Anda di halaman 1dari 413

NUTRISI

TERNAK RUMINANSIA

Oleh:

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
SISTEM Penilaian
• UTS 30%
• UAS 30%
• Tugas 10%
• Quiz 10%
• Praktikum 20%
Total 100%
Penilaian
Nilai Angka Nilai Huruf Bobot
80 – 100 A 4
75 – 79.99 B+ 3.5
69 – 74.99 B 3
60 – 68.99 C+ 2.5
55 – 59.99 C 2
50 – 54.99 D+ 1.5
44 – 49.99 D 1
0 – 43.99 E 0
KONTRAK
PERKULIAHAN

• Mengikuti perkuliahan daring tepat waktu sesuai jadwal


• Memakai pakaian yang sopan dan menyalakan video
saat perkuliahan
• Selama perkuliahan dilarang untuk mengaktifkan
microphone kecuali saat diskusi atau mengajukan
pertanyaan
• Mahasiswa wajib mengikuti praktikum
• Mahasiswa wajib mengumpulkan tugas yang diberikan
dosen
• Mahasiswa wajib mengikuti kuis yang diberikan
SISTEM PERKULIAHAN
1. Datang tepat waktu
2. Toleransi datang terlambat 20 menit
3. Wajib memakai baju berkrah (semua
kegiatan kampus)
4. Memakai sepatu
( Tidak diperbolehkan menggunakan sandal
untuk semua kegiatan di kampus
Aturan Main Kuliah
4. Dilarang keras memakai kaos oblong,
celana robek, sandal dan sepatu yang
diinjak bagian belakang
5. Mahasiswa wajib mengerjakan tugas-
tugas yang diberikan oleh Dosen.

KELAS I ; RIZKY NO HP ; 085706077640


Kelas D/Agustus2018 : Khaerul Rasyad HP : 087705777058
Kelas I/Agustus2018 : Nurul Ampe HP : 082364274671
 SISTEM PENCERNAAN
Suatu
Sal. Penc. assesoris
sistem +
Tanggung jawab pengambilan
penerimaan
pencernaan
BM

 Mulut ~> anus


 SISTEM PENCERNAAN RUMINANSIA 
Karena harus tahu “nasib” BM dalam perjalanannya di setiap organ
pencernaan:
dicerna

diserap

Kenapa dimanfaatkan
Perlu Hidup pokok
Dipelajari ? Untuk
Produksi

Sehingga akan diketahui makanan yang cocok

Pemberian Pakan Akan maksimal


Efisiensi
efektifitas
 SISTEM PENCERNAAN RUMINANSIA 

BM  Hijauan mekanis
[ membawa :  Butiran dicerna fermentatif
KH, PK. LK. dsb] enzimatis
senyawa
sederhana
Diserap tubuh

Sintentis:
 Potein  Hidup pokok
 Lemak  Produksi
 tulang Daging
 air, dsb Susu
Wool
Kulit, dsb.

LANTAS BAGAIMANA SALURAN PENCERNAAN RUMINANSIA ?


 SALURAN PENCERNAAN RUMINANSIA

mulut anus dilengkapi assesoris

mulut  Lidah
pharinx  Gigi
oesophagus  Kel. Saliva
lambung  Hati
Usus halus
Usus besar  pankreas
anus
 LAMBUNG NYA ADA 4 YAITU :

LEBIH LENGKAPNYA SALURAN


PENCERNNYA ADALAH SBB. :
SISTEM PENCERNAAN
RUMINANSIA

HERBIVORA BERDASARKAN LETAK KEGIATAN


MIKROBA :

1. a. RUMINANSIA : aktifitas mikroba sebelum lambung sejati


b. PSEUDO RUMINANSIA : tidak mempunyai omasum
2. AKTIFITAS MIKROBA SETELAH LAMBUNG SEJATI : sekum dan
kolon (kuda dan kelinci)
3. PSEUDO RUMINASI KELINCI COPROPHAGY
Grazer: makan rumput
(sapi, kerbau, biri-biri)

Browser: makan
• Ruminansia ranting & semak (rusa
& kerabatnya )

Keduanya (kambing)
Ternak ruminansia terdiri dari ruminansia besar di antaranya
sapi dan kerbau dan ruminansia kecil di antaranya kambing
dan domba.

Selain itu, berikut ini adalah beberapa contoh hewan lainnya


yang juga dikategorikan sebagai hewan ruminansia.
Anoa
Banteng
Bison
Antelop bertanduk empat
Kerbau air
Hewan pemamah biak (ruminansia) adalah
sekumpulan hewan pemakan tumbuhan
(herbivora) yang mencerna makanannya dalam
beberapa langkah:
menelan bahan mentah mengeluarkan
makanan yang sudah setengah dicerna dari
perutnya  mengunyahnya lagi.

Lambung hewan-hewan ini tidak hanya memiliki


satu ruang (monogastrik) tetapi lebih dari satu
ruang (poligastrik, harafiah: berperut
banyak).
Tingkah Laku Makan dan Ruminasi
Aktivitas makan dimulai dari masuknya pakan ke dalam mulut dan diteruskan
dengan proses mengunyah untuk menghaluskan pakan sebelum dapat ditelan.

Tingkah laku makan pada ternak dipengaruhi oleh jenis pakan, umur ternak, suhu
lingkungan dan keadaan gigi sapi (Ensminger et al., 1990). Manajemen atau cara
pemberian pakan dapat mempengaruhi aktivitas dan tingkah laku makan sapi (De
Vries et al., 2007). Daya cerna tinggi akan meningkatkan laju pakan (Tillman et al.,
1998).
Ruminansia berasal dari kata ruminate yang berarti mengunyah berulang.
Proses ini disebut proses ruminasi yaitu suatu proses pencernaan pakan yang
dimulai dari pakan dimasukkan ke dalam rongga mulut dan masuk ke rumen setelah
menjadi bolus-bolus yang akan dimuntahkan kembali (regurgitasi), dikunyah kembali
(remastikasi), lalu ditelan kembali (redeglutasi) dan dilanjutkan proses fermentasi di
rumen dan ke saluran berikutnya. Proses ruminasi berjalan kira-kira 15 kali sehari,
dimana setiap ruminasi berlangsung 1 menit – 2 jam (Prawirokusumo, 1994). Ternak
lebih banyak melakukan aktivitas ruminasi dalam keadaan berbaring (65-80%) dari
total waktu ruminasi (Hafes, 1975). Tingkat kecernaan merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi lama ruminasi. Degradasi pakan yang cepat 7 dengan
jumlah yang banyak di dalam rumen menyebabkan pakan yang perlu dikunyah
kembali lebih sedikit sehingga aktivitas ruminasi lebih sedikit (Wodzicka-
Tomaszeweka et al., 1991). Nilai kecernaan yang tinggi akan mempercepat proses
degradasi pakan dalam rumen dan ternak lebih sedikit melakukan ruminasi (Tiyoso,
2013).
ANATOMI DAN FUNGSI SALURAN
PENCERNAAN RUMINANSIA

SALURAN PENCERNAAN:

- Mulut
- Esofagus
- Lambung: Rumen, Retikulum, Omasum,
Abomasum
- Usus halus
- Usus Besar (Kolon)
- Rektum
 Perbedaan saluran pencernaan pada ternak :
ruminansia
Non ruminan
mulut mulut
oesophagus oesophagus
rumen
om
ret proventriculus gizzard
(lambung sejati) (ventriculus)
abo

Usus
Usus
halus
halus
caecum
caecum
colon colon
Secara anatomis + fisiologis anus
Ruminan Non Ruminan
BEDA
Lambung
Lambung
4 bagian Proses pencernaan berbeda 1 bagian
r/rt/o -> perut depan
Ab -> sejati

 fermentatif  enzimatis. (lambung)

(perut depan & caecum)  fermentasi

 hidrolis / enzimatis (abomasum: usus) (caecum: colon)

 mekanik (mulut)  mekanik (mulut: gizzard)


Baiklah kita bahas satu persatu organ pencernaan ternak
ruminansia

MULUT

• GIGI MOLAR MASTIKASI PENCERNAN


MEKANIS

• SALIVA : SAPI ± 150 liter/hari


DOMBA ± 10 liter/hari
Enzim : Pregastric esterase

• Fungsi saliva:
a. membantu penelanan
b. buffer (ph 8,4 – 8,5)
c. suplai nutrien mikroba (70% urea)
Rongga Mulut

• dibentuk oleh tiga atap:


o palatum durum (langit-langit keras)
o palatum mole (langit-langit lunak)
o velum palastini (bagian tepi)
• Dasar rongga mulut bersifat lunak
• Di dalam rongga mulut: gigi, lidah, kelenjar
ludah.
rahang dapat bergerak menyamping
untuk menggiling makanan.
Gigi sapi berjumlah 32 buah yang terdiri atas 12 buah gigi merupakan
rahang atas dan 20 buah gigi lainnya merupakan rahang bawah.
Pada rahang bawah terdiri atas 8 buah gigi susu, gigi geraham berganti
menjadi enam buah, dan gigi grama tetap enam buah. Sementara itu,
pada rahang atas sapi tidak terdapat gigi susu, hanya ada enam buah gigi
berganti dan enam buah gigi geraham tetap.
• lidah : untuk mengambil makanan &
menempatkan pada gigi
• ludah : mengandung enzim yang ada
hubungannya dengan selulosa (makan
rumput)
• gigi  tidak punya taring
Susunan gigi ruminansia
3 3 0 0 0 0 0 0 Rahang atas
M P C I I C P M Jenis gigi
3 3 0 4 4 0 3 3 Rahang bawah
I = insisivus = gigi seri
C = kaninus = gigi taring
P = premolar = geraham depan
M = molar = geraham belakang
Gigi sapi berjumlah 32 buah yang terdiri atas 12 buah gigi merupakan
rahang atas dan 20 buah gigi lainnya merupakan rahang bawah.
Pada rahang bawah terdiri atas 8 buah gigi susu, gigi geraham berganti
menjadi enam buah, dan gigi grama tetap enam buah. Sementara itu,
pada rahang atas sapi tidak terdapat gigi susu, hanya ada enam buah gigi
berganti dan enam buah gigi geraham tetap.
Fungsi gigi seri dan geraham
• Gigi geraham molar: menggiling & menggilas
dinding sel tumbuhan yang mengandung
selulosa (gerakan gigi ke kiri & ke kanan 
gerakan menggiling & menggilas)
• Pada diastema:lidah dijulurkan untuk merenggut
rumput & memasukkannya ke dalam mulut
• gigi seri : memotong & menjepit makanan
Faring

Faring merupakan persimpangan


saluran nafas dengan saluran cerna.
jalan makan harus cepat. Pada faring,
bolus tidak akan berubah.
Eshopagus

• Kerongkongan berfungsi sebagai


penyalur bolus ke rumen.
• Pada kerongkongan terdapat kelenjar
sekretoris: makanan tidak berubah.
Lambung

Lambung terdiri dari :

Lambung terbagi menjadi 4


ruang, yaitu rumen, retikulum,
omasum, abomasum
SISTEM PENCERNAAN RUMINANSIA,
YG UTAMA ADALAH DI RUMEN

PENCERNAAN FERMENTATIF MIKROBA (RUMEN, RET,


OMASUM)
PENCERNAAN ENZIMATIS ABOMASUM

KEUNTUNGAN PENCERNAAN FERMENTATIF :


• Dapat mencerna pakan kasar : sumber energi (VFA)
• Dapat menggunakan NPN : sumber protein
• Dapat mensintesis vitamin
• Dapat makan cepat dan menampung pakan
banyak
KERUGIAN PENCERNAAN FERMENTATIF :
• Banyak energi terbuang sebagai gas metan
• Protein nilai hayati tinggi didegradasi : amonia
• Mudah menderita ketosis
RUMEN
• LETAK: sebelah kiri rongga perut
• ANATOMI : - Permukaan dilapisi papila
- Terdiri 4 kantong (saccus)
- Terbagi menjadi 4 zona

• KONDISI : - BK isi rumen : 10 - 15%


- Temperatur : 39 - 40ºC
- pH = 6,7 – 7,0
- BJ = 1,022 – 1,055
- Gas: CO2, CH4, N2, O2, H2, H2S
- > mikroba: bakteri, protozoa, jamur
- Anaerob
FUNGSI RUMEN
- Tempat fermentasi
- Tempat absorpsi VFA, amonia
- Menyimpan bahan makanan
- Lokasi mixing ingesta
Gb. Penampang rumen
PEMBAGIAN ZONA RUMEN
1. Zona gas : CO2, CH4, H2, H2S, N2, O2
2. Zona apung (pad zone) : ingesta baru
dan mudah dicerna
3. Zona cairan (intermediate zone) :
cairan dan absorbsi metabolit yang
terlarut (>>mikroba)
4. Zona endapan (high density zone) :
ingesta tidak dapat dicerna dan benda-
benda asing
RETIKULUM (PERUT JALA)
- Secara fisik tidak terpisahkan dari rumen
- Terdapat lipatan esofagus yang
merupakan lipatan jaringan dari esofagus
ke omasum
- Permukaan dalam : papila → sarang laba-
laba (honey comb) perut jala
Fungsi Retikulum
- tempat fermentasi
- membantu ruminasi
- mengatur arus ingesta ke omasum
- Absorpsi hasil fermentasi
- tempat berkumpulnya benda asing
Retikulum
Di retikulum, makanan dibentuk
menjadi gumpalan-gumpalan kasar
yang disebut bolus. Pada saat sapi
beristirahat, bolus yang disimpan
sedikit demi sedikit dikeluarkan dari
retikulum untuk dikunyah lagi. Sesudah
itu ditelan lagi masuk ke retikulum, lalu
ke omasum, di omasum terjadi
penyerapan air dari pengunyahan, dan
selanjutnya ke abomasum.
Gb. retikulum
OMASUM
- Letak : sebelah kanan retikulum, disebelah
rusuk 7-11
- Bentuk : ellips
- Permukaan dalam berbentuk laminae →
perut buku (terdapat papila untuk absorpsi)
- Fungsi: grinder, filtering, fermentasi,
absorpsi)
Gb. omasum
ABOMASUM
- Letak : dasar perut (kanan bawah)
- Bentuk : memanjang
- Bagian dalam terdapat tonjolan : fold → absorpsi
- Terdiri 3 bagian:
- kardia : sekresi mukus
- Fundika: pepsinogen, renin, HCl, mukus
- Pilorika : sekresi mukus

- Fungsi:
- tempat permulaan pencernaan enzimatis
(perut sejati)
- Mengatur arus digesta dr abomasum ke
duodenum
Abomasum

Abomasum merupakan tempat


terjadinya sekresi asam dan enzim
pencernaan untuk mencerna makanan.
Hasil pencernaan di abomasum
menghasilkan bentuk bubur yang disebut
kim.
Kim kemudian menuju usus dua belas
jari dan masuk ke bagian usus halus
lainnya. Di usus halus ini terjadi
penyerapan hasil pencernaan, sedangkan
makanan yang tidak tercerna menuju usus
besar dan mengalami penyerapan air
menjadi feses. Kemudian, feses menuju
rektum dan keluar melalui anus.
ABOMASUM
USUS HALUS (INTESTINUM
TENUE)
Fungsi : pencernaan enzimatis dan absorpsi

Kedalam usus halus masuk 4 sekresi:


- Cairan duodenum: alkalis, fosfor, buffer
- Cairan empedu: dihasilkan hati, K dan Na
(mengemulsikan lemak),
mengaktifkan lipase pankreas, zat warna
- Cairan pankreas: ion bikarbonat untuk
menetralisir asam lambung
- Cairan usus
Usus Halus

Pada usus kecil / halus sangat penting


dalam pemecahan dan absorpsi. Terjadi
pemecahan bahan makanan secara
sempurna dan penyerapan sari makanan
secara besar-besaran di duodenum,
jejenum, dan ileum.
Gb. duodenum
PANKREAS
Letak : lengkungan duodenum

Mensekresikan enzime:
- Amilase : alfa amilase, maltase, sukrase

- Protease : tripsinogen, kemotripsinogen,


prokarboksi peptidase

- Lipase : lipase, lesitinase, fosfolapase, kolesterol


esterase

- Nuklease: ribonuklease, deoksi ribonuklease


pancreas
SEKUM DAN KOLON
• Fungsi: fermentasi oleh mikroba
• Bentuk: tabung berstruktur sederhana,
kondisi = rumen
• Absorpsi VFA dan air → kolon
• Konsentrasi VFA: sekum: 7 mM, kolon:
60 mM (rumen = 100 – 150 mM)
SEKUM DAN KOLON
Usus Besar
Usus kasar (intestinum crasum = colon)
mempuyai ciri-ciri sbb:
• Ukuran lebih besar daripada usus halus dan
terdapat sakulasi (kantong-kantong)
• Pada usus kasar terjadi fermentasi dan absorpsi
air dan elektrolit secara intensif
• Usus kasar hanya sedikit menggunakan
gerakan peristaltik.
Perjalanan makanan pada
pencernaan hewan
ruminansia:
1. Rumput di mulut
dikunyah→ 2. Esofagus→ 3.
Rumen, pencernaan
polisakarida,protein, dan
fermentasi selulosa oleh
enzim selulase→ 4.
Retikulum, membentuk
bolus→ 5. Mulut, dikunyah
lagi→ 6. Retikulum→ 7.
Omasum→ 8. Abomasum,
pencernaan oleh enzim
pencernaan.
GERAKAN YANG ADA HUBUNGANNYA
DENGAN RUMEN
1. Prehensi
2. Mastikasi : ensalivasi (94 x per menit)
3. Deglutisi
4. Eruktasi : CO2 dan CH4
5. Rumminasi :
* Regurgitasi
* Remastikasi (55 x per menit)
* Reensalivasi
* Redeglutisi
MOTILITAS RUMEN
1. GERAKAN TIPE A → MIXING MAKANAN →
SEARAH JARUM JAM
(rate : 1 x per menit; lama : 25-38 menit)

2. GERAKAN TIPE B → ERUKTASI →


BERLAWANAN DENGAN GERAKAN TIPE A →
RETIKULUM TIDAK IKUT BERGERAK
(rate : 1 x per menit; lama : 20 menit)
MOTILITAS RUMEN

1. GERAKAN TIPE A →MIXING MAKANAN → SEARAH JARUM JAM


(rate : 1 x per menit; lama : 25-38 menit)

2. GERAKAN TIPE B → ERUKTASI → BERLAWANAN DENGAN


GERAKAN TIPE A → RETIKULUM TIDAK IKUT BERGERAK
(rate : 1 x per menit; lama : 20 menit)
TERIMA KASIH
MIKROBIOLOGI RUMEN
Kondisi lingkungan isi rumen yang ideal untuk
pertumbuhan mikroba

• BK : 10 – 15%
• BJ : 1,022 – 1,055
• Suhu : 39 -41ºC
• pH : 6,8 – 7,0
• Kapasitas penyangga : 5,5 – 7,8
• Redox potensial : - 350 mV
• Tekanan osmose : 350 – 400 m osmol/kg (hipotonik terhadap
plasma darah)
• Senyawa terlarut: Na, K, Cl, VFA, N
• Gas : CO2, CH4, N2, O2, H2, H2S
• An-aerob
Komposisi gas di dalam rumen:
• CO2 : 65,35%
• CH4 : 26,76%
• N2 : 7,0 %
• O2 : 0,56%
• H2 : 0,18%
• H2S : 0,01%
Kondisi lingkungan rumen bervariasi
tergantung:

1. Pakan
2. Konsumsi air
3. Saliva
4. Mikroba
5. Digesti
6. Absorbsi
Agar fermentasi berjalan baik:

1. Kondisi lingkungan rumen harus ideal (


temp., pH dll)
2. Penyediaan pakan konstan
3. Hasil akhir fermentasi harus diserap
4. Pakan yang tidak dicerna harus dapat
dikeluarkan
Agar dapat disebut mikroba rumen harus
memenuhi syarat:

• Mikroba tersebut harus dapat hidup an-aerob


• Dapat menghasilkan hasil akhir fermentasi → VFA
dan NH3
• Populasi mikroba harus mencapai 10¹º/ gram
ingesta
MIKROBA RUMEN
Ada 3 jenis mikroba di dalam rumen
1. Bakteri
2. Protozoa
3. Jamur
4. Bakteriophage
5. Amoeba

Mikroba rumen:
• Hidup an-aerob: dalam cairan rumen dan pada partikel
pakan
• Fakultatif an-aerob: dorsal rumen dan di epitelium dinding
rumen
• Adanya fakultatif ini yg bisa menyerap oksigen sehingga bs
menurunkan O2 di rumen
FUNGSI MIKROBA RUMEN

• Melaksanakan fermentasi
• Membentuk vitamin B komplek dan Vitamin K
• Sumber protein bagi ternak induk semang
PEMBAGIAN ZONA RUMEN (SCARA
MIKROBIOLOGI)

1. Zona gas : CO2, CH4, H2, H2S, N2, O2


2. Zona apung (pad zone) : ingesta baru dan
mudah dicerna
3. Zona cairan (intermediate zone) : cairan dan
absorbsi metabolit yang terlarut
(>>mikroba)
4. Zona endapan (high density zone) : ingesta
tidak dapat dicerna dan benda-benda asing
Keuntungan adanya fermentasi oleh
mikroba:

1. Dapat mencerna pakan kasar


2. Dapat menggunakan NPN sebagai sumber
protein
3. Produk fermentasi dapat disajikan ke usus
dalam bentuk yang mudah diserap
Kerugian adanya fermentasi oleh
mikroba:

1. Banyak energi terbuang sebagai gas metan


(6-8%) dan sebagai panas fermentasi (4-
6%)
2. Protein bernilai hayati tinggi mengalami
degradasi menjadi amonia
3. Mudah menderita ketosis
Bakteri rumen:
 Jumlah ± 10¹º/ml cairan rumen
 Spesies: ± 200 spesies
 Ukuran: 10 – 15 µ
 Bentuk: batang, bulat panjang, bulat
 Klasifikasi: berdasar substrat yang digunakan
Bacterial forms

rods
cocci

Spirochete
filamentous

budding and appendaged


Bakteri rumen
Hidup an-aerob, sebagian fakultatif an-
aerob → Streptococcus bovis
Lokasi: - >> di phase cairan
- menempel di partikel
pakan dan di dinding
rumen
Klasifikasi Bakteri rumen

1. Bakteri selulolitik: Ruminicoccus albus


2. Bakt. Hemiselulolitik: Bacteriodes ruminicola
3. Bakt. Amilolitik: Streptococcus bovis
4. Bakt. Proteolitik: Butyrifibrio sp.
5. Bakt. Lipolitik: Anaerofibrio lipolitica
6. Bakt. Pencerna gula: Lactobacilli
7. Bakt. Pemakai asam laktat: Propionibacterium sp.
8. Bakt. Metanogenik: Metanobacterium ruminantium
9. Bakt. yang mensintesis vitamin
10. Bakteri Ureolitik
Protozoa rumen:

 Ukuran: 25 – 100 µ
 ± 20 spesies
 Klasifikasi: berdasar morfologi
 Lokasi: - >> aktif (tidak menempel di pakan)
 Sensitif terhadap oksigen
 Bersilia
 Memakan bakteri dan protozoa yang lebih kecil, →
mengurangi pasok protein kedalam saluran pencernaan pasca
rumen
• Rumen
• Rumen protozoa
protozoa
– Most
– Most are ciliated
are ciliated
– Families
– Families
• Isotrichidae
• Isotrichidae (Holotrichs)
(Holotrichs)
– Cilia– over
Ciliaentire
over entire
body body
– Genuses
– Genuses
» Isotricha
» Isotricha
» Dasytricha
» Dasytricha
• Orphryscolidae
• Orphryscolidae (Oligotrichs)
(Oligotrichs)
– Cilia– inCilia
mouthin mouth
regionregion
– Genuses
– Genuses Photos courtesy M. Rasmussen and
» Entodinium
» Entodinium S. Franklin, USDA-ARS
» Eudiplodinium
» Eudiplodinium
» Epidinium
» Epidinium
» Ophryoscolex
» Ophryoscolex

http://www.rowett.ac.uk/ercule/html/rumen_protozoa.html
Klasifikasi Protozoa Rumen
- Ordo : 1. Holotricha
2. Oligotricha (Entodiniummorphs)

1. Holotricha :
- Genus :
1. Dasytricha: spesies → Dasytricha ruminansium
2. Isotricha: spesies → - Isotricha intestinalis
- Isotricha prostoma
Klasifikasi Protozoa Rumen

