kacang tanah
dan memanfaatkan lahan yang selama ini kurang termanfaatkan dengan optimal.
Kacang tanah termasuk dalam tanaman legum yang dapat digunakan sebagai
tanaman lorong karena mampu memperbaiki struktur tanah, menghasilkan
nitrogen, dan menekan pertumbuhan gulma sehingga menguntungkan tanaman
pokok (Nurhayati et al., 2020).
Dalam usaha intensifikasi diupayakan agar terjadi peningkatan produksi
pada tiap satuan luas panen melalui jarak tanam dan pemupukan. Pengaturan jarak
tanam dapat mengurangi adanya kompetisi pada tanaman dalam memperoleh
ruang tumbuh, zat hara, cahaya dan air, akibatnya mampu menjadikan tanaman itu
tumbuh secara maksimal pada jarak tanam yang optimal. Dalam budidaya kacang
tanah jarak tanam yang digunakan akan menentukan kepadatan populasi per
satuan luas (Amalia et al., 2021)..
Jarak tanaman yang terlalu rapat atau tingkat kepadatan populasi yang
tinggi dapat mengakibatkan terjadinya persaingan antar tanaman dalam
memperoleh air,unsur hara dan sinar matahari. Jarak tanam berkaitan dengan
jumlah populasi tanaman yang harus diperhitungkan dengan efek kompetisi
terhadap lingkungan tumbuh tanaman (air,cahaya dan hara) untuk menghindari
adanya saling menaungi antar kanopi tanaman. Distribusi tanaman yaitu
pengaturan letak tanaman pada sebidang tanah,mempengaruhi keefisienan
penggunaan cahaya. Jarak tanam 40 cm x 15 cm ialah jarak tanam yang terbaik
sebab memberikan pengaruh terhadap jumlah dan berat polong basah pertanaman
yaitu sebanyak 33,33 polong pertanaman dan 57,63 g berat polong basah
pertanaman (Hawalid, 2019).
12

Permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan produksi kacang tanah


nasional disebabkan oleh beberapa hal yaitu, penerapan teknik budidaya yang
kurang baik sehingga produksi belum optimal misalnya, pengolahan tanah kurang
optimal sehinggan drainase buruk dan struktur tanah padat, pemeliharaan kurang
optimal sehingga OPT tinggi, dan penggunaan benih bermutu yang masih rendah
(Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2012). Kualitas benih kacang tanah yang
digunakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kacang
tanah (Kasno & Harnowo, 2013).

Lahan Budidaya Tanaman Padi

Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang memiliki kontribusi


yang relatif besar terhadap usahatani (Notarianto, 2011). Luas lahan merupakan
input kunci yang penting dalam bidang pertanian dan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap faktor pertumbuhan jumlah produktivitas padi (Othman &
Baharuddin, 2015).
Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban.
Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras, yang merupakan
bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Meski padi dapat
digantikan dengan makanan lain, namun padi memiliki nilai tersendiri bagi orang
yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan oleh bahan
makanan lainya (Oktafiari, 2014).
Budidaya padi sawah terdiri dari beberapa tahap yaitu pengolahan lahan,
penyemaian, penanaman, pemeliharaan tanaman (pemupukan, penyiangan dan
pengendalian hama serta penyakit) dan pemanenan. Padi dapat dibudidayakan
dengan beberapa sistem tanam, antara lain adalah sistem tanam tegel (tradisional),
dan sistem tanam jajar legowo. Cara tanam jajar legowo merupakan cara tanam
yang berselang-seling antar dua atau lebih baris tanaman padi dan satu baris
kosong (Arafah, 2010).
Pengaturan jarak tanam menghindari tumpang tindih yang akan terjadi di
antara tajuk tanaman, memberikan ruang bagi perkembangan akar dan tajuk
tanaman serta meningkatkan efisiensi penggunaan benih. Jarak tanam pada tanah
13

