Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENANGANAN PASCA PANEN


“TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN PADA
KOMODITI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Penanganan Pasca
Panen

Disusun Oleh:
KELOMPOK 1
Ilham Yudha Dwimasta (4442170030)
Ifa Asyifa Rachmasari (4442170043)
Meda Triramasari (4442170048)
Agung Virgiawan (4442170056)
Misriani (4442180005)

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan kasih-Nya, atas anugrah hidup dan kesehatan yang telah
penyusun terima, serta petunjuk-Nya sehingga memberikan kemampuan dan
kemudahan bagi penyusun dalan penyusunan makalah ini. Sholawat serta salam
juga tidak pernah lupa penyusun hanturkan untuk Nabi Muhammad SAW.
Alhamdulillah dengan bantuan dari banyak pihak akhirnya makalah ini selesai
tepat pada waktunya.
Dalam pembuatan makalah ini, penyusun sangat berterima kasih kepada Ibu
Dr. Fitria Riany Eris, S.P., M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah penanganan
pasca panen. Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada kedua orang tua
yang telah memberikan doa restu dan membantu secara materil. Makalah ini
memberikan banyak tambahan wawasan pengetahuan kepada mahasiswa/i
universitas sultan ageng tirtayasa. Di dalam makalah ini hanya sebatas ilmu yang
dapat penyusun sajikan, sebagai tuntutan tugas.
Penyusun menyadari makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Harapan penyusun, semoga makalah ini membawa
manfaat bagi kita semua mahasiswa/i Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
khususnya Fakultas Pertanian Jurusan Agroekoteknologi. Penyusun juga berharap
makalah ini memberikan kesan positif bagi pembaca. Untuk menumbuhkan daya
nalar, pengetahuan dan pola pikir.

Serang, April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3
2.1 Karakteristik Produk ................................................................ 3
2.2 Penanganan Pra-Panen Jagung ................................................. 4
2.3 Penanganan Pada Saat Pemanenan Jagung ............................. 7
2.4 Penanganan Pasca Panen ......................................................... 9
2.5 Teknologi Penyimpanan .......................................................... 14
2.6 Transportasi ............................................................................. 17
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 19
3.1 Kesimpulan .............................................................................. 19
3.2 Saran ........................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Panen dan pasca panen merupakan kegiatan yang dapat menentukan
kualitas dan kuantitas produksi. Kesalahan dalam penanganan panen dan
pasca panen dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Oleh karena itu
penanganan panen dan pasca panen secara benar perlu mendapat prioritas
dalam proses produksi usahatani. Ketahanan pangan sangat diperlukan oleh
suatu bangsa, salah satu tanaman pangan yang sangat penting ialah jagung.
Jagung adalah komoditi penting bagi perekonomian masyarakat Indonesia.
Kebutuhan jagung sepanjang tahun cukup besar, yaitu sebagai bahan pangan,
dan bahan pokok bagi industri pakan ternak. Kandungan jagung dalam pakan
ternak mencapai lebih dari 50%, dengan demikian kebutuhan akan jagung
semakin meningkat.
Untuk mendukung kebutuhan tersebut maka diperlukan jaminan
ketersediaan jagung dengan mutu yang baik. Jagung merupakan produk
musiman yang mudah rusak, untuk itu perlu diterapkan teknologi pascapanen
yang tepat agar komoditi jagung tetap tersedia sepanjang tahun, tidak mudah
rusak dan lebih tahan disimpan.
Penggunaan jagung dapat menimbulkan masalah, jika proses pengeringan
dan penanganan pasca panen tidak dilakukan dengan baik. Pada saat dipanen
jagung masih mengandung air yang cukup tinggi, sekitar 30-40 % dan jamur
akan mudah berkembang biak, sehingga jagung sering terkontaminasi oleh
mikotoksin dan/atau terjadi proses perombakan lemak. Hal ini akan diperparah
oleh kondisi cuaca yang kurang baik pada saat panen dan serangan hama yang
terjadi selama proses pemeliharaan. Disamping palatabilitasnya menurun,
jagung yang terkontaminasi dengan jamur mengandung mikotoksin, sehingga
berpengaruh negatif terhadap produktivitas ternak dan keamanan produk
ternak sebagai bahan pangan untuk manusia.
Kehilangan hasil panen produksi pada umumnya terjadi pada saat proses
panen dan pasca panen. Kehilangan hasil jagung pada pascapanen dapat

1
berupa kehilangan kuantitatif dan kualitatif. Kehilangan kuantitatif merupakan
susut hasil akibat tertinggal di lapang waktu panen, tercecer saat
pengangkutan, atau tidak terpipil. Kehilangan kualitatif merupakan penurunan
mutu hasil akibat butir rusak, butir berkecambah, atau biji keriput selama
proses pengeringan, pemipilan, pengangkutan atau penyimpanan.

1.2 Tujuan
Dengan adanya permasalahan seperti diatas maka tujuan dari tulisan ini
yaitu untuk mengetahui proses pra panen, panen dan pasca panen pada
komoditas jagung serta teknologi pasca panen untuk menurunkan potensi
kehilangan hasil panen.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Karakteristik Produk


