Anda di halaman 1dari 76

PEDOMAN TEKNOLOGI

PENANGANAN PASCAPANEN
JAMUR

KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA
DIREKTORAT BUDIDAYA DAN PASCAPANEN
SAYURAN DAN TANAMAN OBAT
2011
PENGARAH : Dr. Ir. Yul Harry Bahar
Direktur Budidaya dan
Pascapanen Sayuran dan
Tanaman Obat, Direktorat
Jenderal Hortikultura

PENYUSUN : Ir. Ndarie Indartiyah


Ir. Irma Siregar
Ir. Yogawati Dwi Agustina
Kudrat S
Dedi Suyerman
Budi Hartono,SP.,MSi.
Dina M.Susilawati, SSi.
Weni Fika, STP.
Darsini
Sri Mulatmi

ISBN : 978-602-8591-15-7
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang
Dilarang mencetak dan menerbitkan sebagian atau seluruh
isi buku ini dengan cara dan dalam bentuk apapun tanpa
seizin penerbit.
KATA PENGANTAR

Dewasa ini terjadi perubahan pola konsumsi


masyarakat, dimana sebagian masyarakat
cenderung untuk lebih selektif dalam memilih
makanan, dalam hal ini terkait dengan
kandungan gizi dan manfaatnya bagi
kesehatan. Masyarakat juga cenderung ke
produk pangan nabati yang diproduksi secara
ramah lingkungan.
Jamur merupakan salah satu bahan pangan
sehat yang bergizi tinggi, yang juga banyak
digunakan sebagai bahan baku obat.
Disamping itu, proses produksi jamur bebas
bahan kimia dan pestisida lainnya, sehingga
dipromosikan sebagai sayuran sehat dan organik
yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat.
Agribisnis jamur memiliki peluang usaha besar,
harga baik dan proses masih jauh dari jenuh.
Buku Pedoman Teknologi Penanganan
Pascapanen Jamur ini disusun dengan maksud
untuk memberikan informasi kepada para
pemangku kepentingan (petani, pelaku usaha,
perguruan tinggi, dan lain-lain) tentang
penanganan pascapanen jamur yang baik,
mengenai perubahan fisiologis pascapanen
jamur, tahapan penanganan pascapanen dan
upaya peningkatan daya saing lainnya.

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur i


Buku Pedoman Teknologi Penanganan
Pascapanen Jamur diharapkan berguna bagi
semua pihak, terutama dalam pengembangan
agribisnis jamur, dan juga dapat membantu
pelaku usaha dalam mengatasi permasalahan
dalam penanganan pascapanen jamur sehingga
dapat memperpanjang masa simpan dan
meningkatkan daya guna, nilai tambah, dan
daya saing produk.
Kami menyampaikan terimakasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyusunan pedoman ini. Informasi yang
dipaparkan ini belum sempurna, oleh karena itu
saran dan masukan untuk kelengkapannya
sangat diharapkan. Semoga buku ini banyak
manfaatnya bagi pihak-pihak yang
memerlukan.

Jakarta, Mei 2011


Direktur

Dr. Ir. Yul Harry Bahar

ii Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................ i


DAFTAR ISI................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN....................................... 1
A. Latar Belakang ................................... 1
B. Maksud................................................... 4
C. Tujuan .................................................... 4
D. Sasaran ................................................... 5
E. Ruang Lingkup .................................... 5
F. Pengertian ............................................ 5

BAB II PERUBAHAN FISIOLOGIS


PASCAPANEN JAMUR............................ 11
A. Penurunan Kadar Air ........................ 11
B. Perubahan Warna (Discoloration) 12
C. Penyimpangan Aroma ..................... 13
D. Proses Respirasi .................................... 14
E. Pemekaran Tudung........................... 15

BAB III TAHAPAN PENANGANAN


PASCAPANEN JAMUR............................ 17
A. Jamur dengan Media Serbuk Kayu 17
1. Jamur Tiram (Pleurotus sp.) ...... 17
2. Jamur Kuping (Auricularia sp.). 36
B. Jamur dengan Media Kompos ........ 49

PENUTUP ............................................................ 65
DAFTAR PUSTAKA ................................................. 67

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur iii


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jamur merupakan salah satu jenis
komoditas sayuran eksotik yang mempunyai
nilai ekonomis tinggi dan sangat potensial
untuk dikembangkan dalam skala
komersial. Peluang pasar produk jamur saat
ini cukup tinggi, kebutuhan pasar lokal
sekitar 35% dan pasar luar negeri 65%.
Setiap tahun permintaan akan jamur dalam
negeri maupun luar negeri mengalami
kenaikan antara 10î20%, baik untuk jamur
segar maupun jamur olahan.
Menurut penelitian ada sekitar 600 jenis
jamur yang dapat dikonsumsi. Dari 600 jenis
tersebut, lebih dari 200 jenis telah dikonsumsi
manusia dan 100 jenis diantaranya telah
dicoba untuk dibudidayakan. Dari 100 jenis
tersebut, 35 jenis telah berhasil
dibudidayakan secara komersial, dan hanya
8 jenis jamur saja yang dapat dibudidayakan
secara industri. Berdasarkan jenis media
tumbuhnya, jamur dapat digolongkan
menjadi jamur dengan media jerami, media
serbuk kayu, dan media campuran. Jamur
dengan media jerami yaitu jamur merang

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 1


(Volvariella volvaceae) yang banyak
dibudidayakan di dataran rendah. Jamur
dengan media serbuk kayu antara lain
jamur kuping (Auricularia sp.), dan jamur
tiram (Pleurotus sp.).
Beberapa keunggulan jamur bila
dibandingkan dengan produk pertanian
lainnya adalah pembudidayaannya yang
cepat (1-3 bulan) sehingga perputaran modal
menjadi lebih cepat. Jamur juga dikenal
sebagai salah satu komoditas sayuran
organik yang tidak menggunakan pupuk
dan pestisida kimiawi sehingga aman untuk
dikonsumsi dan membantu dalam menjaga
kelestarian lingkungan. Selain itu, limbah
media tumbuh jamur dapat digunakan
sebagai pupuk organik yang sangat baik
bagi peningkatan kesuburan tanah.
Sebagai salah satu sayuran segar,
nonpestisida, higienes, dan berkhasiat bagi
kesehatan, produk sayuran ini sangat mudah
rusak dan rapuh baik pada saat panen
maupun pascapanen dengan rata-rata
kerusakan mencapai 40-60%, dan dapat
mencapai 80-100% untuk negara beriklim
tropis.
Seiring meningkatnya permintaan
terhadap kualitas dan kuantitas produk
jamur, perlu diimbangi dengan peningkatan

2 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


produksi dan mutu bahan baku. Pemenuhan
mutu yang sesuai permintaan pasar tidak
terlepas dari dukungan sektor yang saling
terkait mulai sektor hulu hingga hilir. Di
sektor hilir penerapan penanganan
pascapanen yang baik/Good Handling
Practices (GHP) adalah merupakan salah
satu persyaratan yang harus dilakukan dan
dipenuhi dalam penerapan sistem jaminan
mutu dan keamanan pangan.
Pascapanen merupakan bagian
integral dari pengembangan agribisnis,
menjelaskan serangkaian kegiatan yang
dilakukan setelah panen sampai siap
dikonsumsi dan/atau diolah sampai
pemasaran produk akhir. Peran kegiatan
pascapanen menjadi sangat penting, karena
merupakan salah satu sub-sistem agribisnis.
Penanganan pascapanen bertujuan untuk
mempertahankan mutu produk segar agar
tetap prima sampai ke tangan konsumen,
menekan losses atau kehilangan hasil karena
adanya penyusutan atau kerusakan,
memperpanjang daya simpan dan daya
ekonomis suatu produk sehingga dapat
meningkatkan nilai tambah serta daya saing
produk yang pada gilirannya akan
meningkatkan pendapatan dan kesejahtera-
an petani.

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 3


B. Maksud
Pedoman Teknologi Penanganan Pasca-
panen Jamur Asal Tanaman Yang Baik
(Good Handing Practices) ini digunakan
sebagai panduan umum dalam pelaksanaan
kegiatan penanganan pascapanen jamur
secara baik sehingga menghasilkan produk
yang bermutu dan aman dikonsumsi.

C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penerapan
Pedoman Teknologi Penanganan Pasca
Panen Jamur Asal Tanaman Yang Baik
(Good Handing Practices) adalah :
1. Menekan kehilangan/kerusakan hasil;
2. Memperpanjang daya simpan;
3. Meningkatkan daya guna, nilai
tambah, daya saing;
4. Mempertahankan kesegaran dan
mutu produk;
5. Meningkatkan efisiensi penggunaan
sumberdaya dan sarana;
6. Memberikan keuntungan yang
optimum bagi petani dan pelaku
usaha;
7. Mengembangkan usaha pascapanen
hasil pertanian asal tanaman yang
berkelanjutan.