yang subur cenderung lebih lebar sedangkan tanah yang kurang subur jarak tanam
cenderung lebih rapat (Muyassir, 2012). Penggunaaan jarak tanam pada dasarnya
untuk membuat tanaman tumbuh dengan baik tanpa mengalami banyak
persaingan dalam hal menyerap air, unsur-unsur hara, dan cahaya matahari. Jarak
tanam yang tepat penting dalam pemanfaatan cahaya matahari untuk proses
fotosintesis secara optimal. Semakin rapat jarak tanam atau semakin banyak
populasi tanaman per satuan luas maka semakin menurun kualitas rumpun
tanaman, seperti menurunnya jumlah anakan dan jumlah malai per rumpun
(Satriani et al., 2013).
Pemeliharaan merupakan upaya yang dilakukan oleh petani untuk merawat
tanaman padi mulai dari pengairan, perlindungan tanaman dari gulma dan hama
penyakit hingga pemupukan. Salah satu pemeliharaan tanaman padi yaitu
pemberian air yang disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dengan mengatur
tinggi air. Pemberian air atau genangan untuk tanaman padi yaitu setinggi 2-5cm
(Hidayatulloh et al., 2012). Pengendalian hama dan penyakit sebagai upaya
pemeliharaan tanaman harus dilakukan secara terpadu. Pengendalian hama dan
penyakit tanaman padi dapat dilakukan secara: (1) Pengendalian secara mekanis;
(2) Pengendalian secara kultur teknis dan (3) Pengendalian menggunakan
pestisida organik. (Sriyanto, 2010).

Lahan Budidaya Tanaman Karet

Umumnya tanaman karet tumbuh optimum pada dataran rendah dengan


ketinggian 200 m dpl. Ketinggian lebih dari 600 m dpl tidak tidak cocok untuk
pertumbuhan tanamankaret. Perbedaan ketinggian tempat akan mempengaruhi
suhu, tingkat pencahayaan dan curah hujan pada tanaman karet. Faktor iklim
seperti cahaya, suhu, kecepatan angin dan curah hujan mempengaruhi
pertumbuhan fisik dan mutu lateks tanaman karet yang dihasilkan (Setyamidjaja,
1993; Chaula, 2019).
Budidaya pengembangan tanaman karet sangat erat kaitannya dengan daya
dukung lahan sebagai media tanam komoditi ini. Besarnya pengaruh kesesuaian
lahan untuk mendukung pertumbuhan tanaman akan berpengaruh secara langsung
14

terhadap produktivitas tanaman Selain itu, tanaman karet juga berfungsi dalam
memperbaiki lingkungan seperti rehabilitasi lahan, mencegah erosi dan banjir,
mengatur tata guna air, dan menciptakan iklim yang sehat dan bebas polusi.
(Pangudijatno, 1981; Chaula, 2019).
Energi yang dihasilkan tanaman karet, berupa oksigen, kayu, dan biomassa
dapat digunakan untuk mendukung fungsi perbaikan lingkungan. Secara alami,
tanaman karet setiap tahun mengalami gugur daun yang mampu menyuburkan
tanah. Daur hidup yang demikian akan terus berulang selama satu siklus tanaman
karet, paling tidak selama 30 tahun. Oleh karena itu, keberadaan tanaman karet
sangat strategis bagi kelangsungan kehidupan, karena tanamanini mampu
berperan sebagai penyimpan dan sumber energi (Azwar et al. (1989); Chaula,
2019).
Tanaman karet mempunyai daya peyesuaian yang luas terhadap berbagai
jenis tanah baik itu tanah vulkanis yang mempunyai sifat cukup baik ataupun
tanah alluvial yang cenderung kurang baik, serta tanaman karet juga mampu
tumbuh di tanah yang kurang subur dengan catatan waktu tanam dan hasil panen
yang kurang maksimal (Enn, 2018)
Lahan kering menjadi patokan para petani untuk bertanam karet. Karena
tanaman karet memang menghendaki lahan dengan sifat fisika tanah seperti ini
untuk tumbuh kembangnya. Pada dasarnya, tanaman karet tidak menuntut tinggi
dalam hal jenis tanah yang dikehendakinya (Nurhakim, 2014).
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 1. Hasil praktikum


No Gambar Keterangan
.
1.

Arboretum

2.

Lahan Pekarangan

3.