Karakteristik Produk Skala Kecil
A. Karakteristik produk ditinjau dari proses produksinya :
1. Produk musiman
2. Produk yang dihasilkan melalui proses biologis tumbuhan
3. Produk yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
pada saat itu
B. Karakteristik produk ditinjau dari handling product :
1. Perlakuan pascapanennya untuk meningkatkan nilai tambah sangat
minim dilakukan
2. Kehilangan hasil saat panen relatif besar
3. Produk mudah rusak (perishibel) dan memakan tempat.
C. Karakteristik produk ditinjau dari pemasaran produk :
1. Harga produk relatif murah _ produsen sebagai price taker dan efek
dari asimetri informasi, bargainning potition yang rendah di produsen
2. Fluktuasi harga relatif tajam
3. Produk bersifat generik _ memasuki pasar yang cenderung bersifat
monopsoni atau oligopsoni
4. Jumlah produk yang dipasarkan pada umumnya tidak memenuhi skala
ekonomi (jumlah relatif kecil)
5. Produk melalui rantai pemasaran yang relatif panjang untuk sampai
pada konsumen
6. Pada umumnya produk tidak mengalami perubahan bentuk
7. Resiko pemasaran relatif tinggi karena fluktuasi harga dan sifat mudah
rusaknya produk pertanian
8. Elastisitas harga produk relatif lebih rendah
Karakteristik Produk Pertanian Skala Besar :
A. Karakteristik produk ditinjau dari proses produksinya :
1. Produk musiman

3
2. Produk yang dihasilkan melalui proses biologis tumbuhan
3. Produk yang dihasilkan dipengaruhi oleh teknologi yang
meminimalisir pengaruh lingkungan
B. Kharakteristik produk ditinjau dari handling product :
1. Perlakuan pasca panennya dalam rangka menjaga kualitas produk dan
menghasilkan nilai tambah (added value)
2. Kehilangan hasil saat panen relatif lebih kecil
3. Produk mudah rusak (perishibel) dan memakan tempat
C. Karakteristik produk ditinjau dari pemasaran produk :
1. Harga produk relatif lebih mahal _ produsen memiliki bargainning
potition yang lebih tinggi dan memiliki kemampuan mengakses pasar
konsumen
2. Fluktuasi harga relatif relatif lebih rendah karena kemampuan
mendistribusikan produk dan melihat peluang pasar _ ada perencanaan
produksi
3. Produk terstandarisasi dan melalui serangkaian proses pemberian
atribut produk untuk menciptakan nilai tambah dan positioning produk
4. Jumlah produk yang dipasarkan pada umumnya memenuhi skala
ekonomi (jumlah relatif besar) dan melalui perencanaan pemasaran
yang lebih baik (marketing plan)
5. Produk untuk sampai pada konsumen tidak melalui rantai pemasaran
yang panjang bahkan cenderung dari titik produsen langsung ke pasar
dilakukan oleh produsen sendiri
6. Unit pengolahan hasil (agroindustri) dan produksi sangat dekat
sehingga sangat dimungkinkan adanya perubahan bentuk dan atau
perubahan struktur kimia produk atas pengolahan yang dilakukan
7. Respon atas perubahan pasar relatif lebih cepat dan
mempertimbangkan mekanisme pengalihan resiko
8. Elastisitas harga produk relatif lebih tinggi

2.2. Penanganan Pra Panen Jagung


1. Cara Pengolahan Tanah

4
a. Tanah dicangkul/Traktor menggunakan mesin sedalam 25 30 cm
setelah tanah dicangkul,dibiarkan/dianginanginkan selama 7 hari
b. Penggemburan tanah dilakukan agar bongkahan tanah menjadi butiran
yang lebih halus
c. Kemudian tanah dianginanginkan selama 7 hari agar terhindari dari
unsurunsur beracun yang kemungkinan ada di dalam tanah.
2. Pembuatan Bedengan
a. Setelah tanah diolah/digemburkan dibuat bedengan selebar 200
cm. Panjang bedengan menyesuaikan kondisi lahan
b. Diantara bedengan dibuat selokan selebar 50 cm dan sedalam 25
cm.
c. Tanah dari galian selokan diambil dan ditaburkan diatas
bedengan sehingga menambah tinggi bedengan
d. Permukaan bedengan dihaluskan dan diratakan sehingga rata
benar
e. Pada setiap bedengan nantinya terdapat ± 8 barisan tanaman
dengan jarak antar baris 25 cm.
3. Penanaman
a. Kebutuhan Benih
Benih yang digunakan hendaknya benih bermutu, hal ini sangat penting
disamping untuk menghasilkan produksi yang tinggi juga tahan terhadap
hama dan penyakit yang menyerang. Kebutuhan benih per hektar 100 kg
atau sama dengan 1 kg/100 m².
b. Waktu Tanam
Waktu tanam yang tepat adalah pada awal musim kemarau dan di akhir
musim penghujan, pada sebagian besar daerah di Pulau Jawa biasanya
berada di antara bulan April Mei dimana di perkirakan curah hujan tidak
terlalu tinggi. Namun demikian, ada beberapa daerah yang waktu
tanamnya tidak pada bulanbulan tersebut. Hal ini dikarenakan pada daerah
tersebut mempunyai musim kemarau dan penghujan yang berbeda.
c. Cara Bertanam
• Buat alurlarikan pada bedengan dengan jarak antara 25 cm.

5
• Benih yang akan ditanam, dicampur terlebih dahulu
dengan Dithane
• Benih dimasukan dalam alur sedalam 3,5 cm dengan cara seretan.
• Taburi Furadan ditempat biji dalam alur, kemudian ditutudengan
tanah halus. Pemberian Furadan dimasukan agar benih tidak
terkena hama dan penyakit.
d. Pengairan
• Pada waktu setelah tanam yang diikuti pemupukan ke I lahan perlu
diairi agar benih berkecambah dan dapat tumbuh dengan baik
• Pada waktu tanaman berumur 30 HST (hari setelah tanam)
yaitu pada waktu setelah penyiangan dan pemupukan ke II,
tanaman perlu diairi agar dapat menyerap pupuk dengan baik.
• aktu tanaman berumur 45 65 HST yakni pada waktu fase bunting
sampai keluar malai, tanaman perlu diairi agar jumlah bunga dan
biji yang dihasilkan banyak.
• Pada fase pengisian biji sampai masak (± 70 90 HST)
tanaman perlu diairi agar tidak menurunkan berat biji yang
dihasilkan.
e. Pemupukan
Waktu pemupukan dapat dilakukan sebelum tanam atau pada
saat tanam sebagai pupuk dasar. Pupuk pertama diberikan TSP dan
KCl serta sebagaian pupuk N. Dosis pupuk dapat ditentukan oleh
jumlah hara yang tersedia didalam tanah. Biasanya pupuk organik
10 ton/ha, sedangkan pupuk anorganik 120 200 kg N/ha, P 45
150 kg/ha dan 30 70 kg K/ha. Pemberian pupuk Urea dapat diberikan 2
3 kali.
• Pemberian I : Sepertiga bagian bersama dengan pupuk P dan
K dalam bentuk pupuk majemuk.
• Pemberian II : Sepertiga bagian pada saat bertunas sekitar 25
30 hari setelah tanam.

