TERNAK RUMINANSIA
Oleh:
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
SISTEM Penilaian
• UTS 30%
• UAS 30%
• Tugas 10%
• Quiz 10%
• Praktikum 20%
Total 100%
Penilaian
Nilai Angka Nilai Huruf Bobot
80 – 100 A 4
75 – 79.99 B+ 3.5
69 – 74.99 B 3
60 – 68.99 C+ 2.5
55 – 59.99 C 2
50 – 54.99 D+ 1.5
44 – 49.99 D 1
0 – 43.99 E 0
KONTRAK
PERKULIAHAN
diserap
Kenapa dimanfaatkan
Perlu Hidup pokok
Dipelajari ? Untuk
Produksi
BM Hijauan mekanis
[ membawa : Butiran dicerna fermentatif
KH, PK. LK. dsb] enzimatis
senyawa
sederhana
Diserap tubuh
Sintentis:
Potein Hidup pokok
Lemak Produksi
tulang Daging
air, dsb Susu
Wool
Kulit, dsb.
mulut Lidah
pharinx Gigi
oesophagus Kel. Saliva
lambung Hati
Usus halus
Usus besar pankreas
anus
LAMBUNG NYA ADA 4 YAITU :
Browser: makan
• Ruminansia ranting & semak (rusa
& kerabatnya )
Keduanya (kambing)
Ternak ruminansia terdiri dari ruminansia besar di antaranya
sapi dan kerbau dan ruminansia kecil di antaranya kambing
dan domba.
Tingkah laku makan pada ternak dipengaruhi oleh jenis pakan, umur ternak, suhu
lingkungan dan keadaan gigi sapi (Ensminger et al., 1990). Manajemen atau cara
pemberian pakan dapat mempengaruhi aktivitas dan tingkah laku makan sapi (De
Vries et al., 2007). Daya cerna tinggi akan meningkatkan laju pakan (Tillman et al.,
1998).
Ruminansia berasal dari kata ruminate yang berarti mengunyah berulang.
Proses ini disebut proses ruminasi yaitu suatu proses pencernaan pakan yang
dimulai dari pakan dimasukkan ke dalam rongga mulut dan masuk ke rumen setelah
menjadi bolus-bolus yang akan dimuntahkan kembali (regurgitasi), dikunyah kembali
(remastikasi), lalu ditelan kembali (redeglutasi) dan dilanjutkan proses fermentasi di
rumen dan ke saluran berikutnya. Proses ruminasi berjalan kira-kira 15 kali sehari,
dimana setiap ruminasi berlangsung 1 menit – 2 jam (Prawirokusumo, 1994). Ternak
lebih banyak melakukan aktivitas ruminasi dalam keadaan berbaring (65-80%) dari
total waktu ruminasi (Hafes, 1975). Tingkat kecernaan merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi lama ruminasi. Degradasi pakan yang cepat 7 dengan
jumlah yang banyak di dalam rumen menyebabkan pakan yang perlu dikunyah
kembali lebih sedikit sehingga aktivitas ruminasi lebih sedikit (Wodzicka-
Tomaszeweka et al., 1991). Nilai kecernaan yang tinggi akan mempercepat proses
degradasi pakan dalam rumen dan ternak lebih sedikit melakukan ruminasi (Tiyoso,
2013).
ANATOMI DAN FUNGSI SALURAN
PENCERNAAN RUMINANSIA
SALURAN PENCERNAAN:
- Mulut
- Esofagus
- Lambung: Rumen, Retikulum, Omasum,
Abomasum
- Usus halus
- Usus Besar (Kolon)
- Rektum
Perbedaan saluran pencernaan pada ternak :
ruminansia
Non ruminan
mulut mulut
oesophagus oesophagus
rumen
om
ret proventriculus gizzard
(lambung sejati) (ventriculus)
abo
Usus
Usus
halus
halus
caecum
caecum
colon colon
Secara anatomis + fisiologis anus
Ruminan Non Ruminan
BEDA
Lambung
Lambung
4 bagian Proses pencernaan berbeda 1 bagian
r/rt/o -> perut depan
Ab -> sejati
MULUT
• Fungsi saliva:
a. membantu penelanan
b. buffer (ph 8,4 – 8,5)
c. suplai nutrien mikroba (70% urea)
Rongga Mulut
- Fungsi:
- tempat permulaan pencernaan enzimatis
(perut sejati)
- Mengatur arus digesta dr abomasum ke
duodenum
Abomasum
Mensekresikan enzime:
- Amilase : alfa amilase, maltase, sukrase
• BK : 10 – 15%
• BJ : 1,022 – 1,055
• Suhu : 39 -41ºC
• pH : 6,8 – 7,0
• Kapasitas penyangga : 5,5 – 7,8
• Redox potensial : - 350 mV
• Tekanan osmose : 350 – 400 m osmol/kg (hipotonik terhadap
plasma darah)
• Senyawa terlarut: Na, K, Cl, VFA, N
• Gas : CO2, CH4, N2, O2, H2, H2S
• An-aerob
Komposisi gas di dalam rumen:
• CO2 : 65,35%
• CH4 : 26,76%
• N2 : 7,0 %
• O2 : 0,56%
• H2 : 0,18%
• H2S : 0,01%
Kondisi lingkungan rumen bervariasi
tergantung:
1. Pakan
2. Konsumsi air
3. Saliva
4. Mikroba
5. Digesti
6. Absorbsi
Agar fermentasi berjalan baik:
Mikroba rumen:
• Hidup an-aerob: dalam cairan rumen dan pada partikel
pakan
• Fakultatif an-aerob: dorsal rumen dan di epitelium dinding
rumen
• Adanya fakultatif ini yg bisa menyerap oksigen sehingga bs
menurunkan O2 di rumen
FUNGSI MIKROBA RUMEN
• Melaksanakan fermentasi
• Membentuk vitamin B komplek dan Vitamin K
• Sumber protein bagi ternak induk semang
PEMBAGIAN ZONA RUMEN (SCARA
MIKROBIOLOGI)
rods
cocci
Spirochete
filamentous
Ukuran: 25 – 100 µ
± 20 spesies
Klasifikasi: berdasar morfologi
Lokasi: - >> aktif (tidak menempel di pakan)
Sensitif terhadap oksigen
Bersilia
Memakan bakteri dan protozoa yang lebih kecil, →
mengurangi pasok protein kedalam saluran pencernaan pasca
rumen
• Rumen
• Rumen protozoa
protozoa
– Most
– Most are ciliated
are ciliated
– Families
– Families
• Isotrichidae
• Isotrichidae (Holotrichs)
(Holotrichs)
– Cilia– over
Ciliaentire
over entire
body body
– Genuses
– Genuses
» Isotricha
» Isotricha
» Dasytricha
» Dasytricha
• Orphryscolidae
• Orphryscolidae (Oligotrichs)
(Oligotrichs)
– Cilia– inCilia
mouthin mouth
regionregion
– Genuses
– Genuses Photos courtesy M. Rasmussen and
» Entodinium
» Entodinium S. Franklin, USDA-ARS
» Eudiplodinium
» Eudiplodinium
» Epidinium
» Epidinium
» Ophryoscolex
» Ophryoscolex
http://www.rowett.ac.uk/ercule/html/rumen_protozoa.html
Klasifikasi Protozoa Rumen
- Ordo : 1. Holotricha
2. Oligotricha (Entodiniummorphs)
1. Holotricha :
- Genus :
1. Dasytricha: spesies → Dasytricha ruminansium
2. Isotricha: spesies → - Isotricha intestinalis
- Isotricha prostoma
Klasifikasi Protozoa Rumen
2. Oligotricha (Entodiniummorphs)
- Genus :
1. Diplodinium
2. Entodinium
3. Ophyroscolek
1. Holotricha
2. Pakan
- >> hay → >> isotricha
>> dasytricha
• Advantages of protozoa
• Disadvantages of protozoa
– Increased cellulose digestion
• 25 – 33% of total cellulose
– Increased rumen protein
digestion turnover
• Mechanisms • Reduced efficiency of
protein use
– More active than
bacteria? • Increased rumen [NH3]
– Provide NH3 to bacteria – Increased CH4 production
– Remove O2 – Development of more
– Slower fermentation of virulent strains of pathogenic
starch and sugars bacteria
– Greater VFA production
– Increased transport on
conjugated linoleic acid (CLA)
and trans-11 (18:1) fatty acid
to duodenum and meat and
milk
• Net effects of defaunation
– Increased daily gains
– Improved feed efficiency
– Decreased OM and cellulose digestion
– Increased total and microbial protein flow to the duodenum
– Decreased pH on high concentrate diets, but increased pH on high
forage diets
• pH response to defaunation = 0.31 – 0.006 x % concentrate in diet
– Increased production of propionic acid and decreased production of
butyric acid
– Increased rumen volume and liquid outflow rate
• Rumen fungi
– Species
• Neocallismatix frontalis
• Sphaeromonas communis
• Piromonas communis
• Orpinomyces joyonii
– Occurrence
• Appear 8 – 10 days after birth
• More prevalent on grasses than legumes
• May be related to sulfur supplementation
• Function
– Fiber digestion
» Enzymes identified
Cellulases
Xylanases
Lichenase
Mannanase
Feruloyl esterase*
http://www.goatbiology.com/animations/funguslc.html
• Establishment of the rumen microbial population
– At birth, rumen has no bacteria
– Normal pattern of establishment
Appear Peak Microorganisms
5-8 hours 4 days E. coli, Clostridium welchii,
Streptococcus bovis
½ week 3 weeks Lactobacilli
½ week 5 weeks Lactic acid-utilizing bacteria
½ week 6 weeks Amylolytic bacteria
Prevotella-wk 6
1 week 6-10 weeks Cellulolytic and
Methanogenic bacteria
Butyrvibrio-wk 1
Ruminococcus-wk 3
Fibrobacter-wk 1
1 week 12 weeks Proteolytic bacteria
3 weeks 5-9 weeks Protozoa
- 9-13 weeks Normal population
• Factors affecting establishment of population
– Presence of organisms
• Normally population is established through animal-to-animal
contact
• Bacteria may establish without contact with mature ruminants
– Establishment of protozoa requires contact with mature ruminants
– Favorable environment
• Substrates and intermediates
• Increased rumen pH
• Digesta turnover
Ruminococcus species
• Gram + non motile cocci
• 2 cellulolytics: R. albus and R. flavefaciens
• Most active degraders of plant fiber
Bacterium attacking a plant fiber. Photo by Lydia
Joubert. USDA publication.