4 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


D. Sasaran
Seluruh pemangku kepentingan di bidang
pascapanen dan pengolahan jamur.

E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman Teknologi
Penanganan Pascapanen Jamur meliputi
sortasi awal, pembersihan, penirisan,
pengeringan, sortasi akhir (lanjutan),
penimbangan, pengemasan, pelabelan, dan
penyimpanan.

F. Pengertian
Dalam Pedoman Teknologi Penanganan
Pascapanen Jamur, yang dimaksud dengan :
1. Jamur adalah kelompok besar jasad
hidup yang termasuk ke dalam dunia
tumbuh-tumbuhan yang tidak
mempunyai pigmen hijau daun
(khlorofil), hidupnya sapropit, dapat
menjadi sumber pangan;
2. Produk bermutu adalah produk yang
mempunyai nilai manfaat dan
kegunaan sesuai dengan kebutuhan
konsumen;
3. Good Handling Practices yang
selanjutnya disebut GHP merupakan
pedoman penanganan pascapanen hasil

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 5


pertanian asal tanaman yang baik
sesuai dengan UU RI No. 13 Tahun 2010
tentang Hortikultura dan dijelaskan
lebih rinci dalam Permentan No.
44/Permentan/OT.140/10/2009 dengan
ruang lingkup meliputi penanganan
pascapanen, standardisasi mutu, lokasi,
bangunan, peralatan dan mesin, bahan
perlakuan, wadah dan pembungkus,
tenaga kerja, Kemanan dan
Keselamatan Kerja (K3), pengelolaan
lingkungan, pencatatan, pengawasan,
penelusuran balik, sertifikasi, pembina-
an dan pengawasan;
4. Penanganan pascapanen merupakan
bagian dari Good Handling Practices
yang merupakan serangkaian kegiatan
yang dilakukan setelah panen sampai
siap dikonsumsi dan/atau diolah dan
kegiatan ini hanya dapat dilakukan di
bangsal pascapanen atau di tempat
yang memenuhi persyaratan sanitasi
(UU RI No 13 tahun 2010), meliputi
kegiatan perontokan, pembersihan,
pengupasan, trimming, sortasi,
perendaman, pencelupan, pelilinan,
pelayuan, pemeraman, fermentasi,
penggulunan, penirisan, perajangan,
pengepresan, pengawetan, pengkelas-

6 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


an, pengemasan, penyimpanan,
standarisasi mutu dan pengangkutan
hasil pertanian asal tanaman. Tujuan
pengananan pascapanen diantaranya
menekan kehilangan/kerusakan hasil,
memperpanjang daya simpan, mem-
pertahankan kesegaran, meningkatkan
daya guna, meningkatkan nilai
tambah, meningkatkan efisiensi peng-
gunaan sumberdaya dan sarana,
meningkatkan daya saing, memberikan
keuntungan yang optimum dan/atau
mengembangkan usaha pascapanen
hasil pertanian asal tanaman yang
berkelanjutan;
5. Sortasi merupakan kegiatan pemilahan
hasil panen yang baik dari yang rusak
atau cacat, yang sehat dari yang sakit
dan benda asing lainnya. Sortasi harus
dilakukan dengan hati-hati agar hasil
panen tidak rusak. Sortasi dapat
menggunakan alat dan/atau mesin
sesuai sifat dan karakteristik hasil
pertanian asal tanaman;
6. Pembersihan merupakan kegiatan
menghilangkan kotoran fisik, kimiawi
dan biologis dengan menggunakan alat
dan/atau mesin sesuai sifat dan
karakteristik hasil, yang didalamnya

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 7


juga mencakup pencucian, peren-
daman, pengelapan.
7. Penirisan merupakan kegiatan untuk
menghilangkan air yang menempel
dipermukaan produk yang berasal dari
perendaman, pencelupan atau
pencucian dengan menggunakan alat
dan/atau mesin dengan jenis dan
spesifikasi sesuai sifat dan karakteristik
hasil pertanian asal tanaman;
8. Pengeringan merupakan kegiatan
untuk menurunkan kadar air sampai
kadar air mencapai keseimbangan
sehingga aman untuk disimpan.
Pengeringan dilakukan dengan
menggunakan sinar matahari atau
pengering buatan;
9. Penimbangan merupakan kegiatan
untuk mengetahui berat produk setelah
dilakukan pengeringan dengan
menggunakan alat penimbang;
10. Pengemasan merupakan kegiatan
mewadahi dan/atau membungkus
produk dengan memakai media/bahan
tertentu untuk melindungi produk dari
gangguan faktor luar yang dapat
mempengaruhi daya simpan. Penge-
masan harus dilakukan secara hati-hati
agar tidak rusak. Bahan kemasan

8 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


dapat berasal dari daun, kertas, plastik,
kayu, karton, kaleng, aluminium foil
dan bambu. Pengemasan dapat
menggunakan alat dan/atau mesin
dengan jenis dan spesifikasi sesuai sifat
dan karakteristik hasil pertanian asal
tanaman. Bahan kemasan tidak boleh
menimbulkan kerusakan, pencemaran
hasil panen yang dikemas dan tidak
membawa OPT;
11. Pelabelan merupakan kegiatan untuk
memberikan label pada kemasan
untuk mengetahui isi kemasan produk
yang isinya antara lain tertera : nama
produk, tgl kadaluarsa, izin depkes, dan
lain-lain;
12. Penyimpanan merupakan kegiatan
untuk mengamankan dan memper-
panjang masa penggunaan produk.
Penyimpanan dilakukan pada ruang
dengan suhu, tekanan dan kelembaban
udara tertentu sesuai dengan sifat dan
karakteristik hasil pertanian asal
tanaman.

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 9


BAB II
PERUBAHAN FISIOLOGIS
PASCAPANEN JAMUR

Komoditas jamur umumnya bersifat


perishable (mudah rusak) sehingga harus
ditangani secara baik dan benar serta hati-hati
agar penurunan mutu dan kehilangan hasil
dapat ditekan. Setelah panen jamur masih
melakukan proses respirasi sehingga sering terjadi
perubahan-perubahan fisiologis yang
menyebabkan jamur tidak layak dikonsumsi.
Perubahan-perubahan yang terjadi diantaranya
adalah pengerutan, pemekaran, pencoklatan
(browning), berair, kehilangan air, perubahan
tekstur, aroma dan flavor. Perubahan-
perubahan tersebut dapat terjadi karena proses
metabolisme, reaksi-reaksi kimia, atau
pertumbuhan mikroorganisme kontaminan yang
terus berlangsung dalam jaringan selama
penyimpanan.
Beberapa faktor yang menyebabkan
menurunnya mutu jamur pascapanen, antara
lain adalah :

A. Penurunan Kadar Air


Jamur memiliki kandungan air yang tinggi
yaitu antara 85% sampai 95% sehingga

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 11


penurunan lebih dari 5-10% setelah panen
akan sangat berpengaruh pada kualitas
produk. Kehilangan air akan menjadi
sangat cepat dengan adanya respirasi dan
transpirasi. Laju kehilangan air tergantung
pada : 1) struktur dan kondisi jamur; 2) suhu
dan kelembaban lingkungan; dan 3)
gerakan udara dan tekanan udara.
Kehilangan air cepat pada udara kering
dan hangat, dan sangat dipercepat oleh
pergerakan udara, kecuali bila udara yang
bergerak jenuh air. Air lebih mudah
menguap pada tekanan rendah, dan laju
evaporasi berbanding terbalik dengan
tekanan udara. Pengaruh utama kehilang-
an air adalah kelayuan dan pengerutan,
tekstur menjadi liat, berkurangnya rasa dan
akhirnya tidak dapat dimakan.