6
• Pemberian III : Sisanya pada saat pembentukan primordia
bunga untuk mendorong pembentukan malai, butir gandum dan
peningkatan protein.
f. Penyiangan
Penyiangan dilakukan 2 3 kali tergantung banyaknya populasi gulma.
Penyiangan I : tanaman berumur 1 bulan
Penyiangan II : dilakukan 3 minggu dari penyiangan pertama
Penyiangan III : tergantung banyaknya dan tingginya populasi gulma.

2.3. Penanganan Pada Saat Pemanenan Jagung


Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam. Panen
merupakan pekerjaan akhir dari budidaya tanaman (bercocok tanam). Tapi
panen merupakan awal dari pengerjaan pasca panen, yaitu melakukan
persiapan untuk penyimpanan dan pemasaran. Dalam pemanenan banyak hal
yang harus diperhatikan seperti kriteria panen dan teknik panen. Apabila
proses ini dilakukan sesuai dengan persyaratan yang diperlukan maka akan
diperoleh hasil panen dengan mutu yang baik serta dapat menekan kehilangan
hasil pada saat panen. Persyaratan dan teknik panen yang dilakukan dengan
baik juga akan memudahkan penanganan selanjutnya yaitu pasca panen dan
pengolahan hasil menjadi produk setengah jadi maupun produk jadi. Tata cara
panen yang baik sangat menentukan terhadap mutu hasil yang diperoleh.
Pemanenan yang terlalu cepat akan menyebabkan kuantitas hasil yang
diperoleh rendah dan pemanenan yang terlambat akan menyebabkan sebagian
hasil akan hilang akibat serangan jamur, serangga dan binatang pengerat.
Pemanenan jagung dilakukan pada saat telah mencapai masak fisiologis
atau pada tingkat kematangan tertentu, tergantung tujuan pemanfaatannya.
Jagung dipanen pada umur sekitar 4 sampai 4,5 bulan, dengan tanda-tanda
yaitu biji sudah matang, daun dan klobot sudah mulai mengering (daun sudah
dapat dibakar) (Anwar dan Khalil, 2006). Jagung untuk dikonsumsi muda
dapat dipanen sekitar umur 68 – 70 hari. Sementara jagung yang dipanen
untuk pipilan kering pada umumnya dipanen rata-rata pada umur 80 – 100 hari
setelah tanam (Purwono dan Purnamawati, 2007).

7
Berikut adalah beberapa ciri-ciri jagung yang sudah dalam masa panen yaitu :
1. Jagung berumur 7-8 minggu setelah berbunga
2. Daun dan batang tanaman mulai menguning dan berwarna cokelat
pada kadar air 35-40%
3. Jagung siap dipanen dengan tongkol atau kelobot mulai mengering
yang ditandai dengan adanya lapisan hitam pada biji bagian lembaga.
Apabila pada pangkal biji sudah ditumbuhi lebih dari 50% lapisan
hitam, maka tanaman sudah masak fisiologis
4. Biji kering, keras, dan mengkilat. Jagung untuk sayur (jagung
muda/baby corn) dipanen sebelum bijinya terisi penuh. Saat itu
diameter tongkol baru mencapai 1-2 cm. Untuk dikonsumsi sebagai
jagung rebus atau jagung bakar, saat panen yang paling tepat adalah
pada stadium tongkol setengah tua, yaitu tongkol berukuran
maksimum, berbiji penuh, padat dan bila biji ditekan tampak bekas
melekuk. Pada skala usaha komersial, panen tongkol jagung umumnya
dilakukan setelah mencapai stadium tua (matang fisiologis) karena
biji-bijinya akan dikeringkan.
Waktu panen menentukan mutu biji jagung. Pemanenan yang terlalu awal
menyebabkan banyaknya butir muda sehingga kualitas dan daya simpan biji
rendah. Panen muda akan menurunkan mutu jagung. Hal ini disebabkan
karena jagung muda masih berkadar air tinggi. Kadar air tinggi bisa memicu
munculnya penyakit pasca panen seperti jamur dan busuk tongkol. Jagung
dengan kadar lebih dari 40% dapat mengakibatkan biji jagung tumbuh,
sedangkan kadar air 20-30% dapat memicu pertumbuhan jamur. Kadar air
tinggi bisa disebabkan karena umur terlalu muda dan kondisi lingkungan
yang lembab, seperti saat hujan. Sebaliknya, pemanenan yang terlambat
menyebabkan penurunan kualitas dan peningkatan kehilangan hasil akibat
cuaca yang tidak menguntungkan atau serangan hama dan penyakit di lapang.
Penentuan umur panen juga dapat bervariasi berdasarkan varietas jagung
yang ditanam (Firmansyah et al., 2007).
Pemanenan jagung bergantung pada lokasi, jenis lahan, dan ketersediaan
teknologi. Pemanenan jagung yang sederhana dan umum dilakukan dan