Protazoa with bacterium on the underside and a fungal spore center.
Photo by Mel Yokoyama & Mario A. Cobos. USDA publication.
METABOLISME KARBOHIDRAT
Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya
Mkanan : 6 zm.
Masing2 sumber energy , protein dst.
Tujuan makan unt dapet energy dst
Contoh kalian dst.
KH di ruminant :
Dicerna : 2 proses kmd di metabolism : 2 proses
Di ruminant :
KH>> VFA >> diserap>> ke hati (AKG)>>> energi
VFA mencapai 80 persen dan 20 persen merupakan energi yang
terbuang dalam bentuk produksi gas C0 2, CH4 dan energi dalam
bentuk ATP ATP 6,2 % dr yg hilang.
Feed
Hijauan
Konsentrat KH
Otot/daging
APB
KHM
Glukosa
• Selulosa
• Hemiselulosa
• Pati
• Pektin
Selulosa (>>Hijauan)
Hemiselulosa (>>Hijauan)
Pati (>>konsentrat)
Pektin (>konsentrat)
SELULOSA
Lignin
Silika
Kristalinitas
Kadar N
Kadar lemak
Lama kontak dengan mikroba
Alkali treatment
Hemiselulosa
Frekuensi feeding
Macam pati :
– Rantai lurus (amilosa : kurang larut)
– Rantai bercabang (amilopektin : mudah larut)
Metabolisme KH. pd Ternak
Absorption into
blood circulation
DEGRADASI KH DI DALAM RUMEN
Karbohidrat merupakan komponen utama dalam ransum ternak ruminansia
60 – 75 % ransum ruminansia KH
Hasil lain : ± 5 %
H2 (hidrogen) digunakan.
Gas hidrogen dan CO2 merupakan prekursor
– Asam iso butirat utama sintesis gas metan yang sesungguhnya
tidak bermanfaat untuk ternak.
– Asam iso valerat Maka dari itu proses fermentasi dalam rumen
yang mengarah pada sintesis asam propionat
– Asam laktat akan lebih menguntungkan karena produksi
CH4 bisa ditekan dan akan meningkatkan
efsiensi penggunaan energi pakan.
Jumlah komponen utama VFA (asetat, propionat, dan butirat) yang terbentuk
dalam rumen serta proporsi relatifnya sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh
faktor makanan seperti komposisi ransum, terutama rasio antara hijauan dan
konsentrat, bentuk fisik makanan, tingkat konsumsi, frekuensi pemberian pakan
dan tipe fermentasi sebagai akibat perbedaan populasi mikroba yang
berkembang sebagai pengaruh langsung dari zat makanan yang diberikan.
Menurut Forbes dan France (1993) konsentrasi VFA total dalam cairan rumen
umumnya berkisar antara 70 – 130 mM. Nisbah asam asetat, asam propionat
dan asam butirat pada pakan dengan kandungan hijauan /serat yang tinggi
adalah 70 : 20 :10. Tingginya konsentrasi asetat dalam cairan rumen sangat erat
kaitannya dengan tingginya proporsi hijauan atau pakan serat yang dikonsumsi.
Di hati asam ini diubah menjadi glukosa. Sebagian glukosa disimpan di hati
sebagai glikogen hati dan sebagian lagi menjadi alfa gliserolfosfat untuk
digunakan sebagai koenzim pereduksi dalam sintesa lemak tubuh, sebagai
sumber energi, dan dalam tubuh disimpan sebagai glikogen otot.. Oleh sebab
itu asam propionat disebut juga asam yang bersifat glukogenik karena dapat
dikatabolisme menjadi glukosa atau sebagai sumber glukosa tubuh . Asam
lemak glukogenik dapat dipakai sebagai konstanta yang dinamakan sebagai
non glukogenik ratio (NGR)
Michel A. Wattiaux
Babcock Institute
Louis E. Armentano
Department of Dairy Science
Babcock Institute Univ.Wisconsin Madison
Asam Lemak Terbang atau VFA yang dihasilkan didalam rumen dan merupakan
sumber energi bagi ternak ruminansia, akan diserap sebagian besar dalam
retikulum (75 %) kemudian masuk kedalam darah. Sebagian lagi akan diserap oleh
abomasum dan omasum ( 20 % ) dan usus halus ( 5 % ).
Semakin panjang rantai aton C nya maka semakin cepat laju absorbsinya,
sehingga urutan absorbsinya adalah asam butirat, asam propionat dan asam
asetat. Asam butirat pada rumen akan diserap melalui dinding rumen untuk masuk
ke dalam darah guna dikonversi menjadi β-hidroksibutirat, sedangkan asam
propionat akan dikonversi menjadi asam laktat. Hal ini terjadi karena peran enzim-
enzim tertentu yang ada di dalam sel-sel epitel rumen. β-hidroksibutirat dapat
digunakan sebagai sumber energi bagi sejumlah jaringan, seperti otot kerangka
dan hati.
Produksi Gas Methan
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi VFA didalam Rumen antara lain adalah :
1. Makanan serat (sumber hijauan) yang tinggi dalam ransum akan memproduksi lebih banyak asam
asetat dari pada asam propionat sehingga lebih sesuai untuk ternak sapi perah guna menghasilkan
produksi susu dengan kadar lemak tinggi.
2. Makanan pati (biji-bijian/ konsentrat) yang tinggi dalam ransum akan memproduksi lebih banyak
propionat dan ini sesuai dengan ternak untuk tujuan penghasil daging ( sapi potong ).
3. Rasio antara konsentrat dan hijauan pakan.
4. Bentuk fisik atau ukuran partikel pakan.
5. Jumlah intake atau konsumsi.
6. Frekuensi pemberian pakan.
7. Faktor lain yang mempengaruhi VFA adalah : volume cairan rumen yang berhubungan dengan saliva
dan laju aliran air di dalam darah.
8. Konsentrasi VFA rumen diatur oleh keseimbangan antara produksi dan penyerapan. Konsentrasi
meningkat setelah makan, sehingga akibatnya pH menurun.
9. Puncak fermentasi : 4 jam setelah makan (jika hijauan ditingkatkan), namun lebih cepat ( lebih dari 4
jam) jika konsentrat ditingkatkan
10. pH rumen normal ( untuk pertumbuhan mikroba optimal ) : 6.0 – 7.0 ; yang dipertahankan oleh
kapasitas saliva dan penyerapan VFA.
11. Faktor-faktor yang juga mempengaruhi produksi VFA ini antara lain adalah Konsentrasi VFA itu sendiri
didalam rumen
Metabolisme VFA di dalam Jaringan Tubuh Ternak.
1. Sumber utama energi di jaringan syaraf terutama di otak dan sel-sel darah merah.
2. Untuk metabolisme otot dan produksi glikogen (persediaan energi di otot dan di hati).
3. Pada ternak laktasi glukosa digunakan untuk prekursor utama dari pembentukan laktosa
dan gliserol (komponen lemak susu) dan untuk suplai nutrisi pada janin. Kebutuhan
glukosa akan meningkat pada akhir kebuntingan.
4. Untuk pembentukan co enzym NADPH
Carbohydrate Digestion
in Ruminants
Rumen:
Microbes attach to (colonize) fiber
components and secrete enzymes
Cellulose, hemicellulose digested by cellulases
and hemicellulases
Complex polysaccharides are digested to yield
sugars that are fermented to produce VFA
Starches and simple sugars are more rapidly
fermented to VFA
Protozoa engulf starch particles prior to
digesting them
Microbial Populations
Sugars
ADP
Catabolism
ATP
NADP+
in rumen:
VFA NADPH
CO2 Growth
CH4 Maintenance
Heat Replication
a
Ruminant Carbohydrate
Digestion
Small Intestine
Secretion of digestive enzymes
Digestive secretions from pancreas and liver
Further digestion of carbohydrates
Absorption of H2O, minerals, amino acids, glucose,
fatty acids
GLUKOSA XILOSA
PHOSPAT
FRUKTOSA-P
PYRUVAT AS.LAKTAT
Glukose Sukrose
Glukose 1- fosfat
CO2 H2 Malat
Laktil Metil malonil
Malonil AsetoAsetil KoA KoA
Metane KoA KoA
Akrilil Fumarat
KoA
Beta hidroksi
butiril KoA Propionil Suksinat Suksinil
KoA KoA
Krotonil
KoA
Asetil Fosfat
Butinil
KoA
Glucose
Short-chain fatty acids produced by microbes
- Rumen, cecum, colon
3 basic types:
O O O
CH3 C CH3 CH2 C CH3 CH2 CH2 C
O– O– O–
Acetate
– Energy
– Fatty acid synthesis
Propionate
– Energy
– Gluconeogenic – glucose synthesis
Butyrate
– Energy
– Rumen epithelial cells convert to ketone (beta
hydroxybytyrate)
Overview
– Acetate and butyrate are the major energy sources
(through oxidation)
– Propionate is reserved for gluconeogenesis
– Acetate is the major substrate for lipogenesis
Propionate is also lipogenic (though glucose)
Overview of Carbohydrates and Ruminants
Rumen
Propionate Acetate
Butyrate
_____________________________________________
Blood Amino Acids Fatty Acids
Glucose
_____________________________________________
Tissue Protein Lactose Fat
Carbohydrate Digestion and Absorption
Ruminant vs. Monogastrics
Tipe pakan :
– > Pati : Propionat meningkat, CH4 turun
– > Selulosa : asetat meningkat, CH4 meningkat
Prosessing (grinding, pelleting): propionat
meningkat
Penambahan aditif (rumensin) : propionat
meningkat, CH4 turun
pH: mempengaruhi mikroba → proporsi VFA
Penambahan tanin , saponin : CH4 turun
ABSORBSI
LAKTAT (5-20 %)
– As. BUtirat + BHBA Butirat
Iso butirat
BHBA
– As. Valerat As. Valerat As. valerat
Proses-Proses dalam metabolisme
karbohidrat(1)
Glikolisis
oksidasi glukosa asam piruvat
* terjadi dalam sitosol
* kondisi anaerob
Hexosa Monophosphat Shunt = HMP =
Pentosa Phosphate = Phospho Gluconat
(jalur lain glikolisis) untuk oksidasi
glukosa
Proses-Proses dalam metabolisme
karbohidrat (2)
Siklus Krebs
Glikogenolisis / Glikogenesis
glikogen glukosa
Glukoneogenesis
pembentukan glukosa dari sumber non KH
Glukogenesis : Sintesis glukosa dari KH
Oksidasi Piruvat Asetil Ko.A
Jalur Lain Metabolisme Glukosa
Jalur reaksi :
kondensasi dr asetil-CoA dg oksalat →
sitrat dikarboksilasi → alfaketoglutarat,
dikarboksilasi → suksinat → dioksidasi →
fumarat, dehidrasi → malat dioksidasi →
oksaloasetat
Gb. Jalur Siklus Krebs (TCA Cycle)
Glukoneogenesis
Secara teoritis :
energi pembakaran glukosa = 690 kkal / mol
34 ATP
VFA (2) :
MATERI
Dosen Pengampu :
Tim MK. Ilmu Nutrisi Ruminansia
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
1
MALANG
Materi Pembelajaran :
Pencernaan dan metabolisme protein pada ternak ruminansia
1. Pakan (Eksogen,33 % )
⮚Nitrogen Protein
⮚Suplemen Protein (Bungkil kedelai, legume dsb)
2. Endogenous (Endogen,66% ):
⮚Saliva
⮚Sel dinding rumen
⮚Enzim
⮚mucus
•
PENCERNAAN DAN METABOLISME PROTEIN.. APA BEDANYA??