2. Oligotricha (Entodiniummorphs)

- Genus :
1. Diplodinium
2. Entodinium
3. Ophyroscolek
1. Holotricha

- Seluruh tubuh tertutup silia


- Bentuk memanjang
- Gerakan sangat aktif
- Sumber pakannya:
glukosa, fruktosa, xylosa, sukrosa
- Hasil akhir pencernaan: asam asetat,
asam butirat, asam laktat, CO2, H2
2. Oligotricha
• Silia hanya terletak diujung
• Sumber pakannya: selulosa, pati
• Hasil akhir pencernaan: VFA, CO2,H2
• Pakan konsentrat meningkatkan jumlah
oligitricha
• Lebih toleran terhadap pH rendah (pH 5,5 –
7,0)
Faktor yang mempengaruhi jumlah dan
tipe protozoa
1. Umur ternak
- s/d umur 1 mg: belum ada
protozoa, baru terbentuk flagela
- Yang terbentuk pertama:
- entodinium
- diplodinium
- isotricha
Faktor yang mempengaruhi jumlah dan
tipe protozoa

2. Pakan
- >> hay → >> isotricha
>> dasytricha

- >> konsentrat → entodinium


- Bentuk pellet → mengurangi protozoa
The need for protozoa in the rumen
Protozoa are not necessary for the animal (Commensalism)

• Advantages of protozoa
• Disadvantages of protozoa
– Increased cellulose digestion
• 25 – 33% of total cellulose
– Increased rumen protein
digestion turnover
• Mechanisms • Reduced efficiency of
protein use
– More active than
bacteria? • Increased rumen [NH3]
– Provide NH3 to bacteria – Increased CH4 production
– Remove O2 – Development of more
– Slower fermentation of virulent strains of pathogenic
starch and sugars bacteria
– Greater VFA production
– Increased transport on
conjugated linoleic acid (CLA)
and trans-11 (18:1) fatty acid
to duodenum and meat and
milk
• Net effects of defaunation
– Increased daily gains
– Improved feed efficiency
– Decreased OM and cellulose digestion
– Increased total and microbial protein flow to the duodenum
– Decreased pH on high concentrate diets, but increased pH on high
forage diets
• pH response to defaunation = 0.31 – 0.006 x % concentrate in diet
– Increased production of propionic acid and decreased production of
butyric acid
– Increased rumen volume and liquid outflow rate
• Rumen fungi
– Species
• Neocallismatix frontalis
• Sphaeromonas communis
• Piromonas communis
• Orpinomyces joyonii
– Occurrence
• Appear 8 – 10 days after birth
• More prevalent on grasses than legumes
• May be related to sulfur supplementation
• Function
– Fiber digestion
» Enzymes identified
Cellulases
Xylanases
Lichenase
Mannanase
Feruloyl esterase*
http://www.goatbiology.com/animations/funguslc.html
• Establishment of the rumen microbial population
– At birth, rumen has no bacteria
– Normal pattern of establishment
Appear Peak Microorganisms
5-8 hours 4 days E. coli, Clostridium welchii,
Streptococcus bovis
½ week 3 weeks Lactobacilli
½ week 5 weeks Lactic acid-utilizing bacteria
½ week 6 weeks Amylolytic bacteria
Prevotella-wk 6
1 week 6-10 weeks Cellulolytic and
Methanogenic bacteria
Butyrvibrio-wk 1
Ruminococcus-wk 3
Fibrobacter-wk 1
1 week 12 weeks Proteolytic bacteria
3 weeks 5-9 weeks Protozoa
- 9-13 weeks Normal population
• Factors affecting establishment of population
– Presence of organisms
• Normally population is established through animal-to-animal
contact
• Bacteria may establish without contact with mature ruminants
– Establishment of protozoa requires contact with mature ruminants
– Favorable environment
• Substrates and intermediates
• Increased rumen pH
• Digesta turnover
Ruminococcus species
• Gram + non motile cocci
• 2 cellulolytics: R. albus and R. flavefaciens
• Most active degraders of plant fiber
Bacterium attacking a plant fiber. Photo by Lydia
Joubert. USDA publication.
Protazoa with bacterium on the underside and a fungal spore center.
Photo by Mel Yokoyama & Mario A. Cobos. USDA publication.
METABOLISME KARBOHIDRAT

Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya
Mkanan : 6 zm.
Masing2 sumber energy , protein dst.
Tujuan makan unt dapet energy dst
Contoh kalian dst.

KH di ruminant :
Dicerna : 2 proses kmd di metabolism : 2 proses

KH>> glukosa >>> diserap>> energy

Di ruminant :
KH>> VFA >> diserap>> ke hati (AKG)>>> energi
VFA mencapai 80 persen dan 20 persen merupakan energi yang
terbuang dalam bentuk produksi gas C0 2, CH4 dan energi dalam
bentuk ATP ATP 6,2 % dr yg hilang.
Feed
Hijauan
Konsentrat KH
Otot/daging

Selulosa KH tak Susu


Hemiselulosa terfermentasi Produksi
Pati Lemak tubuh dst
VFA +Gas

APB

KHM
Glukosa

Karbohidrat yang komplek (selulosa, hemiselulosa, pati dan pectin)


akan mengalami dua tahap pencernaan.
Tahap pertama karbohidrat yang masuk rumen akan difermentasi oleh KH
enzim ektraseluler menghasilkan monomernya berupa oligosakarida, KH (Tak te
disakarida dan gula sederhana. fese
Tahap kedua monomer itu difermentasi/metabolisme lebih lanjut oleh
enzim intraseluler membentuk piruvat melalui lintasan Embden-
Meyerhoft dan pentosa fosfat. Piruvat adalah produk intermedier yang
segera dimetabolisasi menjadi produk akhir VFA.
Pencernaan
• . Proses pencernaan merupakan suatu perubahan fisik dan kimia
yang dialami oleh bahan makanan dalam alat pencernaan

• Mekanik : Oleh gigi di mulut dan oleh gerakan rumen

• Fermentatif : dilakukan oleh enzim yg disekresikan oleh sel mikroba


di dalam perut depan (Reticulorumen dan omasum)

• Enzimatis : dilakukan oleh enzim yg disekresikan oleh sel tubuh


hewan di perut belakang (abomasum dan usus halus)

Pencernaan fermentative dan enzimatis merupakan proses


metabolisme yaitu katabolisme.

Metabolisme : merupakan proses katabolisme dan


anabolisme
Metabolisme

 Adalah sejumlah proses yg meliputi sintesis


(anabolisme) dari protoplasma dan
perombakan (katabolisme) dlm organisme
hidup
 Tahap 1 dr metabolisme adalah pencernaan
dan hasil pencernaan diabsorpsi melalui
usus halus kedlm tubuh
 Di dalam tubuh mengalami metabolisme
intermediair
https://pendidikan.co.id/pengertian-karbohidrat/
Sumber KH di rumen
Feed • Pakan

• Selulosa
• Hemiselulosa
• Pati
• Pektin

Non Ruminansia : KH → Glukosa


Ruminansia: KH → VFA : A , P , B , KHM

VFA (kerangka karbon (C) ) + ATP + NH3→ Protein/KH tubuh mikroba


Michel A. Wattiaux
Babcock Institute
Louis E. Armentano
Department of Dairy Science
Babcock Institute Univ.Wisconsin Madison
Karbohidrat hijauan

 Selulosa (>>Hijauan)
 Hemiselulosa (>>Hijauan)
 Pati (>>konsentrat)
 Pektin (>konsentrat)
SELULOSA

 Komponen serat pembentuk dinding sel tanaman


 Polimer dengan BM tinggi
 Terdiri dari b 1,4 unit-unit glukosa
(b 1,4 glukosida)
 1 mol = 10.000 unit
 NDF= Neutral Detergent Fiber (dd seL): selulosa,
hemisel, lignin
 ADF = Acids Detergent Fiber (selulosa, L)
 ADL = Acids Detergent Lignin (lignin)
SELULOSA
SELULOSA

 Enzim : Selulase, pH 6.5 – 6.9


– Exo β 1,4 glukonase
menyerang satu sisi / ujung
– Endo β 1,4 glukonase
menyerang secara acak
KEGUNAAN SELULOSA :

 Meningkatkan kadar lemak susu


 Mencegah displaced abomasum
 Mempertahankan papila rumen
 Mencegah rumen parakeratosis
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
DEGRADASI SELULOSA :

 Lignin
 Silika
 Kristalinitas
 Kadar N
 Kadar lemak
 Lama kontak dengan mikroba
 Alkali treatment
Hemiselulosa

 Merupakan komponen dari:


- Hexosa : glukosa, galaktosa, fruktosa
- Pentosa : xylosa, arabinosa
- Asam uronat: asam glukoronat, asam
galakturonat
Starch (amylum = pati)

 Terdiri dari ά - 1,4 unit-unit glukosa


(ά - 1,4 glukosida)
 Enzim : ά - amylase, maltase,
phosphorilase (Pi)
 Mudah larut dalam air
 Ada 2 macam strach:
- amylose: rantai lurus
- amylopektin: rantai lebih bercabang
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
DEGRADASI PATI

 Prosessing : meningkatkan laju aliran partikel,


menurunkan laju degradasi

 Frekuensi feeding

 Macam pati :
– Rantai lurus (amilosa : kurang larut)
– Rantai bercabang (amilopektin : mudah larut)
Metabolisme KH. pd Ternak

 Ada beda mendasar antara Rum dan


Monogastrik pada jalur Metabolisme maupun
produk yang dihasilkan.

 Ruminansia mempunyai M.O dlm reticulo-


rumen yg mensekresikan enzim shg dpt
mencerna makanan yg masuk.

 Bagian terbesar KH adalah mudah larut (gula


pati) dan sukar larut Selulosa & hemiselusa.
Digestion and Absorption
Non-ruminant Ruminant
CHO in feed
digestive microbial
enzymes fermentation

Glucose in Volatile fatty acids


small intestine in rumen

Absorption into
blood circulation
DEGRADASI KH DI DALAM RUMEN
Karbohidrat merupakan komponen utama dalam ransum ternak ruminansia

 60 – 75 % ransum ruminansia KH

 Hasil utama fermentasi KH : VFA


– Asam asetat : ± 65 %
– Asam propionat :± 20 %
Dari Stoikiometri reaksi tersebut diatas dapat
– Asam butirat : ± 10 % dilihat bahwa proses sintesis asam asetat dan
asam butirat menghasilkan gas hidrogen.

Sebaliknya pada sintesis asam propionat gas

Hasil lain : ± 5 %
H2 (hidrogen) digunakan.

Gas hidrogen dan CO2 merupakan prekursor
– Asam iso butirat utama sintesis gas metan yang sesungguhnya
tidak bermanfaat untuk ternak.

– Asam iso valerat Maka dari itu proses fermentasi dalam rumen
yang mengarah pada sintesis asam propionat
– Asam laktat akan lebih menguntungkan karena produksi
CH4 bisa ditekan dan akan meningkatkan
efsiensi penggunaan energi pakan.
Jumlah komponen utama VFA (asetat, propionat, dan butirat) yang terbentuk
dalam rumen serta proporsi relatifnya sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh
faktor makanan seperti komposisi ransum, terutama rasio antara hijauan dan
konsentrat, bentuk fisik makanan, tingkat konsumsi, frekuensi pemberian pakan
dan tipe fermentasi sebagai akibat perbedaan populasi mikroba yang
berkembang sebagai pengaruh langsung dari zat makanan yang diberikan.

Menurut Forbes dan France (1993) konsentrasi VFA total dalam cairan rumen
umumnya berkisar antara 70 – 130 mM. Nisbah asam asetat, asam propionat
dan asam butirat pada pakan dengan kandungan hijauan /serat yang tinggi
adalah 70 : 20 :10. Tingginya konsentrasi asetat dalam cairan rumen sangat erat
kaitannya dengan tingginya proporsi hijauan atau pakan serat yang dikonsumsi.

Sebaliknya jika proporsi konsentrat dalam ransum meningkat maka konsentrasi


asam asetat akan turun dan konsentrasi asam propionat akan meningkat namun
proporsi asam asetat hampir selalu lebih banyak. Dengan kata lain dapat
dinyatakan bahwa ransum dengan hijauan/pakan serat tinggi akan menghasilkan
nisbah asetat : propionat lebih tinggi dibanding ransum yang proporsi
konsentratnya tinggi.
VFA ( asetat, propionat, dan butirat) merupakan sumber energi utama bagi
ternak dan punya fungsi penting dalam metabolisme zat makanan.
Sumbangan energi yang berasal dari VFA ini dapat mencapai 60 – 80 persen
dari kebutuhan energi ternak rumiansia.

Sebahagian besar VFA diserap langsung dari reticulorumen dan masuk


kedalam aliran darah, hanya 20 persen saja yang masuk ke omasum dan
abomasum dan diserap disini. Asam butirat dalam rumen sebelum diserap
terlebih dulu dirubah menjadi beta hidroksi butirat dan bersama dengan asam
asetat masuk kedalam peredaran darah dalam bentuk badan-badan keton
yang nantinya dalam jaringan tubuh digunakan sebagai sumber energi dan
untuk sintesis lemak tubuh. Asam propionat setelah masuk dalam peredaran
darah dibawa ke hati.

Di hati asam ini diubah menjadi glukosa. Sebagian glukosa disimpan di hati
sebagai glikogen hati dan sebagian lagi menjadi alfa gliserolfosfat untuk
digunakan sebagai koenzim pereduksi dalam sintesa lemak tubuh, sebagai
sumber energi, dan dalam tubuh disimpan sebagai glikogen otot.. Oleh sebab
itu asam propionat disebut juga asam yang bersifat glukogenik karena dapat
dikatabolisme menjadi glukosa atau sebagai sumber glukosa tubuh . Asam
lemak glukogenik dapat dipakai sebagai konstanta yang dinamakan sebagai
non glukogenik ratio (NGR)
Michel A. Wattiaux
Babcock Institute
Louis E. Armentano
Department of Dairy Science
Babcock Institute Univ.Wisconsin Madison
Asam Lemak Terbang atau VFA yang dihasilkan didalam rumen dan merupakan
sumber energi bagi ternak ruminansia, akan diserap sebagian besar dalam
retikulum (75 %) kemudian masuk kedalam darah. Sebagian lagi akan diserap oleh
abomasum dan omasum ( 20 % ) dan usus halus ( 5 % ).

Penyerapan VFA sangat dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi VFA dalam


cairan rumen dengan konsentrasi VFA yang terdapat di dalam sel-sel epitel atau
darah. Laju penyerapan VFA pada rumen meningkat sejalan dengan penurunan pH
cairan rumen dan Panjang pendeknya rantai aton C dari VFA.

Semakin panjang rantai aton C nya maka semakin cepat laju absorbsinya,
sehingga urutan absorbsinya adalah asam butirat, asam propionat dan asam
asetat. Asam butirat pada rumen akan diserap melalui dinding rumen untuk masuk
ke dalam darah guna dikonversi menjadi β-hidroksibutirat, sedangkan asam
propionat akan dikonversi menjadi asam laktat. Hal ini terjadi karena peran enzim-
enzim tertentu yang ada di dalam sel-sel epitel rumen. β-hidroksibutirat dapat
digunakan sebagai sumber energi bagi sejumlah jaringan, seperti otot kerangka
dan hati.
Produksi Gas Methan

Metan merupakan produk sampingan dalam proses fermentasi karbohidrat/


gula secara an-aerob. Metan merupakan energi yang terbuang. Bakteri
Metanogen akan menggunakan H2 yang terbentuk dari konversi asam piruvat
menjadi asam asetat, untuk membentuk metan dan juga dari dekomposisi
format, atau metanol. Dalam pembentukan metan oleh mikroorganisme,
terlibat pula peran Asam Folat dan Vitamin B12.

Untuk mengurangi pembentukan metan disarankan :

1. Menambahkan asam lemak tidak jenuh ke dalam ransum.

2. Menggunakan feed additive seperti choloform, chloral hidrat dan garam


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi VFA di dalam Rumen

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi VFA didalam Rumen antara lain adalah :

1. Makanan serat (sumber hijauan) yang tinggi dalam ransum akan memproduksi lebih banyak asam
asetat dari pada asam propionat sehingga lebih sesuai untuk ternak sapi perah guna menghasilkan
produksi susu dengan kadar lemak tinggi.
2. Makanan pati (biji-bijian/ konsentrat) yang tinggi dalam ransum akan memproduksi lebih banyak
propionat dan ini sesuai dengan ternak untuk tujuan penghasil daging ( sapi potong ).
3. Rasio antara konsentrat dan hijauan pakan.
4. Bentuk fisik atau ukuran partikel pakan.
5. Jumlah intake atau konsumsi.
6. Frekuensi pemberian pakan.
7. Faktor lain yang mempengaruhi VFA adalah : volume cairan rumen yang berhubungan dengan saliva
dan laju aliran air di dalam darah.
8. Konsentrasi VFA rumen diatur oleh keseimbangan antara produksi dan penyerapan. Konsentrasi
meningkat setelah makan, sehingga akibatnya pH menurun.
9. Puncak fermentasi : 4 jam setelah makan (jika hijauan ditingkatkan), namun lebih cepat ( lebih dari 4
jam) jika konsentrat ditingkatkan
10. pH rumen normal ( untuk pertumbuhan mikroba optimal ) : 6.0 – 7.0 ; yang dipertahankan oleh
kapasitas saliva dan penyerapan VFA.
11. Faktor-faktor yang juga mempengaruhi produksi VFA ini antara lain adalah Konsentrasi VFA itu sendiri
didalam rumen
Metabolisme VFA di dalam Jaringan Tubuh Ternak.

Volatil Fatty Acid ( VFA ) yang diserap dari retikulorumen melalui


jaringan, akan mengalami oksidasi dan perombakan menjadi
energi ternak melalui biosintesa lemak atau glukosa. Jumlah
setiap VFA yang digunakan tersebut berbeda-beda menurut
jenisnya. 50 persen asam asetat dioksidasi di jaringan tubuh sapi
perah sedangkan 2/3 asam butirat dan asam propionat akan
mengalami oksidasi. Metabolisme asam propionat dan butirat
terjadi di hati, 6 persen asam asetat dimetabolisasikan di jaringan
perifer (otot dan adiposa) dan hanya 20 % yang di metabolis di
hati. Pada ternak laktasi asam asetat, digunakan untuk sintesis
lemak air susu diambing.
Pencernaan Karbohidrat di dalam Usus Ruminansia

Karbohidrat tercerna ( pati, selulosa dan hemi selulosa) dan polisakarida


selluler dari mikroba yang lolos dari fermentasi rumen, akan masuk ke
dalam usus sebagai digesta, jumlahnya 10-20 % dari karbohidrat yang
dicerna. Jumlah selulosa atau pati yang tahan dari degradasi rumen,
dipengaruhi oleh pakan itu sendiri atau prosesing. Misalnya pati dari
jagung giling dapat dicerna 20 % nya di usus halus oleh enzim yang
sama dengan monogastrik. Pencernaan pati di usus halus akan
menghasilkan energi yang dapat digunakan oleh induk semang lebih
efisien daripada didegradasi oleh mikroba rumen, dimana akan hilang
sebagai CH4 atau panas. Selulosa, hemiselulosa dan pati yang lolos dari
usus halus difermentasi juga di dalam cecum menjadi VFA, CO 2 dan
CH4 dengan jalur yang sama dengan di dalam rumen. VFA yang
terbentuk di cecum ini (ruminan atau kuda) di serap masuk ke dalam
sirkulasi darah dan digunakan di jaringan, seperti yang terjadi di dalam
rumen.
Metabolisme Glukosa Pada Ruminansia

Glukosa dicerna / difermentasi di retikulorumen. Glukoneogenesis di hati


(terutama) dan di ginjal sangat sedikit terjadi. Glukosa pada ruminan
adalah 40-60 % berasal dari propionat, 20 % berasal dari protein (asam
amino yang diserap melalui saluran pencernaan) dan sisanya 20 %
berasal dari VFA rantai cabang, asam laktat dan gliserol.

Fungsi Metabolis Glukosa pada Ruminansia.

Fungsi metabolisme Glukosa pada rumen berfungsi untuk :

1. Sumber utama energi di jaringan syaraf terutama di otak dan sel-sel darah merah.
2. Untuk metabolisme otot dan produksi glikogen (persediaan energi di otot dan di hati).
3. Pada ternak laktasi glukosa digunakan untuk prekursor utama dari pembentukan laktosa
dan gliserol (komponen lemak susu) dan untuk suplai nutrisi pada janin. Kebutuhan
glukosa akan meningkat pada akhir kebuntingan.
4. Untuk pembentukan co enzym NADPH
Carbohydrate Digestion
in Ruminants

 Ingested carbohydrates are exposed to


extensive pregastric fermentation
 Most carbohydrates fermented by microbes

 Rumen fermentation is highly efficient


considering the feedstuffs ingested
Reticulorumen

 Almost all carbohydrate is fermented in the


rumen

 Some ‘bypass’ starch may escape to the small intestine


 No salivary amylase, but have plenty of
pancreatic amylase to digest starch
Bacterial Digestion of
Carbohydrates

Rumen:
 Microbes attach to (colonize) fiber
components and secrete enzymes
 Cellulose, hemicellulose digested by cellulases
and hemicellulases
 Complex polysaccharides are digested to yield
sugars that are fermented to produce VFA
 Starches and simple sugars are more rapidly
fermented to VFA
 Protozoa engulf starch particles prior to
digesting them
Microbial Populations

 Cellulolytic bacteria (fiber digesters)

 Produce cellulase - cleaves β1→4 linkages


 Primary substrates are cellulose and hemicellulose
 Prefer pH 6-7
 Produce acetate, propionate, little butyrate, CO2
 Predominate in animals fed roughage diets
Microbial Populations

 Amylolytic bacteria (starch, sugar digesters)

 Digest starches and sugars


 Prefer pH 5-6
 Produce propionate, butyrate and sometimes lactate
 Predominate in animals fed grain diets
 Rapid change to grain diet causes lactic acidosis
(rapidly decreases pH)
 Streptococcus bovis
Microbial Metabolism

Sugars

ADP
Catabolism
ATP

NADP+
in rumen:
VFA NADPH
CO2 Growth
CH4 Maintenance
Heat Replication
a
Ruminant Carbohydrate
Digestion
 Small Intestine
 Secretion of digestive enzymes
 Digestive secretions from pancreas and liver
 Further digestion of carbohydrates
 Absorption of H2O, minerals, amino acids, glucose,
fatty acids

 Cecum and Large Intestine

Bacterial population ferments the unabsorbed


products of digestion
 Absorption of H2O, VFA and formation of feces
DEGRADASI KH DI DALAM RUMEN

PATI SELULOSA PEKTIN HEMISELULOSA

MALTOSA SELOBIOSA AS.PEKTIK XYLOBIOSA

GLUKOSA XILOSA
PHOSPAT

FRUKTOSA-P

PYRUVAT AS.LAKTAT

CH4 ASETAT BUTIRAT PROPIONAT


SELULOSE PATI/AMILUM

Selubiose Maltose Isomaltase

Glukose Sukrose
Glukose 1- fosfat

Glukose 6- fosfat Fruktose Fruktan

Pektin Asam Uronat


Fruktose 6- fosfat
HemiselulosE Pentose
Fruktose 1,6- difosfat

Pentosan Asam Piruvat

Perubahan karbohidrat menjadi asam piruvat dalam rumen


Jalur Glikolisis Embden Meyerhof
Parnase
Piruvat

Format Asetil KoA Laktat Oksaloasetat

CO2 H2 Malat
Laktil Metil malonil
Malonil AsetoAsetil KoA KoA
Metane KoA KoA
Akrilil Fumarat
KoA
Beta hidroksi
butiril KoA Propionil Suksinat Suksinil
KoA KoA

Krotonil
KoA
Asetil Fosfat

Butinil
KoA

Asetat Butirat Propionat

Perubahan asam piruvat menjadi asam lemak atsiri


(VFA) dalam rumen
METABOLISME KH PADA RUMINANSIA
Energy pathways in the Ruminant
Volatile Fatty Acids
Microbial Fermentation
Carbohydrates VFA’s

Glucose
 Short-chain fatty acids produced by microbes
- Rumen, cecum, colon
 3 basic types:
O O O
CH3 C CH3 CH2 C CH3 CH2 CH2 C
O– O– O–

Acetic acid (2c) Propionic acid (3c) Butyric acid (4c)