8
hasilnya sangat baik adalah dipuntir dengan tangan atau sabit dengan
memotong tangkai buah. Sekaligus memotong batang dan bagian tanaman
lainnya dan ditinggal dilapangan dan kemudian dibenamkan ke dalam tanah
sebagai bahan pupuk. Jagung sebaiknya dipanen dalam bentuk tongkol
lengkap dengan kelobotnya, bila dipanen tanpa kelobot resiko kerusakan
butir-butir jagung tambah besar. Segera setelah dipanen pisahkan jagung
yang tidak sehat/terinfeksi penyakit dilapangan supaya penyebaran hama dan
penyakit dapat dicegah (Asni, 2017).
Alat dan mesin yang digunakan dalam proses pemanenan jagung meliputi
sabit (konvensional) atau alat pemanen jagung/corn harvester (modern).
Dengan menggunakan alat pemanen ini dapat menekan biaya panen hingga
60%. Untuk pemanenan dengan cara konvensional menggunakan sabit
terdapat dua tipe pemanenan yaitu jagung tongkol dengan klobot dan
pemanenan jagung tongkol tanpa klobot. Pada pemanenan jagung dengan
klobot, jagung berkadar air tinggi yaitu berkisar 30-40% dan jagung disabit
setinggi pinggang, lalu jagung segera dipetik dan dipisahkan dari kelobotnya.
Jagung yang sudah bersih kemudian dimasukkan dalam keranjang.
Sedangkan untuk jagung tanpa klobot, jagung berkadar air rendah berkisar
17-20% dan jagung dipisahkan dari klobotnya terlebih dahulu lalu dipetik
jagung tanpa harus menyabit batang jagung terlebih dahulu.

2.4. Penanganan Pasca Panen


Pasca panen adalah tahapan kegiatan sejak pemungutan hasil dilapangan
sampai siap untuk dipasarkan, sedangkan penanganan pasca panen
merupakan tindakan yang disiapkan atau dilakukan pada hasil pertanian agar
hasil pertanian siap dan aman untuk dikonsumsi atau diolah lebih lanjut oleh
industri.
Proses penanganan pasca panen jagung yaitu sebagai berikut :
1) Pengeringan
Pengeringan adalah upaya untuk menurunkan kadar air biji jagung agar
aman disimpan. Kadar air biji yang aman untuk disimpan berkisar antara
12-14%. Pada saat jagung dikeringkan terjadi proses penguapan air pada

9
biji karena adanya panas dari media pengering, sehingga uap air akan
lepas dari permukaan biji jagung ke ruangan di sekeliling tempat
pengering (Brooker et al., 1974). Pengeringan diperlukan sebelum
pemipilan untuk menghindari terjadinya biji pecah. Untuk itu, kadar air
biji harus diturunkan menjadi <20% agar tahan disimpan lama, tidak
mudah terserang hama dan terkontaminasi cendawan yang menghasilkan
mikotoksin, mempertahankan volume dan bobot bahan sehingga
memudahkan penyimpanan (Handerson dan Perry, 1982). Oleh karena itu
disarankan agar pengeringan dilakukan segera dalam waktu 24 jam setelah
panen. Jagung dapat dikeringkan dalam bentuk tongkol berkelobot,
tongkol tanpa kelobot, atau jagung pipilan.
Proses pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu menjemur
langsung dengan menggunakan sinar matahari dan menggunakan alat
pengering. Kedua cara ini masing-masing mempunyai kelemahan dan
keunggulan. Apabila sinar matahari cukup tersedia sebaiknya pengeringan
dilakukan dengan menjemur dengan tujuan untuk menekan biaya
pengeringan, namun apabila cuaca mendung atau musim hujan harus
segera dilakukan pengeringan dengan pengering mekanis. Pengeringan
melalui penjemuran dengan sinar matahari dilakukan dengan cara
dihampar di atas lantai beton atau terpal. Waktu penjemuran biasanya
dibutuhkan satu hari penuh atau rata-rata selama enam jam, sebelum
jagung bisa disimpan atau dijual. Pengeringan langsung dengan
membiarkan tongkol tetap pada tanaman selama 7-14 hari dilakukan oleh
petani yang menanam jagung hibrida khususnya pada pertanaman musim
kemarau. Menurut Dharmaputra et al., (1996) cara penjemuran jagung
yang umum dilakukan petani adalah dikeringkan langsung bersama
tongkol setelah panen; dikeringkan setelah dirontok atau dipisahkan;
tongkol dikupas dan dikeringkan terlebih dahulu selama dua hari untuk
mencapai kadar air <20%, dirontok, kemudian dikeringkan lagi;
penundaan pengeringan dan jagung langsung dikarungkan, disimpan 1-2
hari, dipipil dan dijual. Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari
ini mempunyai kelebihan yaitu tidak memerlukan bahan bakar, dan