PENCERNAAN METABOLISME
Protein pakan sebelum dimanfaatkan ternak, akan mengalami perubahan dalam saluran
pencernaan :
Adalah N yg bukan ammonia, seperti peptida dan asam amino. NAN ini juga
bisa mengalir ke usus halus
8. Protein mikroba
Adalah fraksi protein yang berasal dari sel tubuh mikroba rumen.
Mikroba rumen menggunakan ammonia, asam amino dan peptide untuk
mensintesis protein tubuh mikroba itu sendiri. .
Pengelompokan Protein (Berdasarkan Cornell system)
CRUDE PROTEIN
RDP UDP
Metabolizable
Protein
UnUsed Protein
Baiklah, sekarang saya akan langsung menceritakan terlebih dahulu bagaimana
nasib protein pakan setelah dikonsumsi ternak dimana protein pakan tersebut akan
mengalami perubahan dalam saluran pencernaan yg disebut dengan metabolisme
yaitu katabolisme (pemecahan protein pakan menjadi peptide, AA dan NH3) dan
anabolisme (sintesis AA menjadi protein jaringan tubuh sperti otot, susu, lemak
tubuh dsb).
Michel A. W(attiaux
Babcock Institute,
https://federated.kb.wisc.edu/images/group226/527
45/5. ProteinMetabolisminDairyCows.pdf)
Selanjutnya kita bahas bagaimana AA yg sdh tersaji di usus halus diserap
dan digunakan untuk sintesis jaringan tubuh.
Protein
Abomasum+Usus Halus
Protein
Peptidase+pepsin Asam amino
Susu
AA Di Metabolisme Anabolisme Produksi
Fetus
Katabolisme
Protein wool
HAT
I senyawa
sederhana
Energi dan urea
DIPEPTIDA
Konsentrat N
Urea
Otot/daging
SALIVA
Protein Susu
UDP Produksi
RDP Fetus dst
UREA Peptida
AA
Amonia
NH3 NH3 Pool NH3
berlebih
idiserap
dinding
Mikroba
rumen
UREA
masuk ke AA
hati MP
Hati
Urine
- Konsentrasi minimum NH3 untuk SPM adalah 5 mg% atau setara dengan 3.74 mM.
- Konsentrasi Optimum NH3 HARUS lebih tinggi yaitu 20 mg% atau setara dengan
14.29 Mm, agar populasi dan keaktifan mikroba lebih tinggi sehingga pakan serat
rendah protein akan dicerna lebih baik
Matching Protein
and
Energy Sources
Rumen VFA from Carbohydrate Sources
Pemanfaatan urea sebagai sumber N untuk ruminansia:
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian NPN saja pada sapi perah sebagai satu-satunya
sumber nitrogen, masih memperoleh produksi 580 g protein susu berkualitas tinggi setiap hari
atau 4000 kg susu selama masa menyusui.
Michel A. Wattiaux
Babcock Institute, https://federated.kb.wisc.edu/images/group226/52745/5.
ProteinMetabolisminDairyCows.pdf)
PENGGUNAAN NPN (UREA) BAGI RUMINANSIA
UREASE
UREA NH3 + CO2
MIKROBA RUMEN
ENZIM
KARBOHIDRATVFA + AS. α-KETO
MIKROBA RUMEN
ENZIM
NH3 + AS. α-KETO ASAM AMINO
MIKROBA RUMEN
ENZIM
ASAM AMINO PROTEIN MIKROBA
MIKROBA
ENZIM
PROTEIN MIKROBA AS. AMINO BEBAS
ABOMASUM+USUS KECIL
H2N
C=O BIURETASE
HN UREA + NH3+ CO2
C=O
H2N UREASE
BIURET
NH3+ CO2
Keracunan Urea
Terjadi bila NH3 darah > 60 mg%
• Penyebab
✔ Memberi makan urea berlebih (> 1% dari BK ransum)
✔ Energi yang diberikan tidak memadai
✔ Pencampuran urea dalam pakan yg tdk merata
Pencegahan
1.Campur pakan dengan baik
2.Jangan beralih cepat dari protein alami ke urea
3.Selalu sediakan pakan yang cukup
4.Jangan biarkan ternak bisa mengakses pakan maupun suplemen yg
ckp palatable, sementara urea ditambahkan
5.Jangan beri urea dengan bersama2 dg pakan berenergi rendah
Rata-rata, setiap 20 gram protein bakteri disintesis oleh 100 gram
RDOM (Bahan oganik yg terdegradasi di rumen).
• Physical barriers
✔ Dinding sel tanaman
✔ Ikatan silang peptide – Reduces degradation
✔ Aldehydes, Tannins
• Intake pakan
✔ Rate of passage – waktu tinggal protein di rumen
• Processing pakan
✔ Rate of passage
✔ Heat damage – Complexes with carbohydrates
Umumnya protein hijauan lebih mudah terdegradasi (60 - 80%) dibandingkan protein
konsentrat atau produk sampingan industri (20 - 60%).
Michel A. W(attiaux Babcock Institute)
*
Degradasi protein di rumen merupakan multi proses
⮚ kelarutan,
⮚ hidrolisis enzim ekstra selluler,
⮚ deaminasi, dan
⮚ lamanya pakan dalam rumen
⮚ Jenis pakan.
Research : Pakan rumput segar yang mengandung protein dan karbohidrat berkualitas
dan mudah larut, akan meningkatkan pertumbuhan mikroba proteolitik sehingga aktivitas
degradasi dalam rumen 9 kali lebih besar dibandingkan pakan yang rendah proteinnya..
INGAT !!!
Mikroba rumen tidak mengenal batas dalam merombak protein termasuk melakukan
deaminasi, walaupun NH3 sdh terakumulasi cukup banyak.
Namun demikian proses perombakan/proteolysis tidak bisa dipandang sbg hal yg merugikan,
hal ini karena proses itu kenyataannnya dpt menyediakan ammonia untuk sintesis protein
mikroba yg berkualitas, tentu dg harapan protein pakan yg berkualitas tdk banyak yg terombak.
UDP/ By pass Protein
• Kimiawi
• Formaldehyde
• Polyphenols
• Tannins
• Alcohol + heat
Umumnya mengurangi ketersediaan aa lysine
*
BEBERAPA CARA UNTUK MENINGKATKAN BY PASS PROTEIN
1. Alami : Proteins jagung, proteins darah, feather meal, Expeller SBM, Dried
DGS, Blood meal
2. Modifikasi
✔ Watering : meningkatkan Kp (rate of passage)
✔ Salting : ternak haus, banyak minum, proten cepat meninggalkan rumen
✔ Cooking: protein denaturasi, daya larut menurun
✔ Grinding dan pelleting: meningkatkan Kp
✔ Penambahan bahan kimia: tanin, glutaraldehid, Formaldehyde, Polyphenols,
Alcohol + heat (umumnya mengurangi ketersediaan lysine)
✔ Encapsulasi
Tingkat perombakan protein pakan oleh mikroba rumen sangat beragam.
Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketahanan degradasi protein
yang rendah dalam rumen, mampu memberikan PBB yang lebih baik pada sapi
perah muda.
Rataan RDP beberapa protein pakan
RDP
Urea 100%
Alfalfa 80%
Corn gluten feed 80%
Soybean meal (Solvent processed) 75%
Corn proteins 62%
Soybean meal ( Expeller processed) 50%
Dried distillers grains 55%
Corn gluten meal 42%
Fish meal 35%
Feather meal 30%
Blood meal 20%
*
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERSEDIANYA
ASAM AMINO DALAM ALAT PENCERNAAN
- Protein mikrobial:
Protein
Abomasum+Usus Halus
Protein
Peptidase+pepsin Asam amino
Susu
AA Di Metabolisme Anabolisme Produksi
Fetus
Katabolisme
Protein wool
HAT
I senyawa
sederhana
Energi dan urea
PM
AA
1. Pepsin
2. Renin
3. Tripsin
4. Khimotripsin
5. Karboksi peptidase
6. Amino peptidase
Enzim proteolitik :
- Pepsin (abomasum)
- Tripsin, kimotripsin (pankreas)
- Aminopeptidase, dipeptidase (usus kecil)
PENCERNAAN DI USUS HALUS:
Di Usus Halus
- Ruminansia dewasa:
Abomasum fungsinya = lambung monogastrik
disini tersekresi: HCl dan pepsinogen → inisiasi syaraf vagus, hormon
gastrin dan asetilkholin
K+ K+
ATP ADP+Pi
PENGGUNAAN ASAM AMINO SEBAGAI ENERGI
VENA DEAMINASI
Kelebihan AA hati NH3 + As. α keto
PORTA
2. Transaminasi : pemindahan gugus amino dari satu kerangka
karbon ke kerangka karbon yang lain
- Guanine - Guanine
PIRIMIDINE - Sitosin - Sitosin
- Urasil - Thimin
RNA:
1. mRNA (messenger RNA)
2. tRNA (transfer RNA)
3. rRNA (ribosomal RNA)
DNA : Pembawa informasi genetik
METABOLISME PROTEIN DALAM SIKLUS KREBS
Ala, Cys, Gly, Hyp, Ser, Thr, Trp
Asam Piruvat
Leu, Lys, Phe, Trp, Tyr
Tyr, Phe
Setelah kita memahami metabolism protein
Bahwa ,
INGAT!!