B. Perubahan warna (discoloration)


Perubahan warna pada jamur dapat
diakibatkan oleh kerusakan mekanis pada
saat panen, pengupasan, pencucian,
kelayuan (senescense) atau pertumbuhan
mikroorganisme seperti bakteri pembusuk.
Seperti halnya sayuran dan buah-buahan
lainnya, maka jamur juga dapat
mengalami pencoklatan (browning) akibat
kerusakan jaringan dengan adanya O2

12 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


selama pengupasan. Jamur jika didiamkan
begitu saja dalam ruangan terbuka, lama
kelamaan akan berubah warna menjadi
coklat karena pada jamur terdapat enzim
polifenol oksidase, sehingga kehadiran O2
dan substrat akan mengkatalisa oksidasi
komponen fenolik menjadi quinon yang
berwarna coklat, kemudian bergabung
dengan asam amino derivatif membentuk
kompleks melanoidin yang berwarna coklat
dan disebut dengan enzymatic browning.
Reaksi ini dapat dikontrol dengan
penginaktifan enzim oleh panas, SO2 atau
perubahan pH dengan penambahan asam.
Reaksi pencoklatan jamur juga dapat
dikontrol dengan penyimpanan pada suhu
rendah. Jamur tiram apabila disimpan di
tempat yang terbuka lama-kelamaan akan
berubah menjadi coklat. Kondisi CO2 yang
tinggi di dalam kemasan dapat pula
menyebabkan perubahan warna
(penguningan jamur).

C. Penyimpangan Aroma
Penyimpangan aroma jamur tiram selama
penyimpanan dapat diakibatkan oleh
oksidasi lemak yang terjadi karena
kehadiran asam-asam lemak tak jenuh,
oksidasi protein, dan berkembangnya

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 13


organisme pembusuk. Munculnya mikro-
organisme yang menyerang jamur
tergantung dari Aw, yaitu jumlah air bebas
yang dapat digunakan oleh mikro-
organisme bagi pertumbuhannya. Mikro-
organisme yang umumnya menyerang
jamur, khususnya jamur tiram adalah
bakteri dan kapang (nilai Aw > 0,8).
Kapang yang banyak dijumpai adalah
Fusarium sp., Trichoderma sp., Penicillium
sp., dan Tricholecium sp. Sedangkan bakteri
yang banyak umum adalah
Flavobacterium sp., Pseudomonas sp.,
Humicola languinosa, Bacillus substilis.
Apabila jamur disimpan pada kondisi di
bawah optimal (penghilangan O2) akan
mengakibatkan terjadinya metabolisme
anaerobik yang menghasilkan etanol,
sehingga mempercepat terjadi penyim-
pangan aroma jamur.

D. Proses Respirasi
Kegiatan respirasi terus berlangsung
walaupun produk telah dipanen dan selalu
mengakibatkan perubahan-perubahan
fisiologis yang akhirnya menyebabkan
kerusakan. Respirasi merupakan
pemecahan bahan-bahan kompleks di
dalam sel, seperti pati, gula, dan asam-

14 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


asam organik menjadi molekul yang
sederhana seperti CO2 dan air bersamaan
dengan terbentuknya energi dan molekul
lain yang dapat digunakan oleh sel untuk
metabolisme. Laju respirasi dipengaruhi
oleh umur panen, suhu penyimpanan,
komposisi udara, adanya luka serta
komposisi kimia bahan. Umumnya setiap
peningkatan suhu 10oC maka laju respirasi
meningkat 2 (dua) kali lipat, tetapi pada
suhu diatas 35oC laju respirasi menurun
karena aktivitas enzim terganggu yang
mengakibatkan difusi oksigen terhambat.
Golongan jamur tergolong produk yang
memiliki laju respirasi tinggi sehingga setelah
panen akan cepat mengalami kerusakan.
Laju respirasi yang tinggi biasanya
dihubungkan dengan umur simpan yang
pendek dan menyebabkan mutu produk
cepat menurun.

E. Pemekaran Tudung (untuk jamur


merang)
Mekarnya tudung pada jamur merang
terjadi akibat masih terus berlangsungnya
aktivitas metabolisme setelah jamur
dipanen yang menyebabkan kadar lemak
dan serat meningkat sehingga tekstur dan
cita rasa menjadi kurang disukai, dan nilai

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 15


energi yang dihasilkan jamur pun menjadi
berkurang. Pemekaran tudung dapat
terjadi karena suhu lingkungan sekitar yang
tinggi, pencahayaan yang berlebih, dan
juga kadar pH yang terlalu asam atau
basa. Pemekaran tudung pada jamur
merang harus dihindari karena dapat
menurunkan mutu dan harga jualnya.
Untuk menghindari pemekaran tudung,
maka kondisi lingkungan harus dijaga, dan
kegiatan pemanenan sebaiknya dilakukan
di pagi atau sore hari.

16 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


BAB III
TAHAPAN PENANGANAN
PASCAPANEN JAMUR

Penanganan pascapanen merupakan


serangkaian kegiatan yang hanya dapat
dilakukan di bangsal pascapanen atau di
tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi (UU
RI No 13 tahun 2010) dengan tahapan sebagai
berikut :

A. Jamur dengan Media Serbuk Kayu

1. Jamur Tiram (Pleurotus sp.)


a. Penyiapan Peralatan dan Bahan
Kemasan.
Peralatan yang dibutuhkan untuk
penanganan pascapanen jamur
tiram, meliputi :
- Ember/keranjang plastik/bak atau
tampah yang bersih untuk
menempatkan jamur hasil panen;
- Pisau yang tajam untuk
membersihkan/memotong
pangkal jamur tiram dari sisa
media tanam yang terbawa;
- Alkohol untuk mencuci tangan
dan pisau;

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 17


- Wadah steam (uap air panas)
untuk pemanasan pendahuluan
(blanching) setelah pembersihan;
- Alat pengering untuk mengering-
kan jamur tiram berupa oven
biasa, microwave oven yang
dilengkapi dengan blower;
- Timbangan untuk mengukur
berat jamur tiram sebelum dan
sesudah pengeringan;
- Alat penjemur berupa nampan,
anyaman bambu, atau keranjang
plastik untuk menjemur jamur
hasil panen jamur tiram;
- Freezer atau dry ice sebagai
media pembekuan jamur tiram
untuk memperpanjang masa
simpan;
- Bahan untuk kemasan berupa
styrofoam yang ditutup dengan
plastik film (wrap plastic),
Polypropylene (PP), Polyetylene
Low Density dan Polyetylene High
Density;
- Label untuk melabel produk
jamur tiram yang diletakkan
menempel pada kemasan produk
jamur tiram.

18 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


b. Penyediaan Air Pencucian
Air yang digunakan harus memenuhi
standar persyaratan air bersih sesuai
standar baku mutu air bersih.
c. Penyiapan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan adalah
badan buah jamur hasil panen yang
cukup umur, yaitu tiga puluh hari
sejak inokulasi atau seminggu setelah
baglog dibuka atau 2-3 hari setelah
munculnya primordia (pinhead/
gerombolan bakal jamur) dan
memenuhi standar mutu baik untuk
konsumsi. Bahan baku ini diletakkan
pada tempat yang berlubang
sehingga tidak mudah mengalami
perubahan fisik/kimia.
d. Proses Pascapanen Jamur Tiram
Segar
1) Sortasi
Jamur yang sudah dipanen harus
ditangani dengan hati-hati agar
mutunya tetap terjaga dan baik
sampai ke tangan konsumen.
Jamur umumnya mempunyai
karakteristik yang berbeda
dengan jenis sayuran lain, karena

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 19


jika tidak segera diberi
perlakuan, maka jamur tiram
akan segera layu, mengeluarkan
lendir dan jika terlalu basah
akan berubah menjadi gelap.

Langkah pertama yang


dilakukan setelah panen jamur
tiram adalah sortasi awal, yaitu
untuk memisahkan jamur tiram
dari kotoran-kotoran lainnya
yang terbawa pada saat panen,
seperti tanah, pasir, kerikil, daun,
dan lain-lain. Umumnya
kegiatan sortasi awal dilakukan
bersamaan dengan pemanenan
untuk menjaga kondisi jamur
tiram agar tetap segar. Sortasi
dilakukan dengan memisahkan
jamur-jamur yang cacat ke
dalam wadah yang terpisah,
sedangkan jamur yang sehat
dimasukkan ke dalam wadah
lainnya, dimana wadah ini dapat
menjaga jamur agar tetap
mendapatkan aerasi yang baik
dan mengurangi kelembaban
yang dapat menyebabkan
kerusakan jamur. Wadah yang

20 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


digunakan diusahakan jangan
terlalu dalam untuk menghindari
penumpukan jamur yang dapat
mengakibatkan jamur rusak.

2) Pembersihan
Jamur tiram segar dibersihkan
dari kotoran yang menempel
pada bagian akar dan buah
jamur sehingga daya simpan
jamur akan lebih lama.
Pembersihan dilakukan dengan
memotong akar dan pangkal
tangkai jamur dengan pisau
tajam dan bersih, lalu kotoran,
spora dan air media yang
menempel pada permukaan
tubuh buah dibersihkan.