Lahan Budidaya Tanaman Kacang


Panjang

4.

Lahan Budidaya Tanaman Padi

5.

Lahan Budidaya Tanaman Karet


16
17

Pembahasan

Arboretum

Arboretum adalah ruang terbuka hijau untuk menanam dan memelihara


vegetasi untuk tujuan penelitian dan pendidikan. Vegetasi ini terdiri dari
pepohonan, semak, rumput, dan tanaman berkayu yang bermanfaat bagi
masyarakat dan lingkungan. Arboretum juga merupakan salah satu ekosistem
yang bernilai strategis dari aspek konservasi, biodiversitas, sosial budaya,
ekonomi, pendidikan, penelitian dan pengembangan.
Arboretum universitas lambung mangkurat yang ada di fakultas kehutanan
merupakan salah satu ekosistem alamiah yang dikategorikan yang dikategorikan
sebagai kawasan dilindungi yang dapat digunakan sebagai tempat tempat
penunjang kegiatan penelitian dan aktivitas pengembangan hutan di universitas
lambung mangkurat pada tanaman produksi seperti pulai, alkasia bulan sabit,
alkasia bulan lebar, pinus, dan glondokan tiang.
Komponen yang terdapat dalam ekosistem ini meliputi komponen biotik
dan abiotik. Komponen biotik atau komponen yang berupa makhluk hidup yang
ada di ekosistem ini banyak sekali jenisnya, yakni tumbuhan (pohon ulin, alkasia,
pinus, jamur, rerumputan, bunga anggrek, dan jamur), dan binatang (semut,
burung, dan tupai). Selain komponen biotik, ada pula komponen yang biotik
(tidak hidup). Meskipun tidak hidup tetapi keberadaan komponen ini bisa
mempengaruhi komponen-komponen lain yang ada di ekosistem tersebut.
komponen abiotik yang terdapat di arboretum ini yaitu suhu, cahaya matahari, air,
iklim, tanah, kelembaban, angin, dan batu.

Lahan Pekarangan

Pekarangan rumah merupakan sebidang tanah di sekitar rumah, baik itu


berada di depan, di samping, maupun di belakang rumah. Pemanfaatan
pekarangan rumah sangat penting, karena manfaat yang dapat diambil sangat
18

banyak. Komponen yang terdapat pada lokasi ini adalah komponen biotik dan
komponen abiotik. Komponen biotik (hidup) pada lahan pekarangan ini meliputi
pohon jambu, pohon rambutan, pohon durian, dan rerumputan. Sedangkan
komponen abiotik (tidak hidup) meliputi cahaya matahari, suhu, kelembaban, dan
angin. Pada lahan pekarangan suhu yang dirasakan yaitu sangat panas
dibandingkan arboretum karena pepohonan yang ada pada lahan pekarangan tidak
serimbun pepohonan yang ada pada arboretum. Kelembaban yang ada pada lahan
pekarangan pun sangat rendah.

Lahan Budidaya Tanaman Kacang

Lahan budidaya tanaman kacang yang dijadikan sebagai tempat praktikum


ini memiliki komponen biotik (hidup) yaitu meliputi tanaman kacang panjang dan
rerumputan, dan burung. Sedangkan komponen abiotik (tidak hidup) meliputi
kelembaban, cahaya matahari dan suhu. Pada lahan budidaya tanaman kacang
panjang ini terlihat bahwa tanaman yang dibudidayakan kurang dirawat dengan
baik sehingga terdapat banyak gulma yang tumbuh disekitar tanaman, tanaman
yang menunjukkan gejala defisiensi unsur hara. Kondisi kelembaban pada lahan
ini sangat rendah sehingga menimbulkan rasa panas, suhu pada lahan ini pun
sangat tinggi dan cahaya matahari secara terik mengenai tanaman.