Contoh :
PAKAN
PENCERNAAN DAN
METABOLISME LEMAK
PERTEMUAN KE – 6
YOUTUBE :
DairyNZLtd
SUMBER LEMAK
Ternak ruminasia memperoleh lipid • Hijauan
berasal dari tiga sumber, yaitu: • Glikolipid dan fosfolipid
Komposisi asam lemak pada hijauan pada Tabel diatas menunjukkan bahwa
komposisinya didominasi oleh asam lemak linolenat (18: 3) tak jenuh dan
linoleat (18: 2). Sebaliknya, konsentrat mengandung asam linoleat (18: 2)
dan asam oleat (18: 1).
PROSES PENTING DALAM
METABOLISME LEMAK
1. Proses Biokimia
Lipida dalam Rumen
• Hidrolisis/lipolisis
• Biohidrogenasi
lemak
2. Usus Halus
Proses Biokimia Lipida pada Rumen
Davis (1990) memberikan skema yang sangat baik yang
menggambarkan dua proses utama yang terjadi di rumen, yaitu:
1. Hidrolisis keterkaitan ester dalam lipid
Saat memasuki rumen, lemak pada pakan mengalami hidrolisis oleh lipase
yang dihasilkan mikroba
Sumber : Davis
(1990) dan lock, et al
(2006)
Lemak (trigliserida)
Diserap
rumen
Asam lemak
jenuh
Usus halus
A. Hidrolisis keterkaitan ester dalam lipid
Trigliserida (konsentrat)
Trigliserida dengan cepat mengalami hidrolisis di dalam rumen
sehingga asam-asam lemak tak berester dalam rumen meningkat. Ini
terjadi pada ternak yang memperoleh suplemen konsentrat dalam
pakan
HIDROLISIS
2. Dalam Usus
DISERAP USUS
Halus HALUS
SISTEM KILOMIKRON:
DARAH
LEMAK
HATI CADANGAN
- Senyawa Mirip
3 5
Vitamin
Vitamin untuk Ternak Ruminansia
Rasio hijauan yang lebih tinggi. Memiliki nilai degradasi Vit. A dalam
rumen antara 16-19%.
Vit. A tersedia dalam bentuk carotene pada hijauan segar (rumput dan daun
legume) namun kandungannya sangat dipengaruhi oleh lama dan proses
yang terjadi saat penyimpanan. Hijauan segar mengandung Vit. A lebih
tinggi dbandingkan hay dan silase. (Reynoso et al.2004)
Kebutuhan Vit. A :
1. untuk sapi dewasa 110 IU/kg bobot badan, setara dengan ~4,400 IU/kg BK;
2. untuk sapi dara 80 IU/kg bobot badan setara dengan ~2,500 IU/kg BK.
3. Rekomendasi dosis pemberian Vit. A untuk ternak penggemukan, bunting, laktasi berturut-
turut adalah 2.200, 2.800, and 3.900 IU/kg BK NRC, 2000
Hypo and Hyper-vitaminosis dari Vit. A pada Ruminansia
Asal senyawa
• Ergosterol (D2) berasal dari tanaman
• sedangkan 7 dehydrocolesterol (D3) terdapat pada jaringan tubuh ternak
7 Dehydrocholesterol adalah
precursor pembentukan Vit D
(cholecalciferol) yang
berlangsung di kulit dengan
bantuan radiasi sinar UV
(photochemical reaction)
Sebab,di dalam rumen, terjadi perombakan Vit.D oleh mikroba rumen menjadi senyawa
in-aktif
Vitamin D3 akan dikonversi menjadi beberapa unidentified metabolites yang memiliki sifat
antivitamin D oleh mikroorganisme rumen.
Sebanyak 80% Vitamin D3 menghilang dari cairan rumen pada inkubasi 24 jam saat
percobaan in vitro
Maka dari itu, beberapa upaya dilakukan untuk memproteksi Vitamin D3 dari perombakan
di dalam rumen misalnya dengan encapsulasi menggunakan hydrogenated oil atau
polimernya
▪ Fungsi utama Vitamin D adalah mengontrol homeostasis Calcium dan pada gilirannya, metabolisme Vit. D
diatur oleh factor-factor yang merespon konsentrasi Ca dan P dalam plasma (Murray et al., 2009).
▪ Pemberian suplemen vitamin D yang sangat tinggi sekitar >1 x 106 IU/hari pada minggu terakhir
sapi potong sebelum diafkir dapat memberikan keempukan (tenderness) pada daging (Karges et
al., 2001 disitasi Spears et al., 2014).
▪ Pemberian vitamin D pada ternak sapi perah yang kelenjar mamae terinfeksi Streptococcus uberis
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan mastitis (Spears et al., 2014).
▪ Peranan vitamin D dapat menyeimbangkan kalsium untuk mencegah Milik Fever (Spears et al.,
2014).
Hypo and Hyper-vitaminosis dari Vit. D pada Ruminansia
Sebagian besar Vitamin E yang sudah diserap lalu dibawa ke liver, sehingga liver kaya akan vitamin E
Hepatosit mengemas vitamin E ke dalam lipoprotein dengan densitas sangat rendah untuk dikirim ke
jaringan melalui aliran darah.
Vitamin E merupakan komponen dari lipoprotein layaknya hemoglobin dalam sel darah merah,
dimana penurunan konsentrasi serum lipoprotein juga akan menurunkan konsentrasi vitamin E.
Penyimpanan Vit. E adalah di hati, paru-paru, ginjal, pancreas, limpa dan dalam pituitary, testes dan
adrenal, lemak tubuh dan otot.
Vit. K berhubungan erat dengan mekanisme pembekuan darah. Empat protein yang terlibat dalam
pembekuan darah meliputi protrombin, proconvertin, Christmas Factor dan Stuart power factor
memerlukan vitamin K dalam proses sintesisnya di dalam liver.
Vitamin K ada dalam bentuk 2 natural vitamers yaitu Vitamin K1 (Phylloquinone) dan K2
(Menaquinones)
Vitamin K1 ada di dalam tanaman misalnya hijauan pakan ternak sedangkan Vitamin K2 disintesis
oleh bakteri yang ada dalam saluran pencernaan ternak (rumen dan intestinal)
Mikroorganisme rumen mensintesis vit. K dalam jumlah yang besar, yang menjadi alasan ruminansia
tidak terlalu membutuhkan vit. K dari pakan
Kebutuhan harian vitamin K pada hampir semua spesies adalah 2 to 200 µg vitamin K per kg bobot
badan. Jumlah tersebut mempertimbangkan umur, jenis kelamin, tingkat stress, senyawa anti vitamin
K seperti coumarin, kondisi penyakit, kondisi gangguan penyerapan lipid kondisi mikroflora usus dan
fungsi liver
Senyawa decoumarol dan warfarin memiliki efek antagonis terhadap Vit. K, contohnya dapat
menghambat sistem gamma carboxylase karena memiliki kesamaan struktur dengan Vitamin K. dua
senyawa tersebut digunakan untuk tujuan tertentu seperti pengobatan yang membutuhkan
antikoagulan (Vasudevan et al., 2017)
Hypo and Hyper-vitaminosis dari Vit. K pada Ruminansia
Matsui, 2012
Hypo and Hyper-vitaminosis dari Vit. C pada Ruminansia
Tiamin terdisi dari molekul pirimidin dan thiazole yang dihubungkan oleh jembatan methylene
yang mengandung atom nitrogen dan sulfur.
Tiamin disintesis dalam intestine, namun khusus ruminansia tiamin juga disintesis oleh
mikroba rumen, jadi sulit untuk mendefinisikan kebutuhan tiamin ruminansia dari pakan.
Walaupun begitu laju perombakan tiamin di dalam rumen pun juga tinggi.
Berperan sebagai Coenzyme dalam reaksi oxidoreductase, berperan dalam konversi retinol menjadi
retinoic Acid, dan konversi tryptophan menjadi niacin.
- Riboflavin secara kovalen terikat pada protein dan akan dilepaskan oleh mekanisme pencernaan
proteolitik.
- Bentuk Phosphorylated dari riboflavin (FAD, FMN) dihidrolisis oleh enzim phosphatases di
gastrointestinal menjadi ribovlafin bebas untuk bisa diserap.
- Sel hati juga menyerap ribovlafin melalui mekanisme facilitated diffusion
Mikroflora Rumen mampu merombak ribovlafin dan membentuk hydroxyethylflavine, formylethylflavine and
metabolites yang lain. Mikroflora rumen juga mampu mensintesis riboflavin dan menyebabkan ruminansia
tidak memiliki angka pasti dari kebutuhan ribovlafin.
(Powers, 1995)
Hypo and Hyper-vitaminosis dari Ribovlafin (B2) pada Ruminansia
(Powers, 1995)
Metabolisme Biotin
Biotinidase ditemukan dalam getah pancreas dan mukosa usus halus yang akan melepaskan biotin dari
Biocytin (bentuk biotin dalam jaringan) selama fase luminal dari reaksi proteolysis
Penyerapan biotin terjadi usus halus, dimana laju penyerapan peling tinggi ada di
duodenum>jejenum>ileum. Kemudian biotin di transfer ke liver melalui carrier berupa electron.
- Pada ternak ruminansia, sintesis biotin terjadi di rumen, tidak seperti pada ternak non ruminansia yang
terjadi di intestinal dan colon, sehingga memungkinkan pemanfaatan yang lebih luas
-Biotin di dalam rumen sangat dibutuhkan untuk perombakan selulosa oleh enzim yang dihasilkan oleh
bakteri selulolitik.
Biotin berperan dalam sintesis glukosa dari asam propionate dan sintesis lemak susu dari asam asetat yang
dihasilkan di dalam rumen
(Pour, 2012)
Hypo and Hyper-vitaminosis dari Biotin pada Ruminansia
(Pour, 2012)
Metabolisme Asam Pantotenat
Ruminansia memiliki dua sumber utama asam pantotenat yaitu dari hijauan segar dan dari hasil sintesis
mibroba di dalam rumen.
Laju perombakan asam pantotenat dari pakan di dlam rumen tidak besar, perombakan dan penyerapan
sebagian besar berlangsung di dalam intestine.
Sintesis asam pantotenat di dalam rumen, lajunya dipengaruhi oleh pakan sumber karbohidrat mudah
larut seperti pati dan gula. Semakin besar komposisi karbohidrat mudah larut dalam pakan maka laju
sintesis asam pantotenat semakin besar.
Apabila pakan yang diberikan pada ruminansia juga mengandung urea maka laju sintesis asam pantotenat
akan lebih meningkat.
Hyper
✔ Kekurangan terhadap asam pantotenat pada ruminansia
dewasa jarang terjadi karena ada mekanisme sintesis di
dalam rumen, dengan syarat di dalam ransumnya
mengandung karbohidrat mudah larut dan sumber N yang
seimbang.