3) Grading
Setelah dilakukan sortasi awal
dan pembersihan, maka
dilakukan grading berdasarkan
kualitas hasil panen jamur tiram
sebagai berikut :

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 21


No. Parameter Grade A Grade B Grade
C
1 Diameter 10-15 cm 5-10 cm < 5 cm
2 Warna Putih Putih Putih
bersih bersih bersih
Abalon Abalon Abalon
3 Kandungan < 20% 21- 25% 30%
Air

4) Penimbangan
Tujuan penimbangan adalah
untuk mengetahui berat jamur
tiram sebelum dipasarkan sesuai
dengan keinginan konsumen.

5) Pengemasan dan Pelabelan


Secara umum tujuan utama dari
pengemasan adalah :
- Mengumpulkan hasil produk
dalam suatu unit sesuai
pemanfaatannya;
- Menyimpan produk secara
aman agar terhindar dari
pencemaran atau kotoran;
- Melindungi produk dalam
perjalanan/transportasi,
pemasaran maupun
penyimpanan;
- Mempermudah pengang-
kutan atau pemindahan
produk dari satu tempat ke

22 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


tempat lain;
- Pengemasan sebaiknya
dilakukan sesuai grading
produk dan diletakkan secara
terpisah;
- Memudahkan pengontrolan
produk.

Kriteria bahan pengemas yang


baik adalah sebagai berikut :
- Mampu melindungi produk
dari kerusakan mekanis
(gesekan, tekanan, getaran),
pengaruh lingkungan
(cahaya, temperatur,
kelembaban, angin), dan
pencemaran;
- Tidak mengandung zat kimia
yang menyebabkan
perubahan bahan isi, warna,
rasa, bau, tidak bersifat racun
(toksin) dan kadar air produk;
- Sesuai dengan keinginan
konsumen, tidak terlalu berat,
praktis, ukuran dan
bentuknya menarik;
- Mampu mencegah
penyerapan air atau
menghindari kelembaban

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 23


karena dapat menyebabkan
peningkatan kadar air
produk;
- Memiliki daya lindung yang
dapat diandalkan;
- Harga yang terjangkau/
ekonomis;
- Praktis untuk konsumen
(pengemasan dalam skala
kecil);
- Bahan pengemas harus kuat,
sesuai dengan sifat dan kondisi
produk yang dikemas dan
lama penyimpanan/
pengangkutan

Setelah dilakukan pengemasan,


maka dilakukan pelabelan
produk dengan tujuan :
- Menerangkan cara
penggunaan dan cara
melindungi produk yang
dikemas;
- Memudahkan identifikasi
produk dan trace ability
(daya telusur) demi
keamanan pangan;
- Label umumnya berisi antara
lain nama produk, tanggal

24 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


pengemasan, manfaat
produk, nomor/kode produksi,
nama/alamat penghasil, berat
bersih, dan metode
penyimpanan

Tujuan utama dari pengemasan,


kriteria bahan kemasan yang
baik, dan tujuan pelabelan di
atas berlaku pula untuk jamur
kuping dan merang, baik segar
maupun kering (olahan).

Pengemasan jamur tiram segar


jika hanya hendak dipasarkan di
pasar tradisional, maka
dilakukan dengan sistem curah di
dalam keranjang atau wadah
yang memiliki lubang yang
memiliki daya simpan hanya
beberapa jam saja atau juga
dapat dimasukkan ke dalam
plastik transparan biasa dengan
jumlah tertentu. Namun jika
ingin disimpan dan didistribusi-
kan ke wilayah lain, harus
dengan sistem cool to cool
dengan bentuk kemasan sebagai
berikut :

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 25


- Diletakkan di dalam
styrofoam yang dibungkus
plastik dengan jarak lubang
perforasi 4 cm x 4 cm yang
berdiameter 1 mm guna
mempertahankan kadar air,
susut bobot, derajat putih,
pH dan tekstur dan dapat
mempertahankan kesegaran
jamur hingga 10 hari.
- Diletakkan di dalam plastik
Polypropylene (PP) 0,33 mm
pada suhu 5oC dapat
mempertahankan kesegaran
jamur tiram selama 17-20
hari, sedangkan pada suhu
10oC hanya 8-10 hari.
- Diletakkan di dalam plastik
dengan jenis film Polyetylene
Low Density dan Polyetylene
High Density dengan kondisi
suhu yang sama dengan
penyimpanan di dalam
plastik polypropylene dapat
mempertahankan kesegaran
jamur kurang dari 8 hari.

Permeabilitas film kemasan


merupakan sistem dinamis

26 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


dimana akibat proses respirasi
jamur akan terjadi perembesan
gas O2 dan CO2 di dalam dan
keluar kemasan sampai terjadi
keseimbangan masa gas. Dalam
pemilihan bahan kemasan, perlu
diperhatikan koefisien permea-
bilitas terhadap O2 dan CO2,
umumnya bernilai kurang dari 6
untuk produk jamur.
Setelah dilakukan pengemasan,
maka dilakukan pelabelan
produk dengan memberikan
stiker/kertas/plastik bertulisan di
atas kemasan dengan cara
ditempel, digantung atau dapat
pula hanya berupa tulisan yang
telah menempel pada plastik
kemasan. Label umumnya berisi
antara lain nama produk,
tanggal pengemasan, manfaat
produk, nomor/kode produksi,
nama/alamat penghasil, berat
bersih, dan metode penyim-
panan.

6) Penyimpanan
Penyimpanan adalah usaha
untuk mempertahankan daya

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 27


guna suatu produk, dimana
responnya sangat bergantung
pada karakteristik produk.
Jamur tiram sendiri sangat
mudah rusak karena kadar air
tinggi (90-93%) dan rapuh, dan
memiliki laju respirasi yang tinggi.
Daya simpan jamur tiram sangat
dipengaruhi oleh interaksi jenis
film kemasan, suhu, dan waktu
penyimpanan, dimana ketiganya
saling berinteraksi dan sangat
nyata mempengaruhi susut
bobot, perubahan tekstur, dan
warna jamur tiram. Daya
simpan juga dipengaruhi secara
simultan oleh kriteria panen,
perlakuan pascapanen, dan rasio
berat jamur per kemasan.

Teknik penyimpanan jamur


tiram segar yang telah dikemas
dengan baik antara lain :
- Penyimpanan jamur tiram
segar di dalam wadah
tertutup pada suhu kamar
(25oC - 28oC) hanya bertahan
selama beberapa jam saja;

28 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


- Penyimpanan jamur tiram
segar yang sudah dikemas
dalam plastik biasa di dalam
ruang pendingin (1-5oC)
dapat mempertahankan
mutu jamur hingga 3 hari;
- Penyimpanan jamur tiram
segar yang sudah dikemas di
dalam styrofoam yang
dibungkus plastik dengan
jarak lubang perforasi 4 cm x
4 cm yang berdiameter 1 mm
pada suhu dingin (10oC) dan
dapat mempertahankan
kesegaran jamur tiram
hingga 10 hari
- Penyimpanan jamur tiram
segar yang sudah dikemas di
dalam plastik Polypropylene
(PP) 0,33 mm pada suhu 5oC
dapat mempertahankan
kesegaran jamur tiram
selama 17-20 hari, sedangkan
pada suhu 10oC hanya 8-10
hari.
- Penyimpanan jamur tiram
segar yang sudah dikemas di
dalam plastik jenis film
Polyetylene Low Density dan

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 29


Polyetylene High Density
dengan kondisi suhu yang
sama dengan penyimpanan
di dalam plastik poly-
propylene (PP) dapat
mempertahankan kesegaran
jamur kurang dari 8 hari.

Perlu diketahui pula bahwa


kemasan jamur jika hendak
didistribusikan, maka harus
dilengkapi dengan fasilitas
pendingin.

e. Proses Pascapanen Jamur Tiram


Kering
Bila produk yang diinginkan dalam
bentuk jamur kering atau olahan,
maka ada beberapa tahapan
pascapanen tambahan setelah sortasi
awal dan pembersihan jamur tiram
segar, yaitu :
1) Blanching
Merupakan kegiatan pemanas-
an pendahuluan yang biasanya
diberikan pada tanaman
sayuran dan buah setelah
dilakukan pembersihan atau

30 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


pemotongan. Blanching dapat
dilakukan dengan air panas
atau uap air panas (steam). Jika
dilakukan dengan air panas,
dapat mengurangi kemung-
kinan terjadinya reaksi oksidasi
karena bahan terendam dalam
air (mengurangi kontak dengan
udara). Blanching dilakukan
pada suhu sekitar 70 – 100 oC.
Tujuan pemanasan ini adalah
untuk menginaktifkan enzim-
enzim yang dapat merusak
warna, aroma, dan tekstur
jamur pada saat pengeringan
sehingga masa simpan dapat
lebih lama. Lama blanching
bervariasi, tergantung pada
kondisi jamur.