10
menekan biaya pengeringan. Sedangkan kekurangannya adalah suhu
pengeringan tidak dapat dikontrol, memerlukan tempat yang luas, hanya
berlangsung jika ada sinar matahari, dan pengeringan tidak konstan karena
penyinaran matahari tidak tetap intensitasnya.
Dalam pengeringan jagung cara modern dengan menggunakan alat
pengeringan khusus jagung seperti bed dryer, recirculation batch dryer,
continuous mix flow dryer, dan lain sebagainya. Alat pengering jenis batch
dryer menggunakan temperatur udara tertentu sesuai dengan tujuan
pengeringan. Pengeringan dengan menggunakan alat pengering ini
mempunyai keuntungan diantaranya yaitu tidak tergantung dengan cuaca,
kapasitas pengering dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan, tidak
memerlukan tempat yang luas, dan kondisi pengeringan mudah dikontrol
(Taib et al., 1987). Sedangkan kekurangannya adalah biaya pengeringan
relatif mahal, dan penggunaan bahan bakar minyak (minyak tanah dan
solar) di dalam pengoperasiannya.
2) Pemipilan
Setelah dijemur sampai kering jagung dipipil. Pemipilan merupakan
kegiatan memisahkan biji jagung dari tongkolnya. Pemipilan biji jagung
berpengaruh terhadap butir rusak, kotoran, dan membantu mempercepat
proses pengeringan. Proses pemipilan akan berlangsung dengan mudah
dan kualitas pipilan tinggi apabila tanaman sudah mencapai umur panen
yang ditentukan dan kadar air biji pada saat panen rendah (<18%). Seperti
kegiatan pengeringan, pemipilan jagung dapat dilakukan secara manual
atau secara mekanis dengan bantuan alat mesin. Pemipilan jagung manual
dilakukan dengan tangan, tongkat pemukul, gosrokan, pemipil besi putar,
pemipil besi bergerigi dan alat pemipil jagung sederhana lainnya. Cara
pemipilan dengan tangan banyak dilakukan untuk penyediaan benih.
Kerugian dari cara ini adalah memerlukan waktu yang lama dan
membutuhkan banyak tenaga kerja. Cara lainnya yaitu dengan
memasukkan jagung ke dalam kantung, kemudian didiamkan selama 24
jam, lalu jagung yang masih berada di dalam kantung tersebut dipukul-

11
pukul. Namun cara ini menyebabkan banyak biji yang rusak terutama pada
saat kadar air biji masih tinggi.
Sedangkan cara yang lebih modern yaitu menggunakan mesin yang
disebut Corn sheller yang dijalankan dengan motor. Jagung dalam kondisi
masih bertongkol dimasukkan kedalam lubang pemipil (hopper) dan
karena ada gerakan dan tekanan, pemutaran yang berlangsung dalam corn
sheller maka butir-butir biji akan terlepas dari tongkol, butir-butir tersebut
langsung akan keluar dari lubang pengeluaran untuk selanjutnya
ditampung dalam wadah atau karung. Pemipil dengan alat ini sangat
efektif karena relatif 100% butir-butir jagung dapat terlepas dari
tongkolnya (kecuali butir-butir yang terlalu kecil yang terdapat di bagian
ujung tongkol). Kualitas pemipilannya sangat baik karena persentase biji
yang rusak/cacat serta kotoran yang dihasilkannnya sangat kecil.
3) Sortasi
Sortasi dilakukan untuk memisahkan tongkol jagung yang
berukuran besar dengan yang kecil, berbiji rapat dengan jarang atau rusak,
berwarna seragam putih atau kuning dengan yang tidak seragam, serta
sudah masak dengan belum masak. Sortasi jagung juga dilakukan dengan
memisahkan biji jagung sehat (baik) dari biji-biji pecah, rusak, dan hampa
serta untuk menyeragamkan ukuran butirannya. Proses pembersihan
bertujuan untuk membersihkan butiran jagung dari kotoran seperti sisa
tongkol, seresah, dan kotoran-kotoran lainnya. Proses sortasi dan
pembersihan dapat dilakukan dengan cara manual (konvensional)
menggunakan tangan dan peralatan sederhana atau dengan menggunakan
cara mekanis yaitu menggunakan alat dan mesin pertanian. Secara manual
sortasi dan pembersihan pipilan jagung dapat dilakukan dengan cara
menggunakan tangan untuk memilih dan memisahkan jagung yang rusak,
pecah, hampa, dan kotoran-kotoran yang terbawa, dan menggunakan
ayakan, jagung diayak sehingga kotoran dan jagung yang berukuran kecil
akan jatuh dan terpisah sesuai ukurannya.
4) Grading

12
Grading adalah mengelompokkan berdasarkan ukuran (besar, kecil
dan sedang) serta tingkat kemasakan (kematangan). Grading yang
dilakukan pada saat pasca panen, bertujuan untuk memisahkan hasil panen
berdasarkan ukuran. Grading pun bisa dilakukan bersamaan dengan
penyortiran atau dilakukan secara terpisah.
5) Penyimpanan
Tahapan akhir adalah penyimpanan. Tujuan dari penyimpanan adalah
untuk menjaga kualitas yang dimiliki oleh biji-bijian, kualitas dari bijian
tidak dapat ditingkatkan selama proses penyimpanan sehingga menjaga
agar kualitas butir jagung baik harus dilakukan dari awal proses
pascapanen. Menurut Champ dan Highley, (1986) dalam proses
penyimpanan, biji jagung masih mengalami proses pernafasan dan
menghasilkan karbondioksida, uap air, dan panas. Penyimpanan pada
jagung terbagi menjadi 2 metode yaitu penyimpanan dalam karung dan
penyimpanan curah. Penyimpanan jagung untuk benih sebaiknya dengan
kadar air lebih kecil dari 14%, dan cara penyimpanannya yaitu didalam
kantong-kantong kecil dan nantinya dimasukan lagi ke dalam kantong
plastik agak besar untuk kemudian dimasukan kedalam kaleng dimana
dilengkapi dengan sejumlah kapur tohor. Penyimpanan untuk benih paling
baik pada kadar air 9% dan pada suhu penyimpanan 21ºC.
Penyimpanan jagung yang dilakukan oleh petani rata-rata selama lebih
dari 3 bulan dalam bentuk pipilan. Hanya sebagian kecil petani yang
menyimpan jagung dalam bentuk tongkol dan menyimpannya dengan
menggantung jagung. Apabila kondisi ruang simpan tidak terkontrol maka
akan terjadi kenaikan konsentrasi air di udara sekitar tempat penyimpanan,
sehingga memberikan kondisi ideal bagi pertumbuhan serangga dan
cendawan perusak biji. Penyimpanan jagung dapat berlangsung lama tanpa
menurunkan kualitas biji apabila terjadi keseimbangan kondisi simpan
antara kelembaban udara relatif lingkungan dengan kandungan air biji
pada kondisi suhu tertentu. Alat penyimpan berupa silo dari kayu yang
berlapis seng di dinding bagian dalamnya dengan kapasitas satu ton dapat
menyimpan benih/biji jagung sampai delapan bulan dan terhindar dari

13
serangan kumbang bubuk. Sebelum disimpan, biji/benih sebaiknya
dikemas terlebih dahulu dalam kantung plastik, kemudian baru disimpan
dalam fasilitas penyimpan yang terbuat dari bahan kayu atau multiplek
(Rahmawati et al., ).