Hypo ✔ Pada pedet / ruminansia muda gejala klinis kekurangan
asam pantotenat adalah anorexia, pertumbuhan terhambat,
lemah pada kaki, bulu kasar, dermatitis, diare and bahkan
kematian.
Sumber yang paling penting dari niacin bagi ternak ruminansia adalah dari hasil sintesis oleh
mikroba rumen
Pada kebanyakan ternak, absorbsi niacin di usus halus merupakan jalur utama, dimana niacin
tersedia untuk host animal. Niacin dimungkinkan diserap di rumen pada ternak ruminansia,
namun yang ada dalam fraksi supernatant cairan rumen kurang dari 10% karena sebagian besar
niacin terikat pada mikroba rumen.
Niacin perlu ditambahkan dalam milk replacer untuk pedet / ruminansia muda apabila kandungan
protein di dalamnya rendah (berhubungan dengan rendahnya tryptophan)
Vitamin B6 dibutuhkan oleh sejumlah mikroorganisme rumen dan memainkan peran penting bagi metabolisme rumen.
Vitamin B6 meningkatkan produksi asam amino phenylalanine dari precursor berupa phenylpyruvic dan phenilacetic
acid pada bakteri dan protozoa rumen.
Murray et al, 2009
Saccharolitic bacteria di dalam rumen dalam aktivitasnya merombak senyawa glukosa membutuhkan vitamin B6
bersama dengan biotin dan asam folat.
Pada ternak ruminansia vitamin B6 disintesis di dalam rumen oleh mikroba rumen, sementara ternak monogastrik
mensintesis vitamin B6 di usus besarnya.
-Sumber utama asam folat adalah produk sintesis mikroorganisme rumen dan intestine.
-Beberapa senyawa dipercaya memiliki efek antagonis terhadap asam folat seperti Sulfonamide dan
adanya mycotoxin dari pakan yang menghambat sintesis asam folat oleh mikroorganisme.
-Laju sintesis asam folat di dalam rumen akan meningkat apabila pemberian konsentrat pada
ternak ditingkatkan.
Rata-rata 3% Cobalt dalam pakan akan dikonversi menjadi vitamin B12 dan hanya sekitar 1-3%
Vit. B12 yang dihasilkan tersebut akan diabsorbsi oleh usus halus, karena sebagian akan
dirombak oleh mikroflora rumen.
- Mikroflora rumen juga memanfaatkan Cobalt dari pakan untuk menghasilkan beberapa molekul
yang serupa dengan vitamin B12, tetapi tidak memiliki aktivitas biologis bagi ternak.
-Tidak seperti vitamin B yang lain, Cobalamin, disimpan di dalam liver dan jaringan lain dengan
tujuan menyediakan cadangan Cobalt bagi tubuh ternak.
Folate (B9) • Pada anak domba dan kambing , 0,39 mg of folic acid per liter
dalam milk replacer
• Pada pedet 52 µg of folic acid per kg milk replacer
Cobalamine (B12) Untuk Pedet 0.34 and 0.68 µg per kg per bobot badan
Sumber : 1. https://www.dsm.com/markets/anh/en_US/Compendium/ruminants.html
2. Spears et al., 2014)
3. NRC, 2000
Simpulan
▪ Baldwin, R. L., & Allison, M. J. (1983). Rumen metabolism. Journal of Animal Science, 57(suppl_2), 461-477.
▪ Baynes JW & Dominiczak MH. 2018. Medical Biochemistry. Elsevier Health Sciences.
▪ Burgess, C. M., Smid, E. J., & van Sinderen, D. (2009). Bacterial vitamin B2, B11 and B12 overproduction: an
overview. International journal of food microbiology, 133(1-2), 1-7.
▪ Cummins, K. A, L. J Bush and T. W White. 1992. Ascorbate in Cattle: A Review. The Professional Animal Scientist Vol 8 (1): 22-
29
▪ Diana N., D’Ambrosio, R. D. Clugston and W. S. Blaner. 2011. Vitamin A Metabolism: An Update. Nutrients 2011, 3: 63-103.
doi:10.3390/nu3010063.
▪ Ellenbogen L., Cooper B.A. Vitamin B12 L.J. Machlin (Ed.), Handbook of Vitamins, Marcel Dekker Inc., New York (1991),
pp. 491-536.
▪ Engelking, L. R. 2015. Textbook of Veterinary Physiological Chemistry (Third Edition).
https://www.sciencedirect.com/topics/pharmacology-toxicology-and-pharmaceutical-science/vitamin-k-group.
▪ Frank, E. 2016. Nutritional Assessment : Vitamin testing. https://arup.utah.edu/media/
nutrition/Nutritional%20assesment%20-%20Vitamin%20testing%20(Slides).pdf.
▪ Girard, C. L., & Matte, J. J. (2005). Effects of intramuscular injections of vitamin B12 on lactation performance of dairy
cows fed dietary supplements of folic acid and rumen-protected methionine. Journal of dairy science, 88(2), 671-676.
▪ Jaster, E. H., & Ward, N. E. (1990). Supplemental nicotinic acid or nicotinamide for lactating dairy cows. Journal of dairy
science, 73(10), 2880-2887.
▪ Matsui, T. 2012. Vitamin C Nutrition in Cattle. Asian-Aust J. Animal Science Vol. 25, No. 5: 597-605.
▪ Mora, Romano, Gonzalez, Ruiz, & Shimada. (2000). Low cleavage activity of 15, 15’dioxygenase to convert beta-carotene
to retinal in cattle compared with goats, is associated with the yellow pigmentation of adipose tissue. International Journal
for Vitamin and Nutrition Research, 70(5), 199-205.
▪ Morris, M. S., Sakakeeny, L., Jacques, P. F., Picciano, M. F., & Selhub, J. (2010). Vitamin B-6 intake is inversely related to,
and the requirement is affected by, inflammation status. The Journal of nutrition, 140(1), 103-110.
▪ Murray, R. K., D. A. Bender, K. M. Botham, P. J. Kennelly, V. W. Rodwell and P. A. Weil. 2009. Harper’s Illustrated
Biochemistry 28th Edition. United States : The McGraw-Hill Companies, Inc.
▪ NRC. 2000. Nutrient Requirements of Beef Cattle, Update. 7th ed. Natl. Acad. Press, Washington, DC.
▪ Pour, H. A. Vitamin H and Their Role in Ruminant: A Review. 2012. Annals of Biological Research 3 (4): 1929-1933.
▪ Powers, H. J. (1995). Riboflavin–iron interactions with particular emphasis on the gastrointestinal tract. Proceedings of the
Nutrition Society, 54(2), 509-517.
▪ Ragaller, V., P. Lebzien, K. H. Huther and G. Flachowsky. 2011. Pantothenic acid in ruminant nutrition: a review. Journal of Animal
Physiology and Animal Nutrition 95 (2011) 6–16
▪ Reynoso, C. R., et al. "β-Carotene and lutein in forage and bovine adipose tissue in two tropical regions of Mexico." Animal feed science and
technology 113.1-4 (2004): 183-190.
▪ Rode, L.M., Mcallister, T.A and Cheng, K. J. 1990. Microbial Degradation Of Vitamin A In Rumen Fluid From Steers Fed Concentrate, Hay Or
Straw Diets. Canadian Journal of Animal Science Vol. 70(1). https://doi.org/10.4141/cjas90-026.
▪ Smith, K. L., W. P. Weiss, and J. S. Hogan. "Influence of vitamin e and selenium on mastitis and milk quality in dairy cows." Texas Animal
Nutrition Council (http://txanc. org/wp-content/uploads/2011/08/vitamine. pdf), date of access 31 (1998): 2014.
▪ Stangl, G. I., et al. "Evaluation of the cobalt requirement of beef cattle based on vitamin B 12, folate, homocysteine and methylmalonic
acid." British journal of nutrition 84.5 (2000): 645-653.
▪ Spears, J.W. and Weiss, W.P. 2014. Invited Review: Mineral and vitamin nutrition in ruminants. The Professional Animal Scientist. Vol 30. 180-
191.
▪ Twining, S. S., Schulte, D. P., Wilson, P. M., Fish, B. L., & Moulder, J. E. (1997). Vitamin A deficiency alters rat neutrophil function. The Journal
of nutrition, 127(4), 558-565.
▪ Van Metre, David C., and Robert J. Callan. "Selenium and vitamin E." Veterinary Clinics of North America: Food Animal Practice 17.2 (2001): 373-
402.
▪ Weiss, W.P., K.L.Smith, J.S.Hogan,T.E.Steiner. 1995. Effect of Forage to Concentrate Ratio on Disappearance of Vitamins A and E During In
Vitro Ruminal Fermentation. Journal of Dairy Science. Volume 78, Issue 8, August 1995, Pages 1837-1842
▪ Weiss, William Paul, and J. W. Spears. "Vitamin and trace mineral effects on immune function of ruminants." Ruminant Physiology.
Wageningen Academic Publishers, Utrecht, The Netherlands (2006): 473-496.
▪ YAMAGISHI, N., DOHMAE, H., SHIRATO, A., SATO, J., SATO, R., & NAITO, Y. (2000). Effects of oral administration of “rumen-bypass”
vitamin D3 on vitamin D and calcium metabolism in periparturient cows. Journal of Veterinary Medical Science, 62(4), 403-408.
Metabolisme Mineral Pada Ruminansia
Oleh:
Dosen Pengampu MK.
Ilmu Nutrisi Ternak Ruminansia
2020
Capaian Pembelajaran
1 2 3 4 5 Dst.
1. Sebagai komponen struktural organ-organ tuubuh dan jaringan, misalnya : Ca, P, Mg, dan Si
dalam tulang dan gigi ; P dan S dalam protein otot.
2. Sebagai bahan cairan dan jaringan tubuh yang berfungsi sebagai elektrolit dalam
mempertahankan tekanan osmose,kesetimbangan asam basa, permeabilitas membrana
dan iritabilitas jaringan : Na, K. Cl, Ca dan Mg dalam darah, cairan serebrospinal dan cairan
lambung dapat dijadikan contoh fungsi-fungsi di atas.