VFA Formation
2 acetate + CO2 + CH4 + heat

1 Glucose 2 propionate + water

1 butyrate + CO2 + CH4

VFAs absorbed passively from rumen to portal blood


Provide 70-80% of ruminant’s energy needs
Rumen Fermentation

 Gases (carbon dioxide and methane) are


primary byproducts of rumen fermentation
 Usually these gases are eructated or belched
out - if not, bloat occurs
 Bloat results in a severe distension of the
rumen typically on the left side of the
ruminant and can result in death
Uses of VFA

 Acetate
– Energy
– Fatty acid synthesis
 Propionate
– Energy
– Gluconeogenic – glucose synthesis
 Butyrate
– Energy
– Rumen epithelial cells convert to ketone (beta
hydroxybytyrate)

Proportions produced depends on diet


VFA Production – Molar Ratios

Forage:Grain Acetate Propionate Butyrate

100:0 71.4 16.0 7.9


75:25 68.2 18.1 8.0
50:50 65.3 18.4 10.4
40:60 59.8 25.9 10.2
20:80 53.6 30.6 10.7
Rumen VFA Profiles
Metabolism of VFA

 Overview
– Acetate and butyrate are the major energy sources
(through oxidation)
– Propionate is reserved for gluconeogenesis
– Acetate is the major substrate for lipogenesis
 Propionate is also lipogenic (though glucose)
Overview of Carbohydrates and Ruminants

Diet Protein Carbohydrate Fat


_____________________________________________

Bacterial Fatty Acids


Protein
Starch VFA

Rumen
Propionate Acetate
Butyrate

_____________________________________________
Blood Amino Acids Fatty Acids
Glucose
_____________________________________________
Tissue Protein Lactose Fat
Carbohydrate Digestion and Absorption
Ruminant vs. Monogastrics

Digestive Feature Ruminant Non ruminant


Salivary amylase Zero High – primates
Moderate – pig
Low - carnivores
Pregastric fermentation High+ Zero in MOST cases
Gastric Very low Very low
Pancreatic amylase Moderate High
in SI
Glucose absorption Zero to High
from SI low
Post SI Low Low to High
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PRODUKSI VFA DAN CH4

 Tipe pakan :
– > Pati : Propionat meningkat, CH4 turun
– > Selulosa : asetat meningkat, CH4 meningkat
 Prosessing (grinding, pelleting): propionat
meningkat
 Penambahan aditif (rumensin) : propionat
meningkat, CH4 turun
 pH: mempengaruhi mikroba → proporsi VFA
 Penambahan tanin , saponin : CH4 turun
ABSORBSI

 Mekanisme : difusi, lewat dinding rumen


 Bentuk Absorbsi :
Cairan rumen Jar.Epit.Rumen Darah
– Asam asetat As. Asetat As. Asetat
– As. Propionat As. Laktat PROPIONAT

LAKTAT (5-20 %)
– As. BUtirat + BHBA Butirat
Iso butirat
BHBA
– As. Valerat As. Valerat As. valerat
Proses-Proses dalam metabolisme
karbohidrat(1)

 Glikolisis
oksidasi glukosa asam piruvat
* terjadi dalam sitosol
* kondisi anaerob
 Hexosa Monophosphat Shunt = HMP =
Pentosa Phosphate = Phospho Gluconat
(jalur lain glikolisis) untuk oksidasi
glukosa
Proses-Proses dalam metabolisme
karbohidrat (2)

 Siklus Krebs
 Glikogenolisis / Glikogenesis
glikogen glukosa

 Glukoneogenesis
pembentukan glukosa dari sumber non KH
 Glukogenesis : Sintesis glukosa dari KH
 Oksidasi Piruvat Asetil Ko.A
Jalur Lain Metabolisme Glukosa

 Pentosa Posfat = Heksosa Monoposfat = HMP


Posfo Glukonat ( Tidak Perlu ATP)

 Rangkaian jalur pentosa posfat = 36 mol ATP


dimana satu mol ATP untuk posforilasi glukosa
sehingga menghasilkan 35 mol ATP
Jalur HPS Merupakan proses yang
sangat penting karena :

1. Menghasilkan NADPH untuk sintesis


asam lemak

2. Menghasilkan Ribose untuk


pembentukan nukleotida dan asam
nukleat
Siklus Krebs

 Terjadi dlm mitokondria (jaringan pernafasan)

Jalur reaksi :
kondensasi dr asetil-CoA dg oksalat →
sitrat dikarboksilasi → alfaketoglutarat,
dikarboksilasi → suksinat → dioksidasi →
fumarat, dehidrasi → malat dioksidasi →
oksaloasetat
Gb. Jalur Siklus Krebs (TCA Cycle)
Glukoneogenesis

 Proses p’mbentukan glukosa dr sumber non KH


 Digunakan utk m’bersihkan hasil metabolisme
jar. Lain dlm darah, spt :
1. Laktat diubah menjadi otot
2. Eritrosit & gliserol dhasilkan jar. adiposa
 Merupakan sumber utama glukosa pd kondisi
lapar
 Terjadi dbag. Korteks ginjal dan hati dg adanya
enzim glukosa 6 fosfat
Gb. Jalur Glukoneogenesis (dalam hati)
Gb. Jalur Glikogenesis dan Glikogenolisis dalam hati
Oksidasi sempurna dari 1 mol glukosa = 36 ATP

 2 ATP dari glikolisis


 6 ATP dari piruvat Asetil Ko.A
 24 ATP dari 2 putaran siklus krebs untuk
oksidasi 2 unit asetil
 4 ATP dari oksidasi dalam mitokondria dari 2
NADH selama glikolisis
Oksidasi 1 mol glukosa = 38 ATP

 Konsumsi ATP = 2 mol / mol glukosa


 Produksi ATP = 10 mol / mol glukosa
 Produksi ATP bersih = 8 ATP/ mol glukosa
1 mol glukosa = * Glikolisis = 8 ATP
Siklus Krebs = 30 ATP
total = 38 ATP
1 mol ATP = 7,4 kkal 38 ATP = 38 x 7,4 kkal = 280 kkal

Secara teoritis :
energi pembakaran glukosa = 690 kkal / mol

Efisiensi pembentukan energi ATP =


280 / 690 x 100% = 40%
VFA (1) :

 Asetat (Lipogenik) 10 ATP (siklus krebs)


Lemak
 Propionat (Glukogenik) 15 ATP
Glukosa(Glikogen)

34 ATP
VFA (2) :

 Butirat (Ketogenik) 25 ATP


asetat
lewat b-oksidasi
 10 atom C Asetyl CoA= 10/2 =5
putaran =5 – 1 = 4
 1 x putaran = 5 ATP 1 NAD = 3 ATP
1 FAD = 2 ATP
1 mol asetyl CoA dlm siklus krebs = 12 ATP
Nukleosida difosfat kinase
ATP + UDP UTP + ADP
ATP + GDP GTP + ADP
ATP + CDP CTP + ADP

NAD = Nicotine Amide Adenine Dinucleotide


Singkatan

 ATP = Adenosine Tri Phosphate


 ADP = Adenosine Di Phosphate
 UTP = Uridine Tri Phosphate
 UDP = Uridine Di Phosphate
 GTP = Guanosine Tri Phosphate
 GDP = Guanosine Di Phosphate
 CTP = Cytidine Tri Phosphate
 CDP = Cytidine Di Phosphate
 FAD = Flavine Adenine Di Nucleotida
MK. : Ilmu Nutrisi Ruminansia

MATERI

Dosen Pengampu :
Tim MK. Ilmu Nutrisi Ruminansia

UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
1
MALANG
Materi Pembelajaran :
Pencernaan dan metabolisme protein pada ternak ruminansia

Sub Capaian Pembelajaran (CPMK) :

Setelah mempelajari materi ini mahasiswa mampu:

1. Menjelaskan proses pencernaan dan metabolisme protein pada


ternak ruminansia,

2. Menjelaskan pemanfaatan hasil metabolisme protein dalam


proses produksi ternak (pedaging dan penghasil susu)

3. Menjelaskan keuntungan dan kerugian proses pencernaan


dan metabolisme protein serta cara mengoptimalkan.
Protein adalah senyawa organik yang
merupakan polimer dari monomer asam amino yang
dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptide, yang
merupakan penyusun utama makhluk hidup (building block).

Fungsi Protein: (menyediakan asam amino untuk)


1. Pembentuk/ bahan pembangun jaringan tubuh
2. Perbaikan jaringan
3. Bahan baku pembuatan hormon,enzim dan zat penangkal
penyakit
4. Mengatur lalu lintas cairan tubuh dan zat-zat terlarut di
dalamnya ke dalam atau keluar sel
5. Sebagai sumber energi.
6. Memelihara fungsi vital, reproduksi, pertumbuhan dan laktasi.
Protein pakan

Struktur kimia asam amino


Sumber Protein di rumen

1. Pakan (Eksogen,33 % )
⮚Nitrogen Protein
⮚Suplemen Protein (Bungkil kedelai, legume dsb)

⮚Non-Protein Nitrogen (NPN)


⮚Umumnya dalam bentuk urea
⮚Tetapi dari 5% N dalam biji-bijian s/d 50% N dalam hijauan
muda bisa berada dalam bentuk NPN

2. Endogenous (Endogen,66% ):
⮚Saliva
⮚Sel dinding rumen
⮚Enzim
⮚mucus

PENCERNAAN DAN METABOLISME PROTEIN.. APA BEDANYA??

PENCERNAAN METABOLISME

1.Pencernaan 2.Pencernaan 1.Katabolisme 2.Anabolisme


fisik Enzimatis (Pencernaan (Sintesis)
(Katabolisme) Enzimatis)
Partikel besar
Mikro molekul
Makro molekul senyawa sederhana
(Protein) dan urea
Partikel kecil
Makro molekul/
Jaringan tubuh
Mikro molekul saliva atau ginjal
(AA)

Protein pakan sebelum dimanfaatkan ternak, akan mengalami perubahan dalam saluran
pencernaan :

1.Pencernaan Fermentatif (=enzimatis dari enzim mikroba=katabolisme) PP dalam reticulo rumen


oleh mikroba rumen.
2.Pencernaan enzimatis (enzim nya ternak=katabolisme ) PM dan PP di dalam usus halus
3.Produk pencernaan (AA) setelah diserap digunakan untuk sintesis jaringan tubuh (Anabolisme)
4.Protein yang tidak dicerna akan dikeluarkan melalui feses.
Beberapa istilah yg perlu dipahami sebelum mempelajari pencernaan dan
metabolisme protein pada ternak ruminansia :

1. Protein Kasar (PK)


N x 6,25 Ingat !!! PK mengandung 16% N.

2. Nitrogen Non Protein (NPN)


Senyawa nitrogen yang bukan protein (termasuk soluble protein)
Contoh : Urea, ammonia, peptide, asam amino bebas, amida, dan amina.

3. Ruminal Degradable Protein (RDP)


Adalah fraksi protein pakan yang dapat didegradasi oleh mikroba
dalam rumen.

4. Ruminal undegraded protein (RUP/UDP)


Adalah fraksi protein pakan yang tidak didegradasi oleh mikroba dalam rumen. Atau
dengan kata lain fraksi protein yang tahan terhadap pencernaan dalam rumen.
5. Neutral detergent insoluble protein (NDIN)
Fraksi protein yang ini terikat dg NDF, dimana tingkat perombakannya dlm
rumen cukup lambat karena berhubungan dengan dinding sel. Sebagai
besar NIDN lolos kepasca rumen dan bisa dicerna diusus halus.

6. Acid detergent insoluble protein (ADIN)


Fraksi protein yang terikat dg ADF, yg tidak bisa dicerna enzim mikroba
maupun enzim oleh usus halus, sehingga fraksi protein ini tidak ada
manfaatnya.

7. NAN (Non Amonia N)

Adalah N yg bukan ammonia, seperti peptida dan asam amino. NAN ini juga
bisa mengalir ke usus halus

8. Protein mikroba
Adalah fraksi protein yang berasal dari sel tubuh mikroba rumen.
Mikroba rumen menggunakan ammonia, asam amino dan peptide untuk
mensintesis protein tubuh mikroba itu sendiri. .
Pengelompokan Protein (Berdasarkan Cornell system)

CRUDE PROTEIN

Available Protein Unavailable protein

RDP UDP
Metabolizable
Protein

Rapidly Soluble protein Slowly Soluble protein

UnUsed Protein
Baiklah, sekarang saya akan langsung menceritakan terlebih dahulu bagaimana
nasib protein pakan setelah dikonsumsi ternak dimana protein pakan tersebut akan
mengalami perubahan dalam saluran pencernaan yg disebut dengan metabolisme
yaitu katabolisme (pemecahan protein pakan menjadi peptide, AA dan NH3) dan
anabolisme (sintesis AA menjadi protein jaringan tubuh sperti otot, susu, lemak
tubuh dsb).

Perbedaan metabolism protein pada ternak :


Non ruminansia : Protein pakan ----🡪 AA ---------------------------🡪 Protein jaringan tubuh
Ruminansia : Protein pakan -----> peptide, AA, NH3 --🡪 UDP,PM🡪 Protein jaringan tubuh
►Bila pH rumen rendah → sebagian besar
NH3 diubah menjadi ion NH4 → yang tidak
diserap oleh dinding rumen

►Hal tersebut mengakibatkan keracunan


urea → produksi NH3 dapat dikurangi
dengan pemberian cuka kepada ternak

Michel A. W(attiaux
Babcock Institute,
https://federated.kb.wisc.edu/images/group226/527
45/5. ProteinMetabolisminDairyCows.pdf)
Selanjutnya kita bahas bagaimana AA yg sdh tersaji di usus halus diserap
dan digunakan untuk sintesis jaringan tubuh.

PM UDP Protein endogenus


30-100 % 0-70% enzim, sel dinding usus, mucus
40.
60%

Protein

Abomasum+Usus Halus

Protein
Peptidase+pepsin Asam amino

trypsin, chymotrypsin, Vena porta


and carboxypeptidase Otot/daging

Susu
AA Di Metabolisme Anabolisme Produksi
Fetus
Katabolisme
Protein wool
HAT
I senyawa
sederhana
Energi dan urea

saliva atau ginjal


PEROMBAKAN PROTEIN DI RUMEN
+30 % N pakan terdapat dalam
bentuk senyawa organik sederhana
PROTEIN PAKAN NPN spt :
asam amino, amida, dan amina atau
senyawa anorganik seperti nitrat serta
urea yg sering ditambahkan
OLIGOPEPTIDA
Jika NPN saja, Butuh Sulfur (AA ber S)
sangat cepat

DIPEPTIDA

KH NAN Usus halus


ASAM AMINO tidak semua peptida dan AA yang
terbentuk , digunakan oleh
Deaminasi mikroba, sebagian mengalir ke
usus halus.

VFA + ATP AMONIA + VFA (produk Riset :sekitar 59 % NAN yang


masuk ke duodenum sapi perah
samping)
Deaminasilbh cpt drpd berasal dari PM.
proteolisi shg AA di
Kerangka karbon rumen selalu sedikit

82% mikroba menggk. NH3


terutama Bacteroides ruminocola, dimana bakteri ini
mempunyai sistem transpor untuk mengangkut asam
MIKROBA TUMBUH amino ke dalam tubuhnya
Energi

Protein Mikroba <


Pemberian ransum berkualitas tinggi pada sapi
perah, 30 persen dari NAN masuk ke usus halus
Lebih dari 25 % nitrogen protein pakan akan hilang melalui jalur
urea yg menuju ke hati. Karena protein merupakan bahan pakan
ternak ruminansia yang cukup mahal harganya, maka perhatian
Hijauan
untuk meminimalkan degradasi protein pakan dalam rumen perlu
N prot. NPN di pertimbangkan.
(urea)

Konsentrat N
Urea
Otot/daging
SALIVA
Protein Susu
UDP Produksi
RDP Fetus dst
UREA Peptida
AA
Amonia
NH3 NH3 Pool NH3
berlebih
idiserap
dinding
Mikroba
rumen
UREA
masuk ke AA
hati MP
Hati
Urine

MP +UDP Protein fese


Bila kecepatan degradasi protein melebihi kecepatan
sintesis protein mikroba, akan terjadi akumulasi MFN
NH3 dalam rumen.

Juga terjadi kelebihan ammonia bila kekurangan energi


dibanding NH3 yang tersedia
BICARA PRODUKTIFITAS TERNAK RUMINANSIA

BERKAITAN DG KINERJA MIKROBA RUMEN

Petunjuk antara VFA + ATP dari KH


proses degradasi KONSENTRASI AMMONIA
dan proses SPM karbohidrat mudah
terpakai dalam
ransum seperti pati,
DAN PD AKHIRNYA YG PENTING ADALAH tetes, dll.
SINTESIS PROTEIN MIKROBA RUMEN/SPM

Konsentrasi NH3 harus dijaga unt sintesis protein mikroba (SPM)

- Konsentrasi minimum NH3 untuk SPM adalah 5 mg% atau setara dengan 3.74 mM.

- Konsentrasi Optimum NH3 HARUS lebih tinggi yaitu 20 mg% atau setara dengan
14.29 Mm, agar populasi dan keaktifan mikroba lebih tinggi sehingga pakan serat
rendah protein akan dicerna lebih baik

Ketersediaan NH3 dan


energy+VFA harus
sinkron
Matching Available Energy with Rates of Protein
Degradation

Rumen NH3 Following Protein Ingestion

To maximize efficiency of microbial protein


synthesis from ammonia, available energy
must be present.

Matching Protein
and
Energy Sources
Rumen VFA from Carbohydrate Sources
Pemanfaatan urea sebagai sumber N untuk ruminansia:

⮚Idealnya tersedia sumber RAC yang fermentasinya sama cepat


dgn urea

⮚NH3 terbentuk → terdapat pula produk fermentasi KH sebagai


sumber energi dan kerangka C → protein mikroba tersedia

⮚Meningkatkan fermentasi karbohidrat → pemanasan

⮚ Sulfur diperlukan untuk mensintesis asam amino yang mengandung S


• Penting terutama saat ternak diberi NPN
• Diperlukan rasio N: S - 10: 1

Penelitian menunjukkan bahwa pemberian NPN saja pada sapi perah sebagai satu-satunya
sumber nitrogen, masih memperoleh produksi 580 g protein susu berkualitas tinggi setiap hari
atau 4000 kg susu selama masa menyusui.
Michel A. Wattiaux
Babcock Institute, https://federated.kb.wisc.edu/images/group226/52745/5.
ProteinMetabolisminDairyCows.pdf)
PENGGUNAAN NPN (UREA) BAGI RUMINANSIA

UREASE
UREA NH3 + CO2
MIKROBA RUMEN

ENZIM
KARBOHIDRATVFA + AS. α-KETO
MIKROBA RUMEN

ENZIM
NH3 + AS. α-KETO ASAM AMINO
MIKROBA RUMEN

ENZIM
ASAM AMINO PROTEIN MIKROBA
MIKROBA

ENZIM
PROTEIN MIKROBA AS. AMINO BEBAS
ABOMASUM+USUS KECIL

AS. AMINO BEBAS DISERAP DALAM


USUS KECIL TERNAK
UTILISASI NPN
• NPN yang sering digunakan : urea, biuret
• Sebagai sumber protein melalui mikroba
• Urea dapat memenuhi 30% kebutuhan DCP
• Batasan penggunaan urea 1% dalam konsumsi BK
• UREA UREASE 2NH3 + CO2
• Urea memiliki respon baik bila karbohidrat mudah larut
tersedia (RAC) dalam jumlah yang cukup

H2N
C=O BIURETASE
HN UREA + NH3+ CO2
C=O
H2N UREASE
BIURET
NH3+ CO2
Keracunan Urea
Terjadi bila NH3 darah > 60 mg%

• Penyebab
✔ Memberi makan urea berlebih (> 1% dari BK ransum)
✔ Energi yang diberikan tidak memadai
✔ Pencampuran urea dalam pakan yg tdk merata

• NH3 darah tinggi beracun bagi sel-sel otak

Pencegahan
1.Campur pakan dengan baik
2.Jangan beralih cepat dari protein alami ke urea
3.Selalu sediakan pakan yang cukup
4.Jangan biarkan ternak bisa mengakses pakan maupun suplemen yg
ckp palatable, sementara urea ditambahkan
5.Jangan beri urea dengan bersama2 dg pakan berenergi rendah
Rata-rata, setiap 20 gram protein bakteri disintesis oleh 100 gram
RDOM (Bahan oganik yg terdegradasi di rumen).

Sintesis protein bakteri dapat berkisar 400 g / hari sampai 1500 g /


hari tergantung terutama pada daya cerna makanan.

Michel A. W(attiaux Babcock Institute)

Efisiensi sintesis SPM rumen tiap kg RDOM dari pakan yang


berbeda
Pakan ESPM
(g N mikroba/kg RDOM)

Hay + barley + konsentrat 32 - 47


Rumput 22 - 32
Jerami + perlakuan alkali 32 - 55
Hay lucerne 37 - 61
Clover 28 - 36
Barley + urea 29 - 35
Hay + barley + konsentrat 20 - 35
Hay + barley + konsentrat 27 - 38
Rata - rata 32
• Protein Mikroba penting:
- Karena 63 – 81% N yang masuk usus halus berasal dari prot. mikroba
- menyediakan sebagian besar protein yg dibutuhkan ternak
- gizinya tinggi dan BV nya hamper sama dg casein
- mikroba rumen: bakteri, protozoa, jamur,virus

Protein mikroba kaya akan:


1. Sistin
2. Metionin
3. Arginin
4. Asam Glutamat

Protein protozoa lebih baik daripada bakteri:


1. Kandungan asam amino esensial lebih tinggi
2. Kecernaan protein lebih tinggi (protozoa 68-91%, bakteri 55-80%)
3. Nilai biologis 68-81%, bakteri 40-60%
4. Namun bakteri mengandung protein lebih tinggi :41,8% (protozoa=26,5%)
Faktor Mempengaruhi RDP
• Struktur kimia alami dari protein
✔ Kelarutan – Mudah larut, mudah terombak
✔ Ikatan kimia
• Disulfide bonds – Reduces degradation

• Physical barriers
✔ Dinding sel tanaman
✔ Ikatan silang peptide – Reduces degradation
✔ Aldehydes, Tannins
• Intake pakan
✔ Rate of passage – waktu tinggal protein di rumen
• Processing pakan
✔ Rate of passage
✔ Heat damage – Complexes with carbohydrates

Umumnya protein hijauan lebih mudah terdegradasi (60 - 80%) dibandingkan protein
konsentrat atau produk sampingan industri (20 - 60%).
Michel A. W(attiaux Babcock Institute)
*
Degradasi protein di rumen merupakan multi proses

⮚ kelarutan,
⮚ hidrolisis enzim ekstra selluler,
⮚ deaminasi, dan
⮚ lamanya pakan dalam rumen
⮚ Jenis pakan.

Research : Pakan rumput segar yang mengandung protein dan karbohidrat berkualitas
dan mudah larut, akan meningkatkan pertumbuhan mikroba proteolitik sehingga aktivitas
degradasi dalam rumen 9 kali lebih besar dibandingkan pakan yang rendah proteinnya..

INGAT !!!
Mikroba rumen tidak mengenal batas dalam merombak protein termasuk melakukan
deaminasi, walaupun NH3 sdh terakumulasi cukup banyak.

Namun demikian proses perombakan/proteolysis tidak bisa dipandang sbg hal yg merugikan,
hal ini karena proses itu kenyataannnya dpt menyediakan ammonia untuk sintesis protein
mikroba yg berkualitas, tentu dg harapan protein pakan yg berkualitas tdk banyak yg terombak.
UDP/ By pass Protein

⮚ UDP adalah protein pakan (PP) yang tidak terfermentasi didalam


rumen, tetapi langsung masuk ke abomasum dan usus halus.

⮚ Tingginya VFA dalam rumen akibat tingginya energy pakan dan


rendahnya protein pakan dapat meningkatkan UDP/ protein bypass
dalam rumen.