2.5. Teknologi Penyimpanan


Permasalahan yang dihadapi petani jagung salah satunya adalah proses
penyimpanan. Para petani menjual jagung hasil panennya karena mereka
mangalami kesulitan dalam hal penyimpanan jagung disimpan dalam jangka
waktu lama. Selama penyimpanan, terjadi kehilangan sekitar 9,6 – 20,2%
karena serangan serangga tikus dan jamur. Jagung berkadar air 9,6% yang
disimpan dalam karung goni hanya tahan disimpan sampai 6 bulan dengan
kerusakan 10,34% dan bila disimpan selama 8 bulan maka kerusakannya
mencapai 34,01%. Beberapa usaha untuk mencari teknik penyimpanan dan
perawatan jagung terus dilakukan. Untuk penyimpanan jagung yang perlu
diperhatikan adalah kadar air 1-2% dibawah kadar air seimbang dengan
kelembaban maksimum 80%. Usahakan wadah dapat mempertahankan bahan
tetap kering dan dingin serta dapat melindungi terhadap serangan serangga
dan tikus. Jagung yang disimpan harus benar benar bersih dan mulus, hal ini
dapat dilihat dari hasil sortasi bijinya, seperti yang telah disebutkan di atas.
Proses penyimpanan sangat perlu diperhatikan karena mempengaruhi
kualitas jagung sehingga akan menentukan harga jual jagung yang dihasilkan.
Upaya untuk mempertahankan kualitas jagung pada waktu penyimpanan dan
pergudangan dapat ditempuh dengan menggunakan kabon disulfida (CS2),
penyimpanan diatas para-para, penyimpanan dengan karung dan
penyimpanan dengan silo bambu semen, sedangkan untuk penyimpanan
benih jagung dengan menggunakan jerigen plastik, botol dan wadah dari
logam.
1. Menggunakan Karbon Disulfida (Cs2)
Penggunaan karbon disulfida (CS2) cair dapat menekan kerusakan jagung
pipil selama penyimpanan. Teknik penggunaan CS2 tidak sulit, karena CS2
cair mudah teroksidasi, sehingga terbentuk CO2 dan SO2 yang bersifat toksin

14
terhadap serangga (inago, larva dan telur), serta menghambat mikroorganisme.
Penggunaan CS2 dosis 0.25 cc/kg jagung pipil dapat memperpanjang daya
simpan jagung pipil sampai dua tahun dengan kerusakan kurang dari satu
persen.
Pengemas jagung pipil yang digunakan harus kedap udara, karena hasil
oksidasi CS2 adalah gas CO2 dan SO2. Tempatkan CS2 cair dalam botol
dengan dosis 0,25 cc/Kg jagung pipil dengan kadar air sekitar 10% kemudian
ditutup agak renggang. Penutupan agak renggang agar CS2 cair ini menguap
secara perlahan-lahan kemudian mengalami oksidasi. Apabila jumlah jagung
yang disimpan cukup banyak, misalnya dua ton atau lebih, maka penempatan
botol berisi CS2 tersebut dapat dilakukan di beberapa tempat di bagian tengah.
Setelah penempatan botol berisi CS2 dalam kemasan jagung selesai dilakukan,
maka pengemas jagung segera ditutup rapat. Selanjutnya jagung disimpan
dalam ruang penyimpanan yang dijaga kebersihannya.
2. Penyimpanan Di Atas Para-Para
Penyimpanan jagung dapat dilakukan dalam bentuk tongkol berkelobot
pada parapara yang ditempatkan di bawah atap maupun di atas dapur. Dapat
pula dilakukan dalam bentuk tongkol pada para-para dan pada langit-langit
rumah yang dilengkapi dengan kawat anti tikus. Untuk penyimpanan jagung
dalam tongkol berkelobot dianjurkan hanya pada jagung yang kelobotnya
menutup seluruh tongkol.
Para-para di atas dapur dapat memperoleh asap dari kayu yang dibakar
sewaktu masak di dapur. Asap tersebut meninggalkan residu yang bersifat anti
terhadap bakteri, jamur maupun serangga. Dengan demikian dapat menjamin
jagung disimpan dalam waktu yang cukup lama.
3. Penyimpanan Dengan Karung
Faktor utama yang perlu mendapatkan perhatian adalah kebersihan dan
ketahanan dari jenis wadahnya. Wadah harus bersih dan tidak bocor, dengan
demikian selama dalam wadah, biji jagung tidak mudah mengalami serangan
oleh hama dan penyakit. Oleh sebab itu gunakan karung plastik yang dilapis
dengan karung goni. Setelah itu ikatlah erat-erat atau dijahit sepanjang lubang
secara kuat dan rapih.