2) Pendinginan
Setelah dilakukan blanching,
maka dilakukan pendinginan
dengan membiarkan jamur di
wadah asalnya dalam beberapa
menit sehingga jamur dianggap
sudah tidak mengandung uap
air lagi

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 31


3) Pengawetan
Pengawetan jamur tiram
dilakukan dengan menambah-
kan sedikit larutan garam
(NaCl) dengan jumlah yang
disesuaikan dengan jumlah
jamur tiram segar yang sudah di
blanching dan didinginkan
sehingga dapat memperpanjang
masa simpan dan kesegaran
jamur tiram.

4) Pengeringan
Pengeringan merupakan proses
penurunan kadar air suatu
bahan sampai tingkat kadar air
tertentu, dimana jamur, enzim,
mikroorganisme, dan serangga
yang bersifat merusak tidak
dapat aktif lagi dan kelembab-
an jamur pun akan berkurang.
Pengeringan jamur biasanya
dalam bentuk slices (irisan-
irisan), dapat dikeringkan
dengan sinar matahari selama 3-
4 hari dengan meletakkannya
diatas anyaman bambu atau
plastik. Untuk mempercepat

32 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


proses penjemuran, maka
dilakukan pembalikan jamur.
Pengeringan juga dapat
dilakukan dengan oven
gelombang mikro (microwave
oven) dengan menggunakan
suhu sekitar 60 – 70oC dengan
daya 80 Watt dengan waktu
200-240 menit, dimana waktu
pengeringan ini tergantung pada
kualitas jamur tiram itu sendiri,
jika jamur sudah mengalami
penyimpanan yang sudah cukup
lama di udara bebas maka
waktu pengeringan yang
dibutuhkan lebih lama dan
hasilnya pun berkurang mutu
kualitasnya.

5) Sortasi lanjutan
Dilakukan apabila diperlukan
untuk memisahkan hasil
pengeringan jamur tiram
berdasarkan mutu ataupun
gradingnya. Mutu yang baik
diletakkan di dalam wadah
yang terpisah dengan mutu yang
kurang/tidak baik.

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 33


6) Penimbangan
Penimbangan dilakukan untuk
mengetahui berat jamur
sebelum dan sesudah dikering-
kan sehingga dapat diketahui
kandungan air dalam jamur.

7) Pengemasan dan Pelabelan


Pengemasan dilakukan pada
media kemas yang kedap udara
untuk menghindari kontak
dengan udara sekitarnya yang
dapat mempercepat pembusuk-
an jamur, mencegah pertum-
buhan kapang dan jamur serta
mikroorganisme lainya yang
dapat mengurangi mutu jamur.

Bentuk kemasan jamur tiram


kering atau olahan biasanya di
dalam plastik kemas ataupun
kaleng, dan dilakukan pelabelan
produk dengan memberikan
stiker/kertas/plastik bertulisan di
atas kemasan dengan cara
ditempel, digantung atau dapat
pula hanya berupa tulisan yang
telah menempel pada plastik
kemasan. Label umumnya berisi

34 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


antara lain nama produk,
tanggal pengemasan, manfaat
produk, nomor/kode produksi,
nama/alamat penghasil, berat
bersih, dan metode penyimpan-
an.

8) Penyimpanan
Penyimpanan adalah usaha
untuk mempertahankan daya
guna suatu produk, dimana
responnya sangat bergantung
pada karakteristik produk.
Daya simpan juga dipengaruhi
secara simultan oleh kriteria
panen, perlakuan pascapanen,
dan rasio berat jamur per
kemasan. Teknik penyimpanan
jamur tiram kering/olahan dapat
dilakukan pada media tertutup
pada suhu ruang ataupun ruang
pendingin dengan lama
penyimpanan bisa sampai 6
bulan.

Untuk eksport, biasanya


dilakukan dengan meletakkan
jamur tiram pada bahan
penyimpanan yang sudah

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 35


dilengkapi dengan fasilitas
pendingin.

2. Jamur Kuping (Auricularia sp.)


a. Penyiapan Peralatan dan Bahan
Kemasan
Peralatan yang dibutuhkan untuk
penanganan pascapanen jamur
kuping, meliputi :
- Ember/keranjang plastik/bak atau
tampah yang bersih untuk
menempatkan jamur hasil panen;
- Pisau yang tajam untuk
membersihkan/memotong
pangkal jamur kuping dari sisa
media tanam yang terbawa;
- Alkohol untuk mencuci tangan
dan pisau;
- Wadah steam (uap air panas)
untuk pemanasan pendahuluan
(blanching) setelah pembersihan;
- Timbangan untuk mengukur
berat jamur kuping sebelum dan
sesudah pengeringan;
- Alat penjemur berupa nampan,
anyaman bambu, atau keranjang
plastik untuk menjemur jamur
hasil panen jamur kuping;

36 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


- Alat pengering berupa oven atau
pemanas yang dilengkapi dengan
blower;
- Bahan untuk kemasan berupa
styrofoam yang ditutup dengan
plastik wrap;
- Label untuk melabel produk
jamur kuping yang diletakkan
menempel/digantung pada
kemasan produk jamur kuping.

b. Penyediaan Air Pencucian


Air yang digunakan harus
memenuhi standar persyaratan air
bersih sesuai standar baku mutu air
bersih.

c. Penyiapan Bahan Baku


Bahan baku yang digunakan
adalah badan buah jamur yang
sudah maksimal yang ditandai
dengan tepi tubuh buah yang tidak
rata atau kira-kira 3-4 minggu
setelah calon jamur muncul. Perlu
diperhatikan bahwa teknik
pemanenan sangat mempengaruhi
mutu jamur kuping, sehingga
disarankan pemetikan dilakukan
dengan mencabut tubuh buah

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 37


jamur sampai ke akarnya dengan
menggunakan tangan. Bahan
baku hasil panen diletakkan pada
tempat yang sejuk dan bersih untuk
menjaga kesegarannya, dapat
diletakkan pada wadah berlubang.

d. Proses Pascapanen Jamur Kuping


Segar
1) Sortasi
Sortasi awal bertujuan untuk
memisahkan jamur kuping
dari kotoran-kotoran lainnya
yang terbawa pada saat
panen, seperti tanah, pasir,
kerikil, daun, dan lain-lain.
Umumnya kegiatan sortasi
awal dilakukan bersamaan
dengan pemanenan untuk
menjaga kondisi jamur agar
tetap segar. Agar kualitas
jamur merang tetap terjaga,
hasil petikan ditampung,
sebab walaupun jamur sudah
dipetik, jamur masih tetap
aktif melakukan proses
pernapasan.

38 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


Setelah dipanen kemudian
dikumpulkan ditempat
pengumpulan/penampungan,
kemudian dilakukan grading
untuk memudahkan dalam
menentukan keseragaman
antara yang super dan yang
tidak super (Bs) dalam
pemasarannya.

2) Pembersihan
Jamur kuping dibersihkan dari
kotoran atau serbuk gergaji
yang menempel pada bagian
akar jamur. Pembersihan
dilakukan dengan memotong
akar dan pangkal tangkai
jamur dengan pisau tajam
dan bersih, lalu kotoran, spora
dan air media yang
menempel pada permukaan
tubuh buah dibersihkan.
Dalam pembersihan tidak
boleh menggunakan air.

3) Pencucian
Dilakukan untuk jamur
merang yang ingin dipasarkan
dalam bentuk kering saja

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 39


supaya bersih dan selanjutnya
dilakukan pemanasan jamur
di dalam air mendidih selama
4 menit untuk mencegah
pembusukan di dalam jamur.

4) Penirisan
Penirisan merupakan kegiat-
an untuk menghilangkan air
yang menempel dipermukaan
produk yang berasal dari
pencucian dengan membiar-
kan jamur kuping sebentar
sampai dirasa sudah cukup
kering; terhampar mengguna-
kan alat dan/atau mesin
dengan jenis dan spesifikasi
sesuai sifat dan karakteristik
hasil pertanian asal tanaman.

5) Grading
Setelah dilakukan sortasi awal
dan pembersihan, maka
dilakukan grading jamur,
biasanya dilakukan dengan
melihat daerah pemasaran-
nya. Jika untuk ekspor, maka
syarat kualitasnya adalah
jamur yang tidak terlalu

40 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


keriting, lunak, tidak begitu
lebar dan tebal.

6) Penimbangan
Tujuan penimbangan adalah
untuk mengetahui berat
jamur tiram sebelum
dipasarkan sesuai dengan
keinginan konsumen.