Faktor yg mempengaruhi UDP :

1.Daya larut protein pakan (semakin tinggi>UDP menurun)


2.Kualitas protein pakan (semakin tinggi > UDP meningkat)
3.Frekuensi pemberian pakan (semakin sering >UDP meningkat)
4.Perlakuan pakan baik secara fisik maupun kimia (digiling, diberi
garam, taninU, dikapsul>> UDP meningkat)
UDP/ Bypass proteins
Proteins yang tidak dirombak di rumen
• Alami : Proteins jagung, proteins darah, feather meal
• Modifikasi (menurunkan perombakan)
• Pemanasan
- Browning or Maillard reaction
- Expeller SBM, Dried DGS, Blood meal

• Kimiawi
• Formaldehyde
• Polyphenols
• Tannins
• Alcohol + heat
Umumnya mengurangi ketersediaan aa lysine

*
BEBERAPA CARA UNTUK MENINGKATKAN BY PASS PROTEIN

1. Alami : Proteins jagung, proteins darah, feather meal, Expeller SBM, Dried
DGS, Blood meal

2. Modifikasi
✔ Watering : meningkatkan Kp (rate of passage)
✔ Salting : ternak haus, banyak minum, proten cepat meninggalkan rumen
✔ Cooking: protein denaturasi, daya larut menurun
✔ Grinding dan pelleting: meningkatkan Kp
✔ Penambahan bahan kimia: tanin, glutaraldehid, Formaldehyde, Polyphenols,
Alcohol + heat (umumnya mengurangi ketersediaan lysine)
✔ Encapsulasi
Tingkat perombakan protein pakan oleh mikroba rumen sangat beragam.
Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketahanan degradasi protein
yang rendah dalam rumen, mampu memberikan PBB yang lebih baik pada sapi
perah muda.
Rataan RDP beberapa protein pakan

RDP
Urea 100%
Alfalfa 80%
Corn gluten feed 80%
Soybean meal (Solvent processed) 75%
Corn proteins 62%
Soybean meal ( Expeller processed) 50%
Dried distillers grains 55%
Corn gluten meal 42%
Fish meal 35%
Feather meal 30%
Blood meal 20%

*
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERSEDIANYA
ASAM AMINO DALAM ALAT PENCERNAAN

- Protein mikrobial:

1. Tersedianya substrat yang dapat difermentasi


2. Efisiensi pertumbuhan mikrobial
3. Komposisi spesies dari mikrobial
4. Kematian mikroba dan fermentasi selanjutnya dalam rumen
5. Laju aliran penggantian (turn over) cairan rumen

- Protein yang selamat dari fermentasi (by pass)


1. Keseimbangan mikroba
2. Daya larut (solubility) protein
3. Ukuran partikel dan bentuk fisik pakan
4. VFI (Voluntary feed intake)
5. Turn over cairan rumen
6. pH
Selanjutnya kita bahas bagaimana AA yg sdh tersaji di usus halus diserap
dan digunakan untuk sintesis jaringan tubuh.

PM UDP Protein endogenus


30-100 % 0-70% enzim, sel dinding usus, mucus
40.
60%

Protein

Abomasum+Usus Halus

Protein
Peptidase+pepsin Asam amino

trypsin, chymotrypsin, Vena porta


and carboxypeptidase Otot/daging

Susu
AA Di Metabolisme Anabolisme Produksi
Fetus
Katabolisme
Protein wool
HAT
I senyawa
sederhana
Energi dan urea

saliva atau ginjal


Otot/daging
Konsentrat
Susu
Sintesis jaringan/ Produksi Fetus dst
Hijauan
Anabolisme Katabolisme
senyawa
sederhana
dan urea
Protein UDP Di Metabolisme

saliva atau ginjal

PM
AA

MP +UDP Protein feses


MFN
Enzim yang berperan dalam perombakan protein di
dalam saluran pencernaan:

1. Pepsin
2. Renin
3. Tripsin
4. Khimotripsin
5. Karboksi peptidase
6. Amino peptidase

Enzim proteolitik :
- Pepsin (abomasum)
- Tripsin, kimotripsin (pankreas)
- Aminopeptidase, dipeptidase (usus kecil)
PENCERNAAN DI USUS HALUS:

- Dilaksanakan oleh enzim yg sebagian disekresikan pankreas


- Sekresi pankreas diregulasi: hormon gastrointestinalis
- Aktifitas cairan pankreas: amilolitik, proteolitik, lipololitik
- Hasil pencernaan di usus halus:
- Karbohidrat: glukosa, fruktosa, galaktosa
- Protein: AA, peptida
- Lemak: asam lemak, gliserol
Di Abomasum
mengeluarkan HCl dan pepsinogen

• Asam klorida mengubah pepsinogen menjadi protease aktif,


pepsin

• Peptidase menghidrolisis protein dan protein mikroba rumen


yang tidak terdegradasi menjadi peptida

Di Usus Halus

Pankreas mengeluarkan proenzim dari protease

• Tripsinogen diubah menjadi protease, Tripsin


• Chymotrypsinogen diubah menjadi protease, Chymotrypsin
• Procarboxypeptidase diubah menjadi protease, Carboxypeptidase
• protease pankreas menurunkan protein menjadi peptida dan asam
amino

Dua enzim pankreas utama yang mencerna protein adalah kimotripsin


dan tripsin.
PENCERNAAN DI ABOMASUM DAN LAMBUNG
MIRIP DI MONOGASTRIK:
- Ruminansia muda :
abomasum → renin : menggumpalkan susu;
pepsin: permulaan digesti protein.
Sekresi pepsin meningkat pada awal pemberian pakan padat (setelah
penyapihan)

- Ruminansia dewasa:
Abomasum fungsinya = lambung monogastrik
disini tersekresi: HCl dan pepsinogen → inisiasi syaraf vagus, hormon
gastrin dan asetilkholin

- Sekretin & pankreozymin= menghambat sekresi HCl


Membran sel Sitosol

Usus Halus Peredaran Darah

Asam amino Asam amino Asam amino

Na+ Na+ Na+


ATP-ase

K+ K+

ATP ADP+Pi
PENGGUNAAN ASAM AMINO SEBAGAI ENERGI

1. Degradasi asam amino menjadi asetil Co-A


a. Jalur lewat piruvat
AA. Alanin, yhreonin, glisin, serin, sistein (AA Glukogenik)
b. Jalur lewat aseto asetil Co-A
Phenilalanin, tirosin, leusin, triptophan
c. Jalur langsung ke Asetil Ko-A
Threonin, leusin, triptophan, isoleusin
2. Masuknya asam amino ke dalam siklus krebs lewat a-
ketoglutarat
Arginin, histidin, glutamat, glutamin, prolin
3. Asam amino masuk ke dalam siklus krebs lewat suksinat,
fumarat, oksaloasetat
Metionin, isoleusin, valin
ASAM AMINO SEBAGAI SUMBER ENERGI

Protein AA Hati Sintesis + Protein jaringan


senyawa N lain

Bila AA dalam tubuh melebihi kebutuhan maka akan digunakan


untuk menghasilkan energi

DEGRADASI ASAM AMINO


1. Deamiasi (dalam hati):pembebasan gugus amino
a. Oksidatif
b. Non oksidatif

VENA DEAMINASI
Kelebihan AA hati NH3 + As. α keto
PORTA
2. Transaminasi : pemindahan gugus amino dari satu kerangka
karbon ke kerangka karbon yang lain

REPLIKASI TRANSKRIPSI TRANSLASI SINTESIS


DNA RNA (SINTESIS PROT) PROTEIN
(SINTESIS DNA) (SINTESIS mRNA)

Terjadi dalam Sitoplasma/Ribosoma


Nukleus/Mitokondria
3. Dekarboksilasi : Pembebasan gugus karboksil
Histidin Histamin + CO2
Triptofan Triptamin + CO2
Arginin Agmatin + Co2

* Agmatin adalah prekursor spermin dan epermidin


yaitu faktor pertimbuhan pada mikroorganisme
dan menstabilkan struktur membran bakteri
HASIL HIDROLISIS RNA DAN DNA
RNA DNA

Asam gula basa As. Fosfat As. Fosfat


D-Ribosa D-2-Deoksiribosa
PURINE - Adenine - Adenine

- Guanine - Guanine
PIRIMIDINE - Sitosin - Sitosin

- Urasil - Thimin

RNA:
1. mRNA (messenger RNA)
2. tRNA (transfer RNA)
3. rRNA (ribosomal RNA)
DNA : Pembawa informasi genetik
METABOLISME PROTEIN DALAM SIKLUS KREBS
Ala, Cys, Gly, Hyp, Ser, Thr, Trp
Asam Piruvat
Leu, Lys, Phe, Trp, Tyr

Ile, Trp Asetil - CoA Asetoasetil - CoA

Asn Arg, His, Gln, Pro


Sitrat
Aspartat
Glutamat

Asam Oksaloasetat α - ketoglutarat

Ile, Met, Val


Siklus
Krebs
Asam Malat Suksinil CoA

Asam Fumarat Asam Suksinat

Tyr, Phe
Setelah kita memahami metabolism protein

Bahwa ,

Efisiensi penggunaan protein pakan sangat ditentukan oleh intensitas


proses anabolisme dan katabolisme.

Beberapa faktor yang mempengaruhi proses anabolisme dan


katabolisme protein adalah :
1). Kecukupan asam-asam amino,
2) kecukupan konsumsi energy,
3) Status nutrisi dan fisiologis ternak,
4) pembentukan jaringan,
4) kontrol oleh hormon.
Aktivitas proses metabolism protein, bisa dipantau dengan
mengetahui N Balance atau retensi nitrogen.

Retensi nitrogen adalah selisih antara konsumsi nitrogen


dengan nitrogen yang dikeluarkan melalui feses dan urine.

Retensi N = Positif : terjadi pertambahan protein jaringan tubuh


Negatif : terjadi kehilangan nitrogen
Nol : terjadi keseimbangan
BERDASARKAN PENGETAHUAN YG KITA MILIKI TENTANG METABOLISME PROTEIN
PADA TERNAK RUMINANSIA, MAKA IMPILKASINYA TERHADAP STRATEGI
PEMBERIAN PAKAN ADALAH :

Bahwa protein ideal bagi ternak ruminansia adalah :

1. Mampu menghasilkan ammonia (NH3) yang cukup untuk


menunjang pertumbuhan miroba rumen yang optimal.
2. Mampu menyediakan protein yang lolos degradasi dalam rumen
untuk memenuhi kebutuhan protein bagi ternak induk semang.
3. Yang lolos degradasi seharusnya mempunyai nilai hayati yang
tinggi.

INGAT!!

bahwa mikroba rumen mampu mensintesis AA esensial maupun non


esensial, shg komposisi AA protein pakan tidak terlalu penting (Shg
kita bs imanipulasi dg penambahan urea)
Pentingnya sumber protein pakan by pass

Contoh :

Kebutuhan PK ransum sapi perah bervariasi dari 12% untuk sapi


kering hingga 18% untuk awal laktasi.

Namun, ketika produksi susu meningkat, protein mikroba saja


tidak mencukupi, oleh karena itu tetap membutuhkan protein by
pass untuk memasok jumlah asam amino yang dibutuhkan.

Misalnya bisa diberikan protein dari tepung ikan, tepung darah


dsb.)
TERIMA KASIH
PEROMBAKAN/HIDROLISIS PROTEIN PAKAN DI DALAM RUMEN

PAKAN
PENCERNAAN DAN
METABOLISME LEMAK
PERTEMUAN KE – 6

MATA KULIAH: ILMU NUTRISI TERNAK RUMINANSIA


PENCERNAAN DAN METABOLISME LEMAK
Deskripsi singkat:
Bab ini menjelaskan tentang bentuk dan ragam lipida dalam pakan ternak ruminasia, proses
pencernaan dan metabolisme lemak serta pengaruhnya terhadap kualitas produk ternak
ruminansia.
Capaian pembelajaran:
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengklasifikasi lipida yang terkandung dalam pakan berdasarkan komponen penyusunnya.
2. Menjelaskan dengan kalimat sendiri secara runtut proses biokimia lipida di dalam rumen
serta akibatnya terhadap komposisi lipida yang siap untuk di metabolisir
3. Menjelaskan dengan menggunakan diagram proses metabolisme lipida di dalam sel dalam
kaitannya dengan ketersediaan energi serta kualitas lemak dalam daging dan susu.
4. Menganalisis dampak negative pemberian lipida dalam pakan terhadap proses gangguan
metabolisme
4 Topik Bahasan
Metabolisme Lemak

Proses biokimia Gangguan


lipida dalam rumen metabolisme
• Struktur umum • Absorsi lemak dari
usus halus
lipida dalam pakan
• Proses lipida di dalam • Metabolisme lemak • Fatty liver disease
• Klasifikasi lipida diliver jaringan
rumen • Low milk fat
adiposum, dan
• Proses biohidrogenasi kelenjar mamae syndrome
lemak
• Lemak sebagai
• Pembentukan sumber energi
kilomikron
Ragam lipida
Metabolisme lipida
• Lipid adalah segolongan Fungsi :
PENDAHULUAN senyawa tidak larut dalam 1. Lipid penting bagi tubuh
air, akan tetapi larut dalam karena peranannya dalam
zat-zat pelarut nonpolar. berbagai fungsi
metabolism (sebagai
• Berbeda dengan sumber energi).
karbohidrat atau protein
yang memiliki struktur 2. Sebagai bahan cadangan
dasar yang sama, lipid penghasil energi, untuk
terdiri atas bermacam- disimpan dalam tubuh
macam senyawa heterogen 3. Sebagai isolator panas
dengan struktur yang 4. Sebagai pelindung organ-
berbeda satu dengan yang organ penting dari
lain. trauma mekanik
5. Sebagai bahan penyusun
membran sel
Istilah-istilah
• Asam lemak
Asam lemak merupakan struktur paling sederhana, mempunyai satu
gugus karbosil (COOH) dan ikatan alifatik (rantai karbon tak bercabang)
• Fosfolipida
Terdiri dari satu molekul gliserol yang berikatan dengan dua molekul asam
lemak dan satu gugus fosfat.
• Glikolipida
Terdiri dari satu molekul gliserol berikatan dengan dua molekul asam
lemak dan satu atau dua molekul gula seperti galaktosa
• Trigliserida
terdiri dari satu molekul gliserol yang berikatan dengan tiga molekul asam
lemak
LEMAK

Pakan ruminansia umumnya mengandung


lemak rendah (2-4%). Keadaan tersebut
menyebabkan ternak ruminansia lebih
beradaptasi terhadap pakan dengan
kandungan lemak rendah dan peka terhadap
pakan dengan kadar lemak tinggi.

YOUTUBE :
DairyNZLtd
SUMBER LEMAK
Ternak ruminasia memperoleh lipid • Hijauan
berasal dari tiga sumber, yaitu: • Glikolipid dan fosfolipid

1. Pakan (biji-bijian dan hijauan) • Biji-bijian dan konsentrat


2. Diet supplement (palm oil, fish • Trigliserida
oil dsb)
3. De novo synthesis • Fat supplement
• Trigliserida (by produk)
• Free fatty acid (rumen-protected)
Faktor yang menentukan sifat asam lemak

1. Panjangnya rantai karbon penyusun asam lemak; ada yang


berantai pendek, rantai menengah dan rantai panjang.
2. Adanya ikatan rangkap dan jumlah ikatan rangkap.
3. Lokasi dan orientasi dari ikatan rangkap ini; konjugasi dan non-
konjugasi serta orientasi “cis” atau “trans”.
Lanjutan…
Hijauan Konsentrat
• Kadar lemak berkisar 3-10% dari BK • Tersusun dari biji-bijian (sebagai
pakan tambahan ternak)
• Tinggi glukolipid dan fosfolipid namun <
trigliserida • Efek penambahan: meningkatkan
• Komposisi daun didominasi oleh asam- konsumsi pakan kaya trigliserida
asam volatile, dengan proporsi dominan (asam lemak tidak teresterifikasi),
asam lemak jenuh: yaitu:
• Asam linoleat
• Asam linolenate dan asan linoleat
Komposisi asam lemak (% dari total asam lemak) pada hijauan dan pakan
ruminansia

Komposisi asam lemak pada hijauan pada Tabel diatas menunjukkan bahwa
komposisinya didominasi oleh asam lemak linolenat (18: 3) tak jenuh dan
linoleat (18: 2). Sebaliknya, konsentrat mengandung asam linoleat (18: 2)
dan asam oleat (18: 1).
PROSES PENTING DALAM
METABOLISME LEMAK

1. Proses Biokimia
Lipida dalam Rumen
• Hidrolisis/lipolisis
• Biohidrogenasi
lemak
2. Usus Halus
Proses Biokimia Lipida pada Rumen
Davis (1990) memberikan skema yang sangat baik yang
menggambarkan dua proses utama yang terjadi di rumen, yaitu:
1. Hidrolisis keterkaitan ester dalam lipid
Saat memasuki rumen, lemak pada pakan mengalami hidrolisis oleh lipase
yang dihasilkan mikroba

2. Biohidrogenasi dari asam lemak tak jenuh


Setelah dibebaskan sebagai asam lemak bebas, setiap asam lemak tak jenuh
akan mengalami biohidrogenasi oleh bakteri rumen produk
akhir dari hidrogenasi ini adalah asam stearat (18: 0)
Tahap2 Pencernaan
1. Pada lambung

Getah lambung tidak mengandung lipase


Tidak aktif pada pH asam
Menstimulir getah pankreas
Terjadi perombakan struktur fisik lemak
Metabolisme Lipid Di
Rumen

Sumber : Davis
(1990) dan lock, et al
(2006)
Lemak (trigliserida)

Monogliserida Gliserol Asal lemak bebas


fermentasi

Asam Asam lemak Asam lemak


1. Dalam propionat tidak jenuh jenuh
Rumen
Biohidrogenasi

Diserap
rumen
Asam lemak
jenuh

Usus halus
A. Hidrolisis keterkaitan ester dalam lipid
Trigliserida (konsentrat)
Trigliserida dengan cepat mengalami hidrolisis di dalam rumen
sehingga asam-asam lemak tak berester dalam rumen meningkat. Ini
terjadi pada ternak yang memperoleh suplemen konsentrat dalam
pakan

Mikroba rumen mempunyai 2 enzim hidrolitik


a.Eterase yang mengikat sel
b.Lipase yang disekresikan bersama dengan protein ke dalam
medium dan kemungkinan berasal dari bakteri
Galaktolipida (Pada hijauan) asam lemak tidak jenuh

Pada penggembalaan, sebagian besar lemak yang dikonsumsi


berupa galaktolipida dan apabila ternak memperoleh pakan
tambahan konsentrat dalam jumlah yang banyak maka terdapat
trigliserida dalam proporsi yang tinggi. Meskipun belum ada hasil-
hasil penelitian yang mendalam akan kemampuan mikroflora
menghidrolisis galaktolipida, telah diketahui bahwa proses
hidrolisis galaktolipida akan melepaskan asam-asam lemak tak
jenuh untuk proses biohidrogenasi oleh mikroflora rumen.
Fosfolipida

Sekitar 20-30% lemak dalam jaringan daun adalah dalam bentuk


fosfolipida. Jaringan tanaman mengandung enzim fosfolipase dan
bakteri rumen telah diketahui mempunyai kemampuan
menghidrolisis fosforidilkolin dan lisofotidilkolin
B. Biohidrogenasi asam-asam lemak tak jenuh (lokasi
terjadinya biohidrogenasi dalam rumen)

• Jaringan lemak ternak ruminansia mengandung sejumlah


besar asam-asam lemak jenuh dan di dalam pakan banyak
mengandung asam-asam lemak tidak jenuh maka dapat
diduga bahwa hidrogenasi dari lipida terjadi di jaringan.
• Proses biohidrogenasi terjadi tidak secepat proses lipolysis.
Pentingnya Biohidrogenasi:
• Mengurangi hydrogen hasil fermentasi mikroba rumen
• Mroses ini akan mengurangi pengaruh negatif dari asam lemak tidak jenuh
terhadap bakteri rumen .

• Mikroba rumen seperti protozoa dan bakteri sangat berperan


dalam proses biohidrogenasi
Sumber: Davis (1990)
Microbial Lipid
• Sebagian asam lemak yang ditemukan di rumen adalah komponen
fosfolipid dari membran mikroba. Mikroorganisme rumen
mendapatkan ini dari sintesis de novo (terutama 16: 0 dan 18: 0) dan
penyerapan asam lemak yang terbentuk sebelumnya (terutama PUFA;
Jenkins, 1993; Harfoot dan Hazlewood, 1997).
• Tingkat suplementasi lemak dan komposisinya dapat mempengaruhi
komposisi asam lemak mikroorganisme rumen.
• Demeyer dan Doreau (1999) memperkirakan bahwa bakteri dapat
berkontribusi hingga 17% dari lipid yang berasal dari rumen
• Peran mikroba:
• Merubah asam-asam lemak
• Menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol
Gliserol difermentasi lebih lanjut oleh gugus bakteri leh gugus bakteri
rumen :Selemonas, Anaerovibrio, Peptostreptococcus dan mungkin
jenis-jenis yang lain

• Gliserol dapat menyediakan sumber energi untuk mikroba, dimana


asam lemak bebas tidak dapat digunakan dalam kondisi anaerob
dalam rumen
Konsentrasi as. Lemak bebas yang tinggi menghambat pencernaan serat
kasar proporsi asetat rendah substrat terfermentasi turun
PROTECTED FAT

o Lemak merupakan sumber energi


dengan nilai kalori sekitar 2,25 kali
lebih besar dari karbohidrat.
o Beta oksidasi lemak dapat
menghasilkan energi dalam bentuk
FADH2 dan NADH dan berperan
dalam proses transpor electron
sehingga menghasilkan energi yang
tinggi.
o Oksidasi lengkap dari asam palmitat (C16)
dapat menghasilkan FADH2 dan NADH yang
setara dengan 129 ATP
o Pada ternak ruminansia, kandungan lemak di
dalam pakan disarankan tidak lebih dari 5%
karena kandungan lemak yang tinggi dapat
mempengaruhi aktifitas mikroba rumen,
terutama pencernaan serat kasar
• Mengingat pentingnya fungsi lemak sebagai sumber energi dan
dalam proses produksi ternak ruminansia, banyak penelitian telah
dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan terjadinya proses
oksidasi lemak dalam pakan yaitu dengan melakukan proteksi
atau coating agar menjadi lemak yang disebut by-pass fat.
• Ada beberapa cara untuk melindungi lemak dari degradasi di
rumen antara lain dengan cara mengikat gugus karboksil dengan
mineral seperti Ca dan Mg.
• Pada percobaan menggunakan sapi perah dilaporkan bahwa
lemak rantai panjang tidak jenuh seperti linoleat dan linolenat
dilindungi dengan cara tersebut dan hasilnya bisa menghasilkan
susu dengan persistensi produksi susu yang tinggi
Pada ternak kambing,
pemberian minyak kedelai
sebanyak 5% dalam pakan
konsentrat dapat
meningkatkan kandungan
asam lemak rantai panjang
tidak jenuh seperti CLA
(Conjugated linoleic acid)
dalam susu.
PENCERNAAN (ABSORSI) LEMAK DALAM USUS HALUS
Lemak atau trigliserida dihidrolisis menjadi monogliserida dan
asam-asam lemak bebas oleh lipase pankreas dibantu oleh proses
saponifikasi atau emulsifikasi oleh asam empedu dan lesitin dari
empedu.
Reaksi:
lipase
• Lemak as.lemak + gliserol
• Gliserol ditransport dlm hati (sbg sumber energi)
• As.lemak+getah empedu/pankreas mjd sabun, diserap lewat
sist.limfatik
Pada dinding usus
Terjadi penyerapan & diedarkan darah ke hati melalui vena
porta, sistim limfatika
Kelebihannya akan disimpan pd jar. terutama di bawah kulit
(subcuttan)
Sumber : Davis (1990) dan lock, et al (2006)
• Kecernaan lemak cukup tinggi, hampir 100%
• Asam lemak berantai atom C pendek (larut dalam air) dan kholin langsung diserap
mukosa usus
• Monogliserida, asam lemak tak larut mengalami proses emulsifikasi , lalu setelah
larut membentuk micelle yang dapat melewati dinding usus.
• Asam lemak berantai atom C 14 atau lebih dan monogliserida diresintesis menjadi
trigliserida dalam epitel usus. Selanjutnya trigliserida, fosfolipida dan cholesterol
membentuk khilomikron masuk dalam sistem limfe melalui ductus thoracicus
ke peradaran darah. diedarkan seluruh tubuh
LEMAK
(TRIGLISERIDA)

HIDROLISIS

MONOGLISERIDA GLISEROL AS. LEMAK BEBAS

AS. LEMAK TDK ASAL LEMAK


LARUT LARUT
EMULSIFIKASI
MEMBENTUK MICELLE
(LARUT)

2. Dalam Usus
DISERAP USUS
Halus HALUS
SISTEM KILOMIKRON:

LIMFE TG, FOSFOLIPID


DAN KHOLESTEROL

DARAH

LEMAK
HATI CADANGAN

ATP + CO2 + H2O


Metabolisme lemak di dalam pascarumen

Sumber: Davis (1990)


Absorsi Lemak

Diserap melalui dinding usus, diedarkan oleh darah ke


limfa

Gliserol, krn larut dlm air bersama zat nutrisi lain


diserap melalui sist.portal hati & digunakan sbg
prekursor dr glikogen

Lemak berlebihan ditimbun sbg energi dlm


jaringan.
Metabolisme lemak pada
liver, jaringan adiposa, dan
kelenjar mamake

Sumber: Michel A. Wattiaux


PROSES
METABOLISME
LEMAK
LEMAK SEBAGAI
SUMBER ENERGI

• Oksidasi asam lemak


dimulai dari spiral asam
lemak hingga siklus krebs
• Satu putaran spiral asam
lemak menghasilkan 5
ATP
Lanjutan….