15
Kondisi demikian akan mempermudah dalam pengangkutan serta akan
mengurangi kehilangan hasil akibat banyaknya jagung yang tercecer selama
dalam pengangkutan. Khususnya bagi jagung pipilan, tingkat kehilangan
karena tercecer kemungkinan lebih besar bila dibanding dengan jagung
tongkol.
Dalam bentuk pipilan, jagung dapat disimpan dalam karung goni, karung
plastik, bakul besar dan kotak kayu. Bahkan dalam jumlah yang besar dapat
disimpan dalam bentuk curah di dalam gudang atau silo-silo. Dalam kondisi
demikian, perlu pengaturan terhadap kadar air, suhu penyimpanan dan
kelembaban udara (RH) secara stabil. Penyimpanan dalam bentuk pipilan
sebaiknya kadar airnya diatur setelah mencapai 13-14%. Karena kadar air di
atas 14% merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan jamur.
Kontaminasi jamur dapat memproduksi bermacam-macam toxin (racun) antara
lain aflatoksin dan hama-hama gudang, sehingga menyebabkan kerusakan.
Wadah yang digunakan sebaiknya menggunakan karung plastik (plyethelene),
karena jagung yang disimpan dalam karung plastik ternyata mempunyai daya
simpan lebih lama dibanding jagung yang disimpan dalam karung goni. Wadah
yang digunakan sebaiknya dibersihkan terlebih dulu, bila perlu disemprot
dengan cairan insektisida Silosan 25 EC 2% dan Damfin 50 EC dosis 500 cc /
10 lt untuk 500 m2.
4. Penyimpanan Dengan Silo Bambu Semen
Untuk tujuan konsumsi, jagung dapat disimpan dalam silo bambu semen.
Silo ini mudah didapat karena bahan bangunannya mudah diperoleh di
pedesaan. Kapasitas silo adalah 1.000 kg (1ton) dengan ukuran 125 cm dan
tinggi 100 cm. Silo tersebut dapat digunakan selama 20 tahun. Cara
penyimpanannya yaitu jagung pipilan dikeringkan sampai kadar air mencapai
12,5 – 13 %, kemudian diangin-anginkan selama 2 – 4 jam dan dimasukkan ke
dalam silo. Sebelum jagung dimasukkan ke dalam silo, pada dasar silo dilapisi
plastik satu lapis untuk menghindari masuknya lengas tanah secara kapiler ke
dalam silo. Cara lain yang dapat ditempuh adalah membuat landasan silo dari
lapisan kerikil dan lapisan pasir. Penyimpanan jagung dengan silo bambu
semen dapat bertahan 4 - 8 bulan tanpa ada hama gudang.

16
Dalam proses penyimpanan, biji jagung masih mengalami proses
pernafasan dan menghasilkan karbondioksida, uap air, dan panas. Apabila
kondisi ruang simpan tidak terkontrol maka akan terjadi kenaikan konsentrasi
air di udara sekitar tempat penyimpanan, sehingga memberikan kondisi ideal
bagi pertumbuhan serangga dan cendawan perusak biji. Pengaruh negatif
lanjutan dari kenaikan suhu dan konsentrasi uap jenuh udara adalah
meningkatnya proses respirasi dengan akibat sampingan makin meningkatnya
suhu udara di ruang penyimpanan, yang akan mempercepat proses degradasi
biji (Champ dan Highley, 1986)
Penyimpanan bertujuan untuk mempertahankan kualitas sekaligus
mencegah kerusakan dan kehilangan yang dapat disebabkan faktor luar dan
dalam, seperti kadar air biji, aktivitas respirasi, pemanasan sendiri, suhu
penyimpanan, kelembaban udara, konsentrasi oksigen udara, serangan
mikroba, hama dan iklim. Penyimpanan jagung dapat dilakukan dalam bentuk
tongkol berkelobot dan dalam bentuk pipilan, jarang ditemukan jagung yang
disimpan tanpa kelobot.

2.6. Transportasi
Distribusi adalah kegiatan yang dilakukan produsen atau petani jagung
untuk membuat produknya mudah diperoleh dan tersedia sampai ketangan
konsumen dengan melalui beberapa rantai pendistribuasian (tengkulak,
pedagang besar, pedagang grosir) yang membantu memudahkan konsumen
untuk mendapatkan produk jagung tersebut. Keputusan penentuan lokasi dan
sarana penyaluran yang digunakan untuk memberikan pelayanan kepada
konsumen melibatkan bagaimana cara jagung tersebut sampai ketangan
konsumen dan dimana jagung tersebut akan disalurkan harus
dipertimbangkan dengan matang.
Dalam pendistribusiannya jagung dibantu dengan alat transportasi berupa
mobil angkut (truk) saja tanpa adanya perlakuan khusus terlebih dahulu
terhadap jagung yang akan di distribusikan di dalam negri, walaupun jagung
di Indonesia dalam keadaan surplus dengan stok jagung melimpah, namun hal
ini terkendala oleh biaya transportasinya yang tidak mencukupi dan akses ke

17
suatu daerah tertentu masih ada yang terkendala sulitnya medan untuk dilalui
sehingga pendistribusian jagung di Indonesia tidak merata. Untuk
mengefisiensi biaya transportasi yang dikeluarkan dalam penyewaan truk
dapat dilakukan dengan cara mengefisiensikan operasional berdasarkan
fungsi transportasi yang digunakan, dimana mengangkut jagung harus
dilakukan sesuai dengan kapasitas angkut normal truk.
Adapun secara umum rantai pemasaran jagung yang ada adalah sebagai
berikut:
a) Petani - tengkulak - Pedagang besar - Konsumen
b) Petani - Pedagang Pengumpul - Pedagang Grosir - Pedagang Pengecer
-Konsumen
c) Petani - Pedagang Pengumpul - Pedagang Grosir - Pedagang Grosir
Pembantu – Konsumen
d) Petani Produsen - Pedagang Pengumpul - Pedagang Grosir - Pedagang
Grosir Pembantu - Pedagang Pengecer - Konsumen
e) Petani - Pengecer
Panjang dan pendeknya rantai pemasaran ini sangat berpengaruh terhadap
harga jual pada komoditi jagung yang dipasarkan, karena tiap lokasi atau
lembaga pemasaran memerlukan biaya transport untuk menyalurkan produk
jagung tersebut, sehingga semakin panjang rantai pemasarannya maka
harga barang jual juga akan melambung. Untuk itu harus ada kebijakan untuk
menjaga harga ditingkat konsumen untuk tetap stabil.