3. Sebagai katalisator sistem ensim dan hormon, sebagai komponen integral dan spesifik dari
struktur metalloenzim atau sebagai aktivator yang kurang spesifik.
a.Mineral yang erat hubungannnya dengan komponen organik atau yang membentuk kilasi
(chelate) dengan ikatan organik. Termasuk di dalamnya Fe, Cu, Co, Mn, Zn dan Mo. Unsur-
unsur ini dapat menjadi bagian enzim atau hormon tertentu yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan. Fungsinya terutama mengatur proses oksidasi, reduksi dan metabolisme energi.
b.Unsur-unsur yang erat hubungannnya dengan katalisator reaksi dalam proses pertumbuhan.
Termasuk didalamnya S, I, Se, F, Si, Pb dan. Jumlah yang dibutuhkan sangat sedikit untuk
perangsang pertumbuhan atau menjadi komponen jaringan tertentu untuk mengatur
metabolisme,
Kebutuhan Mineral
Kebutuhan Mineral untuk Ternak Ruminansia
1. Mineral Makro
Mineral yang dibutuhkan dalam jumlah relatif besar (> 50 mg = (kg DM)) seperti Ca, P, Mg, Na
dan K berperan penting dalam aktivitas fisiologis dan metabolisme tubuh,
✔ Mineral mikro dibutuhkan hanya dalam jumlah kecil, apabila termakan dalam jumlah besar
dapat bersifat racun (Widodo, 2002). Mineral yang dapat menyebabkan keracunan
mencakup mineral esensial seperti Cu, Zn, Se, dan mineral non esensial seperti Hg, Pb,
dan As (Darmono, 1995).
✔ Beberapa mineral berperan penting dalam meningkatkan aktivitas mikroba dalam rumen.
Mineral yang mempengaruhi proses fermentasi rumen adalah S, Zn, Se, Co dan Na
(Arora, 1989). Mineral di dalam rumen dibutuhkan oleh mikroba untuk pembentukan
vitamin B dan protein. Defisiensi mineral akan mempengaruhi hasil dan proses fermentasi
pakan dalam rumen (Arora, 1989).
Penggolongan Mineral
Berdasarkan kegunaannya dalam aktivitas kehidupan, mineral dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1. Mineral Esensial
Diperlukan dalam proses fisiologis
sehingga jika kekurangan dapat
menyebabkan penyakit defisiensi
mineral. Mineral esensial biasanya
terikat dengan protein, termasuk enzim
untuk proses metabolisme tubuh. 2. Mineral Non Esensial
Merupakan golongan mineral yang tidak
berguna, atau belum diketahui
Terdapat 22 jenis mineral esensial yaitu 7 mineral kegunaannya dalam tubuh hewan,
makro yang mencakup Kalsium (Ca), Natrium (Na),
Kalium (K), Fosfor (P), Magnesium (Mg), Klor (Cl),
sehingga hadirnya unsur tersebut lebih
Sulfur (S) dan 15 mineral mikro dan trace mineral yang dari normal dapat menyebabkan
mencakup Besi (Fe), Yodium (I), Seng (Zn), Kobalt keracunan. (Gartenberg et al. 1990;
(Co), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Molibdenum (Mo), Darmono 1995; Spears 1999).
Selenium (Se), Kromium (Cr), Vanadium (V), Flourin
(F), Silikon (Si), Nikel (Ni), dan Arsen (As). Alumunium
(Al), Timbal (Pb), Rubidium (Ru) hanya bersifat
menguntungkan dalam beberapa kondisi (Underwood
and Suttle, 2001).
Sumber : Mineral Requirements for Ruminants 24 MARCH 2016
http://nutrimin.com.au/mineral-requirements-ruminants/
Nutrisi mineral esensial dan jumlahnya dalam tubuh hewan.
Saat ternak mengkonsumsi pakan (hijauan/ konsentrat), maka disini mineral mulai terasup kedalam tubuh. Ingat bahwa semua
mineral terikat oleh zm spt protein, karbohidrat, lemak, dan senyawa biologis aktif lainnya.
Sedangkan dalam air minum dan mineral suplemen, mineral terdapat sebagai senyawa anorganik.
Setelah pakan masuk rumen/ pasca rumen, kmd zm dicerna oleh enzim, nah mulai dari disini mineral organik yang terikat dlm
zm akan dilepas sedangkan garam2 anorganik akan bergabung kedalam komplek biologi.
Penyerapan dalam usus halus disertai dengan perubahan senyawa dan bentukan mineral. Mineral-mineral tersebut kemudian
masuk ke dalam darah dan limfa dalam bentuk aktif, dan ditransportasikan ke berbagai organ.
Selama proses metabolisme, mineral kemudian disimpan dalam jaringan tubuh, bulu, tanduk, juga diekskresikan ke dalam
susu, saliva, feses, dan urin.
Dengan demikian, mineral akan dijumpai dalam seluruh organ dan jaringan.
Lancarnya metabolisme mineral makro/mikro akan membantu optimalisasi keseluruhan tipe metabolisme sehingga akan
menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan perkembangan ternak muda, produktivitas ternak dewasa,
perkembangan kapasitas reproduksi, dan juga akan memperbaiki kehidupan ternak.
Berikut ini adalah contoh metabolisme Mineral pada Ternak Ruminansia
dengan kasus contoh pada mineral P dan Cu
Karena keterbatasan waktu dan ruang, dalam pemaparan ini kami hanya akan focus pada aspek kuantitatif
metabolisme mineral P yang mewakili mineral makro dan mineral Cu yang mewakili mineral mikro.
Fosfor diambil sebagai contoh terutama karena ia merupakan unsur yang telah menjadi
subyek banyak penelitian dalam beberapa tahun terakhir disamping karena kekhawatiran
pemberian fosfor yang berlebihan kepada ruminansia dan kontribusinya terhadap pencemaran
lingkungan. Sementara itu prinsip-prinsip yang diuraikandisini sebenarnya juga berlaku untuk
makrominerals lain seperti kalsium.
Metabolisme mineral banyak dipelajari dengan membuat studi kesetimbangan dengan berbagai model,
yang umumnya mengunakan pelacak radioaktif.
Berikut adalah kesetimbangan dan studi kinetik, model metabolisme P (Fosfor) pada kambing (Vitti et al.
, 2000, Lihat Gbr. 1).
Model ini memiliki empat kompartemen :
1. Usus
2. Darah
3. Tulang dan
4. Jaringan lunak
P (Fosfor) masuk ke sistem melalui asupan pakan dan minum (F10) dan keluar melalui feses (F01) dan
urin (F02).
Lumen usus, tulang dan jaringan lunak saling bertukar dua arah dengan darah, dengan masing2 fluks F21
dan F12, F23 dan F32 dan F24 dan F42.
Asupan P
lwt pakan & minum
feses Urine
Gambar 1. Representasi skematis model metabolisme P pada kambing. Fij adalah fluks total pool i dari j, Fi0 adalah fluks
eksternal ke pool i dan F0j adalah fluks dari pool j keluar sistem. Lingkaran menunjukkan fluks yang diukur secara
eksperimental (Vitti et al., 2000).
Keterangan gambar skematis model metabolisme P pada kambing :
Bila asupan P tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan, maka pasokan P ke darah
dipertahankan dengan cara peningkatan reabsorpsi P dari tulang dan mobilisasi P dari jaringan lunak.
01 Asupan P yang rendah akan menyebabkan kesetimbangan P negatif, namun akan tetap terjaga dengan
terjadinya kehilangan P endogen.
Kehilangan P endogen minimum kambing 67 mg/ hari yang harus diserap untuk menghindari keseimbangan
negatif. Ketika asupan P ditingkatkan untuk memenuhi persyaratan pemeliharaan (kesetimbangan P nol),
02 maka laju penyerapan akan meningkat dalam kaitannya dengan pasokan P, sehingga sekresi endogen
dalam saluran meningkat. Kebutuhan P kambing Saanen sekitar 610 mg / hari atau 55 mg / kg BB
metabolis.
Model tersebut menunjukkan bahwa reabsorpsi tulang, ekskresi P feses dan endogen serta absorpsi P,
03 semuanya berperan dalam P homoeostasis pada kambing yang sedang tumbuh.
Ekskresi P urin tidak berpengaruh terhadap kontrol metabolisme P bahkan pada kambing yang diberi pakan
dengan kadar P relatif tinggi. Pada asupan P rendah, mobilisasi tulang dan jaringan merupakan proses
04 penting untuk mempertahankan kadar P dalam darah.
05 Vitti dkk. (2002) : bahwa asupan Ca mempengaruhi penyerapan, retensi dan ekskresi Ca
Selanjutnya kita mencoba menggambarkan model metabolisme mineral P secara dinamis.
Dalam model ini, diasumsikan dari sapi berbobot 600 kg dengan volume rumen 90 liter
dan tidak bunting. Asupan P berasal dari pakan dan keluarannya melalui feses, urin dan
susu.
Selanjutnya dapat dilihat empat kompartemen P berikut : (Lihat Gambar 2)
1. Rumen,
2. usus halus (termasuk duodenum),
3. usus besar dan
4. cairan ekstraseluler.
Asupan P
lwt pakan
Rumen
Protozoal
P
Usus
halus
Usus
besar
✔ Mengurangi produksi saliva sedikit menurunkan P feses (karena lebih sedikit P yang
berasal dari endogen memasuki duodenum) dan konsentrasi P dalam cairan
ekstraseluler. Ekskresi P urin tidak terpengaruh karena peningkatan konsentrasi P
cairan ekstraseluler tidak mencapai ambang batas. Peningkatan produksi saliva juga
tidak mempengaruhi ekskresi P urin karena konsentrasi P dalam cairan ekstraseluler
sedikit berkurang.
Tembaga (Cu)
⮚ Tembaga (Cu) adalah mineral mikro penting yang diperlukan untuk sistem enzim, metabolisme besi,
metabolisme jaringan ikat dan mobilisasi, ditambah integritas sistem saraf pusat dan kekebalan.
Pentingnya Cu pada ruminansia telah lama ditetapkan ketika bukti ditemukan bahwa Cu diperlukan
untuk pertumbuhan dan pencegahan penyakit (McDowell, 1992).
⮚ Tembaga juga telah dilaporkan mempengaruhi metabolisme lipid pada sapi perah dan sapi potong
berproduksi tinggi (Engle et al., 2000, 2001). Di banyak belahan dunia, defisiensi Cu telah
diidentifikasi sebagai masalah serius bagi ternak ruminansia yang merumput di bawah berbagai
kondisi tanah dan iklim (Ammerman et al., 1995)
Kebutuhan dan penyerapan tembaga
⮚ Kebutuhan Cu sangat bervariasi di antara spesies. Sapi perah dapat mentolerir lebih tinggi dari daripada
domba.