7) Pengemasan dan Pelabelan


Pengemasan jamur kuping
basah dapat dilakukan
dengan cara :
- Dengan plastik transparan
biasa dengan jumlah
tertentu (0,25 kg;0,5 kg;
dan 1 kg di tiap kemasan);
- Dikemas dalam wadah
styrofoam yang ditutup
dengan plastik selofan;
- Dikemas dalam plastik
boks, yaitu kotak plastik
untuk tempat kue yang
dijual di toko-toko/pasar
tradisional;
- Tidak dianjurkan
disimpan di dalam
kardus, karung atau

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 41


tempat lain yang tertutup
rapat
Setelah dilakukan pengemas-
an, maka dilakukan
pelabelan produk dengan
memberikan stiker/kertas/
plastik bertulisan di atas
kemasan dengan cara
ditempel, digantung atau
dapat pula hanya berupa
tulisan yang telah menempel
pada plastik kemasan. Label
umumnya berisi antara lain
nama produk, tanggal
pengemasan, manfaat
produk, nomor/kode produksi,
nama/alamat penghasil, berat
bersih, dan metode
penyimpanan.

8) Penyimpanan
Penyimpanan adalah usaha
untuk mempertahankan daya
guna suatu produk, dimana
responnya sangat bergantung
pada karakteristik produk.
Penyimpanan dan penge-
pakan jamur dilakukan
dengan memasukkan ke

42 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


dalam keranjang plastik
persegi atau wadah yang
berlubang atau berongga.

e. Proses Pascapanen Jamur Kuping


Kering
Bila produk yang diinginkan dalam
bentuk jamur kering, maka ada
beberapa tahapan pascapanen
tambahan setelah sortasi awal,
pembersihan, pencucian, dan
penirisan jamur kuping segar, yaitu :

1) Blanching
Merupakan kegiatan pema-
nasan pendahuluan setelah
dilakukan pembersihan atau
pemotongan. Blanching
dapat dilakukan dengan air
panas atau uap air panas
(steam). Jika dilakukan
dengan air panas, dapat
mengurangi kemungkinan
terjadinya reaksi oksidasi
karena bahan terendam
dalam air (mengurangi
kontak dengan udara).
Blanching dilakukan pada
suhu sekitar 70 – 100 oC.

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 43


Tujuan pemanasan ini adalah
untuk menginaktifkan enzim-
enzim yang dapat merusak
warna, aroma, dan tekstur
jamur pada saat pengeringan
sehingga masa simpan dapat
lebih lama. Lama blanching
bervariasi, tergantung pada
kondisi jamur kuping.

2) Pendinginan
Setelah dilakukan blanching,
maka dilakukan pendinginan
dengan membiarkan jamur
kuping di wadah asalnya
dalam beberapa menit
sehingga jamur dianggap
sudah tidak mengandung uap
air lagi.

3) Pengeringan
Pengeringan merupakan
proses penurunan kadar air
suatu bahan sampai tingkat
kadar air tertentu, dimana
jamur, enzim, mikroorganis-
me, dan serangga yang
bersifat merusak tidak dapat

44 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


aktif lagi dan kelembaban
jamur pun akan berkurang.

Pengeringan jamur kuping


dilakukan dengan sinar
matahari. dengan mengham-
parkan jamur kuping di
tempat yang beralaskan
plastik atau anyaman bambu
sehingga mudah untuk
diangkat apabila terjadi
hujan. Untuk mempercepat
pengeringan dilakukan pem-
balikan. Pengeringan
dilakukan selama 3 hari, dan
tetap menjaga bentuk
keringnya supaya tidak
terlalu kecil dan tidak mudah
pecah.

Bila jumlah yang dikeringkan


dalam jumlah banyak maka
disarankan menggunakan
alat pengering. Alat ini dapat
berupa sebuah kotak yang
dilengkapi dengan pemanas
atau blower, dimana alat ini
dpat diatur suhunya. Dengan
menggunakan alat ini, maka

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 45


diharapkan pengeringkan
dapat berjalan lancar, bersih
dan tidak bergantung waktu
dan cuaca. Pengeringan
dilakukan dengan melihat
kondisi jamur cukup kering
dengan kadar air kira-kira
10% yang ditandai dengan
tampilan fisik keras, tetapi
tidak mudah patah,
umumnya konsumen lebih
suka yang dikeringkan
dengan matahari (terkait
dengan rasa dan aroma).

Jamur yang telah dikeringkan


dapat bertahan hingga waktu
2 tahun. Untuk jamur
konsumsi, sebelum digunakan,
jamur yang telah dikeringkan
direndam dalam air terlebih
dahulu sehingga bentuk
jamur akan mengembang
kembali seperti semula.

4) Penimbangan
Penimbangan dilakukan
untuk mengetahui berat
jamur sebelum dan sesudah

46 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


dikeringkan sehingga dapat
diketahui kandungan air
dalam jamur.

5) Pengemasan dan Pelabelan


Pengemasan jamur kuping
kering dapat dilakukan
dengan cara memasukkan
pada kantong plastik dan
ditutup rapat untuk menjaga
jamur tetap kering. Wadah
kemasan jangan terlalu
dalam agar jamur kuping
tidak terlalu banyak
menumpuk karena mengaki-
batkan jamur pecah.

Setelah dilakukan pengemas-


an, maka dilakukan
pelabelan produk dengan
memberikan stiker/kertas/
plastik bertulisan di atas
kemasan dengan cara
ditempel, digantung atau
dapat pula hanya berupa
tulisan yang telah menempel
pada plastik kemasan. Label
umumnya berisi antara lain
nama produk, tanggal

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 47


pengemasan, manfaat
produk, nomor/kode produksi,
nama/alamat penghasil, berat
bersih, dan metode
penyimpanan.

6) Penyimpanan
Penyimpanan adalah usaha
untuk mempertahankan daya
guna suatu produk, dimana
responnya sangat bergantung
pada karakteristik produk.
Penyimpanan jamur kering
dilakukan dalam plastik dan
dirapatkan agar jamur tidak
basah, lalu diletakkan di
dalam box yang terbuat dari
kertas tebal yang rapat
(kardus) dimana di tengahnya
diberi satu botol kecil Carbon
Bisulfida (CS2) yang disumbat
dengan kapas untuk
mencegah/menghindari
serangan hama.

48 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


B. Jamur dengan Media Kompos
Jamur yang masuk dalam kategori jamur
dengan media kompas adalah jamur
merang (Volvariella volvaceae).
1. Penyiapan Peralatan dan Bahan
Kemasan
Peralatan yang dibutuhkan untuk
penanganan pascapanen jamur merang,
meliputi :
- Ember/keranjang plastik/bak atau
tampah yang bersih untuk
menempatkan jamur hasil panen;
- Pisau yang tajam untuk
membersihkan/memotong pangkal
jamur tiram dari sisa media tanam
yang terbawa;
- Alkohol untuk mencuci tangan dan
pisau;
- Wadah steam (uap air panas) untuk
pemanasan pendahuluan (blanching)
setelah pembersihan;
- Alat pengering untuk mengeringkan
jamur tiram berupa oven biasa,
microwave oven yang dilengkapi
dengan blower;
- Timbangan untuk mengukur berat
jamur merang sebelum dan sesudah
pengeringan;

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 49


- Alat penjemur berupa nampan,
anyaman bambu, atau keranjang
plastik untuk menjemur jamur hasil
panen jamur merang;
- Freezer atau dry ice sebagai media
pembekuan jamur merang untuk
memperpanjang masa simpan;
- Bahan untuk kemasan berupa
styrofoam yang ditutup dengan
plastik film;
- Label untuk melabel produk jamur
tiram yang diletakkan menempel
pada kemasan produk jamur tiram.

2. Penyediaan Air Pencucian


Air yang digunakan harus memenuhi
standar persyaratan air bersih sesuai
standar baku mutu air bersih.

3. Penyiapan Bahan Baku


Bahan baku yang digunakan adalah
badan buah jamur yang sudah
berukuran sebesar telur puyuh hingga
sebesar telur ayam dan belum mekar,
yaitu kancing dan dalam stadium telur
(hari ke 8-10). Jamur dengan kondisi
demikian disukai oleh konsumen. Perlu
diperhatikan bahwa teknik pemanenan
sangat mempengaruhi mutu jamur

50 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


merang, sehingga disarankan pemetikan
dilakukan dengan memutus bagian
pangkal tubuh buah jamur dengan
menggunakan ujung ibu jari, jari
telunjuk dan jari tengah. Biarkan
pangkal tubuh buah jamur tertinggal
sedikit di atas media dan pada saat
memetik, ketiga jari tangan tersebut
tidak boleh menekan atau seperti
meremas jamur yang akan dipetik dan
usahakan jari manis dan jari kelingking
tidak menyentuh media yang ditumbuhi
jamur yang masih kecil-kecil. Bahan
baku ini diletakkan pada tempat yang
berlubang/keranjang bersih sehingga
tidak mudah mengalami perubahan
fisik/kimia. Hasil panen dapat jangan
disimpan di lemari es karena bias
meleleh, cukup diangin-anginkan atau
ditaruh dalam wadah yang berlubang
dan dikumpulkan di atas lantai beralas
plastik bersih, tidak terkena sinar
matahari langsung.