• Asetil KoA yang


dihasilkan spiral asam
lemak kemudian masuk
ke dalam siklus krebs
menghasilkan 12 ATP
Tahap berikutnya,
sebagaimana asetil
KoA dari hasil
metabolisme
karbohidrat dan
protein, asetil KoA
dari jalur inipun akan
masuk ke dalam
siklus asam sitrat
sehingga dihasilkan
energi.
Metabolisme lemak pada
sapi perah

 Pada ruminansia sedang laktasi, kelenjar


susu merupakan tempat utama
berlangsungnya sintesis trigliserida
 ± 50% kalori susu berasal dari lemak
 Salah satu spesifikasi lemak susu
ruminansia dibanding lemak jaringan dan
lemak susu non ruminansia adalah adanya
vfa rantai pendek
 Sintesisi vfa rantai pendek merupakan
aktivitas lipogenesis utama kelenjar susu
 Sumber karbon asam lemak susu berbeda-
beda tergantung panjang rantainya

Sumber: Michel A. Wattiaux


LANJUTAN….

 Lintasan malonil Co-A merupakan jalur sintesa asam lemak rantai C


10-14, sedang rantai C 16-18 berasal dari PEREDARAN DARAH
 kelenjar susu mengandung BHBA dan asam asetat untuk memasok
atom C yang diperlukan dalam sintesa asam lemak susu rantai
pendek
 Enzim asam lemak sintetase pada kelenjar susu lebih menyukai
butiril Co-A daripada jaringan lemak yang menggunakan asetil Co-A
sebagai substrat walaupun demikian sumbangan BHBA dalam
produksi neto asam lemak tidak besar.
GANGGUAN • FATTY ACID DISEASE
METABOLISME • LOW MILK FAT SYDROME
• Pada sapi perah penyakit ini sering terjadi
pada pasca partus dan umumnya
merupakan kaitan dengan penyakit
peripartus lain seperti metritis, milk fever,
ketosis, retensi plasenta. Sedangkan pada
sapi potong lebih sering terjadi pada akhir
kebuntingan.
FATTY ACID • Faktor risikonya adalah sapi-sapi
kegemukan. Pada sapi-sapi yang terlalu
DISEASE gemuk terjadi perlemakan pada hepar.
Gejala Klinis :
Umumnya terjadi pada peternakan yang
intensif perah atau penggemukan. Sapi
yang menderita umumnya sapi yang
gemuk atau sangat gemuk (BCS>4).
• Kadar serat kasar pakan merupakan faktor
penting sebagai karbohidrat pembentuk
asetat yang merupakan metabolit utama
pembentuk lemak susu.
• Pemberian pakan serat yang terlalu rendah
akan mengakibatkan produksi asetat yang
Low Milk Fat terlalu rendah pada sapi laktasi yang akan
menimbulkan Low Milk Fat Syndrome.
Syndro
• Untuk menghindari terjadinya sindroma ini,
maka National Research Council (2001)
menganjurkan agar ransum sapi perah
laktasi cukup mengandung serat kasar (17%
BK)
Lanjutan…
• Penyebab utama penyakit ini adalah peningkatan produksi propionat
di rumen peningkatan glukosa yang meningkatkan glukoneogenesis.
• Suplai merangsang sekresi insulin, yang mengarah pada peningkatan
pemanfaatan asetat untuk sintesis jaringan adiposa dan
menyebabkan penurunan konsentrasi asetat darah.
• Konsentrasi triasilgliserol juga dapat turun, dan laju triasilgliserol oleh
kelenjar mammae menurun secara signifikan
• Pasokan asetat yang berkurang, dan serapan triasilgliserol yang
rendah oleh kelenjar mammae sebagian besar menyebabkan
penurunan produksi lemak susu, karena kedua substrat tersebut
merupakan prekursor utama lemak susu
Kesimpulan
1. Tujuan pemberian pakan mengandung lemak pada ternak ruminansia adalah
untuk meningkatkan energi pakan dan memodifikasi komposisi asam lemak
jaringan tubuh ternak ruminansia dan susu.
2. Dalam memodifikasi komposisi tersebut diharapkan dapat meningkatkan
proporsi asam-asam lemak tidak jenuh berganda (polyunsaturated fatty acids)
pada produk-produk ternak ruminasia dan mendorong untuk pengembangan
metode mencegah hidrogenasi asam-asam lemak tak jenuh berganda oleh
mikroba rumen (protected lipids).
3. Suplementasi pakan ternak ruminansia dengan lemak mempunyai pengaruh
pada metabolisme jaringan adiposa, tergantung pada jumlah dan sifat lemak.
Metabolisme Vitamin pada Ternak
Ruminansia
Oleh : Dosen Pengampu Ilmu Nutrisi Ternak Ruminansia
2020
CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH

Mahasiswa mampu menyebutkan jenis,


1 manfaat vitamin dan pakan sumber vitamin
bagi ternak ruminansia.

Mahasiswa mampu menjelaskan dengan


2 kalimat sendiri proses metabolisme vitamin di
dalam saluran pencernaan ternak ruminansia.

3 Mahasiswa mampu menganalisis kasus


defisiensi vitamin pada ternak ruminansia.
Topik Bahasan

Manfaat 2 Metabolisme vitamin


4
Umum pada ruminansia
Vitamin utk
Ternak Metabolisme Vitamin Simpulan
Ruminansia

Klasifikasi Vitamin Hypo and Hyper -


- Vitamin Larut dalam vitaminosis
Lemak Akibat kelebihan dan
kekurangan vitamin
- Vitamin Larut dalam pada ruminansia
1 Air

- Senyawa Mirip
3 5
Vitamin
Vitamin untuk Ternak Ruminansia

✔ Vitamin bersama dengan ✔ Meningkatkan sistem imun,


Mineral merupakan zat yang mengurangi resiko munculnya
secara esensial dibutuhkan oleh masalah kesehatan
tubuh ternak ruminansia agar
semua proses metabolisme ✔ Meningkatkan produktifitas ternak
dalam tubuh berjalan dengan
normal.
Note : bergantung pada jenis vitamin, dosis, spesies
✔ Sebagian besar Vitamin B, C ternak dan bentuk suplementasinya
dan K disintesis oleh mikroflora
di dalam rumen dalam jumlah
yang dibutuhkan ternak.

(Spears et al., 2014)


Vitamin yang larut
dalam air :
Vitamin yang larut Senyawa yang mirip
1. Thiamin dalam lemak : vitamin :
2. Pyridoxin
3. Biotin 1. Vit. A 1. Asam Lipoat
4. Riboflavin 2. Vit. D 2. Chollin
5. Asam Pantotenat 3. Vit. E 3. Meso-inositol
6. Vit. B12 4. Vit K 4. Ubiquinone
7. Asam Folat
8. Vitamin C
Vitamin A
Karakteristik Vitamin A Karotenoid
Hampir tidak berwarna, larut dalam
lemak, berantai panjang, senyawa Karotenoid lebih sering disebut
tidak jenuh dengan 5 ikatan rangkap. sebagai Provitamin A karena secara
enzimatis mampu bertransformasi
menjadi Vitamin A.
Cepat rusak karena oksigen, panas,
cahaya dan asam.
Lokasi utama konversi karoten
menjadi retinol (Vit A) adalah di
Kadar air dan beberapa mineral mikro
akan mengurangi aktivitas Vit. A
usus halus.
dalam pakan.
Aktivitas pencernaan dan absorbsi
Vit A pada tanaman ada dalam bentuk lemak (lemak dari pakan) sangat
karoten (alpha, betha, gamma karoten dibutuhkan untuk konversi
dan cryptoxanthin) karoten menjadi retinol (Provit A –
(Diana et al., 2011) Vit A).
Keterangan:
PTL : Pancreatic Triglyceride Lipase
PLRP2 : pancreatic lipase-related protein 2
SR-B1 : scavenger receptor class B type I
LRAT : lecithin:retinol acyltransferase
DGAT1 : diacylglycerol acyltransferase 1
ApoB : apolipoprotein; B
MTP : Microsomal triglyceride transfer
protein
REH : retinyl ester hydrolase
BCMO1: β-carotene-15,15′-
monooxygenase
CRBPII : Cellular retinoic acid-binding
protein type II

(Diana et al., 2011)


Perombakan Vitamin A di dalam Rumen

Ruminansia memiliki toleransi tinggi pada konsumsi Vit. A dikarenakan


adanya perombakan Vit. A oleh mikroba dalam rumen

Beberapa riset mengindikasikan bahwa sebagian jumlah Vitamin A


dirombak di dalam rumen dengan nilai degradasi sebesar 40-70%
apabila rasio konsentrat dalam ransum tinggi.

Rasio hijauan yang lebih tinggi. Memiliki nilai degradasi Vit. A dalam
rumen antara 16-19%.

(Rode et al., 1990;)


Perbedaan antara Sapi dan Kambing dalam
Konversi β-carotene menjadi Retinol
Sapi
Kambing
Rendahnya aktivitas enzim duodenal
and jejunal 15, 15-dioxygenase untuk
mengonversi β-carotene menjadi Aktivitas enzim duodenal and jejunal
retinol 15, 15-dioxygenase lebih tingi
daripada sapi
Menjadi penyebab tingginya
pigmentasi pada jaringan adipose
sapi
Laju konversi β-carotene menjadi
retinol lebih tinggi daipada sapi
Menyebabkan warna lemak susu
pada sapi perah menjadi kuning

(Mora et al., 2000)


Pakan Sumber Karoten dan Kebutuhan Vit A

Vit. A tersedia dalam bentuk carotene pada hijauan segar (rumput dan daun
legume) namun kandungannya sangat dipengaruhi oleh lama dan proses
yang terjadi saat penyimpanan. Hijauan segar mengandung Vit. A lebih
tinggi dbandingkan hay dan silase. (Reynoso et al.2004)

Kebutuhan Vit. A :
1. untuk sapi dewasa 110 IU/kg bobot badan, setara dengan ~4,400 IU/kg BK;
2. untuk sapi dara 80 IU/kg bobot badan setara dengan ~2,500 IU/kg BK.
3. Rekomendasi dosis pemberian Vit. A untuk ternak penggemukan, bunting, laktasi berturut-
turut adalah 2.200, 2.800, and 3.900 IU/kg BK NRC, 2000
Hypo and Hyper-vitaminosis dari Vit. A pada Ruminansia

- Menurunnya nafsu makan, laju pertumbuhan dan PBB


menurun, penebalan kulit (hyperkeratosis)
- Pada level ekstrem konsumsi Vit. A menyebabkan patah
tulang spontan, malformasi rangka, pendarahan internal.
Hyper Murray et al., 2009
- Kelebihan konsumsi Vit A pada ternak ruminansia
dikhawatirkan akan mengganggu penyerapan Vitamin fat-
soluble lainnya (D, E, K)

- Defisiensi Vit. A dapat menimbulkan kasus Kebutaan,


edema, ganggan reproduksi dan kelumpuhan.
Hypo - Defisiensi Vit. A pada Ternak bunting, nantinya pedet
akan lahir dalam kondisi defisiensi Vit. A
- Defisiensi Vit. A akan menganggu Fungsi Tiroid
Twinning et al., 1997
Vitamin D
Vitamin D
Beberapa senyawa sterol merupakan provitamin D
• tetapi yang utama adalah ergosterol atau calcipherol dan 7 dehydrocolesterol,
• dengan bantuan sinar masing-masing akan berubah jadi vitamin D2 dan D3

Asal senyawa
• Ergosterol (D2) berasal dari tanaman
• sedangkan 7 dehydrocolesterol (D3) terdapat pada jaringan tubuh ternak

Pakan sumber Vit. D


• Hijauan (rumput dan Leguminosa) yang terpapar sinar matahari, maka sterol yang terdap
dalamnya akan berubah menjadi vitamin D2
• Hijauan yang diletakkan di luar (dengan paparan sinar matahari) lebih baik jika dibandingk
dengan disimpan di dalam ruangan, namun ternak tetap harus mendapatkan pakan berku
dan menghindari mycotoxin yang dapat menurunkan aktivitas Vit. D 2 dalam pakan

Kebutuhan Vit. D ternak ruminansia (Spears et al., 2014)


-untuk Sapi Perah dewasa = 30 IU/kg bobot badan atau setara dalam pakan ~1,000 IU/kg BK pakan.
-untuk Sapi Potong dewasa = 275-300 IU/kg BK pakan
-untuk ternak kambing/domba, kebutuhan tersebut adalah sebanyak 555 IU/100 kg bobot badan
Ergocalciferol berasal dari
pakan/makanan diserap di usus
dan mengalami isomerisasi
menjadi cholecalciferol

7 Dehydrocholesterol adalah
precursor pembentukan Vit D
(cholecalciferol) yang
berlangsung di kulit dengan
bantuan radiasi sinar UV
(photochemical reaction)

Di liver, Cholecalciferol dihidrolasi


menjadi 25-hydroxycholecalciferol
(storage form dari vitamin D)

Di ginjal, 25-hydroxycholecalciferol dihodrolasi


menjadi 1,25-dihydroxycholecalciferol (calcitriol),
dimana merupakan active hormone dan bentuk
potensial dari Vit. D (Murray et al., 2009; Baynes and Dominiczak, 2018)
Perombakan Vitamin D di dalam Rumen
Ternak ruminansia memiliki toleransi mengonsumsi Vit. D dalam dosis tinggi tanpa efek
samping

Sebab,di dalam rumen, terjadi perombakan Vit.D oleh mikroba rumen menjadi senyawa
in-aktif

Vitamin D3 akan dikonversi menjadi beberapa unidentified metabolites yang memiliki sifat
antivitamin D oleh mikroorganisme rumen.

Sebanyak 80% Vitamin D3 menghilang dari cairan rumen pada inkubasi 24 jam saat
percobaan in vitro

Maka dari itu, beberapa upaya dilakukan untuk memproteksi Vitamin D3 dari perombakan
di dalam rumen misalnya dengan encapsulasi menggunakan hydrogenated oil atau
polimernya

(Yamagishi et al., 2000)


Fungsi dan Manfaat Vitamin D

▪ Prinsip Vitamin D adalah untuk mempertahankan konsentrasi Ca plasma, dengan cara :


1. Meningkatkan penyerapan Ca di usus halus
2. Mengurangi ekskresi Ca (dengan reabsorpsi bagian tubulus distal pada ginjal)
3. Memobilisasi mineral tulang (Murray et al., 2009)

▪ Fungsi utama Vitamin D adalah mengontrol homeostasis Calcium dan pada gilirannya, metabolisme Vit. D
diatur oleh factor-factor yang merespon konsentrasi Ca dan P dalam plasma (Murray et al., 2009).

▪ Pemberian suplemen vitamin D yang sangat tinggi sekitar >1 x 106 IU/hari pada minggu terakhir
sapi potong sebelum diafkir dapat memberikan keempukan (tenderness) pada daging (Karges et
al., 2001 disitasi Spears et al., 2014).

▪ Pemberian vitamin D pada ternak sapi perah yang kelenjar mamae terinfeksi Streptococcus uberis
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan mastitis (Spears et al., 2014).

▪ Peranan vitamin D dapat menyeimbangkan kalsium untuk mencegah Milik Fever (Spears et al.,
2014).
Hypo and Hyper-vitaminosis dari Vit. D pada Ruminansia

• Peningkatan konsumsi vit D akan meningkatkan kadar kalsium


meyebabkan tekanan darah tinggi dan kalsinosis pada ginjal yang
dialami oleh ternak non ruminansia.
Hyper • Pemberian dosis tinggi (20-30 x 106) pada sapi yang akan partus untuk
menghindari milk fever tidak menyebabkan keracunan Vit. D

• Kekuragnan vit. D pada ternak bunting akan menyebabkan mereka


mengalami Milk Fever
Hypo • Kekurangan Vit. D pada ternak muda berkorelasi dengan
kemungkinan banyak ternak yg akan terlahir cacat/lumpuh, bahkan
mati pada kasus yang ekstrim

(Spears et al., 2014)


Vitamin E
Karakteristik Vitamin E

Vitamin E ada di jaringan tubuh dalam bentuk alpha tocopherol

Vitamin E dari pakan diserap oleh usus halus bersamaan


dengan lipid

Vitamin E bersama dengan Selenium berperan sebagai


antioksidan dalam tubuh ternak

Vitamin E ada di hijauan segar dengan konsentrasi tinggi.

(Van Metre et al., 2001)


Metabolisme Vitamin E
Fraksi vitamin E dirombak di dalam rumen namun beberapa studi melaporkan bahwa laju
perombakannya minimum.
Penyerapan vitamin E di usus halus sangat bergantung pada penernaan lipid, adanya penyakit seperti
diare, parasitism akan menganggu penyerapan Vit. E

Sebagian besar Vitamin E yang sudah diserap lalu dibawa ke liver, sehingga liver kaya akan vitamin E

Hepatosit mengemas vitamin E ke dalam lipoprotein dengan densitas sangat rendah untuk dikirim ke
jaringan melalui aliran darah.
Vitamin E merupakan komponen dari lipoprotein layaknya hemoglobin dalam sel darah merah,
dimana penurunan konsentrasi serum lipoprotein juga akan menurunkan konsentrasi vitamin E.

Penyimpanan Vit. E adalah di hati, paru-paru, ginjal, pancreas, limpa dan dalam pituitary, testes dan
adrenal, lemak tubuh dan otot.

(Van Metre et al., 2001)


Kebutuhan Vit. E pada Fungsi Vit. E dan Se pada
Ruminansia Ruminansia
✔ Kebutuhan Vitamin E secara umum antara ✔ Selenium (Se) da vitamin E keduanya
300-1.000 IU/ekor ternak per hari. merupakan mikronutrien yang penting bagi
✔ Studi lebih lanjut menyatakan bahwa seluruh ternak termasuk ruminansia untuk
kebutuhan Vit. E: kesehatan dan produktivitasnya.
1. Sapi potong : 300-1000 IU/ekor/Hari. ✔ Fungsi utama Se dan Vit. E adalah untuk
2. Sapi perah : 500-1.000 IU/ekor/ Hari mencegah kerusakan oksidatif pada
✔ Penggunaan 2.000-4.000 IU/ hari selama membran biologis yang berpengaruh pada
periode prapartum (2-3 Minggu sebelum pertumbuhan, reproduksi, fungsi imun,
melahirkan) dapat meningkatkan kesehatan dan kualitas produk dari ternak
kesehatan ternak ruminansia.
✔ Penambahan 500 IU vitamin E pada
minggu terakhir fase finisher terjadi
peningkatan warna pada daging sapi
potong (Weiss et al., 2006; Smith et al., 2014)
Hypo and Hyper-vitaminosis dari Vit. E pada Ruminansia

• Terlalu tingginya Vit. E diindikasikan dapat bersifat antagonis terhadap


Vit. K sehingga memungkinkan terjadinya pendarahan krn rendahnya
Hyper aktivitas antikoagulan pada darah.

• White muscle disease atau Nutritional myodegeneration (NMD)


adalah penyakit yang sering muncul pada saat tubuh ternak
ruminansia mengalami kekurangan Vitamin E dan Selenium secara
Hypo bersamaan
• Ada dua jenis NMD yaitu pada otot rangka dan jantung.
• Pada otot rangka ditandai dengan lemah otot dan myasthenia,
sedangkan yang menyerang jantung cenderung menyebabkan
gagal jantung dengan laju yang sangat cepat.

(Van Metre et al., 2001)


Vitamin K
Vitamin K bagi Ternak Ruminansia

Vit. K berhubungan erat dengan mekanisme pembekuan darah. Empat protein yang terlibat dalam
pembekuan darah meliputi protrombin, proconvertin, Christmas Factor dan Stuart power factor
memerlukan vitamin K dalam proses sintesisnya di dalam liver.

Vitamin K berperan sebagai kofaktor dalam reaksi karboksilasi

Vitamin K ada dalam bentuk 2 natural vitamers yaitu Vitamin K1 (Phylloquinone) dan K2
(Menaquinones)

Vitamin K1 ada di dalam tanaman misalnya hijauan pakan ternak sedangkan Vitamin K2 disintesis
oleh bakteri yang ada dalam saluran pencernaan ternak (rumen dan intestinal)

(Vasudevan et al., 2017)


Vitamin K sebagai co-factor dalam sintesis CGC

✔ Pada proses karboksilasi Asam Glutamat,


Vitamin K terlibat sebagai Kofaktor enzim
karboksilase sehingga menghasilkan Gamma
Carboxy Glutamate (CGC). Vitamin K juga
berperan dalam pembentukan tulang.

✔ Dua protein yang mengandung γ-


carboxyglutamate ada dalam tulang,
osteocalcin dan matrix tulang. Osteocalcin
juga mengandung hydroxyproline, yang
sintesisnya bergantung pada vitamin K dan
C, dimana sintesisnya diinduksi oleh vit. D.

(Vasudevan et al., 2017)


Vitamin K pada Ruminansia
Kebutuhan ternak akan vitamin K dipenuhi dari pakan dan biosintesis di dalam rumen dan intestine
dengan bantuan mikroorganisme di dalamnya (Spears et al., 2014)

Mikroorganisme rumen mensintesis vit. K dalam jumlah yang besar, yang menjadi alasan ruminansia
tidak terlalu membutuhkan vit. K dari pakan

Kebutuhan harian vitamin K pada hampir semua spesies adalah 2 to 200 µg vitamin K per kg bobot
badan. Jumlah tersebut mempertimbangkan umur, jenis kelamin, tingkat stress, senyawa anti vitamin
K seperti coumarin, kondisi penyakit, kondisi gangguan penyerapan lipid kondisi mikroflora usus dan
fungsi liver

Senyawa decoumarol dan warfarin memiliki efek antagonis terhadap Vit. K, contohnya dapat
menghambat sistem gamma carboxylase karena memiliki kesamaan struktur dengan Vitamin K. dua
senyawa tersebut digunakan untuk tujuan tertentu seperti pengobatan yang membutuhkan
antikoagulan (Vasudevan et al., 2017)
Hypo and Hyper-vitaminosis dari Vit. K pada Ruminansia

Phyloquinone dan menaquinone derivatives non toksis, meskipun dalam


Hyper dikonsumsi dalam dosis yang tinggi.

1. Kekurangan vit K agak sulit untuk dijelaskan karena hampir semua


spesies hewan memenuhi kebutuhan vitamin K dari sintesis
microbial (dalam rumen dan intestine).
Hypo 2. Jika terjadi kekurangan vit K maka pembekuan darah lambat,
terutama pada ternak muda jika mengalami pendarahan internal.
3. Seandainya terjadi kekurangan Vit. K, maka sympthomnya akan
muncul sebelum defisiensi vitamin fat-soluble yang lain karena laju
perombakannya paling tinggi dibandingkan dengan Vit A, D dan E.
(Engelking, 2015)
Vitamin C
Vitamin C untuk Ruminansia
⮚Bentuk umum dari vit. C adalah L-asam askorbat dan dehidro L-Asam askorbat.
⮚Penyerapan terjadi di usus halus dengan laju 80-90%.
⮚Asam askorbat dikonversi menjadi dehydroascorbic acid di dalam sel dalam reaksi
glutathione. Dehydroascorbic acid adalah bentuk yang bisa diserap oleh
erythrocytes, lymphocytes dan neutrophils.
⮚Vitamin C yang berasal dari pakan akan mengalami perombakan oleh mikroba rumen
pada 6 jam pertama dengan laju yang tinggi, maka beberapa treatment vit. C
menggunakan metode proteksi / enkapsulasi agar vit. C by pass dari rumen.
⮚Ruminansia memiliki mekanisme sintesis Vit. C di dalam rumen oleh mikroflora yang
ada rumen.