⮚ Kebutuhan Cu untuk sapi dewasa menyusui (menghasilkan 30 kg susu per hari) menurut ARC (1980)
diperkirakan 163 mg / hari atau 8 sampai 11 mg Cu / kg DM.
⮚ Keracunan tembaga telah dilaporkan menjadi masalah jika hewan menelan jumlah yang tidak dapat
dibersihkan oleh hati. Tingkat terjadinya keracunan bergantung pada spesies. Non-ruminansia lebih
toleran sedangkan sapi dan kambing kurang toleran dibandingkan domba (Under-wood dan Suttle,
1999). Tampaknya ada keseimbangan yang rumit dan perbedaan sempit antara kebutuhan Cu dan
toksisitas pada domba (Kellems dan Church, 2002).
⮚ Kebutuhan tembaga ruminansia bergantung pada daya serap daripada konsentrasi Cu dalam makanan
(Underwood dan Suttle, 1999). Hewan ruminansia menyerap Cu dengan efisiensi 50-70% (ARC, 1980).
Namun, dengan perkembangan rumen, penyerapan Cu turun menjadi kurang dari 10%. Hal ini terutama
disebabkan oleh proses pencernaan di dalam rumen dan adanya sulfida yang mengikat Cu dan
mengendapkannya sebagai Cu sulfida, yang tidak dapat diserap (Suttle, 1991).
Pemodelan Metabolisme Tembaga
⮚ Symonds dan Forbes (1993) mengembangkan kerangka model mekanistik dari kemungkinan rute
pergerakan Cu dalam tubuh ruminansia berdasarkan model kinetik metabolisme Cu pada domba (Weber
et al., 1980; Gooneratne et al., 1989) ( Gambar 3). Kotak pada Gambar 3 menunjukkan ukuran masukan,
keluaran dan fluks antar kotak yang dapat diperkirakan dari uji keseimbangan.
⮚ Homoeostasis Cu pada ruminansia dicapai terutama oleh penyimpanan di hati dan sekresi bilier
(Underwood dan Suttle, 1999). Metabolisme tembaga di hati telah ditunjukkan oleh lebih dari satu
kompartemen berdasarkan informasi yang tersedia untuk mengatasi mobilitas Cu dan spesies yang diteliti.
Gambar 18.4. Diagram kemungkinan rute pergerakan tembaga dalam tubuh ternak ruminansia. A mewakili kompartemen penyimpanan
sementara untuk tembaga di hati yang ditujukan untuk saling simpan dengan darah dan ekskresi ke empedu (ii), B mewakili penyimpanan
sementara untuk dimasukkan ke dalam caeruloplasmin dan C mewakili kompartemen penyimpanan jangka panjang dari mana ekskresi ke
empedu (iii) dan sekresi ke dalam darah dianggap operatif setelah pemberian tetrathiomolybdate. Ekskresi ke empedu berasal dari darah
(i), sementara (ii) dan jangka panjang (iii) dari pada kompartemen penyimpanan Cu di hati (Symonds dan Forbes, 1993).
Metabolisme mineral di dalam tubuh sangat rumit karena terdapat sejumlah interalasi diantara unsur-
unsur. Kebanyakan interaksi unsur-unsur tersebut tidak dapat diuraikan dengan baik atau dihitung.
Beberapa interaksi yang dikenal adalah:
-. S – Mo – Cu
-. Se – S
-. Zn – Ca
-. Mn – Ca
-. Mn -Ca
Unsur Co hanya diperlukan untuk pembentukan vitamin B12. Defisiensi S terutama disebabkan oleh
kekurangan asam amino yang mengandung S terutama dalam ransum. Kekurangan S lebih berkaitan
dengan komponen organik dibandingkan dengan komponen anorganik.
Peranan Mineral Pada
Ternak Ruminansia
Peranan Mineral Makro Esensial pada Ternak Ruminansia
Rasio Ca: P idealnya antara 2: 1 dan 1: 1;
4
Kalsium (Ca) merupakan elemen Sebagian besar Ca pada
mineral yang paling banyak ruminansia (99%) terdapat di
dibutuhkan oleh tubuh ternak tulang dan gigi dan sisanya 1%
(McDonald et al., 2002). Ca 1 Kalsium 3
didistribusikan di berbagai jaringan
memiliki peranan penting lunak tubuh. Dalam 40 kg domba
sebagai penyusun tulang dan
(Ca) ada sekitar 400 g Ca dan 220 g P,
gigi. Sekitar 99 % dari total tersebar di antara tulang dan gigi
tubuh terdiri dari Ca. (CSIRO, 1990).
2
Selain itu Ca berperan sebagai penyusun sel dan jaringan (McDonald et al., 2002).
Menurut Piliang (2002), fungsi Ca yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai
penyalur rangsangan-rangsangan syaraf dari satu sel ke sel lain. Jika ransum ternak
pada masa pertumbuhan defisien Ca maka pembentukan tulang menjadi kurang
sempurna dan akan mengakibatkan gejala penyakit tulang.
Fosfor dan kalsium (Ca) adalah dua mineral paling banyak
dalam tubuh mamalia. Unsur-unsur ini terkait erat sehingga
kekurangan atau kelebihan salah satu unsur dapat
mengganggu pemanfaatan yang tepat dari unsur lainnya.
Magnesium
(Mg)
Defisiensi Mg dapat meningkatkan iritabilitas urat daging dan apabila iritabilitas tersebut parah akan
menyebabkan tetany (Linder, 1992). Defisiensi Mg pada sapi laktasi dapat menyebabkan hypomagnesemic
tetany atau grass tetany. Keadaan ini disebabkan tidak cukupnya Mg dalam cairan ekstracellular, yaitu
plasma dan cairan interstitial (National Research Council, 1989).
Sulfur (S) merupakan
komponen penting protein Hewan-hewan yang diberi ransum
pada semua jaringan tubuh. defisien dalam mineral sulfur akan
Pada ruminansia 0,15% menunjukkan penyakit anorexia,
komponen jaringan tubuh penurunan bobot badan,
terdiri atas unsur S, penurunan produksi susu,
sedangkan pada air susu 1 Sulfur 3 kekurusan, kusut, lemah dan
sebesar 0,03%. Pada hewan (S) akhirnya mati. Tanda-tanda
ruminansia terjadi sintesis tersebut berhubungan erat dengan
asam-asam amino yang menurunnya fungsi rumen dan
mengandung mineral S fungsi sistem peredaran darah
2
dengan vitamin B oleh (McDowell, 1992).
mikroba di dalam rumen.
Terdapat dua macam mekanisme
metabolisme mineral S pada
hewan ruminansia, yaitu
mekanisme yang menyerupai
mekanisme mineral S pada
hewan-hewan monogastrik dan
mekanisme yang dihubungkan
dengan aktivitas mikroorganisme
dalam rumen (Piliang, 2002).
Peranan Mineral Mikro Esensial pada Ternak Ruminansia
Mineral Fungsi Sumber
Membentuk hemoglobin dan
Besi (Fe) Telur, tanah, makanan hijauan dan
mioglobin, bagian dari susunan
butiran, injeksi besi, babi, FeSO4
enzim
Eritropoiesis Co enzim, fungsi susunan Bahan makanan dan
Tembaga (Cu) jantung yang baik, pigmentasi CuSO4(0,25−0,50%) CuSO4
bulu, reproduksi ditambahkan pada garam
Seng (Zn) Penyakit genetik, stress, traumatik imunitas Pertumbuhan terganggu, parakeratosis, peradangan
anorexia pada hidung dan mulut pada anak sapi
▪ Keracunan mineral (logam) sering dijumpai pada ternak akibat pencemaran lingkungan oleh
logam berat, seperti penggunaan pestisida, pemupukan, dan pembuangan limbah pabrik.
Mineral yang dapat meracuni ternak meliputi mineral esensial seperti Cu dan Zn serta mineral
nonesensial seperti Hg, Pb, Cd, dan As. Keracunan mineral pada ternak dapat terjadi melalui
injeksi, air minum maupun melalui pakan. Keracunan mineral mempengaruhi produksi, yaitu
penurunan bobot badan, hambatan pertumbuhan, peka terhadap penyakit infeksi, dan kematian.
Di samping itu, residu mineral (logam) dapat menurunkan kualitas produk ternak (Puls 1994;
Darmono 1995; 2001).
▪ Daya racun logam dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kadar logam yang termakan,
lamanya ternak mengkonsumsi logam, umur, spesies, jenis kelamin, kebiasaan makan, kondisi
tubuh, dan kemampuan jaringan tubuh dalam mengkonsumsi logam tersebut (Tokarnia et al.
2000).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi mineral adalah :
1. Kesuburan tanah.
Semakin tinggi kesuburan tanah, semakin tinggi konsumsi mineral. Namun dapat terjadi sebaliknya semakin
subur tanah justru ternak kekurangan mineral. Hal ini dikarenakan tingkat palatabilitas hijuan yg dapat smakin
meningkatkan produktifitas ternak dan tidak diimbangi dg kecukupan mineral.
2. Kualitas hijauan.
Beberapa hijauan menyebabkan tingkat konsumsi mineral meningkat dan hijauan lain sebaliknya. Hal ini
disebabkan terutama. karena perbedaan level mineral dalam hijauan tersebut. Hal ini memperlihatkan
hubungan antara mineral satu dengan mineral lainnnya dapat meningkatkan maupun menurunkan kebutuhan
atau konsumsi. Leguminosa lebih banyak mengandung Ca dibanding rumput. Kadar Ca yang tinggi dapat
menyebabkan kebutuhan P, Mg, Cu, Mn, Zn, Fe meningkat atau Ternak yang digembalakan pada padang
penggembalaan alam (natural pasture) akan mengkonsumsi mineral lebih tinggi daripada bila dilepas pada
padang penggembalaan yang telah diperbaiki (improved pasture).
Lanjutan...
3.Tingkat produksi ternak (tingkat pertumbuhan, jumlah anak, produksi susu, berat sapih dan lain
sebagainya). Hewan yang paling cepat pertumbuhannnya umumnya membutuhkan lebih banyak mineral.