4. Proses Pascapanen Jamur Merang Segar


a. Sortasi awal
Langkah pertama yang dilakukan
setelah panen adalah sortasi awal,
yaitu untuk memisahkan jamur dari

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 51


kotoran-kotoran lainnya yang
terbawa pada saat panen, seperti
tanah, pasir, kerikil, daun, dan lain-
lain. Umumnya kegiatan sortasi
awal dilakukan bersamaan dengan
pemanenan untuk menjaga kondisi
jamur agar tetap segar.

Agar kualitas jamur merang tetap


terjaga hasil petikan ditampung,
sebab walaupun jamur sudah
dipetik, namun jamur masih tetap
aktif melakukan proses pernapasan.
Setelah dipanen kemudian
dikumpulkan ditempat pengum-
pulan/penampungan, kemudian
dilakukan grading untuk memudah-
kan dalam menentukan keseragam-
an antara yang super dan yang tidak
super (Bs) dalam pemasarannya.

b. Pembersihan
Jamur dibersihkan dari kotoran yang
menempel pada bagian akar dan
buah jamur sehingga daya simpan
jamur akan lebih lama.
Pembersihan dilakukan dengan
memotong akar dan pangkal
tangkai jamur dengan pisau tajam

52 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


dan bersih, lalu kotoran, spora dan
air media yang menempel pada
permukaan tubuh buah dibersihkan.
Dalam pembersihan tidak boleh
menggunakan air.

c. Grading
Setelah dilakukan sortasi awal dan
pembersihan, maka dilakukan
grading jamur merang segar
berdasarkan kualitas hasil panen
jamur merang sebagai berikut :
No. Parameter Grade A Grade B Grade C
1 Bentuk Bulat telur Bulat telur Bulat telur
Keras Keras Kurang
Keras
2 Diameter 1,5 – 2 cm 1 – 1,5 cm < 1 cm
3 Warna Putih bersih Putih Putih
Putih keabu- bersih bersih
abuan Putih Putih
keabu- keabu-
abuan abuan
4 Kebersihan Tidak ada Ada Ada
kotoran kotoran kotoran
Selaput utuh Selaput Selaput
Belum utuh utuh
mekar Belum Belum
Tidak Cacat mekar mekar
Tidak Tidak
cacat cacat
5 Bobot 7 – 10 gr 4 – 7 gr < 4 gr
Tubuh
buah

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 53


d. Penimbangan
Tujuan penimbangan adalah untuk
mengetahui berat jamur tiram
sebelum dipasarkan sesuai dengan
keinginan konsumen.

e. Pengemasan dan Pelabelan


Pengemasan jamur merang dapat
dilakukan dengan cara :
- Jamur merang yang akan
dipasarkan langsung dapat
dikemas dengan rinjing plastik
yang berongga, ditutup dengan
koran/daun pisang, dan jangan
sampai terkena benturan
ataupun sinar matahari sehingga
mengakibatkan rusak/cepat
mekar.
- Dapat pula dikemas di dalam
kain batis (cheese cloth) yang
selanjutnya disimpan dalam
refrigerator pada suhu 150oC.
- Dikemas dalam kotak styrofoam
yang bagian dasarnya diberi es
- Dikemas dalam peti kayu yang
dindingnya dilapisi es yang
dibungkus plastik
- Dikemas dalam keranjang
bambu yang diberi dry ice yang

54 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


dibungkus kertas. Pengemasan
jamur merang dengan cara di
atas dapat mempertahankan
kesegaran jamur merang hingga
4-5 hari.
Setelah dilakukan pengemasan,
maka dilakukan pelabelan produk
untuk memudahkan identifikasi
produk dan trace ability (daya
telusur) demi keamanan pangan.
Label umumnya berisi antara lain
nama produk, tanggal pengemasan,
manfaat produk, nomor/kode
produksi, nama/alamat penghasil,
berat bersih, dan metode
penyimpanan. Pengemasan jamur
merang kering dapat dilakukan
dengan menggunakan kantong
plastik dan ditutup rapat atau
dimasukkan ke dalam kaleng kedap
udara, dan dapat bertahan sampai 6
bulan.

f. Penyimpanan
Penyimpanan adalah usaha untuk
mempertahankan daya guna suatu
produk, dimana responnya sangat
bergantung pada karakteristik
produk. Penyimpanan dan

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 55


pengepakan jamur dilakukan
dengan memasukkan ke dalam
keranjang plastik persegi atau
wadah yang berlubang atau
berongga.

Beberapa teknik penyimpanan


jamur merang antara lain :
- Untuk konsumsi rumah tangga,
maka jamur merang segar
dimasukkan dalam ruang
pendingin dengan suhu kurang
dari 10oC selama 1x24 jam atau
dijemur dan diberi larutan
garam1% selam 15-25 menit, lalu
dikeringanginkan. Dengan cara
ini, daya tahannya mencapai 2-4
hari
- Penyimpanan dalam refrigerator
pada suhu 150oC hanya bertahan
selama 3-4 hari
- Tidak dianjurkan menyimpan
jamur merang segar dalam
karung, kardus, atau tempat
yang tertutup rapat
- Penyimpanan jamur merang
segar dapat berupa jamur
merang dikupas dan yang tidak
dikupas dengan komposisi

56 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


perpaduan gas terbaik yang
mampu mempertahankan mutu
jamur merang segar yang tidak
dikupas adalah 4-8% O2 dan 13-
17% CO2, sedangkan untuk jamur
merang yang dikupas adalah 4-
8% O2 dan 8-12% CO2. Berkaitan
dengan itu maka jenis film
kemasan yang sesuai pada suhu
10oC adalah white stretch film
untuk jamur merang yang tidak
dikupas dan stretch film untuk
jamur merang yang dikupas
dengan menggunakan trayfoam
dengan luas permukaan kemasan
sekitar 247 cm2, dan berat jamur
rata-rata di dalam kemasan
adalah 150 gram dengan kriteria
kekerasan 0,75 kg/mm dengan
masa simpan 6 hari untuk jamur
merang yang tidak dikupas dan 4
hari untuk jamur merang yang
dikupas.
- Penyimpanan jamur merang
dalam bentuk kering dapat
bertahan hingga 6 bulan, dengan
dilakukan pengeringan terlebih
dahulu, baik dengan matahari
atau oven.

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 57


5. Proses Pascapanen Jamur Merang Kering
Bila produk yang diinginkan dalam
bentuk jamur kering atau olahan, maka
ada beberapa tahapan pascapanen
tambahan setelah sortasi awal dan
pembersihan jamur merang segar, yaitu :

a. Pemanasan
Pemanasan jamur dilakukan di
dalam air mendidih selama 4 menit
untuk mencegah pembusukan di
dalam jamur setelah dilakukan
pembersihan dengan waktu yang
bervariasi, tergantung pada kondisi
jamur.

b. Pendinginan
Setelah dilakukan pemanasan, maka
dilakukan pendinginan dengan
membiarkan jamur di wadah
asalnya dalam beberapa menit
sehingga jamur dianggap sudah
tidak mengandung uap air lagi.

c. Pengawetan
Pengawetan merupakan suatu cara
untuk membuat jamur lebih tahan
lama. Membuat jamur lebih awet
tidak harus menggunakan bahan

58 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


kimia yang justru membahayakan
kesehatan tubuh. Pengawetan
dapat diberikan pada jamur segar
ataupun jamur yang sudah
mengalami proses pengeringan.