18
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Jagung adalah komoditi penting bagi perekonomian masyarakat Indonesia.
Kebutuhan jagung sepanjang tahun cukup besar Kandungan jagung dalam
pakan ternak mencapai lebih dari 50%, dengan demikian kebutuhan akan
jagung semakin meningkat. Dengan tingkat kebutuhan yang semakin
meningkat ini harus dukung dengan ketersediaan jagung dengan mutu dan
kualitas yang baik. Maka dari itu segala kegiatan yang dapat mempengaruhi
mutu dan kualitas tanaman jagung harus diperhatikan mulai dari penanganan
pra-panen, penanganan pada saat pemanenan dan penanganan pasca panen,
serta bagaimana produk hasil panen tersebut bisa sampaikan ketangan
konsumen.
Dengan kandungan air yang cukup tinggi tanaman jagung rentan terinfeksi
oleh jamur jagung yang terkontaminasi dengan jamur mengandung
mikotoksin, sehingga berpengaruh negatif terhadap produktivitas ternak dan
keamanan produk ternak sebagai bahan pangan untuk manusia. Kegiatan pada
saat panen dan pasca panen sangat mempenaruhi mutu dan kualitas jagung,
pada saat panen ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan seperti
waktu panen tanaman jagung, lokasi, jenis lahan, serta alat dan mesin yang
digunakan harus tepat sehingga mutu yang bisa dihasilkan oleh tanaman
jagung memiliki kualitas yang tinggi juga kuantitas yang tinggi.
Untuk mempertahankan mutu kualitas jagung diperlukan kegiatan pasca
panen agar meminimalisir kehilangan seusai kegiatan panen tanaman jagung
serta agar hasil pertanian siap dan aman untuk dikonsumsi atau diolah lebih
lanjut oleh industri. Pada tanaman jagung ini ada beberapa tahap yang umum
dilakukan dalam penanganan pasca panen ini seperti pengeringan, pemipilan,
sortasi, grading, dan teknologi penyimpanan ikut ambil peran penting dalam
menjaga mutu kualitas tanaman jagung. Dalam pendistribusiannya tanaman
jagung ini hanya didistribusikan menggunakan truk saja tanpa perlakuan

19
khusus terlebih dahulu tetapi dengan tetap memerhatikan lokasi dan keadaan
sarana penyalurannya agar pendistribusian dapat merata keseluruh indonesia.

3.2. Saran
Sebaiknya dilakukan penciptaan inovasi-inovasi baru untuk alat dan mesin
panen jagung agar mempermudah proses penanganan pasca panen jagung
serta menghemat waktu dan tenaga dan diharapkan makalah ini bisa dijadikan
sebagai sumber evaluasi dan pengetahuan baru.

20
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, S., dan Khalil. 2006. Penanganan Pascapanen dan Kualitas Jagung
sebagai Bahan Pakan di Kabupaten Pasaman Barat. Jurnal Peternakan
Indonesia Vol. 11 (1) : 36-45
Asni, Nur. 2017. Teknologi Penanganan Panen dan Pascapanen untuk
Meningkatkan Mutu Jagung Ditingkat Petani. BPTP. Jambi
Brooker, D.B., F.W. Bakker., dan C.W. Arkema. 1974. Drying Cereal Grains. The
A VI Publishing Co. Inc, West Port. USA
Champ, B.R., dan Highley. 1986. Technological Change in Postharvest Handling
and Transportation of Grains in Humid Tropics. The International
Seminar, Bangkok, Thailand. 10-12 September 1986
Dharmaputra, O.S., I. Retnowati, H.K. Purwadaria, dan M. Sidik. 1996. Survey on
Postharvest Handling, A. Flavus Infection, and A Flatoxin Contamination
of Maize Colleted From Farmers and Traders. In: B.R. Champ and E.
Highley (Eds.). Bulk Handling and Storage of Grain in The Humid
Tropics. Proc. of An International Workshop Held at Kuala Lumpur,
Malaysia, 6-9 October 1987
Firmansyah, U.I, M. Aqil, dan Y. Sinuseng. 2011. Penanganan Pasca Panen
Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros
Handerson, S.M, dan R.L. Perry. 1982. Agricultural Process Engineering. Third
Edition. The AVI Publishing Company Inc., Westport Connecticut
Purwono, dan Purnamawati, H. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan
Unggul. Jakarta : Penebar Swadaya
Rahmawati, Sinuseng Y., dan Saenong S. 2006. Penanganan Panen dan Pasca
Panen Benih Jagung. Prosiding Seimnar Nasional. Kemunikasi Hasil-Hasil
Penelitian Bidang Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan dalam
Sistem Usahatani Lahan Kering. Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP), Bogor
Sujarwo, S., & Pratiwi, T. I. 2011. Analisis Efisiensi Pemasaran Jagung (Zea
Mays L.) (Studi Kasus Di Desa Segunung, Kecamatan Dlanggu,
Kabupaten Mojokerto). Agricultural Socio-Economics Journal, 11(1), 56.

21
Taib, G., Gumbira, S., dan Sutedja, W. 1987. Operasi Pengeringan Pada
Pengolahan Hasil Pertanian. Ed. 1. Cet. Pt. Mediyatama Sarana Perkasa.
Jakarta
Valeriana Darwis. 2019. Potensi Kehilangan Hasil Panen Dan Pasca Panen
Jagung Di Kabupaten Lampung Selatan. Journal of Food System and
Agribusiness Vol. 2 (1): 55-67

22

Anda mungkin juga menyukai