Mereka (umumnya) memperlihatkan gejala defisiensi bila konsumsi mineral tidak mencukupi. Induk dengan
produksi air susu paling banyak, anak yang berat ketika disapih biasanya akan berhenti siklus
reproduksinya atu siklus atau lebih (setelah satu siklus normal) kalau tingkat
4. Palatabilatas campuran mineral yang digunakan. Bila campuran mineral tidak cukup palatabel, hewan
mungkin tidak mengkonsumsi mineral secukupnya. Sebaliknya bila terlampau palatable, hewan mungkin
mengkonsumsi mineral lebih dari kebutuhannya. Ruminansia biasanya tidak memperlihatkan suatu
preferensi terhadap mineral tertenfcu seperti halnya terhadap NaCI. Disamping NaCI, palatabilitas dapat
pula ditingkatkan dengan (misal) bobot badan kapas, fetes (kering), ragi kering {dry yeast culture) dan
lemak. Beberapa produk tersebut disamping untuk palatabilitas, juga dapat mencegah sifat berdebu dari
campuran mineral dan mensuplai energi dan protei.
5.Letak tempat (box) terminal.
Tempat mineral hendaknya bebas dari hijauan. Mineral yang kena air dapat menggumpal dan ditumbuhi
jamur serta dapat menurunkan tingkat konsumsi.
6. Genetik
Sudah banyak laporan tentang hubungan genetik dan nutrisi. Suatu breed atau strain membutuhkan
mineral lebih rendah atau lebih tinggi dibanding dengan breed atau strain lainnnya. Merino umumnya
membutuhkan lebih banyak Cu dibanding breed Inggris.
Tabel berikut menunjukkan bahwa kandungan Kalsium ransum hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
sapi muda yang sedang tumbuh, tetapi saat sapi dewasa dan menghasilkan air susu, mineral Kalsium harus
diambil pula dari cadangan tubuh. Kehilangan mineral Kalsium terutama melalui feaces sedangkan
kehilangan melalui urine hanya sedikit.
Ternak memperoleh mineral dari tiga sumber, yaitu : tanaman, air dan tanah. Sebagian besar mineral
diperoleh ternak dari tanaman dengan perkecualian pada daerah yang mengandung mineral yang berasal dari
air tanah sebagai sumber utama mineral. Selain melalui feses, urin dan air susu kehilangan mineral tubuh
dapat pula terjadi melalui sekresi keringat, pembentukan kuku dan tanduk, kehilangan darah akibat
pendarahan (saat partus dan sebagainya) atau yang disebabkan oleh infeksi parasit baik internal maupun
eksternal berkaitan dengan.
Kesetimbangan Kalsium
Item Sapi muda sedang tumbuh Sapi dewasa awal laktasi
(tidak bunting
Berat badan 100 280
Konsumsi bahan kering
(kg/hari) 2,8 6,0
Pertambahan bobot badan
(kg/hari) + 0,4 - 0,1
Produksi susu (kg/hari) - 10,0
Pada fase defisiensi, konsumsi mineral akan memberikan respon terhadap perbaikan kondisi. Pada
fase ini termasuk stadia sub-klinis dimana tidak tampak gejala defisiensi yang jelas, namun akan
memberikan respon berupa peningkatan nafsu makan atau aktivitas.
Fase toleran terjadi dimana ternak tidak menunjukkan respon terhadap peningkatan konsumsi
mineral.
Pada fase toksisitas, peningkatan konsumsi mineral akan menyebabkan tampaknya gejala sub-klinis
hingga gejala berat yang akan diikuti dengan kematian
Gambar 4. Hubungan konsumsi mineral dengan respon ternak
Beberapa jaringan cairan tubuh yang dapat digunakan untuk diagnosa defisiensi atau keracunan mineral
Element Kebutuhan Level
sapi perah sapi pedaging Jaringan Kritis
Defisiensi
Ca 0,54 % 0,18-0,18 % Tulang 24,5 %
(Bebas Lemak) Abu Tulang 37,6 %
Plasma 8 mg/100ml
Serum 1-2 mg/100ml
Keracunan
Cu 80 ppm 115 ppm Hati 700 ppm
F 300 ppm 40 ppm Tulang 4500-5500 ppm
Mu 1000 ppm 150 ppm Bulu 70 ppm
Mo 6 ppm 10 ppm Hati 4 ppm
Se 5 ppm 5 ppm Bulu 10 pmm
Sumber beberapa unsur mineral, kadar dalam bahan dan ketersediaan bagi tubuh (Mc Dowell et al, 1983).
Unsur Sumber mineral Kadar dalam bahan (%) Ketersediaan dalam tubuh
Ca Tepung tulang 29 Tinggi
Bantuan posfat (tanpa F) 29,2 Cukup
CaCo3 40 Cukup
Fosfat lunak 18 Rendah
Batu kapur digiling 38,5 Cukup
Batu kapur dolomit 22,3 Cukup
CaH2PO4 16,2 -
Ca3(PO4)2 32,5 -
Ca2H(P04) 23,3 Tinggi
Hijauan kering Rendah
13,3
P Batuan fosfat (tanpa F) 19,8 Cukup
CaH2PO4 18,5 Tinggi
Ca2(HPO)4 18 Cukup
Ca3(PO4)2 24 -
H3(PO)4 23 Tinggi
Na3(PO4) 22,8 Tinggi
K3(PO4) 9 -
Fosfat (lunak) 12,6 Rendah
Tepung tulang (direbus) Tinggi
50,5
Co CoCO3 21 Tinggi
CoSO4 24,7 Tinggi
CoCl2 Tinggi
63,5
I CaI2 Dapat tersedia tapi labil
69 Tinggi
KI
53 Tidak tersedia
Fe Fe2O3 25 Tinggi
FeSO4 39 Rendah
FeCO3
24,5 Tinggi
Lanjutan...
Unsur Sumber mineral Kadar dalam bahan (%) Ketersediaan dalam tubuh
Mg MgCO3 12 Tinggi
MgCL2 57 Tinggi
MgO 13,4 -
MgSo4 11 Tinggi
K1Mg1SO4
27 Tinggi
Mn MnSO4 57 Tinggi
Mn2O
50 Tinggi
K KCL 41 Tinggi
K2SO4 18 Tinggi
K1Mg1SO4
40 Tinggi
Se Na2Se2O3 45,6 Tinggi
Na2Se2O2
16,1 Rendah
S CaSO4 (gypsin) 28 Tinggi
K2SO4 22 Tinggi
K1Mg1SO4 10 Sedang
Na2SO4 22 -
Na2SO4 (anhydrons)
52 Tinggi
Zn ZnCO3 48 Cukup
ZnCl2 29 Tinggi
ZNSO4 59,5 Tinggi
ZnO
Mendiagnosa ketidakseimbangan mineral
Ketidakseimbangan mineral pada ternak dapat berkisar dari yang tidak terlihat gejalanya (sub-klinis) sampai yang
sangat jelas gejalanya (akut) oleh defisiensi ataupun karena keracunan. Kejadian sub-klinis sukar didiagnosa, dapat
terjadi di daerah lebih luas dengan populasi yang lebih banyak dan biasanya tidak dapat dibedakan dengan problema
energi, protein ataupun problema parasite.
. Banyak cara telah digunakan untuk diagnosa mineral yang tidak memperlihatkan gejala patologis jelas termasuk
pemeriksaan tanah, air, tanaman, jaringan atau cairan tubuh hewan dengan berbagai tingkat keberhasilan. Yang
paling baik adalah dengan melihat respon dengan suplementasi mineral tertentu, tetapi terkadang mahal dan
memakan waktu yang lama.
Contoh jaringan dapat menjadi alat diagnosis yang berdaya guna sedang pada contoh darah kurang baik untuk
kebanyakan mineral karena mekanisme homeostatik dalam tubuh.
Defisiensi mineral dapat terjadi keadaan :
- fertilitas yang rendah.
- pertumbuhan lambat.
- penyakit
- deformasi tulang.
-produksi yang rendah
Status Mineral
Untuk mengukur status mineral, apakah telah memenuhi kebutuhan atau tidak, bisa
dilakukan dengan mendiagnosa bbrp mineral di hati.
Konsentrasi tembaga, mangan, selenium, dan seng yg ada di hati memberikan indikasi
terbaik dari status mineral.
Sampel darah dapat juga digunakan untuk mendeteksi status mineral, namun
sering tidak dapat diandalkan kecuali jika ternak sangat kekurangan.
Darah atau komponen darah dapat digunakan sebagai alat skrining awal
untuk defisiensi mineral. Analisis darah terkadang digunakan untuk tembaga,
yodium, besi, selenium, dan seng.
Analisis mineral dalam susu dan urin jarang dipakai dalam penilaian status
mineral. Namun, molibdenum dan yodium dalam susu merupakan
pengecualian.
Kandungan mineral pada rambut, wol, dan kuku tidak memenuhi standar
referensi, karena di bagian ini terlalu lambat responnya terhadap asupan,
disamping juga mudah terkontaminasi.
Sumber Mineral
Beberapa sumber mineral untuk ruminansia
1. Hijauan (bahan pakan)
Pada umumnya, pakan yang diberikan hanya hijauan saja (di padangan dengan merumput sendiri atau ternak
yang dikandangkan), kurang memenuhi kebutuhan mineral yang diharapkan.
2. Air
Umumnya air bukan merupakan sumber mineral utama meskipun semua mineral esensial dapat ditemukan dalam
air.
3. Tanah
Hewan kadang-kadang memakan tanah meskipun sangat sedikit.
4. Mineral suplemen
Secara umum disarankan unfcuk menyediakan ternak dengan bata atau mineral Block yang baik (ternak yang
merumput) atau dengan campuran mineral (ternak yang dikandangkan).
Beberapa sumber mineral, kadar di dalam bahan dan kemampuan menyediakan unsur bagi tubuh menurut
McDowell at al. 1983 disajikan pada tabel berikut.
Contoh Kebutuhan mineral untuk sapi potong
Selanjutnya tentang peran masing2 mineral lebih
jauh bisa dilihat di buku ajar bab Mineral
DAFTAR BAHAN BACAAN
Anonymous. 2008. Mineral Interactions and Supplementation for Beef Cows. 08 December
2008http://www.thebeefsite.com/articles/1787/mineral-interactions-and-supplementation-for-beef-
cows/.
Davis, G.K. and W. Mertz. 1987. Copper. p. 301− 364. In W. Mertz (Ed.) Trace Elements in Human
and Animal Nutrition. Academic Press, Inc. San Diego, CA.
Guelph, Ontario, N1G 2W1, Canada; 2Animal Nutrition Laboratory, Centro de Energia Nuclear na
Agricultura, Caixa Postal 96, CEP 13400-970, Piracicaba, SP, Brazil
Piliang, W. G. 2002. Nutrisi Vitamin. Volume I. Edisi ke-5. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor
Soebarinoto, Chuzaemi S., Mashudi. 2000. Ilmu Gizi Ruminansia. Diktat. Fakultas Peternakan.
Universitas Brawijaya.
Terima kasih