Matsui, 2012
Hypo and Hyper-vitaminosis dari Vit. C pada Ruminansia

✔ Kelebihan Vit. C pada ruminansia jarang terjadi karena pada


rumen terjadi perombakan vit. C. di dalam rumen.
Hyper
✔ Ruminansia dewasa hampir tidak ada yang mengalami
defisiensi vit. C karena ada aktivitas sintesis Vit. C di dalam
rumen, namun pada ruminansia muda yang baru lahir,
sangat dimungkinkan terjadi defisiensi Vit. C.
✔ Defisiensi vit. C pada ruminansia muda ditandai dengan,
Hypo abnormal jaringan pada rongga mulut dan kulit, sensitifitas
tinggi terhadap penyakit dan pendarahan subkutan dan
nyeri otot.

(Cummins et al., 1992)


Vitamin B Kompleks
Vitamin B Kompleks berperan penting dan esensial sebagai koenzim pada berbagai reaksi
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein

Tabel 1. Peran Vitamin B sebagai Koenzim Reaksi Biokimia dalam Tubuh

Vitamin B Coenzyme Gugus yang Ditransfer


Thiamin (B1) Thiamin pyrophosphate (TPP) Aldehyde
Riboflavin (B2) Flavin mononucleotide (FMN) Hydrogen atom
Flavin adenine dinucleotide (FAD)
Niacin (B3) Nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+) Hydrogen atom
Nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADP+)
Panthothenic Acid (B5) Coenzyme A (CoA) Acyl group
Pyridoxine (B6) Pyridoxal-5-phosphate (PLP) Amino group
Pyridoxine-5’-phosphate (PNP)
Pyridoxamine-5’-phosphate (PMP)
Biotin (B7) Biotin Carboxyl group (carbon dioxide)
Folate (B9) Tetrahydrofolate Single carbon groups aside from
carbon dioxide
Cobalamine (B12) Methylcobalamin Methyl groups, hydrogen atom
(Murray et al.,, 2009)
Metabolisme Tiamin (B1)

Tiamin terdisi dari molekul pirimidin dan thiazole yang dihubungkan oleh jembatan methylene
yang mengandung atom nitrogen dan sulfur.

Tiamin disintesis dalam intestine, namun khusus ruminansia tiamin juga disintesis oleh
mikroba rumen, jadi sulit untuk mendefinisikan kebutuhan tiamin ruminansia dari pakan.
Walaupun begitu laju perombakan tiamin di dalam rumen pun juga tinggi.

Tiamin berperan sebaga koenzim dalam metabolisme glukosa sebagai Thiamin


Pyrophosphate dalam pentose phosphate cycle.

(Murray et al., 2009)


Hypo and Hyper-vitaminosis dari Tiamin (B1) pada Ruminansia

✔ Kelebihan Tiamin (Vitamin B1) pada ruminansia tidak


menimbulkan efek negatif
Hyper

✔ Kekurangan Tiamin (Vitamin B1) bisa saja terjadi pada


ruminansia muda yang pakannya tidak mengandung tiamin
dikarenakan laju sintesis dalam rumen masih rendah atau
hanya ada sintesis di intestine yang jumlahnya tidak
Hypo memenuhi kebutuhan ternak

(Spears et al., 2012)


Metabolisme Riboflavin (B2)
Riboflavin secara alami ada dalam tiga bentuk : riboflavin bebas dan turunan koenzim yaitu flavin
mononucleotide (FMN) and flavin adenine dinucleotide (FAD)
(Murray et al., 2009)

Berperan sebagai Coenzyme dalam reaksi oxidoreductase, berperan dalam konversi retinol menjadi
retinoic Acid, dan konversi tryptophan menjadi niacin.

- Riboflavin secara kovalen terikat pada protein dan akan dilepaskan oleh mekanisme pencernaan
proteolitik.
- Bentuk Phosphorylated dari riboflavin (FAD, FMN) dihidrolisis oleh enzim phosphatases di
gastrointestinal menjadi ribovlafin bebas untuk bisa diserap.
- Sel hati juga menyerap ribovlafin melalui mekanisme facilitated diffusion

Mikroflora Rumen mampu merombak ribovlafin dan membentuk hydroxyethylflavine, formylethylflavine and
metabolites yang lain. Mikroflora rumen juga mampu mensintesis riboflavin dan menyebabkan ruminansia
tidak memiliki angka pasti dari kebutuhan ribovlafin.

(Powers, 1995)
Hypo and Hyper-vitaminosis dari Ribovlafin (B2) pada Ruminansia

✔ Keracunan vitamin B2 tak pernah terjadi karena kelebihannya


dapat segera diekskresikan melalui urin
Hyper

✔ Pada ruminansia muda (pedet), yang rumennya belum


berkembang secara sempurna, kekurangan vitamin B2
menyebabkan luka pada mulut dan bibir, anorexia, rambut
rontok dan diarhe
Hypo

(Powers, 1995)
Metabolisme Biotin
Biotinidase ditemukan dalam getah pancreas dan mukosa usus halus yang akan melepaskan biotin dari
Biocytin (bentuk biotin dalam jaringan) selama fase luminal dari reaksi proteolysis

Penyerapan biotin terjadi usus halus, dimana laju penyerapan peling tinggi ada di
duodenum>jejenum>ileum. Kemudian biotin di transfer ke liver melalui carrier berupa electron.

- Pada ternak ruminansia, sintesis biotin terjadi di rumen, tidak seperti pada ternak non ruminansia yang
terjadi di intestinal dan colon, sehingga memungkinkan pemanfaatan yang lebih luas
-Biotin di dalam rumen sangat dibutuhkan untuk perombakan selulosa oleh enzim yang dihasilkan oleh
bakteri selulolitik.

Biotin berperan dalam sintesis glukosa dari asam propionate dan sintesis lemak susu dari asam asetat yang
dihasilkan di dalam rumen

(Pour, 2012)
Hypo and Hyper-vitaminosis dari Biotin pada Ruminansia

✔ Kelebihan biotin pada ruminansia jarang terjadi karena pada


rumen terjadi perombakan dan pemanfaatan biotin oleh
mikroba rumen
Hyper
✔ Kekurangan biotin bisa terjadi pada ternak muda/yang baru
lahir dikarenakan laju sintesis di dalam rumen belum ada
seperti pada ruminansia dewasa.
✔ Hubungan antara Pottasium-Biotin, menyebabkan
ruminansia muda yang mengalami defisiensi keduanya,
Hypo mengalami kelumpuhan pada kaki belakang dan depan,
leher dan gangguan pernafasan.
✔ Kekurangan biotin pada ruminansia muda juga
menyebabkan dermatitis pada sekitar mata dan mulut.

(Pour, 2012)
Metabolisme Asam Pantotenat
Ruminansia memiliki dua sumber utama asam pantotenat yaitu dari hijauan segar dan dari hasil sintesis
mibroba di dalam rumen.

Laju perombakan asam pantotenat dari pakan di dlam rumen tidak besar, perombakan dan penyerapan
sebagian besar berlangsung di dalam intestine.

Sintesis asam pantotenat di dalam rumen, lajunya dipengaruhi oleh pakan sumber karbohidrat mudah
larut seperti pati dan gula. Semakin besar komposisi karbohidrat mudah larut dalam pakan maka laju
sintesis asam pantotenat semakin besar.

Apabila pakan yang diberikan pada ruminansia juga mengandung urea maka laju sintesis asam pantotenat
akan lebih meningkat.

(Ragaller et al., 2011)


Hypo and Hyper-vitaminosis dari Asam Pantotenat pada Ruminansia

✔ Kelebihan asam pantotenat tidak menimbulkan efek keracunan

Hyper
✔ Kekurangan terhadap asam pantotenat pada ruminansia
dewasa jarang terjadi karena ada mekanisme sintesis di
dalam rumen, dengan syarat di dalam ransumnya
mengandung karbohidrat mudah larut dan sumber N yang
seimbang.
Hypo ✔ Pada pedet / ruminansia muda gejala klinis kekurangan
asam pantotenat adalah anorexia, pertumbuhan terhambat,
lemah pada kaki, bulu kasar, dermatitis, diare and bahkan
kematian.

(Ragaller et al., 2011)


Metabolisme Niacin (Asam Nikotinat)
Niacin atau Nicotinic acid merupakan komponen dari dua koenzim yaitu nicotinamide adenine
dinucleotide (NAD) dan nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADP).

Sumber yang paling penting dari niacin bagi ternak ruminansia adalah dari hasil sintesis oleh
mikroba rumen

Pada kebanyakan ternak, absorbsi niacin di usus halus merupakan jalur utama, dimana niacin
tersedia untuk host animal. Niacin dimungkinkan diserap di rumen pada ternak ruminansia,
namun yang ada dalam fraksi supernatant cairan rumen kurang dari 10% karena sebagian besar
niacin terikat pada mikroba rumen.

Niacin perlu ditambahkan dalam milk replacer untuk pedet / ruminansia muda apabila kandungan
protein di dalamnya rendah (berhubungan dengan rendahnya tryptophan)

(Jaster & Ward, 1990 .; Spears et al., 2014)


Hypo and Hyper-vitaminosis dari Niacin pada Ruminansia

✔ Kelebihan niacin jarang terjadi pada ruminansia karena adanya


perombakan dan pemanfaatan di dalam rumen
Hyper

✔ Defisiensi niacin pada ruminansia muda menyebabkan


Hypo kerusakan oksidatif pada DNA karena rendahnya NAD.

(Spears et al., 2014)


Metabolisme Piridoksin (Vitamin B6)
Vitamin B6 merujuk pada tiga senyawa yaitu : pyridoxol, pyridoxal dan pyridoxamine. Pyridoxol secara dominan ada dalam
tanamansedangkan pyridoxal dan pyridoxamine ada dalam bentuk vitamin dalam produk asal hewan.

Vitamin B6 dibutuhkan oleh sejumlah mikroorganisme rumen dan memainkan peran penting bagi metabolisme rumen.
Vitamin B6 meningkatkan produksi asam amino phenylalanine dari precursor berupa phenylpyruvic dan phenilacetic
acid pada bakteri dan protozoa rumen.
Murray et al, 2009

Saccharolitic bacteria di dalam rumen dalam aktivitasnya merombak senyawa glukosa membutuhkan vitamin B6
bersama dengan biotin dan asam folat.

Pada ternak ruminansia vitamin B6 disintesis di dalam rumen oleh mikroba rumen, sementara ternak monogastrik
mensintesis vitamin B6 di usus besarnya.

Baldwin and Allison, 1983


Hypo and Hyper-vitaminosis dari Piridoksin (Vitamin B6) pada
Ruminansia

✔ Kelebihan piridoksin pada ruminansia jarang terjadi karena


pada rumen terjadi perombakan dan pemanfaatan piridoksin
oleh mikroba rumen
Hyper

✔ Kekurangan vitamin B6 mengakibatkan tertundanya


pelepasan senyawa dopamine yang menyebabkan
abnormalitas motoric.
Hypo ✔ Kekurangan vitamin an B6 juga bisa menyebabkan turunnya
imunitas ternak

Morris et al, 2010


Metabolisme Asam Folat
-Asam folat terdiri dari satu molekul pteridine nucleus, satu molekul para-amino benzoic acid
dan satu molekul asam glutamate.
-Para-amino benzoic acid (PABA) dibutuhkan oleh beberapa mikroorganisme untuk mensintesis
asam folat.

-Sumber utama asam folat adalah produk sintesis mikroorganisme rumen dan intestine.
-Beberapa senyawa dipercaya memiliki efek antagonis terhadap asam folat seperti Sulfonamide dan
adanya mycotoxin dari pakan yang menghambat sintesis asam folat oleh mikroorganisme.

-Laju sintesis asam folat di dalam rumen akan meningkat apabila pemberian konsentrat pada
ternak ditingkatkan.

(Girard & Matte, 2005)


Hypo and Hyper-vitaminosis dari Asam Folat pada Ruminansia

✔ Asam folat merupakan vitamin yang tidak menimbulkan


keracunan walaupun terjadi hyper-vitaminosis, melainkan akan
diekskresikan melalui urin.
Hyper
✔ Defisiensi asam folat akan mengakibatkan menurunnya laju
biosintesis asam nukleat sebagai komponen dari RNA dan
DNA.
✔ Ternak ruminansia muda memerlukan suplementasi asam
folat di dalam milk replacernya karena di dalam rumennya
Hypo belum ada mekanisme sintesis asam folat atau masih sangat
rendah lajunya.

(Girard & Matte, 2005).


Metabolisme Kobalamin (B12)
-Selama prosessing pakan berlangsung, Vitamin B12 bisa stabil hingga suhu 250°C, sehingga tidak
banyak terjadi kerusakan karena suhu tinggi pada vitamin B12.
-Vitamin B12 merupakan vitamin yang paling kompleks dan bisa disintesis oleh mikroorganisme.

-Suplementasi Vitamin B12 biasanya dilakukan dalam bentuk Cyanocobalamin.


-Cyanocobalamin dapat mengonversi menjadi dua bentu koenzim, adenosylcobalamin dan
methylcobalamin saat proses metabolisme di dalam jaringan.

Rata-rata 3% Cobalt dalam pakan akan dikonversi menjadi vitamin B12 dan hanya sekitar 1-3%
Vit. B12 yang dihasilkan tersebut akan diabsorbsi oleh usus halus, karena sebagian akan
dirombak oleh mikroflora rumen.

- Mikroflora rumen juga memanfaatkan Cobalt dari pakan untuk menghasilkan beberapa molekul
yang serupa dengan vitamin B12, tetapi tidak memiliki aktivitas biologis bagi ternak.
-Tidak seperti vitamin B yang lain, Cobalamin, disimpan di dalam liver dan jaringan lain dengan
tujuan menyediakan cadangan Cobalt bagi tubuh ternak.

(Ellenbogen and Cooper, 1991)


Hypo and Hyper-vitaminosis dari Kobalamin (B12)
pada Ruminansia

✔ Kelebihan cobalamin dalam tubuh ternak ruminansia jarang


terjadi karena ada mekanisme perombakan di dalam rumen.
✔ Jika terjadi kelebihan cobalamin, maka akan dikeluarkan
melalui urin dan feses.
Hyper

✔ Menurunnya pasokan Cobalt dari pakan bisa menyebabkan


turunnya ketersediaan Cobalamin.
✔ Pada ternak ruminansia, sapi domba bisa bertahan dalam
kondisi liver yang normal meskipun terjadi kekurangan
Hypo Cobalt namun tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan
Cobalamin.

(Stangl, G. I., et al, 2000; Burgess et al., 2009)


Tabel 2. Rekomendasi Pemberian Vitamin B Kompleks

Vitamin B Rekomendasi Pemberian


Thiamin (B1) • 120 mg/Kg dalam Bahan kering untuk sapi yang mengkonsumsi
1.000 mg/ L sulfate dan 240 mg /Kg dalam BK pada domba
• pemberian minimal B1 dalam jumlah >150 mg/hari dapat
meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan
Riboflavin (B2) Untuk pedet kebutuhannya : 1-1.6 mg per kg BK Pakan
Niacin (B3) Untuk pedet calf milk replacers sebanyak 2.6 mg per kg BK

Panthothenic Acid (B5) Untuk pedet 5 and 15 mg per kg BK Pakan


Pyridoxine (B6) Untuk pedet65 µg per kg bobot badan
Biotin (B7) Ternak Ruminansia Besar: 10-20 mg / hari
Domba : 3-5 mg/hari

Folate (B9) • Pada anak domba dan kambing , 0,39 mg of folic acid per liter
dalam milk replacer
• Pada pedet 52 µg of folic acid per kg milk replacer
Cobalamine (B12) Untuk Pedet 0.34 and 0.68 µg per kg per bobot badan
Sumber : 1. https://www.dsm.com/markets/anh/en_US/Compendium/ruminants.html
2. Spears et al., 2014)
3. NRC, 2000
Simpulan

✔ Vitamin merupakan micronutrient bagi ternak ruminansia


✔ Sebagian besar sumber Vitamin (yang tidak bisa
yang dibutuhkan dalam jumlah kecil namun harus ada
disintesis dalam tubuh ternak ruminansia), berasal
karena perannya penting dalam reaksi biokimia dalam
dari hijauan segar.
tubuh ternak
✔ Hijauan yang mengalami fermentasi atau
✔ Ternak ruminansia memiliki kemampuan untuk
pengeringan sudah mengalami kerusakan pada
mensintesis Vitamin K, C dan B dalam rumen dan
komponen vitaminnya.
intestine karena ada aktivitas dari microfloranya.
✔ Khusus vitamin yang tidak bisa disentesis dalam
✔ Hanya saja untuk ternak ruminansia muda, yang
tubuh ternak (A, D, E) harus mendapat perhatian
rumennya belum berfungsi perlu mendapatkan Vitamin
khusus agar ternak tidak mengalami defisiensi/hypo-
K, C dan B yang cukup dari pakannya agar tidak terjadi
vitaminosis
defisiensi/hypo-vitaminosis.
References

▪ Baldwin, R. L., & Allison, M. J. (1983). Rumen metabolism. Journal of Animal Science, 57(suppl_2), 461-477.
▪ Baynes JW & Dominiczak MH. 2018. Medical Biochemistry. Elsevier Health Sciences.
▪ Burgess, C. M., Smid, E. J., & van Sinderen, D. (2009). Bacterial vitamin B2, B11 and B12 overproduction: an
overview. International journal of food microbiology, 133(1-2), 1-7.
▪ Cummins, K. A, L. J Bush and T. W White. 1992. Ascorbate in Cattle: A Review. The Professional Animal Scientist Vol 8 (1): 22-
29
▪ Diana N., D’Ambrosio, R. D. Clugston and W. S. Blaner. 2011. Vitamin A Metabolism: An Update. Nutrients 2011, 3: 63-103.
doi:10.3390/nu3010063.
▪ Ellenbogen L., Cooper B.A. Vitamin B12 L.J. Machlin (Ed.), Handbook of Vitamins, Marcel Dekker Inc., New York (1991),
pp. 491-536.
▪ Engelking, L. R. 2015. Textbook of Veterinary Physiological Chemistry (Third Edition).
https://www.sciencedirect.com/topics/pharmacology-toxicology-and-pharmaceutical-science/vitamin-k-group.
▪ Frank, E. 2016. Nutritional Assessment : Vitamin testing. https://arup.utah.edu/media/
nutrition/Nutritional%20assesment%20-%20Vitamin%20testing%20(Slides).pdf.
▪ Girard, C. L., & Matte, J. J. (2005). Effects of intramuscular injections of vitamin B12 on lactation performance of dairy
cows fed dietary supplements of folic acid and rumen-protected methionine. Journal of dairy science, 88(2), 671-676.

▪ Jaster, E. H., & Ward, N. E. (1990). Supplemental nicotinic acid or nicotinamide for lactating dairy cows. Journal of dairy
science, 73(10), 2880-2887.

▪ Matsui, T. 2012. Vitamin C Nutrition in Cattle. Asian-Aust J. Animal Science Vol. 25, No. 5: 597-605.
▪ Mora, Romano, Gonzalez, Ruiz, & Shimada. (2000). Low cleavage activity of 15, 15’dioxygenase to convert beta-carotene
to retinal in cattle compared with goats, is associated with the yellow pigmentation of adipose tissue. International Journal
for Vitamin and Nutrition Research, 70(5), 199-205.

▪ Morris, M. S., Sakakeeny, L., Jacques, P. F., Picciano, M. F., & Selhub, J. (2010). Vitamin B-6 intake is inversely related to,
and the requirement is affected by, inflammation status. The Journal of nutrition, 140(1), 103-110.

▪ Murray, R. K., D. A. Bender, K. M. Botham, P. J. Kennelly, V. W. Rodwell and P. A. Weil. 2009. Harper’s Illustrated
Biochemistry 28th Edition. United States : The McGraw-Hill Companies, Inc.

▪ NRC. 2000. Nutrient Requirements of Beef Cattle, Update. 7th ed. Natl. Acad. Press, Washington, DC.
▪ Pour, H. A. Vitamin H and Their Role in Ruminant: A Review. 2012. Annals of Biological Research 3 (4): 1929-1933.
▪ Powers, H. J. (1995). Riboflavin–iron interactions with particular emphasis on the gastrointestinal tract. Proceedings of the
Nutrition Society, 54(2), 509-517.

▪ Ragaller, V., P. Lebzien, K. H. Huther and G. Flachowsky. 2011. Pantothenic acid in ruminant nutrition: a review. Journal of Animal
Physiology and Animal Nutrition 95 (2011) 6–16
▪ Reynoso, C. R., et al. "β-Carotene and lutein in forage and bovine adipose tissue in two tropical regions of Mexico." Animal feed science and
technology 113.1-4 (2004): 183-190.

▪ Rode, L.M., Mcallister, T.A and Cheng, K. J. 1990. Microbial Degradation Of Vitamin A In Rumen Fluid From Steers Fed Concentrate, Hay Or
Straw Diets. Canadian Journal of Animal Science Vol. 70(1). https://doi.org/10.4141/cjas90-026.

▪ Smith, K. L., W. P. Weiss, and J. S. Hogan. "Influence of vitamin e and selenium on mastitis and milk quality in dairy cows." Texas Animal
Nutrition Council (http://txanc. org/wp-content/uploads/2011/08/vitamine. pdf), date of access 31 (1998): 2014.

▪ Stangl, G. I., et al. "Evaluation of the cobalt requirement of beef cattle based on vitamin B 12, folate, homocysteine and methylmalonic
acid." British journal of nutrition 84.5 (2000): 645-653.

▪ Spears, J.W. and Weiss, W.P. 2014. Invited Review: Mineral and vitamin nutrition in ruminants. The Professional Animal Scientist. Vol 30. 180-
191.

▪ Twining, S. S., Schulte, D. P., Wilson, P. M., Fish, B. L., & Moulder, J. E. (1997). Vitamin A deficiency alters rat neutrophil function. The Journal
of nutrition, 127(4), 558-565.

▪ Van Metre, David C., and Robert J. Callan. "Selenium and vitamin E." Veterinary Clinics of North America: Food Animal Practice 17.2 (2001): 373-
402.

▪ Weiss, W.P., K.L.Smith, J.S.Hogan,T.E.Steiner. 1995. Effect of Forage to Concentrate Ratio on Disappearance of Vitamins A and E During In
Vitro Ruminal Fermentation. Journal of Dairy Science. Volume 78, Issue 8, August 1995, Pages 1837-1842

▪ Weiss, William Paul, and J. W. Spears. "Vitamin and trace mineral effects on immune function of ruminants." Ruminant Physiology.
Wageningen Academic Publishers, Utrecht, The Netherlands (2006): 473-496.

▪ YAMAGISHI, N., DOHMAE, H., SHIRATO, A., SATO, J., SATO, R., & NAITO, Y. (2000). Effects of oral administration of “rumen-bypass”
vitamin D3 on vitamin D and calcium metabolism in periparturient cows. Journal of Veterinary Medical Science, 62(4), 403-408.
Metabolisme Mineral Pada Ruminansia

Oleh:
Dosen Pengampu MK.
Ilmu Nutrisi Ternak Ruminansia
2020
Capaian Pembelajaran

► Mampu menjelaskan proses pencernaan dan metabolisme

mineral pada ternak ruminansia, keuntungan dan kerugiannya

serta cara mengoptimalkan.


https://www.alltech.com/en-ie/about/events/minerals-go-work-not-waste
Topik Bahasan
Pengertian
Mineral Pengelompokan
Metabolisme Mineral
Mineral Berdasarkan
pada Ruminansia
Kebutuhan

1 2 3 4 5 Dst.

Fungsi Mineral Penggolongan Peran Mineral


untuk Ternak Mineral
Ruminansia
Pengertian Mineral
Mineral merupakan elemen-elemen atau unsur-
unsur kimia selain dari karbon, hidrogen, oksigen
dan nitrogen.

Mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau


kadar abu. Sebagai contoh, bila bahan biologis

Mineral dibakar, semua senyawa organik akan rusak;


sebagian besar karbon berubah menjadi gas
karbon dioksida (CO2), hidrogen menjadi uap air,
dan nitrogen menjadi uap nitrogen (N2).

Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam


bentuk abu dalam bentuk senyawa anorganik
sederhana, serta akan terjadi penggabungan antar
individu atau dengan oksigen sehingga terbentuk
garam anorganik (Davis dan Mertz 1987).
Fungsi Mineral
Sedikitnya ada tiga fungsi mineral, yaitu :

1. Sebagai komponen struktural organ-organ tuubuh dan jaringan, misalnya : Ca, P, Mg, dan Si
dalam tulang dan gigi ; P dan S dalam protein otot.