Lahan Budidaya Tanaman Padi

Pada lahan budidaya tanaman padi terdapat komponen biotik (hidup) yang
meliputi tanaman padi, rerumputan dan siput. Sedangkan untuk komponen abiotik
yaitu meliputi suhu, kelembaban, air, dan cahaya matahari. Pada lahan budidaya
tanaman padi kondisi padi tumbuh dengan baik dan terawat berbeda halnya
dengan lahan sebelumnya yaitu lahan budidaya tanaman kacang panjang.
19

Lahan Budidaya Tanaman Karet

Kondisi lahan budidaya tanaman karet pada saat melakukan praktikum


yaitu kurang terawat dan ditumbuhi banyak gulma. Kebun karet tersebut
sepertinya sudah lama tidak dikelola oleh pemiliknya. Untuk lahan budidaya
tanama karet ini sangat luas tetapi tertutupi oleh gulma-gulma yang ada pada
lahan tersebut. Adapun komponen biotik (hidup) yang ada pada lahan ini yaitu
meliputi pohon karet, rerumputan, gulma, burung, dan tupai. Sedangkan
komponen abiotik meliputi cahaya matahari, suhu, dan kelembaban.
20

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan antara komponen-
konponen tersebut terjadi pengambilan dan perpindahan energi, daur materi
dan produktivitas.
2. Pada praktikum ini lahan yang digunakan yaitu arboretum, pekarangan
rumah, lahan budidaya tanaman kacang panjang, lahan budidaya tanaman
padi, dan lahan budidaya tanaman karet.
3. Pada praktikum ini diperoleh komponen biotik (hidup) yang meliputi
pepohonan, rerumputan dan hewan dan abiotik (tidak hidup) yang meliputi
suhu, kelembaban, cahaya matahari dan air.

Saran

Saran untuk praktikum adalah praktikan harus datang lebih awal dan
memperhatikan penjelasan yang telah diberikan oleh dosen.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia L., Nunung S., & Nana., S. (2021). Respon Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Akibat Pemberian Pupuk
Organik Cair dan Jarak Tanam. Jurnal ilmiah pertanian, 9(2).

Arafah. (2010). Pengelolaan dan Pemanfaatan Padi Sawah. Bumi Aksara. Bogor.

Ashari. (2012). Proteksi dan Prospek Pemanfaatan Lahan Pekarangan Untuk


Mendukung ketahanan Pangan. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian.

Chaula L. S. (2019). Kesesuaian Lahan Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis) Di


Desa Giri Nanto Kabupaten Seluma. Jurnal Agroteknosains, 3(1).

Enn, Q. (2018). Lebih dalam: Padi, Karet, Sawit. CV. Garuda Mas Sejahtera.

Napolion. H. (2015). Pemahaman Pengunjung Terhadap Arti Dan Fungsi


Arboretum Universitas Riau. Jom Faperta, 2(2).

Nurhakim, Yusnu & Aditya Hani. (2014). Perkebunan Karet Skala Kecil Cepat.

Oktafiari, R. (2014). Analisis Usahatani Dan Pemasaran Padi Siarang Organik


Pada Perkumpulan Petani Organik Santiago Di Nagari Sarik Alahan Tigo
Kecamatan Hiliran Gumanti Kabupaten Solok. Fakultas Pertanian
Universitas Andalas.

Othman, K. and A.H. Baharuddin. (2015). The total factor productivity in


strategic food crops industry of Malaysia. Asian Journal of Agriculture
and Rural Development, 5(5): 124 – 136.

Pangerang. (2013). Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan. Bogor.

Pebriadi (2017). Tipe Komunitas Hutan Lahan Kering Di Hutan Lindung Sentajo,
Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor.

Rauf, A. (2010). Profil Arboretum USU (2006-2008). Sumatera Utara.

Sativani, R. (2010). Ekologi Populasi. Fakultas kehutanan.

Satriani, L. Effendy, dan E.J. Muslihat. 2013. Motivasi petani dalam penerapan
teknologi PTT padi sawah (Oryza sativa L.) di Desa Gunung Sari Provinsi
Sulawesi Barat. Jurnal Penyuluhan Pertanian, 8 (2): 86 – 93.
LAMPIRAN

Lahan praktikum Lahan pekarangan rumah Lahan budidaya tanaman


arboretum kacang panjang

Lahan budidaya tanaman Lahan budidaya tanaman


padi karet
23

Anda mungkin juga menyukai