Pengawetan dalam bentuk segar


dapat dilakukan dengan pembe-
kuan yang merupakan proses
menghilangkan panas pada produk
pangan dan mempertahankan suhu
penyimpanannya di bawah titik
beku. Pembekuan ini memiliki
pengaruh yang menguntungkan
pada produk pangan, yaitu dengan
penurunan suhu akan
memperlambat reaksi biokimia serta
menghambat pertumbuhan mikro-
organisme patogen yang dapat
menyebabkan penurunan mutu
seperti reaksi oksidasi lemak,
denaturasi protein, atau aktivitas
enzim hidrolitik. Pembekuan juga
dapat mengurangi penggunaan
pengawet dalam memperpanjang
masa simpan bahan pangan. Untuk
jamur merang, maka pembekuan
dilakukan dengan menggunakan dry
ice atau freezer. Jika menggunakan

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 59


freezer, maka pembekuan dilakukan
dalam waktu 30 menit. Jamur
merang merupakan produk yang
perishable sehingga apabila
dibekukan, dibutuhkan pembekuan
dengan laju yang cepat untuk
mempertahankan mutu warna,
kekerasan, dan bobot dengan tetap
mempertahankan kandungan
proteinnya. Jika menggunaka dry
ice, maka dapat dilakukan dengan
cara :
- Jamur dikemas di dalam
Styrofoam yang bagian dasarnya
diberi dry ice
- Jamur dikemas dalam peti kayu
yang dindingnya dilapisi dry ice
yang dibungkus plastik
- Jamur dikemas dalam keranjang
bambu, lalu bagian atasnya
diberi dry ice yang dibungkus
kertas

Dengan pembekuan ini, maka


jamur merang diasumsikan dapat
dipertahankan hingga 4-5 hari.

Pengawetan dalam bentuk kering


dapat mempertahankan mutu

60 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


jamur merang hingga 6 bulan.
Pengeringan dapat dilakukan
dengan menggunakan sinar
matahari atau oven.
Memanfaatkan sinar matahari
untuk mengeringkan jamur adalah
cara yang paling sederhana, mudah,
dan ekonomis.

d. Pengeringan
Pengeringan merupakan proses
penurunan kadar air suatu bahan
sampai tingkat kadar air tertentu,
dimana jamur, enzim, mikro-
organisme, dan serangga yang
bersifat merusak tidak dapat aktif
lagi dan kelembaban jamur pun
akan berkurang.

Pengeringan merupakan proses


penurunan kadar air suatu bahan
sampai tingkat kadar air tertentu,
dimana jamur, enzim, mikro-
organisme, dan serangga yang
bersifat merusak tidak dapat aktif
lagi dan kelembaban jamur pun
akan berkurang.

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 61


Pengeringan jamur merang dapat
dilakukan dengan sinar matahari
dan juga oven dengan cara :
- Jamur dicuci terlebih dahulu
dengan air bersih
- Jamur dibelah memanjang atau
dipotong-potong untuk memper-
cepat pengeringan
- Masukkan potongan jamur ke
dalam air mendidih selama 4
menit untuk mencegah
pembusukan akibat enzim
dalam jamur yang masih aktif
- Jemur jemur di bawah sinar
matahari dengan lamanya 3-4
hari (tergantung suhu, cuaca dan
kelembaban) dengan meletak-
kannya diatas anyaman bambu
atau plastik
- Bila menggunakan oven,
panaskan jamur hingga kering
(mengalami penyusutan 10% dari
berat basah) dengan temperatur
40oC selama 8 jam

e. Penimbangan
Penimbangan dilakukan untuk
mengetahui berat jamur sebelum
dan sesudah dikeringkan sehingga

62 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


dapat diketahui kandungan air
dalam jamur.

f. Pengemasan dan Pelabelan


Pengemasan jamur kuping kering
dapat dilakukan dengan cara
memasukkan pada kantong plastik
dan ditutup rapat untuk menjaga
jamur tetap kering. Wadah
kemasan jangan terlalu dalam agar
jamur kuping tidak terlalu banyak
menumpuk karena mengakibatkan
jamur pecah.

Setelah dilakukan pengemasan,


maka dilakukan pelabelan produk
dengan memberikan stiker/kertas/
plastik bertulisan di atas kemasan
dengan cara ditempel, digantung
atau dapat pula hanya berupa
tulisan yang telah menempel pada
plastik kemasan. Label umumnya
berisi antara lain nama produk,
tanggal pengemasan, manfaat
produk, nomor/kode produksi,
nama/alamat penghasil, berat
bersih, dan metode penyimpanan.

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 63


g. Penyimpanan
Penyimpanan adalah usaha untuk
mempertahankan daya guna suatu
produk, dimana responnya sangat
bergantung pada karakteristik
produk. Penyimpanan jamur kering
dilakukan dalam plastik dan
dirapatkan agar jamur tidak basah,
lalu diletakkan di dalam box yang
terbuat dari kertas tebal yang rapat
(kardus) dimana di tengahnya
diberi satu botol kecil Carbon
Bisulfida (CS2) yang disumbat
dengan kapas untuk mencegah /
menghindari serangan hama.

64 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


BAB IV
PENUTUP

Pedoman Teknologi Penanganan


Pascapanen jamur ini dibuat sebagai bahan
informasi sekaligus acuan/pedoman bagi pelaku
usaha dalam pengembangan agribisnis jamur,
khususnya pengolahan jamur. Diharapkan
melalui pedoman ini, maka dapat menekan
kehilangan/kerusakan hasil, memperpanjang
masa simpan, meningkatkan daya guna, nilai
tambah, dan daya saing guna memberikan
keuntungan yang optimum dan/atau
mengembangkan usaha pascapanen yang
berkelanjutan.
Penanganan pascapanen ini dapat
diterapkan pada seluruh daerah, namun perlu
dilakukan penyesuaian sesuai dengan kondisi
dan permasalahan setempat, baik bahan baku,
bahan tambahan ataupun sarana yang akan
digunakan.
Penerapan penanganan pascapanen jamur
berpedoman pada Good Handling Practices
(GHP) produk hortikultura memerlukan
pelatihan yang berkesinambungan terutama
dalam penerapan pada setiap tahapan proses
penanganan sehingga akan diperoleh mutu

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 65


produk sesuai dengan permintaan pasar/
konsumen sehingga mampu bersaing di pasar
domestik maupun internasional.
Penanganan pascapanen merupakan suatu
rangkaian kegiatan agribisnis, sebagai lanjutan
proses budidaya yang saling terkait satu sama
lain. Karena itu pihak-pihak yang menangani
budidaya supaya sekaligus dapat mengerti dan
menerapkan pascapanen yang baik, sehingga
dapat meningkatkan mutu, penampilan dan
daya tahan produk.

66 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


DAFTAR PUSTAKA

[Ditjen Bina Produksi Hortikultura] Direktorat


Jenderal Bina Produksi Hortikultura,
Direktorat Tanaman Sayuran, Hias dan
Aneka Tanaman. 2003. Hasil Olahan
Jamur. Jakarta : Ditjen Hortikultura.

[Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal


Hortikultura, Direktorat Budidaya
Tanaman Sayuran dan Biofarmaka.
2006. Profil Jamur. Jakarta : Ditjen
Hortikultura.

[Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal


Hortikultura, Direktorat Budidaya
Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. 2008.
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Budidaya Jamur Kuping. Jakarta : Ditjen
Hortikultura.

[Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal


Hortikultura, Direktorat Budidaya
Tanaman Sayuran dan Biofarmaka.
2009. Profil Pengembangan Kawasan
Sentra Produksi Jamur Merang. Jakarta :
Ditjen Hortikultura.

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 67


[Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal
Hortikultura, Direktorat Budidaya
Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. 2010.
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Budidaya Jamur Kuping. Jakarta : Ditjen
Hortikultura.

[Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal


Hortikultura, Direktorat Budidaya
Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. 2010.
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Budidaya Jamur Tiram. Jakarta : Ditjen
Hortikultura.

Fatimah, Y. 2006. Pengeringan Jamur Tiram


(Pleurotus osreatus) Menggunakan Oven
Gelombang Mikro (Microwave Oven).
[skripsi]. Bogor : Program Pasca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor.

Maulani, RR. 2003. Perubahan Fisiologis Jamur


Tiram (Pleurotus osreatus) Segar Selama
Penyimpanan dalam Kemasan Polietilen
dan Polipropilen Berferforasi. [thesis].
Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor.

Muchrodji, Cahyanan. 2006. Budidaya Jamur


Kuping. Jakarta : Penebar Swadaya.

68 Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur


Pasaribu, T. 2005. Aneka Jamur Unggulan yang
Menembus Pasar. Jakarta : PT.
Grasindo Indonesia.

Suharjo, E. 2006. Budidaya Jamur Merang


Dengan Media Kardus. Jakarta : Penebar
Swadaya.

Widiyastuti, B. 2009. Budidaya Jamur Kompos.


Jakarta : Penebar Swadaya.

Yusanto. 2001. Penyimpanan Jamur Merang


dalam Larutan Garam dengan Kemasan
Gelas Plastik. [thesis]. Bogor : Program
Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Jamur 69

Anda mungkin juga menyukai