2. Sebagai bahan cairan dan jaringan tubuh yang berfungsi sebagai elektrolit dalam
mempertahankan tekanan osmose,kesetimbangan asam basa, permeabilitas membrana
dan iritabilitas jaringan : Na, K. Cl, Ca dan Mg dalam darah, cairan serebrospinal dan cairan
lambung dapat dijadikan contoh fungsi-fungsi di atas.

3. Sebagai katalisator sistem ensim dan hormon, sebagai komponen integral dan spesifik dari
struktur metalloenzim atau sebagai aktivator yang kurang spesifik.

a.Mineral yang erat hubungannnya dengan komponen organik atau yang membentuk kilasi
(chelate) dengan ikatan organik. Termasuk di dalamnya Fe, Cu, Co, Mn, Zn dan Mo. Unsur-
unsur ini dapat menjadi bagian enzim atau hormon tertentu yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan. Fungsinya terutama mengatur proses oksidasi, reduksi dan metabolisme energi.

b.Unsur-unsur yang erat hubungannnya dengan katalisator reaksi dalam proses pertumbuhan.
Termasuk didalamnya S, I, Se, F, Si, Pb dan. Jumlah yang dibutuhkan sangat sedikit untuk
perangsang pertumbuhan atau menjadi komponen jaringan tertentu untuk mengatur
metabolisme,
Kebutuhan Mineral
Kebutuhan Mineral untuk Ternak Ruminansia

Mineral dibutuhkan oleh hewan dalam


jumlah yang cukup. Bagi ternak
ruminansia, mineral selain digunakan
untuk memenuhi kebutuhannya sendiri
Pada ternak ruminansia, selama siklus
juga digunakan untuk mendukung dan
laktasi terdapat perbedaan antara
memasok kebutuhan mikroba rumen.
beberapa periode dalam metabolisme
mineral. Pada awal laktasi terjadi
pengurasan mineral dari dalam tubuh, hal
ini disebabkan mineral diperlukan untuk
sintesis air susu. Intensitas pengurasan
akan semakin berkurang dengan
menurunnya produksi susu sehingga
terdapat periode penimbunan mineral
dalam tubuh (Toharmat dan Sutardi,
1985).
Berdasarkan banyaknya mineral yang dibutuhkan, mineral
terbagi menjadi 2 kelompok yaitu :

1. Mineral Makro
Mineral yang dibutuhkan dalam jumlah relatif besar (> 50 mg = (kg DM)) seperti Ca, P, Mg, Na
dan K berperan penting dalam aktivitas fisiologis dan metabolisme tubuh,

2. Mineral Mikro / trace mineral


Mineral yg dibutuhkan dalam umlah sedikit seperti Fe, Cu, Zn, Mn, dan Co diperlukan dalam
sistem enzim (McDowell, 1992).

✔ Mineral mikro dibutuhkan hanya dalam jumlah kecil, apabila termakan dalam jumlah besar
dapat bersifat racun (Widodo, 2002). Mineral yang dapat menyebabkan keracunan
mencakup mineral esensial seperti Cu, Zn, Se, dan mineral non esensial seperti Hg, Pb,
dan As (Darmono, 1995).

✔ Beberapa mineral berperan penting dalam meningkatkan aktivitas mikroba dalam rumen.
Mineral yang mempengaruhi proses fermentasi rumen adalah S, Zn, Se, Co dan Na
(Arora, 1989). Mineral di dalam rumen dibutuhkan oleh mikroba untuk pembentukan
vitamin B dan protein. Defisiensi mineral akan mempengaruhi hasil dan proses fermentasi
pakan dalam rumen (Arora, 1989).
Penggolongan Mineral
Berdasarkan kegunaannya dalam aktivitas kehidupan, mineral dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

1. Mineral Esensial
Diperlukan dalam proses fisiologis
sehingga jika kekurangan dapat
menyebabkan penyakit defisiensi
mineral. Mineral esensial biasanya
terikat dengan protein, termasuk enzim
untuk proses metabolisme tubuh. 2. Mineral Non Esensial
Merupakan golongan mineral yang tidak
berguna, atau belum diketahui
Terdapat 22 jenis mineral esensial yaitu 7 mineral kegunaannya dalam tubuh hewan,
makro yang mencakup Kalsium (Ca), Natrium (Na),
Kalium (K), Fosfor (P), Magnesium (Mg), Klor (Cl),
sehingga hadirnya unsur tersebut lebih
Sulfur (S) dan 15 mineral mikro dan trace mineral yang dari normal dapat menyebabkan
mencakup Besi (Fe), Yodium (I), Seng (Zn), Kobalt keracunan. (Gartenberg et al. 1990;
(Co), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Molibdenum (Mo), Darmono 1995; Spears 1999).
Selenium (Se), Kromium (Cr), Vanadium (V), Flourin
(F), Silikon (Si), Nikel (Ni), dan Arsen (As). Alumunium
(Al), Timbal (Pb), Rubidium (Ru) hanya bersifat
menguntungkan dalam beberapa kondisi (Underwood
and Suttle, 2001).
Sumber : Mineral Requirements for Ruminants 24 MARCH 2016
http://nutrimin.com.au/mineral-requirements-ruminants/
Nutrisi mineral esensial dan jumlahnya dalam tubuh hewan.

Mineral Makro g/kg Mineral Mikro g/kg

Kalsium (Ca) 15 Besi (Fe) 20 – 80

Fosforus (P) 10 Seng (Zn) 10 – 50

Kalium (K) 2 Tembaga (Cu) 1–5

Natrium (Na) 1,60 Molibdenum (Mo) 1–4

Klorin (Cl) 1,10 Selenium (Se) 1–2

Sulfur (S) 1,50 Iodin (I) 0,30 – 0,60

Magnesium (Mg) 0,40 Mangan (Mn) 0,20 – 0,60

Kobalt (Co) 0,02 - 0,10


Metabolisme Mineral
Pada Ternak Ruminansia
BERIKUT SEKILAS TTG. URUTAN METABOLISME MINERAL

Saat ternak mengkonsumsi pakan (hijauan/ konsentrat), maka disini mineral mulai terasup kedalam tubuh. Ingat bahwa semua
mineral terikat oleh zm spt protein, karbohidrat, lemak, dan senyawa biologis aktif lainnya.
Sedangkan dalam air minum dan mineral suplemen, mineral terdapat sebagai senyawa anorganik.

Setelah pakan masuk rumen/ pasca rumen, kmd zm dicerna oleh enzim, nah mulai dari disini mineral organik yang terikat dlm
zm akan dilepas sedangkan garam2 anorganik akan bergabung kedalam komplek biologi.

Penyerapan dalam usus halus disertai dengan perubahan senyawa dan bentukan mineral. Mineral-mineral tersebut kemudian
masuk ke dalam darah dan limfa dalam bentuk aktif, dan ditransportasikan ke berbagai organ.

Selama proses metabolisme, mineral kemudian disimpan dalam jaringan tubuh, bulu, tanduk, juga diekskresikan ke dalam
susu, saliva, feses, dan urin.
Dengan demikian, mineral akan dijumpai dalam seluruh organ dan jaringan.

Lancarnya metabolisme mineral makro/mikro akan membantu optimalisasi keseluruhan tipe metabolisme sehingga akan
menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan perkembangan ternak muda, produktivitas ternak dewasa,
perkembangan kapasitas reproduksi, dan juga akan memperbaiki kehidupan ternak.
Berikut ini adalah contoh metabolisme Mineral pada Ternak Ruminansia
dengan kasus contoh pada mineral P dan Cu

Karena keterbatasan waktu dan ruang, dalam pemaparan ini kami hanya akan focus pada aspek kuantitatif
metabolisme mineral P yang mewakili mineral makro dan mineral Cu yang mewakili mineral mikro.

Fosfor diambil sebagai contoh terutama karena ia merupakan unsur yang telah menjadi
subyek banyak penelitian dalam beberapa tahun terakhir disamping karena kekhawatiran
pemberian fosfor yang berlebihan kepada ruminansia dan kontribusinya terhadap pencemaran
lingkungan. Sementara itu prinsip-prinsip yang diuraikandisini sebenarnya juga berlaku untuk
makrominerals lain seperti kalsium.
Metabolisme mineral banyak dipelajari dengan membuat studi kesetimbangan dengan berbagai model,
yang umumnya mengunakan pelacak radioaktif.
Berikut adalah kesetimbangan dan studi kinetik, model metabolisme P (Fosfor) pada kambing (Vitti et al.
, 2000, Lihat Gbr. 1).
Model ini memiliki empat kompartemen :
1. Usus
2. Darah
3. Tulang dan
4. Jaringan lunak

P (Fosfor) masuk ke sistem melalui asupan pakan dan minum (F10) dan keluar melalui feses (F01) dan
urin (F02).
Lumen usus, tulang dan jaringan lunak saling bertukar dua arah dengan darah, dengan masing2 fluks F21
dan F12, F23 dan F32 dan F24 dan F42.
Asupan P
lwt pakan & minum

feses Urine
Gambar 1. Representasi skematis model metabolisme P pada kambing. Fij adalah fluks total pool i dari j, Fi0 adalah fluks
eksternal ke pool i dan F0j adalah fluks dari pool j keluar sistem. Lingkaran menunjukkan fluks yang diukur secara
eksperimental (Vitti et al., 2000).
Keterangan gambar skematis model metabolisme P pada kambing :

Bila asupan P tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan, maka pasokan P ke darah
dipertahankan dengan cara peningkatan reabsorpsi P dari tulang dan mobilisasi P dari jaringan lunak.
01 Asupan P yang rendah akan menyebabkan kesetimbangan P negatif, namun akan tetap terjaga dengan
terjadinya kehilangan P endogen.

Kehilangan P endogen minimum kambing 67 mg/ hari yang harus diserap untuk menghindari keseimbangan
negatif. Ketika asupan P ditingkatkan untuk memenuhi persyaratan pemeliharaan (kesetimbangan P nol),
02 maka laju penyerapan akan meningkat dalam kaitannya dengan pasokan P, sehingga sekresi endogen
dalam saluran meningkat. Kebutuhan P kambing Saanen sekitar 610 mg / hari atau 55 mg / kg BB
metabolis.
Model tersebut menunjukkan bahwa reabsorpsi tulang, ekskresi P feses dan endogen serta absorpsi P,
03 semuanya berperan dalam P homoeostasis pada kambing yang sedang tumbuh.

Ekskresi P urin tidak berpengaruh terhadap kontrol metabolisme P bahkan pada kambing yang diberi pakan
dengan kadar P relatif tinggi. Pada asupan P rendah, mobilisasi tulang dan jaringan merupakan proses
04 penting untuk mempertahankan kadar P dalam darah.

05 Vitti dkk. (2002) : bahwa asupan Ca mempengaruhi penyerapan, retensi dan ekskresi Ca
Selanjutnya kita mencoba menggambarkan model metabolisme mineral P secara dinamis.
Dalam model ini, diasumsikan dari sapi berbobot 600 kg dengan volume rumen 90 liter
dan tidak bunting. Asupan P berasal dari pakan dan keluarannya melalui feses, urin dan
susu.
Selanjutnya dapat dilihat empat kompartemen P berikut : (Lihat Gambar 2)
1. Rumen,
2. usus halus (termasuk duodenum),
3. usus besar dan
4. cairan ekstraseluler.
Asupan P
lwt pakan

Rumen

Protozoal
P

Usus
halus

Usus
besar

Gambar 2. Representasi skematis model metabolisme P pada ruminansia. Kompartemennya


adalah rumen (1), usus halus (2), usus besar (3) dan cairan ekstraseluler (4).
Keterangan Gambar simulasi model :

✔ Panah mewakili input dan output ke dan dari kompartemen.


✔ Model simulasi ini untuk memperkirakan SPM rumen dan aliran keluar mikroba ke duodenum.
✔ P dikonsumsi ternak sbg organik (fitat, fosfolipid, fosfoprotein) dan P anorganik (mono-/di- dan
trifosfat).
✔ Bentuknya larut, beberapa tidak larut, dan asam fosfat dilarutkan oleh cairan pencernaan dalam rumen.
✔ Fitat dilarutkan dalam rumen melalui aksi fitase yang dihasilkan oleh mikroba.
✔ Dalam rumen, dua bentuk P direpresentasikan berdasarkan daya cernanya.
✔ P Rumen yang dapat dicerna berasal dari dua masukan, yaitu dari pakan dan saliva.
✔ Kebreab dkk. (2005b) melaporkan bahwa rata-rata 45% P yang masuk ke dalam rumen berasal dari
saliva sebagai P endogen, dan berperan penting sebagai penyangga dan juga penting sebagai sumber
nutrisi bagi mikroba rumen (Care, 1994).
✔ Konsentrasi P dalam saliva bergantung pada status P ternak dan pada kondisi ternak
Lanjutan...(1)
✔ Fosfor merupakan komponen penting dari membran sel dan penting untuk pertumbuhan mikroba.
✔ P bakteri dan protozoa di dalam rumen memiliki masukan dari P rumen yang dapat dicerna.
✔ Bakteri diasumsikan masuk ke usus halus dengan kecepatan 5,1% per jam tetapi protozoa, karena
ukurannya yang lebih besar dan kemampuannya untuk melekat pada partikel dalam rumen, masuk usus
halus 45% lebih tinggi dibanding laju bakteri (Dijkstra, 1994).
✔ P rumen yang tidak dimasukkan ke dalam sel mikroba diasumsikan lolos ke duodenum dengan laju
aliran keluar sebesar 8,3% per jam.
✔ Fosfor dari P yang tidak dapat dicerna dalam rumen diasumsikan mengalir ke usus halus dengan
kecepatan 4,0% per jam.
✔ P Mikroba merupakan proporsi utama P yang memasuki usus halus. Ribonuklease pankreas memecah
RNA mikroba dan P dilepaskan (Barnard, 1969). Secara umum diterima bahwa usus halus bagian atas, di
mana pH dari digesta adalah asam, adalah tempat utama untuk penyerapan P (Breves dan Schroder,
1991).
Lanjutan...(2)
✔ Studi telah dilakukan untuk menentukan bagaimana P diserap dalam ruminansia dan disarankan bahwa
dua proses mungkin terlibat: satu, proses pasif, terkait dengan asupan/intake, dan yang lainnya, proses
aktif, terkait dengan pasokan untk memenuhi kebutuhan (Braithwaite, 1984) .
✔ P yang dapat dicerna usus halus memiliki masukan dari rumen (mikroba dan P bebas) dan P endogen
(kebanyakan dalam empedu).
✔ Keluaran P dari P yang dapat dicerna di usus halus , diserap ke dalam cairan ekstraseluler dan ekskresi P
ke usus besar.
✔ P yang dapat dicerna yang tidak terserap, yang termasuk P endogen, diasumsikan lolos ke P yang dapat
dicerna di usus besar pada kecepatan fraksi yang sama seperti untuk cairan.
✔ P feses endogen adalah salah satu jalur terpenting yang bertanggung jawab atas hampir 80% P
meninggalkan tubuh ternak (McCaskill, 1990).
✔ P mikroba yang tidak tercerna dan P makanan yang tidak dapat dicerna di dalam rumen adalah
masukan ke P yang tidak dapat dicerna di usus halus dan P ini diteruskan ke usus besar dengan laju
lintasan materi partikulat 4,0% per jam.
✔ Masukan P ke cairan ekstraseluler berasal dari P yang diserap pasca-rumen dan dari reabsaborpsi
tulang.
Lanjutan...(3)
✔ Keluarannya P ke saluran bawah (melalui empedu), absorpsi tulang, sekresi dalam susu dan ekskresi
dalam urin.
✔ Jika diasumsikan seekor sapi bunting, pemanfaatan P oleh rahim bunting harus merupakan keluaran
dari cairan extraseluler ini. Volume cairan ekstraseluler ditetapkan sebesar 20% dari bobot hidup
(Ternouth, 1968).
✔ P yang dapat dicerna di usus halus (mikroba, makanan dan P saliva) diteruskan ke usus halus, yang tidak
diekskresikan diasumsikan telah diserap.
✔ Disamping fungsi strukturalnya, tulang merupakan cadangan P. Menurut Sevilla (1985), ketika
defisiensi P terjadi lebih dari 40% kebutuhan hewan dapat disuplai oleh reabsorpsi tulang tergantung
pada beratnya defisiensi P.
✔ Seperti terlihat pada kompartemen usus halus, terjadi sekresi P ke usus halus melalui empedu,
✔ Output P susu secara langsung berhubungan dengan produksi susu karena konsentrasi susu P konstan
(NRC, 2001). P yang disekresikan dalam susu dihitung sebagai 0,9 g / kg susu (Fox dan McSweeney,
1998).
Lanjutan...(4)
✔ Ternak ruminansia biasanya mengeluarkan sangat sedikit P dalam urin mereka ketika mereka diberi
makan makanan kasar dan secara umum diterima bahwa variasi utama dalam keseimbangan P, dalam
keadaan ini, lebih bergantung pada usus dari pada pada ginjal (Scott, 1988).
✔ Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa ekskresi P urin berhubungan dengan konsentrasi P dalam
cairan ekstraseluler (misalnya Challa dan Braithwaite, 1988).
✔ Fosfor dalam jaringan dapat hadir sebagai lesitin, sefalin dan sphingomyline dan dalam darah sebagai
fosfolipid (Cohen, 1975).
✔ Darah adalah kumpulan pusat mineral yang dapat segera tersedia. Total darah mengandung 350–450
mg P / l, sebagian besar terdapat di dalam sel. Plasma P hadir terutama sebagai senyawa organik dan
sisanya dalam bentuk anorganik, seperti PO4, HPO4 dan H2PO4 (Georgievskii, 1982).
✔ Mekanisme homoeostatik P pada ruminansia bergantung terutama pada reabsorpsi P di ginjal dan P
yang disekresikan dalam air liur. Daur ulang P dalam jumlah besar terjadi melalui saliva. Tingkatnya
dipengaruhi oleh kuantitas dan bentuk fisik makanan dan oleh asupan P (Scott et al., 1995).
Lanjutan...(5)
✔ Saliva biasanya mengandung 200-600 mg P / l tetapi variasi 50 sampai 1000 mg / l dapat terjadi
(Thompson, 1978).
✔ Jumlah P yang disekresikan dalam saliva telah dilaporkan berhubungan langsung dengan konsentrasi P
anorganik darah. Sekresi P saliva ditemukan meningkat dalam hubungan langsung dengan asupan P dan
absorpsi P (Challa dan Braithwaite, 1988).
✔ P Saliva , karena berbentuk anorganik, mudah didapat oleh mikroba rumen. Rata-rata, input P saliva
mewakili 45-50% dari total aliran P di duodenum dengan asumsi tidak ada penyerapan bersih P dari
rumen (Ternouth, 1997; Shah, 1999). Telah dilaporkan bahwa sekresi P saliva menyumbang sekitar 70%
dari total P endogen yang memasuki saluran pencernaan domba (Annenkov, 1982) dan merupakan rute
utama ekskresi P (Young et al., 1966).
✔ P homoeostasis biasanya dipertahankan dengan mengontrol absorpsi, ekskresi, sekresi ke dalam usus
dan akresi atau reabsorpsi dari tulang. Homoeostasis disimulasikan dalam model dengan
memperkirakan parameter kunci yang mengontrol pergerakan P di berbagai kopartemen tubuh hewan.
Lanjutan...(6)
✔ Produksi saliva per kg DMI juga bervariasi. Penurunan produksi saliva mengakibatkan
jumlah P yang masuk ke dalam rumen lebih rendah dan konsentrasi P dalam saliva
meningkat sekitar 40% untuk memfasilitasi pembuangan P dari cairan ekstraseluler
dan mengkompensasi volume saliva yang dihasilkan. Di sisi lain, ketika produksi saliva
per kg DMI meningkat, konsentrasi P dalam saliva menurun sekitar 36% dan saliva P
yang memasuki rumen sedikit meningkat.

✔ Mengurangi produksi saliva sedikit menurunkan P feses (karena lebih sedikit P yang
berasal dari endogen memasuki duodenum) dan konsentrasi P dalam cairan
ekstraseluler. Ekskresi P urin tidak terpengaruh karena peningkatan konsentrasi P
cairan ekstraseluler tidak mencapai ambang batas. Peningkatan produksi saliva juga
tidak mempengaruhi ekskresi P urin karena konsentrasi P dalam cairan ekstraseluler
sedikit berkurang.
Tembaga (Cu)

⮚ Tembaga (Cu) adalah mineral mikro penting yang diperlukan untuk sistem enzim, metabolisme besi,
metabolisme jaringan ikat dan mobilisasi, ditambah integritas sistem saraf pusat dan kekebalan.
Pentingnya Cu pada ruminansia telah lama ditetapkan ketika bukti ditemukan bahwa Cu diperlukan
untuk pertumbuhan dan pencegahan penyakit (McDowell, 1992).

⮚ Tembaga juga telah dilaporkan mempengaruhi metabolisme lipid pada sapi perah dan sapi potong
berproduksi tinggi (Engle et al., 2000, 2001). Di banyak belahan dunia, defisiensi Cu telah
diidentifikasi sebagai masalah serius bagi ternak ruminansia yang merumput di bawah berbagai
kondisi tanah dan iklim (Ammerman et al., 1995)
Kebutuhan dan penyerapan tembaga
⮚ Kebutuhan Cu sangat bervariasi di antara spesies. Sapi perah dapat mentolerir lebih tinggi dari daripada
domba.
⮚ Kebutuhan Cu untuk sapi dewasa menyusui (menghasilkan 30 kg susu per hari) menurut ARC (1980)
diperkirakan 163 mg / hari atau 8 sampai 11 mg Cu / kg DM.
⮚ Keracunan tembaga telah dilaporkan menjadi masalah jika hewan menelan jumlah yang tidak dapat
dibersihkan oleh hati. Tingkat terjadinya keracunan bergantung pada spesies. Non-ruminansia lebih
toleran sedangkan sapi dan kambing kurang toleran dibandingkan domba (Under-wood dan Suttle,
1999). Tampaknya ada keseimbangan yang rumit dan perbedaan sempit antara kebutuhan Cu dan
toksisitas pada domba (Kellems dan Church, 2002).
⮚ Kebutuhan tembaga ruminansia bergantung pada daya serap daripada konsentrasi Cu dalam makanan
(Underwood dan Suttle, 1999). Hewan ruminansia menyerap Cu dengan efisiensi 50-70% (ARC, 1980).
Namun, dengan perkembangan rumen, penyerapan Cu turun menjadi kurang dari 10%. Hal ini terutama
disebabkan oleh proses pencernaan di dalam rumen dan adanya sulfida yang mengikat Cu dan
mengendapkannya sebagai Cu sulfida, yang tidak dapat diserap (Suttle, 1991).
Pemodelan Metabolisme Tembaga

⮚ Symonds dan Forbes (1993) mengembangkan kerangka model mekanistik dari kemungkinan rute
pergerakan Cu dalam tubuh ruminansia berdasarkan model kinetik metabolisme Cu pada domba (Weber
et al., 1980; Gooneratne et al., 1989) ( Gambar 3). Kotak pada Gambar 3 menunjukkan ukuran masukan,
keluaran dan fluks antar kotak yang dapat diperkirakan dari uji keseimbangan.

⮚ Homoeostasis Cu pada ruminansia dicapai terutama oleh penyimpanan di hati dan sekresi bilier
(Underwood dan Suttle, 1999). Metabolisme tembaga di hati telah ditunjukkan oleh lebih dari satu
kompartemen berdasarkan informasi yang tersedia untuk mengatasi mobilitas Cu dan spesies yang diteliti.
Gambar 18.4. Diagram kemungkinan rute pergerakan tembaga dalam tubuh ternak ruminansia. A mewakili kompartemen penyimpanan
sementara untuk tembaga di hati yang ditujukan untuk saling simpan dengan darah dan ekskresi ke empedu (ii), B mewakili penyimpanan
sementara untuk dimasukkan ke dalam caeruloplasmin dan C mewakili kompartemen penyimpanan jangka panjang dari mana ekskresi ke
empedu (iii) dan sekresi ke dalam darah dianggap operatif setelah pemberian tetrathiomolybdate. Ekskresi ke empedu berasal dari darah
(i), sementara (ii) dan jangka panjang (iii) dari pada kompartemen penyimpanan Cu di hati (Symonds dan Forbes, 1993).
Metabolisme mineral di dalam tubuh sangat rumit karena terdapat sejumlah interalasi diantara unsur-
unsur. Kebanyakan interaksi unsur-unsur tersebut tidak dapat diuraikan dengan baik atau dihitung.
Beberapa interaksi yang dikenal adalah:
-. S – Mo – Cu
-. Se – S
-. Zn – Ca
-. Mn – Ca
-. Mn -Ca

Unsur Co hanya diperlukan untuk pembentukan vitamin B12. Defisiensi S terutama disebabkan oleh
kekurangan asam amino yang mengandung S terutama dalam ransum. Kekurangan S lebih berkaitan
dengan komponen organik dibandingkan dengan komponen anorganik.
Peranan Mineral Pada
Ternak Ruminansia
Peranan Mineral Makro Esensial pada Ternak Ruminansia
Rasio Ca: P idealnya antara 2: 1 dan 1: 1;

4
Kalsium (Ca) merupakan elemen Sebagian besar Ca pada
mineral yang paling banyak ruminansia (99%) terdapat di
dibutuhkan oleh tubuh ternak tulang dan gigi dan sisanya 1%
(McDonald et al., 2002). Ca 1 Kalsium 3
didistribusikan di berbagai jaringan
memiliki peranan penting lunak tubuh. Dalam 40 kg domba
sebagai penyusun tulang dan
(Ca) ada sekitar 400 g Ca dan 220 g P,
gigi. Sekitar 99 % dari total tersebar di antara tulang dan gigi
tubuh terdiri dari Ca. (CSIRO, 1990).
2

Selain itu Ca berperan sebagai penyusun sel dan jaringan (McDonald et al., 2002).
Menurut Piliang (2002), fungsi Ca yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai
penyalur rangsangan-rangsangan syaraf dari satu sel ke sel lain. Jika ransum ternak
pada masa pertumbuhan defisien Ca maka pembentukan tulang menjadi kurang
sempurna dan akan mengakibatkan gejala penyakit tulang.
Fosfor dan kalsium (Ca) adalah dua mineral paling banyak
dalam tubuh mamalia. Unsur-unsur ini terkait erat sehingga
kekurangan atau kelebihan salah satu unsur dapat
mengganggu pemanfaatan yang tepat dari unsur lainnya.

Fosfor (P) merupakan mineral


4
kedua terbanyak dalam tubuh
dengan distribusi dalam jaringan
Fosfor (P) adalah nutrisi penting yang
yang menyerupai distribusi Ca.
terlibat tidak hanya dengan
Fosfor memegang peranan penting
dalam proses mineralisasi tulang 1 Fosfor 3
perkembangan tulang, pertumbuhan
dan produktivitas, tetapi juga dengan
(Piliang, 2002). McDonald et al. (P) sebagian besar proses metabolisme
(2002) menyatakan P mempunyai
tubuh.
fungsi sangat penting bagi tubuh
ternak diantara elemen mineral
2
lainnya

Fosfor umumnya ditemukan dalam bentuk phospholipid, asam nukleat dan


phosphoprotein. Kandungan P dalam tubuh ternak lebih rendah daripada kandungan
Ca. Gejala defisiensi P yang parah dapat menyebabkan persendian kaku dan otot
menjadi lembek
Tubuh hewan dewasa mengandung 0,05% Mg. Retensi dan absorpsi Mg pada sapi perah erat kaitannya
dengan kebutuhannya. Enam puluh persen Mg dalam tubuh hewan terkonsentrasi di tulang sebagai bagian
dari mineral yang mengkristal dan permukaan kristal terhidrasi (Linder, 1992). Menurut McDonald et al. (2002),
Mg berperan dalam membantu aktivitas enzim seperti thiamin phyrofosfat sebagai kofaktor.

Magnesium
(Mg)

Defisiensi Mg dapat meningkatkan iritabilitas urat daging dan apabila iritabilitas tersebut parah akan
menyebabkan tetany (Linder, 1992). Defisiensi Mg pada sapi laktasi dapat menyebabkan hypomagnesemic
tetany atau grass tetany. Keadaan ini disebabkan tidak cukupnya Mg dalam cairan ekstracellular, yaitu
plasma dan cairan interstitial (National Research Council, 1989).
Sulfur (S) merupakan
komponen penting protein Hewan-hewan yang diberi ransum
pada semua jaringan tubuh. defisien dalam mineral sulfur akan
Pada ruminansia 0,15% menunjukkan penyakit anorexia,
komponen jaringan tubuh penurunan bobot badan,
terdiri atas unsur S, penurunan produksi susu,
sedangkan pada air susu 1 Sulfur 3 kekurusan, kusut, lemah dan
sebesar 0,03%. Pada hewan (S) akhirnya mati. Tanda-tanda
ruminansia terjadi sintesis tersebut berhubungan erat dengan
asam-asam amino yang menurunnya fungsi rumen dan
mengandung mineral S fungsi sistem peredaran darah
2
dengan vitamin B oleh (McDowell, 1992).
mikroba di dalam rumen.
Terdapat dua macam mekanisme
metabolisme mineral S pada
hewan ruminansia, yaitu
mekanisme yang menyerupai
mekanisme mineral S pada
hewan-hewan monogastrik dan
mekanisme yang dihubungkan
dengan aktivitas mikroorganisme
dalam rumen (Piliang, 2002).
Peranan Mineral Mikro Esensial pada Ternak Ruminansia
Mineral Fungsi Sumber
Membentuk hemoglobin dan
Besi (Fe) Telur, tanah, makanan hijauan dan
mioglobin, bagian dari susunan
butiran, injeksi besi, babi, FeSO4
enzim
Eritropoiesis Co enzim, fungsi susunan Bahan makanan dan
Tembaga (Cu) jantung yang baik, pigmentasi CuSO4(0,25−0,50%) CuSO4
bulu, reproduksi ditambahkan pada garam

Garam beriodin (kalium iodide


Membentuk hormon trioksin
Iodin (I) sebagai komponen esensial pada
tiroksin dan kelenjar tiroksin
garam, minyak ikan)

B12 Pelet kobalt (untuk ruminansia),


0,50 ppm garam kobalt ditambahkan
Kobalt (Co)
Bagian dari vitamin pada ransum (injeksi vitamin B12
untuk menghilangkan defisiensi
kobalt)

ZnO atau ZnCO3 ditambahkan pada


Seng (Zn) Carbonic anhydrase
ransum pakan hijauan
Sumber: McDonald et al. (1988)
Defisiensi Mineral Mikro Esensial pada Ternak Ruminansia

Mineral Defisiensi Gejala


Besi (Fe) Anemia Diarrhea, kelelahan, nafsu makan hilang

Nafsu makan terganggu, pertumbuhan terhambat,


Tembaga (Cu) Malnutrisi, anemia, neutropenia diarrheaosteomalesi, rambut dan bulu memucat, jalan
ataxis

Pembesaran leher pada anak sapi dan domba,


Iodin (I) Produksi tiroksin pada glandula tiroid menurun
gondok, anak babi tanpa bulu dan anak domba tanpa
pembengkakan pada leher
wol, anak sapi daya hidup tidak ada

Kobalt (Co) Kehilangan nafsu makan, kelemahan,kekurusan, bulu


Defisiensi vitamin B12
kasar, anemia, kerusakan reproduksi

Seng (Zn) Penyakit genetik, stress, traumatik imunitas Pertumbuhan terganggu, parakeratosis, peradangan
anorexia pada hidung dan mulut pada anak sapi

Sumber: McDonald et al.


Keracunan Mineral Mikro Esensial

▪ Keracunan mineral (logam) sering dijumpai pada ternak akibat pencemaran lingkungan oleh
logam berat, seperti penggunaan pestisida, pemupukan, dan pembuangan limbah pabrik.
Mineral yang dapat meracuni ternak meliputi mineral esensial seperti Cu dan Zn serta mineral
nonesensial seperti Hg, Pb, Cd, dan As. Keracunan mineral pada ternak dapat terjadi melalui
injeksi, air minum maupun melalui pakan. Keracunan mineral mempengaruhi produksi, yaitu
penurunan bobot badan, hambatan pertumbuhan, peka terhadap penyakit infeksi, dan kematian.
Di samping itu, residu mineral (logam) dapat menurunkan kualitas produk ternak (Puls 1994;
Darmono 1995; 2001).

▪ Daya racun logam dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kadar logam yang termakan,
lamanya ternak mengkonsumsi logam, umur, spesies, jenis kelamin, kebiasaan makan, kondisi
tubuh, dan kemampuan jaringan tubuh dalam mengkonsumsi logam tersebut (Tokarnia et al.
2000).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi mineral adalah :

1. Kesuburan tanah.
Semakin tinggi kesuburan tanah, semakin tinggi konsumsi mineral. Namun dapat terjadi sebaliknya semakin
subur tanah justru ternak kekurangan mineral. Hal ini dikarenakan tingkat palatabilitas hijuan yg dapat smakin
meningkatkan produktifitas ternak dan tidak diimbangi dg kecukupan mineral.

2. Kualitas hijauan.
Beberapa hijauan menyebabkan tingkat konsumsi mineral meningkat dan hijauan lain sebaliknya. Hal ini
disebabkan terutama. karena perbedaan level mineral dalam hijauan tersebut. Hal ini memperlihatkan
hubungan antara mineral satu dengan mineral lainnnya dapat meningkatkan maupun menurunkan kebutuhan
atau konsumsi. Leguminosa lebih banyak mengandung Ca dibanding rumput. Kadar Ca yang tinggi dapat
menyebabkan kebutuhan P, Mg, Cu, Mn, Zn, Fe meningkat atau Ternak yang digembalakan pada padang
penggembalaan alam (natural pasture) akan mengkonsumsi mineral lebih tinggi daripada bila dilepas pada
padang penggembalaan yang telah diperbaiki (improved pasture).
Lanjutan...

3.Tingkat produksi ternak (tingkat pertumbuhan, jumlah anak, produksi susu, berat sapih dan lain
sebagainya). Hewan yang paling cepat pertumbuhannnya umumnya membutuhkan lebih banyak mineral.
Mereka (umumnya) memperlihatkan gejala defisiensi bila konsumsi mineral tidak mencukupi. Induk dengan
produksi air susu paling banyak, anak yang berat ketika disapih biasanya akan berhenti siklus
reproduksinya atu siklus atau lebih (setelah satu siklus normal) kalau tingkat

4. Palatabilatas campuran mineral yang digunakan. Bila campuran mineral tidak cukup palatabel, hewan
mungkin tidak mengkonsumsi mineral secukupnya. Sebaliknya bila terlampau palatable, hewan mungkin
mengkonsumsi mineral lebih dari kebutuhannya. Ruminansia biasanya tidak memperlihatkan suatu
preferensi terhadap mineral tertenfcu seperti halnya terhadap NaCI. Disamping NaCI, palatabilitas dapat
pula ditingkatkan dengan (misal) bobot badan kapas, fetes (kering), ragi kering {dry yeast culture) dan
lemak. Beberapa produk tersebut disamping untuk palatabilitas, juga dapat mencegah sifat berdebu dari
campuran mineral dan mensuplai energi dan protei.
5.Letak tempat (box) terminal.
Tempat mineral hendaknya bebas dari hijauan. Mineral yang kena air dapat menggumpal dan ditumbuhi
jamur serta dapat menurunkan tingkat konsumsi.

6. Genetik
Sudah banyak laporan tentang hubungan genetik dan nutrisi. Suatu breed atau strain membutuhkan
mineral lebih rendah atau lebih tinggi dibanding dengan breed atau strain lainnnya. Merino umumnya
membutuhkan lebih banyak Cu dibanding breed Inggris.

7. Jenis dan level produksi.


8. Level dan bentuk ikatan kimia dari elemen.
9. Proses adaptasi.
10. Umur
11.Hubungan dengan zat makanan lain.
Kesetimbangan Mineral
Cara terbaik untuk menentukan kesitimbangan mineral adalah dengan menghitung pemasukan.
Kesetimbangan mineral adalah selisih netto antara total konsumsi mineral dengan kehilangan mineral pada
suatu periode tertentu. Seekor ternak selama hidupnya mengalami kelebihan dan kekurangan mineral.

Tabel berikut menunjukkan bahwa kandungan Kalsium ransum hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
sapi muda yang sedang tumbuh, tetapi saat sapi dewasa dan menghasilkan air susu, mineral Kalsium harus
diambil pula dari cadangan tubuh. Kehilangan mineral Kalsium terutama melalui feaces sedangkan
kehilangan melalui urine hanya sedikit.

Ternak memperoleh mineral dari tiga sumber, yaitu : tanaman, air dan tanah. Sebagian besar mineral
diperoleh ternak dari tanaman dengan perkecualian pada daerah yang mengandung mineral yang berasal dari
air tanah sebagai sumber utama mineral. Selain melalui feses, urin dan air susu kehilangan mineral tubuh
dapat pula terjadi melalui sekresi keringat, pembentukan kuku dan tanduk, kehilangan darah akibat
pendarahan (saat partus dan sebagainya) atau yang disebabkan oleh infeksi parasit baik internal maupun
eksternal berkaitan dengan.
Kesetimbangan Kalsium
Item Sapi muda sedang tumbuh Sapi dewasa awal laktasi
(tidak bunting
Berat badan 100 280
Konsumsi bahan kering
(kg/hari) 2,8 6,0
Pertambahan bobot badan
(kg/hari) + 0,4 - 0,1
Produksi susu (kg/hari) - 10,0

Konsumsi Kalsium 16,8 36,0


Kalsium yang keluar:
- Feses 14,8 27,0
- Urin 0,3 0,5
- Susu 0,0 10,0
- Total 15,1 40,5

Kesetimbangan + 1,7 - 4,5


Distribusi dan Penyimpanan Mineral
Setiap jaringan mengandung mineral yang berbeda baik jenis maupun jumlahnya. Sebagai contoh
99% Kalsium tubuh terdapat pada tulang dalam bentuk kristal hidroksi apatit. Di dalam tulang, pertukaran
Kalsium terjadi dengan cepat pada bagian diantara cairan antar sel dengan fase aqueous (hidration shell)
yang menekuk ke dalam kristal. Sedangkan di bagian permukaan kristal pertukaran Kalsium terjadi
sangat lamban.
Sekitar 30% Kalsium terdapat dalam bentuk tidak dapat terdifusi karena terikat oleh protein; 53 %
dalam bentuk ion kalsium dan 17 % sebagai biokarbonat, sitrat dan fosfat kompleks.
Defisiensi ataupun ketidak seimbangan mineral untuk ruminansia telah dilaporkan di hampir
seluruh penjuru daerah tropis. Mineral yang umum diketahui atau dicurigai defisiensi adalah P, Co, Se
dan Zn dan mungkin S sedangkan yang dicurigai berlebihan adalah Mn.
Beberapa mineral yang lain yang dikenal toksis bagi ruminansia antara lain adalah As, Pb, Cd, Hg
dan Al. Di beberapa daerah, didapatkan konsentrasi Cu, F, Mn, Mo dan Se pada level toksis pada
ruminansia di padang penggembalaan.
Konsumsi nineral yang berlebihan dapat pula menyebabkan keracunan, meskipun dibandingkan
dengan zat lain, konsumsi tersebut relatif kecil. Gambar 4 menunjukkan adanya tiga fase respon oleh
ternak akibat konsumsi mineral.

Pada fase defisiensi, konsumsi mineral akan memberikan respon terhadap perbaikan kondisi. Pada
fase ini termasuk stadia sub-klinis dimana tidak tampak gejala defisiensi yang jelas, namun akan
memberikan respon berupa peningkatan nafsu makan atau aktivitas.

Fase toleran terjadi dimana ternak tidak menunjukkan respon terhadap peningkatan konsumsi
mineral.

Pada fase toksisitas, peningkatan konsumsi mineral akan menyebabkan tampaknya gejala sub-klinis
hingga gejala berat yang akan diikuti dengan kematian
Gambar 4. Hubungan konsumsi mineral dengan respon ternak
Beberapa jaringan cairan tubuh yang dapat digunakan untuk diagnosa defisiensi atau keracunan mineral
Element Kebutuhan Level
sapi perah sapi pedaging Jaringan Kritis
Defisiensi
Ca 0,54 % 0,18-0,18 % Tulang 24,5 %
(Bebas Lemak) Abu Tulang 37,6 %
Plasma 8 mg/100ml
Serum 1-2 mg/100ml

Mg 0,20 % 0,40-0,10 % Urine 1-10mg/100ml


Tulang 11,5 %
(Bebas Lemak) 17,1 %
P 0,38 % 0,18-0,70 % Abu Tulang Plasma 4,5mg/100ml

K 0,80 % 0,60-0,80 % Saliva 100-200mg /100ml


Na 0,18 % 0,06 % Hati 0,05-0,07 ppm
S 0,20 % 0,10 % Hati 0,625-75 ppm
Co 0,10 ppm 0,5-0,10 ppm Serum 0,65μg/hari
Cu 10 ppm 4 ppm Air susu 300 μg/hari

I 0,50 ppm Hb 10 g/100ml


Fe 50 ppm 10 ppm Transferin 13,5 % jenuh
Hati 6 ppm
Mn 40 ppm 1-10 ppm Hati 0,25 ppm
Se 0,1 ppm 0,1 ppm Serum 0,03 μg/ml
Bulu 0,25 ppm

Zn 40 ppm 20-30 ppm Serum 0,6-0,8 μg/ml

Keracunan
Cu 80 ppm 115 ppm Hati 700 ppm
F 300 ppm 40 ppm Tulang 4500-5500 ppm
Mu 1000 ppm 150 ppm Bulu 70 ppm
Mo 6 ppm 10 ppm Hati 4 ppm
Se 5 ppm 5 ppm Bulu 10 pmm
Sumber beberapa unsur mineral, kadar dalam bahan dan ketersediaan bagi tubuh (Mc Dowell et al, 1983).
Unsur Sumber mineral Kadar dalam bahan (%) Ketersediaan dalam tubuh
Ca Tepung tulang 29 Tinggi
Bantuan posfat (tanpa F) 29,2 Cukup
CaCo3 40 Cukup
Fosfat lunak 18 Rendah
Batu kapur digiling 38,5 Cukup
Batu kapur dolomit 22,3 Cukup
CaH2PO4 16,2 -
Ca3(PO4)2 32,5 -
Ca2H(P04) 23,3 Tinggi
Hijauan kering Rendah
13,3
P Batuan fosfat (tanpa F) 19,8 Cukup
CaH2PO4 18,5 Tinggi
Ca2(HPO)4 18 Cukup
Ca3(PO4)2 24 -
H3(PO)4 23 Tinggi
Na3(PO4) 22,8 Tinggi
K3(PO4) 9 -
Fosfat (lunak) 12,6 Rendah
Tepung tulang (direbus) Tinggi
50,5
Co CoCO3 21 Tinggi
CoSO4 24,7 Tinggi
CoCl2 Tinggi
63,5
I CaI2 Dapat tersedia tapi labil
69 Tinggi
KI
53 Tidak tersedia
Fe Fe2O3 25 Tinggi
FeSO4 39 Rendah
FeCO3
24,5 Tinggi
Lanjutan...
Unsur Sumber mineral Kadar dalam bahan (%) Ketersediaan dalam tubuh

Mg MgCO3 12 Tinggi
MgCL2 57 Tinggi
MgO 13,4 -
MgSo4 11 Tinggi
K1Mg1SO4
27 Tinggi
Mn MnSO4 57 Tinggi
Mn2O
50 Tinggi
K KCL 41 Tinggi
K2SO4 18 Tinggi
K1Mg1SO4
40 Tinggi
Se Na2Se2O3 45,6 Tinggi
Na2Se2O2
16,1 Rendah
S CaSO4 (gypsin) 28 Tinggi
K2SO4 22 Tinggi
K1Mg1SO4 10 Sedang
Na2SO4 22 -
Na2SO4 (anhydrons)

52 Tinggi
Zn ZnCO3 48 Cukup
ZnCl2 29 Tinggi
ZNSO4 59,5 Tinggi
ZnO
Mendiagnosa ketidakseimbangan mineral
Ketidakseimbangan mineral pada ternak dapat berkisar dari yang tidak terlihat gejalanya (sub-klinis) sampai yang
sangat jelas gejalanya (akut) oleh defisiensi ataupun karena keracunan. Kejadian sub-klinis sukar didiagnosa, dapat
terjadi di daerah lebih luas dengan populasi yang lebih banyak dan biasanya tidak dapat dibedakan dengan problema
energi, protein ataupun problema parasite.

. Banyak cara telah digunakan untuk diagnosa mineral yang tidak memperlihatkan gejala patologis jelas termasuk
pemeriksaan tanah, air, tanaman, jaringan atau cairan tubuh hewan dengan berbagai tingkat keberhasilan. Yang
paling baik adalah dengan melihat respon dengan suplementasi mineral tertentu, tetapi terkadang mahal dan
memakan waktu yang lama.

Contoh jaringan dapat menjadi alat diagnosis yang berdaya guna sedang pada contoh darah kurang baik untuk
kebanyakan mineral karena mekanisme homeostatik dalam tubuh.
Defisiensi mineral dapat terjadi keadaan :
- fertilitas yang rendah.
- pertumbuhan lambat.
- penyakit
- deformasi tulang.
-produksi yang rendah
Status Mineral

Untuk mengukur status mineral, apakah telah memenuhi kebutuhan atau tidak, bisa
dilakukan dengan mendiagnosa bbrp mineral di hati.

Konsentrasi tembaga, mangan, selenium, dan seng yg ada di hati memberikan indikasi
terbaik dari status mineral.
Sampel darah dapat juga digunakan untuk mendeteksi status mineral, namun
sering tidak dapat diandalkan kecuali jika ternak sangat kekurangan.

Darah atau komponen darah dapat digunakan sebagai alat skrining awal
untuk defisiensi mineral. Analisis darah terkadang digunakan untuk tembaga,
yodium, besi, selenium, dan seng.
Analisis mineral dalam susu dan urin jarang dipakai dalam penilaian status
mineral. Namun, molibdenum dan yodium dalam susu merupakan
pengecualian.

Kandungan mineral pada rambut, wol, dan kuku tidak memenuhi standar
referensi, karena di bagian ini terlalu lambat responnya terhadap asupan,
disamping juga mudah terkontaminasi.
Sumber Mineral
Beberapa sumber mineral untuk ruminansia
1. Hijauan (bahan pakan)
Pada umumnya, pakan yang diberikan hanya hijauan saja (di padangan dengan merumput sendiri atau ternak
yang dikandangkan), kurang memenuhi kebutuhan mineral yang diharapkan.
2. Air
Umumnya air bukan merupakan sumber mineral utama meskipun semua mineral esensial dapat ditemukan dalam
air.
3. Tanah
Hewan kadang-kadang memakan tanah meskipun sangat sedikit.
4. Mineral suplemen
Secara umum disarankan unfcuk menyediakan ternak dengan bata atau mineral Block yang baik (ternak yang
merumput) atau dengan campuran mineral (ternak yang dikandangkan).
Beberapa sumber mineral, kadar di dalam bahan dan kemampuan menyediakan unsur bagi tubuh menurut
McDowell at al. 1983 disajikan pada tabel berikut.
Contoh Kebutuhan mineral untuk sapi potong
Selanjutnya tentang peran masing2 mineral lebih
jauh bisa dilihat di buku ajar bab Mineral
DAFTAR BAHAN BACAAN

Anonymous. 2008. Mineral Interactions and Supplementation for Beef Cows. 08 December
2008http://www.thebeefsite.com/articles/1787/mineral-interactions-and-supplementation-for-beef-
cows/.

Davis, G.K. and W. Mertz. 1987. Copper. p. 301− 364. In W. Mertz (Ed.) Trace Elements in Human
and Animal Nutrition. Academic Press, Inc. San Diego, CA.

E. Kebreab1 and D.M.S.S. Vitti. Mineral Metabolism.


1Centre for Nutrition Modelling, Department of Animal & Poultry Science, University of Guelph,

Guelph, Ontario, N1G 2W1, Canada; 2Animal Nutrition Laboratory, Centro de Energia Nuclear na
Agricultura, Caixa Postal 96, CEP 13400-970, Piracicaba, SP, Brazil

Pebriana wulandari . https://pebrianawulandr.wordpress.com/2015/06/12/metabolisme-mineral-pada-


ternak-ruminansia/ Diposkan pada 12 Juni 2015

Piliang, W. G. 2002. Nutrisi Vitamin. Volume I. Edisi ke-5. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor

Soebarinoto, Chuzaemi S., Mashudi. 2000. Ilmu Gizi Ruminansia. Diktat. Fakultas Peternakan.
Universitas Brawijaya.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai