Dosen Pengajar :
Narwati, S.Si, M.Si
Putri Arida Ipmawati SKM, M.Kes
Instruktur :
Dewi Agustin, S.Tr.Kes
Disusun Oleh :
Kelompok 4
Aisyah Al Mas’udah ( P27833319003 )
Berlinda Rekta Putri Januarista ( P27833319007 )
Dewi Lia Listyawati ( P27833319010 )
Fitria Dwi Yuliatiningsih Sumartin ( P27833319012 )
Muhammad Ulil Amri H ( P27833319021 )
Rieke Indah Maharani ( P27833319030 )
Sugiana ( P27833319033 )
Tengku Hendrawan Al Ubaidah ( P27833319034 )
Firdausy Lintang Tunggadewi ( P27833319039 )
D4 Semester 5
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dengan telah disusunnya laporan
praktikum mengenai kunjungan pada tempat penyelenggaraan makanan di PT Aerofood
ACS Surabaya yang telah kami lakukan pada Selasa, 9 November 2021. Kami menyadari
bahwa dalam penulisan laporan ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan
tulus memberikan doa, saran, support dan kritik sehingga laporan ini dapat terselesaikan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada:
1. Ibu Narwati, S. Si., M. Kes, selaku penanggungjawab mata kuliah Penyehatan
Makanan & Minuman-B yang telah membantu kami dalam pemberian ilmu mengenai
pembuatan formulir inspeksi dan penyusunan laporan.
2. Ibu Putri Arida Ipmawati, SKM., M. Kes selaku dosen pembimbing mata kuliah
Penyehatan Makanan & Minuman-B yang telah membantu kami dalam memberikan
ilmu pengetahuan kepada kami dalam mata kuliah Penyehatan Makanan & Minuman-
B.
3. Teman-teman semua yang sudah berusaha bersama dalam pembuatan laporan dalam
pemenuhan tugas Penyehatan Makanan & Minuman-B.
Laporan praktikum ini kami susun dengan dasar tugas praktikum mata kuliah
Penyehatan Makanan & Minuman-B. Dengan melakukan praktikum kunjungan pada
tempat penyelenggaraan makanan di PT Aerofood ACS Surabaya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan praktikum ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya, kami berharap semoga laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dan pendidikan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................v
BAB I.........................................................................................................................................6
PENDAHULUAN.....................................................................................................................6
A. Latar Belakang..............................................................................................................6
B. Tujuan............................................................................................................................7
C. Manfaat..........................................................................................................................7
BAB II.......................................................................................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................9
A. Tinjauan Umum PT Aerofood Indonesia...................................................................9
B. Definisi HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dan GMP (Good
Manufacturing Practice)....................................................................................................10
BAB III....................................................................................................................................15
METODE PRAKTIKUM......................................................................................................15
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan...............................................................................15
B. Alat dan Bahan............................................................................................................15
C. Metode Pengumpulan Data........................................................................................15
D. Prosedur Kerja............................................................................................................15
BAB IV....................................................................................................................................16
HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................................16
A. Penerapan Good Manufacturing Prastice (GMP) pada PT. Aerofood ACS
Surabaya..............................................................................................................................16
BAB V......................................................................................................................................38
PENUTUP...............................................................................................................................38
A. Kesimpulan..................................................................................................................38
B. Saran.............................................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................39
LAMPIRAN............................................................................................................................41
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri makanan dan minuman di Indonesia merupakan salah satu industri yang
cukup potensial, salah satu nya bergerak dalam bidang makanan dan minuman yaitu jasa
catering. Industri jasa boga atau catering dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan
utama yaitu golongan A yang melayani kebutuhan masyarakat umum, golongan B yang
melayani kebutuhan masyarakat dalam kondisi tertentu, dan golongan C yang melayani
alat angkutan umum dan pesawat udara (Kemenkes RI, 2011).
Perusahaan penerbangan Garuda Indonesia adalah salah satu perusahaan
penerbangan yang didukung oleh Aerowisata Catering Service yang merupakan jasa
catering terbesar di Indonesia yang mampu memproduksi hingga ribuan porsi perhari. PT
Aerofood ACS merupakan salah satu unit usaha dari PT Aerofood yang juga anak
perusahaan Garuda Indonesia yang bergerak dalam bisnis catering untuk penerbangan
(Aerowisatafood, 2017).
Pengolahan makanan yang berstandar internasional memerlukan sebuah sistem
manajemen yang komprehensif ditinjau segala aspek baik sumberdaya manusia, proses
produksi, peralatan produksi, dan bahan baku produksi yang berkualitas tinggi dengan
tujuan untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Faktor kualitas produk makanan
dan kualitas pelayanan juga merupakan prioritas utama. Untuk mendapatkan kualitas
produk makanan yang memenuhi syarat kesehatan, maka perlu diadakan pengawasan
terhadap mutu dan keamanan mengingat bahwa makanan merupakan media yang
potensial dalam penyebaran penyakit (Kemenperin, 2007 dan Vaz, 2015).
Cara penjaminan keamanan produk yaitu dengan penerapan sistem jaminan
keamanan pangan yang disebut Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).
HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu dan keamanan pangan dalam upaya
pencegahan atas timbulnya masalah berdasarkan identifikasi titik-titik kritis di dalam tiap
tahapan proses produksi (Hermansyah, 2013). Manajemen risiko dengan pendekatan
pencegahan yaitu HACCP digunakan untuk menjamin keamanan pangan yan dikonsumsi
oleh masyarakat (Kemenperin, 2007 dan Vaz, 2015).
PT Aerofood ACS bergerak di bidang catering yang khusus mengelola, menyiapkan
makanan dan non makanan. Visi Aerofood ACS adalah menjadi salah satu perusahaan
penyedia layanan In Flight Services terbaik di ASEAN dan terkemuka dalam industri
6
makanan. Untuk mewujudkan hal tersebut maka PT Aerofood ACS berusaha menerapkan
sistem HACCP dalam proses produksinya (Aerowisatafood, 2017). Dengan menerapkan
sistem HACCP yang ada di PT Aerofood ACS, maka konsumen diharapkan mendapatkan
layanan hidangan makanan yang bermutu, aman, dan layak dikonsumsi dapat tercapai
(Aerowisatafood, 2017).
Aerofood ACS sangat memperhatikan masalah higiene dan sanitasi untuk menjaga
keamanan pangan. Higiene dan sanitasi yang diberlakukan oleh ACS sangat ketat, mulai
dari barang masuk hingga produk tersebut sudah siap untuk dikonsumsi oleh konsumen.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka kami melakukan kunjungan lapangan
mengenai penerapan Good Manufacturing Prastice (GMP) dan Sistem Manajemen
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) di PT Aerofood Catering Service
(ACS) Garuda Indonesia Group Surabaya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat memahami tentang higiene dan sanitasi dalam menjaga
keamanan pangan di PT Aerofood Catering Service (ACS) Garuda Indonesia Group
Surabaya.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat memahami dan menganalisa penerapan Good Manufacturing
Prastice (GMP) dan Sistem Manajemen Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP) di PT Aerofood Catering Service (ACS) Garuda Indonesia Group
Surabaya.
C. Manfaat
1. Manfaat bagi mahasiswa
a. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana higiene dan sanitasi dalam menjaga
keamanan pangan di PT Aerofood Catering Service (ACS)
b. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisa penerapan Good Manufacturing
Prastice (GMP)
c. Mahasiswa dapat memahami dan menganalisa penerapan Good Manufacturing
Prastice (GMP) dan Sistem Manajemen Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP) di PT Aerofood Catering Service (ACS)
7
2. Manfaat bagi masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat bagaimana penerapan Good
Manufacturing Prastice (GMP) dan Sistem Manajemen Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP) di PT Aerofood Catering Service (ACS) yang sesuai dengan
Peraturan Menteri Perindustrian dan Peraturan Menteri Kesehatan serta
menggunakan Standar Sistem Managemen yang ditetapkan.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
Produk makanan yang dihasilkan oleh PT. Aerofoof Indonesia telah memiiki
sertifikat halal dan MUI sehingga produk tersebut sudah terjamin kehalalannya. PT
Aerofood Indonesia juga menerapkan sistem HACCP, ISO 9001:2008 untuk Manajemen
Mutu Pangan dan ISO 22000:2005 untuk Manajemen Keamanan Pangan. HACCP
berfungsi untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat digunakan sebagai jaminan
mutu pangan guna memenuhi kebutuhan konsumen. ISO 22000 merupakan standar
sistem manajemen keamanan pangan untuk seluruh proses mulai dari pembibitan dari
petani hingga siap menjadi hidangan konsumen. Bagi produk makanan, sistem
pengendalia mutu diawali dengan penerapan GMP (Good Manufacturing Practice), yakni
mendefinisikan dan mendokumentasikan semua persyaratan yang diperlukan agar produk
pangan dapat diterima mutunya. Sehingga dengan adanya sistem pengendalian mutu ini,
diharapkan suatu industri pangan dapat meminimalisir adanya gangguan kesehatan
akibat aspek pangan, serta bagi industri sendiri akan menghemat biaya produksi serta
dapat bersaing dengan industri lainnya.
B. Definisi HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dan GMP (Good
Manufacturing Practice)
HACCP merupakan suatu sistem manajemen pengawasan dan pengendalian
keamanan pangan secara preventif yang bersifat ilmiah, rasional, dan sistematis dengan
tujuan untuk mengidentifikasi, memonitof, dan mengendalikan bahaya (hazard) mulai
dari bahan baku, selama proses produksi/pengolahan, manufakturing, penanganan dan
penggunaan bahan pangan untuk menjamin bahwa bahan pangan tersebut aman bila
dikonsumsi. Dengan demikian dalam sistem HACCP, bahan yang dapat membahayakan
kesehatan dan keselamatan manusia atau/dan yang merugikan serta dapat menyebabkan
produk makanan menjadi tidak disukai, diidentifikasi, dan diteliti dimana kemungkinan
besar terjadi kontaminasi/pencemaran atau kerusakan produk makanan muai dari
penyediaan bahan baku, selama tahapan proses pengolahan, sampai bahan sampai
distribusi dan penggunaannya. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan
identifikasi titik kendali kritis. Sistem HACCP didefinisikan sebagai suatu manajemen
untuk menjamin keamanan produk pengan dalam industri pengolahan pangan dengan
menggunakan konsep pendekatan yang bersifat logis, sistematis, kontinyu, dan
menyeluruh dan bertujuan untuk mengidentifikasi, memonitor, dan mengendalikan
bahaya yang berisiko tinggi terhadap mutu dan keamana produk pangan.
10
Konsep HACCP ini disebut rasional karena pendekatannya didasarkan pada data
historis tentang penyebab suatu penyakit yang timbul dan kerusakan pangannya. HACCP
bersifat sistematis karena konsep HACCP merupakan rencana yang teliti dan cermat
serta meliputi kegiatan operasi tahap demi tahap, tata cara/prosedur dan ukuran kriteria
pengendaliannya. Konsep HACCP juga 6 bersifat kontinyu karena apabila ditemukan
terjadi suatu masalah maka dapat segera dilaksanakan tindakan untuk memperbaikinya.
Disamping itu, sistem HACCP dikatakan bersifat komprehensif karena sistem HACCP
sendiri berhubungan erat dengan ramuan (ingredient), pengolah/proses dan tujuan
penggunaan/pemakaian produk pangan selanjutnya
Sistem HACCP dapat dikatakan pula sebagai alat pengukur atau pengendali yang
memfokuskan perhatiannya pada jaminan keamanan pangan, terutama sekali untuk
mengeliminasi adanya bahaya (hazard) yang berasal dari bahaya mikrobiologi (biologi),
kimia dan fisika ; dengan cara mencegah dan mengantisipasi terlebih dahulu daripada
memeriksa/menginspeksi saja.
Sementara itu, tujuan dan sasaran HACCP adalah memperkecil kemungkinan
adanya kontaminasi mikroba pathogen dan memperkecil potensi mereka untuk tumbuh
dan berkembang. Oleh karena itu, secara individu setiap produk dan sistem
pengolahannya dalam industri pangan harus mempertimbangkan rencana pengembangan
HACCP. Dengan demikian, setiap produk dalam industri pangan yang dihasilkannya
akan mempunyai konsep rencana penerapan HACCP-nya masing-masing disesuaikan
dengan sistem produksinya.
Bagi industri pengolahan pangan, sistem HACCP sebagai sistem penjamin
keamanan pangan mempunyai kegunaan dalam hal, yaitu : (1) Mencegah penarikan
produk pangan yang dihasilkan, (2) Mencegah penutupan pabrik, (3) Meningkatkan
jaminan keamanan produk, (4) Pembenahan dan pembersihan pabrik, (5) Mencegah
kehilangan pembeli/pelanggan atau pasar, (6) Meningkatkan kepercayaan konsumen dan
(7) Mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul karena masalah
keamanan produk.
Secara teoritis ada tujuh prinsip dasar penting dalam penerapan sistem HACCP
pada industri pangan seperti yang direkomendasikan baik oleh NACMCP (National
Advisory Committee on Microbilogical Criteria for Foods, 1992) dan CAC (Codex
Alintarius Commission, 1993). Ketujuh prinsip dasar penting HACCP yang merupakan
dasar filosofi HACCP tersebut adalah:
1. Analisis bahaya (Hazard Analysis) dan penetapan resiko beserta cara pencegahannya.
11
2. Identifikasi dan penentuan titik kendali kritis (CCP) di dalam proses produksi.
3. Penetapan batas kritis (Critical Limits) terhadap setiap CCP yang telah
teridentifikasi.
4. Penyusunan prosedur pemantauan dan persyaratan untuk memonitor CCP.
5. Menetapkan/menentukan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi
penyimpangan (diviasi) pada batas kritisnya.
6. Melaksanakan prosedur yang efektif untuk pencatatan dan penyimpanan datanya
(Record keeping).
7. Menetapkan prosedur untuk menguji kebenaran.
GMP (Good Manufacturing Practices) merupakan suatu pedoman bagi
industri
pangan, bagaimana cara berproduksi pangan yang baik. GMP merupakan prasyarat
utama sebelum suatu industri pangan dapat memperoleh sertifikat sistem HACCP
(Hazard Analysis Critical Control Point). Good Manufacturing Practices (GMP) adalah
persyaratan dasar yang semestinya dipenuhi oleh suatu perusahaan yang ingin
menghasilkan pangan yang bermutu dan aman secara konsisten.. GMP merupakan sistem
yang melakukan penanganan dalam pengolahan makanan mulai dari pengadaan bahan
mentah hingga makanan yang siap dikonsumsi. Dalam rangka mendapatkan keamanan
pangan maka harus melaksanakan penerapan GMP dengan baik. Persyaratan dalam
Good Manufacturing Practices (GMP) mencakup persyaratan untuk persyaratan
produksi, persyaratan lokasi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi dan
karyawan.Pencapaian GMP merupakan tanggung jawab pemasok bahan makanan dan
seluruh pekerja.
Penerapan GMP dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap
beberapa aspek meliputi lokasi pabrik, bangunan, produk akhir, peralatan pengolahan,
bahan produksi, personal hygiene, pengendalian proses pengolahan, fasilitas sanitasi,
label, keterangan produk, penyimpanan, pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan
sanitasi, laboratorium, kemasan dan transportasi. Hasil penilaian yang telah memenuhi
persyaratan akan mendapatkan sertifikat berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun
sepanjang sarana produksi yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi
persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan (Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2014)
Sanitasi pangan pada GMP ditujukan untuk mencapai kebersihan yang
prima dalam tempat produksi, persiapan penyimpanan, penyajian makanan, dan air
12
sanitasi. Hal-hal tersebut merupakan aspek yang sangat esensial dalam setiap cara
penanganan pangan. Program sanitasi dijalankan bukan untuk mengatasi masalah
kotornya lingkungan atau kotornya pemrosesan bahan, tetapi untuk menghilangkan
kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan, serta mencegah terjadinya kontaminasi
silang.
Prinsip dasar sanitasi meliputi dua hal, yaitu membersihkan dan
sanitasi. Membersihkan yaitu menghilangkan mikroba yang berasal dari sisa makanan
dan tanah yang mungkin menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Sanitasi
merupakan langkah menggunakan zat kimia dan atau metode fisika untuk
menghilangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal pada permukaan alat dan mesin
pengolah makanan. Beberapa hal yang memungkinkan untuk menjadi sumber
kontaminasi pada industri pangan adalah :
1) Bahan baku mentah
Proses pembersihan dan pencucian untuk menghilangkan tanah dan untuk
mengurangi jumlah mikroba pada bahan mentah. Penghilangan tanah amat penting
karena tanah mengandung berbagai jenis mikroba khususnya dalam bentuk spora.
2) Peralatan/mesin yang berkontak langsung dengan makanan
Alat ini harus dibersihkan secara berkala dan efektif dengan interval waktu
agak sering, guna menghilangkan sisa makanan dan tanah yang memungkinkan
sumber pertumbuhan mikroba.
3) Peralatan untuk sterilisasi
Harus diusahakan dipelihara agar berada di atas suhu 75 – 760C agar bakteri
thermofilik dapat dibunuh dan dihambat pertumbuhannya.
4) Air untuk pengolahan makanan
Air yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan air minum.
5) Air pendingin kaleng
Setelah proses sterilisasi berakhir, kalengnya harus segera didinginkan dengan
air pendingin kaleng yang mengandung disinfektan dalam dosis yang cukup.
Biasanya digunakan khlorinasi air sehingga residu khlorine 0,5 – 1,0 ppm.
6) Peralatan/mesin yang menangani produk akhir (post process handling equipment)
Pembersihan peralatan ini harus kering dan bersih untuk menjaga agar tidak
terjadi rekontaminasi. Program higiene dan sanitasi yang efektif merupakan kunci
untuk pengontrolan pertumbuhan mikroba pada produk dan industri pengolahan
makanan.
13
GMP mempersyaratkan agar dilakukan pembersihan dan sanitasi
dengan frekuensi yang memadai terhadap seluruh permukaan mesin pengolah pangan
baik yang berkontak langsung dengan makanan maupun yang tidak. Mikroba
membutuhkan air untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu persyaratan GMP :
mengharuskan setiap permukaan yang bersinggungan dengan makanan dan berada dalam
kondisi basah harus dikeringkan dan disanitasi. Peraturan GMP juga mempersyaratkan
penggunaan zat kimia yang cukup dalam dosis yang dianggap aman.
Prosedur untuk melaksanakan higiene dan sanitasi harus disesuaikan dengan
jenis dan tipe mesin/alat pengolah makanan. Stamdar yang digunakan adalah :
1) “Pre rinse” atau langkah awal, yaitu : menghilangkan tanah dan sisa makanan
dengan mengerok, membilas dengan air, menyedot kotoran dan sebagainya.
2) Pembersihan : menghilangkan tanah dengan cara mekanis atau mencuci dengan
lebih efektif.
3) Pembilasan: membilas tanah dengan pembersih seperti sabun/deterjen dari
permukaan
4) Pengecekan visual: memastikan dengan indera mata bahwa permukaan alat bersih
5) Penggunaan disinfektan : untuk membunuh mikroba.
6) Pembersihan akhir : bila diperlukan untuk membilas cairan disinfektan yang padat
7) “Drain dry” atau pembilasan kering : disinfektan atau final rinse dikeringkan dari
alat-alat tanpa diseka/dilap. Cegah jangan sampai terjadi genangan air karena
genangan air merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan mikroba.
14
15
BAB III
METODE PRAKTIKUM
D. Prosedur Kerja
1. Melakukan observasi di PT Aerofood Catering Service (ACS) dan melihat secara
langsung bagaimana kondisi sanitasi yang ada dan bagaimana penerapan Good
Manufacturing Prastice (GMP) dan Sistem Manajemen Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP) di PT Aerofood Catering Service (ACS)
2. Melakukan wawancara kepada beberapa narasumber di PT Aerofood Catering Service
(ACS) tentang bagaimana kondisi sanitasi yang ada dan bagaimana penerapan Good
Manufacturing Prastice (GMP) dan Sistem Manajemen Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP) di PT Aerofood Catering Service (ACS)
3. Mencatat hasil observasi dan wawancara tersebut pada buku catatan
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penerimaan (Receiving)
Penyimpanan (Storage)
Produksi (Cooking)
Butcher
Blast Chiller
Chiller
Hot Dishing
Holding Room
Delivery
17
Receiving yang berfungsi sebagai tempat penerimaan barang dari berbagai supplier.
Hot kitchen sebagai tempat pengolahan menu makanan dengan suhu tinggi. Cold
kitchen yang berfungsi sebagai pengolahan makanan frozen dengan suhu -8°C
sebagai penyajian makanan untuk penerbangan yang berada di Bandara Ngurah Rai.
Butcher sebagai tempat pengolahan daging dan ikan.. Sedangkan Pastry and bakery
sebagai tempat pengolahan snack, kue, roti, dan aneka jajanan basah, serta Hot
dishing sebagai tempat penyajian makanan yang ditujukan untuk penerbangan yang
berada di wilayah Bandara Juanda.
PT. Aerofood ACS Surabaya telah menerapkan GMP dalam proses
produksinya guna menghasilkan produk yang aman dan bermutu. Pedoman
penerapan GMP yang dilakukan di hot dishing mengacu pada Peraturan Menteri
Perindustrian RI nomor 75 tahun 2010 tentang Good Manufacturing Practices (GMP)
dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1096 tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi
Jasa Boga, dengan ruang lingkup GMP sebagai berikut:
1. Lokasi
Lokasi hot dishing yakni terletak di lantai 1 PT. Aerofood ACS Surabaya
tepatnya di area produksi bersebelahan dengan hot kitchen. Lokasi PT. Aerofood
ACS Surabaya sendiri telah memenuhi persyaratan lokasi industri pengolahan
makanan yakni bebas dari sumber pencemaran, tidak berada pada daerah banjir,
bebas dari serangan hama, jauh dari tempat pembuangan sampah umum, dan
pemukiman penduduk yang kumuh. Hal tersebut telah sesuai dengan Peraturan
Menteri Perindustrian RI Nomor 75 tahun 2010 tentang Good Manufacturing
Practices (GMP).
2. Bangunan
Komponen bangunan terdiri atas lantai, dinding, langit-langit, pintu,
jendela, serta permukaan tempat pengolahan. Konstruksi lantai pada hot dishing
kedap air, permukaan rata mudah dibersihkan namun seringkali lantai licin
disebabkan suhu ruangan yang kadang tinggi karena petugas merasa kedinginan
sehingga lantai sedikit berembun dan licin. Pertemuan antara lantai dan dinding
juga telah dibuat lengkung atau tidak membentuk siku. Hal itu bertujuan untuk
memudahkan pembersihan serta tidak meninggalkan kotoran. Pada komponen
bangunan memang tidak terdapat masalah, namun pada penataan barang yang ada
di ruang hot dishing ada kesalahan. Berdasarkan Permenkes no 1096 tahun 2011
18
tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga disebelah tempat untuk mencuci tangan harus
disedikan tempat sampah untuk tempat membuang tisu, namun pada
kenyataannya tempat sampah berdekatan dengan rak yang difungsikan sebagai
tempat menyimpan kemasan makanan. Hal tersebut tidak sesuai persyaratan yang
diminta oleh Permenkes no 1096 tahunh 2011 karena dapat menyebabkan
kontaminasi silang antara rak dengan tempat sampah. Meskipun tempat sampah
berukuran kecil dan telah dilengkapi dengan tutp tempat sampahnya. Konstruksi
dinding pada hot dishing telah dibuat setinggi lebih dari 2 meter dan didesain
kedap air, rata, serta tidak mudah mengelupas. Hal itu bertujuan untuk
menghindari kontaminasi yang dapat terjadi akibat lapisan dinding yang
terkelupas. Pertemuan dinding dengan dinding pada ruang produksi hot dishing
seharusnya tidak membentuk sudut mati atau siku-siku yang dapat menahan air
dan kotoran, tetapi membentuk sudut melengkung sehingga mudah dibersihkan.
Sedangkan langit-langit atau atap pada hot dishing telah dibuat setinggi lebih dari
3 meter dari permukaan lantai untuk memberikan aliran udara yang cukup, tidak
ada bagian atap yang bocor, terkelupas, maupun retak agar mencegah masuknya
tikus dan serangga serta mencegah kebocoran. Penerangan dipasang pada atap
ruangan dan seharusnya terang sesuai dengan kebutuhan serta dengan diberi
pelindung guna menghindari pecahan kaca lampu. Pintu pada ruang hot dishing
terbuat dari bahan tahan lama, kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan
namun tidak membuka keluar sehingga dapat memungkinkan debu dan kotoran
masuk ke dalam ruangan. Tirai udara juga rutin dibersihkan. Permukaan jendela
telah rata, berwarna terang, dan mudah dibersihkan. Sedangkan pada komponen
ventilasi, hot dishing tidak memiliki ventilasi karena hot dishing merupakan
ruang pengolahan makanan yang harus steril sehingga sehingga tidak
menggunakan ventilasi. Pertukaran udara ruangan hanya menggunakan air
conditioner. Komponen yang terakhir adalah permukaan tempat kerja berada
dalam kondisi baik, tahan lama, mudah dibersihkan dan terbuat dari bahan yang
tidak bereaksi dengan pangan olahan. Komponen bangunan tersebut telah
memenuhi persyaratan Peraturan Menteri Perindustrian nomor 75 tahun 2010
tentang GMP dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1096 tahun 2011 tentang
Higiene Sanitasi Jasa Boga.
19
3. Fasilitas Sanitasi
Fasilitas sanitasi yang dimaksud yaitu terdiri dari sarana penyediaan air,
pembersihan/pencucian, toilet, dan higiene karyawan. Sumber air yang digunakan
yaitu PDAM serta air tangki yang dibeli melalui pihak ketiga dan dan disimpan di
dalam tandon air.
Pembuangan air yang ada di hot dishing terdapat pada lantai ruangan
sebagai tempat pembuangan genangan air. Tidak terdapat sarana pencucian di
ruangan hot dishing karena ruangan ini hanya untuk pemorsian makanan saja.
Hot dishing seharusnya telah memiliki sarana higiene karyawan berupa fasilitas
cuci tangan bagi karyawan berupa wastafel yang telah dilengkapi dengan kran
sensor, air mengalir, hand sanitizer atau sabun. Fasilitas cuci tangan di hot
dishing juga telah dilengkapi dengan alat pengering berupa tissue. Sarana higiene
karyawan yang lain yakni toilet. PT. Aerofood ACS Surabaya telah menyediakan
toilet pada setiap lantai yaitu lantai 1 di ruang loker dan di lantai 2. Kondisi toilet
yang tersedia dalam keadaan bersih dan dilengkapi dengan air bersih, urinoir,
wastafel, sabun, alat pengering panas ataupun kertas tissue dan juga tempat
sampah.
Selain itu, hot dishing juga telah memiliki tempat sampah yang tertutup
yang dilapisi dengan plastik disposal dan rutin diganti apabila plastik sudah
penuh. Namun tempat sampah yang ada tidak dipisahkan antara sampah organik
dan sampah anorganik, meskipun di akhir proses sampah akan diambil oleh
departemen house keeping dan dilakukan diferensiasi tiap jenis sampahnya, tetapi
ada baiknya pada ruang hot dishing telah dibedakan jenis sampahnya. Tempat
sampah yang dibedakan antara sampah organik dan anorganik di ruang hot
dishing seharusnya dilakukan agar sesuai yang dipersyaratkan oleh Permenkes no
1096 tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga untuk menghindari adanya
kontaminasi silang yang terjadi karena proses pembusukan sampah organik yang
berbeda dengan sampah anorganik
20
dan tidak mengelupas. Peralatan yang digunakan juga mudah dicuci dan
dibersihkan Peralatan yang telah selesai digunakan diletakkan pada keranjang
berwarna kuning yang khusus untuk peralatan kotor. Pisau direndam di dalam
larutan klorin setelah dicuci bersih dan disimpan di tempat penyimpanan berupa
loker dibawah meja pengolahan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi yang dapat terjadi melalui peralatan pengolahan. Peralatan lain yang
digunakan di hot dishing adalah timbangan digital yang berfungsi untuk
pembuatan golden sample sesuai standar porsi. Timbangan tersebut juga rutin
dikontrol keakuratannya oleh staf engineering dan staf quality. Hot dishing juga
dilengkapi dengan chiller yang digunakan sebagai tempat penyimpanan makanan
yang akan di dishing dan yang telah siap disajikan. Chiller tersebut memiliki suhu
0°-5°C dengan selalu dilakukan pemantauan terhadap suhu chiller pada setiap
shift oleh staf dari departemen engineering.
5. Bahan
Bahan yang digunakan pada hot dishing yaitu berupa makanan yang telah
diproses dan selanjutnya akan disajikan. Bahan tersebut telah dibeli dari beberapa
supplier yang telah bekerja sama dengan PT. Aerofood ACS Surabaya bahan
yang telah diorder datang setiap hari Senin-Sabtu, dengan persyaratan bahan
tidak boleh dalam keadaan busuk atau rusak dan sesuai dengan ukuran yang telah
ditentukan serta khusus untuk daging ayam akan diperiksa suhunya ketika datang.
Kualitas bahan akan diperiksa oleh petugas quality control saat penerimaan
barang di bagian receiving. Setelah semua bahan dinyatakan telah memenuhi
spesifikasi yang telah ditentukan maka bahan tersebut akan ditimbang dan
selanjutnya diberi label tanggal kedatangan bahan tersebut. Setelah itu akan
langsung dibawa menuju storage dan dikirim ke butcher untuk proses thawing
pada sehari sebelum makanan tersebut diolah di hot kitchen. Bahan yang akan
diproses menggunakan bahan yang datang pada hari yang sama atau pada hari
sebelumnya apabila bahan masih dalam keadaan baik setelah disimpan di freezer.
6. Pengawasan Proses
Pengawasan proses dilakukan guna mengurangi terjadinya produk yang
tidak memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan. Pengawasan ini meliputi
pengawasan proses pengolahan, pengawasan bahan, serta pengawasan terhadap
kontaminasi. Pengawasan proses dilakukan selama proses produksi di hot dishing
21
oleh supervisor dan petugas quality control yang sewaktuwaktu akan mengontrol
proses produksi di hot dishing. Karyawan hot dishing juga telah memperhatikan
waktu proses produksi yang dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan. Sedangkan pengawasan bahan dilakukan mulai dari bahan diterima di
receiving yang akan diperiksa kembali oleh petugas butcher saat memotong
daging ayam, lalu diperiksa kembali oleh karyawan hot dishing saat menu sudah
matang dan disimpan dalam chiller. Pengawasan kontaminasi juga telah
dilakukan dengan baik oleh karyawan hot dishing dengan memperhatikan
penggunaan APD dan standard grooming, memperhatikan pemisahan antara
menu yang belum di dishing dengan produk akhir di dalam chiller,
memperhatikan kebersihan ruangan kerja serta memperhatikan penggunaan
peralatan guna menghindari kontaminasi silang. Pengawasan pada proses
produksi yang dilaksanakan telah sesuai dengan pedoman GMP pada Peraturan
Menteri Perindustrian nomor 75 tahun 2010.
7. Produk Akhir
Produk akhir dari hot dishing yaitu menu makanan yang telah disajikan
sesuai dengan menu airlines yang di setting pada tempat makan berbahan plastik
yang nantinya akan disajikan pada penumpang airlines. Produk akhir tersebut
dipantau dan diperiksa secara rutin melalui meal check yang dilakukan setiap hari
untuk memeriksa menu yang siap disajikan secara organoleptik dan fisik.
Sedangkan untuk pemeriksaan kandungan kimia dan mikrobiologi tidak
dilakukan setiap hari. Pelaksanaan pemantauan produk akhir secara periodik yang
telah dilakukan oleh PT. Aerofood ACS Surabaya telah sesuai dengan Peraturan
Menteri Perindustrian nomor 75 tahun 2010.
8. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium terhadap bahan dan produk akhir bahan
dilakukan di laboratorium yang dimiliki oleh departemen QHSE PT. Aerofood
ACS Surabaya. Pemeriksaan sampel menu yang akan dikirim ke masing-masing
airlines secara fisik dan organoleptik dilakukan setiap hari, sedangkan
pemeriksaan kimia dilakukan setiap 1 tahun sekali, dan pemeriksaan
mikrobiologi dilakukan setiap 1 bulan sekali. Pada peralatan dan pengemas
produk juga dilakukan pemeriksaan mikrobiologi (E. coli dan coliform) setiap 1
22
minggu sekali yag dilakukan oleh laboran dengan pemilihan sampel secara
random.
9. Karyawan
Karyawan hot dishing memiliki persyaratan harus dalam keadaan sehat
dan sedang tidak menderita penyakit menular. Hal tersebut dapat diketahui
melalui hasil general check up setiap 1 tahun sekali dan rectal swab setiap 6 bulan
sekali, berbeda dengan karyawan yang tidak bekerja langsung dengan proses
produksi makanan yang hanya melakukan general check up saja setiap 2 tahun
sekali. Karyawan hot dishing juga harus memenuhi penggunaan APD (Alat
Pelindung Diri) serta standard grooming yang wajib digunakan dan telah
dilaksanakan dengan baik. APD yang wajib digunakan di hot dishing yaitu safety
shoes yang berguna untuk menjaga keseimbangan tubuh agar tidak terpeleset
jatuh ketika melewati lantai yang licin ataupun basah yang dapat merugikan
karyawan. Sedangkan standard grooming yang wajib digunakan adalah masker,
penutup kepala, serta hand gloves yang berguna untuk mencegah terjadinya
kontaminasi dan masuknya foreign object pada makanan yang diolah.
Penggunaan APD telah dipatuhi oleh semua karyawan di hot dishing, namun
penggunaan standard grooming belum sepenuhnya terpenuhi. Masih ada
beberapa karyawan yang menggunakan masker namun tidak menutupi hidung
dan mulutnya, perilaku ini dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi atau
masuknya foreign object ke dalam produk. Karyawan juga telah mematuhi aturan
bahwa tidak diperbolehkan memakai perhiasan dan jam tangan saat bekerja.
Karyawan juga melakukan personal higiene secara baik, namun karena wastafel
pada ruangan hot dishing sedang rusak maka karyawan hanya menggunakan
tissue dan memakai hand glove sebelum menyajikan menu makanan dan
mengganti hand gloves setiap akan menangani jenis menu makanan yang
berbeda. Kriteria karyawan hot dishing telah sesuai dengan Peraturan Menteri
Perindustrian nomor 75 tahun 2010.
10. Penyimpanan
Bahan dan produk akhir disimpan dalam chiller, hal tersebut dilakukan
untuk mencegah penurunan mutu bahan dan produk akhir. Chiller di hot dishing
room berjumlah dua buah dengan suhu chiller 1.9°C dan 4.4°C yang telah sesuai
dengan standar suhu chiller yaitu sekitar 0°-5°C. bahan dan produk akhir yan
23
disimpan dalam chiller diletakkan di keranjang dan selanjutnya dimasukkan ke
dalam chiller, hal tersebut sudah sesuai karena bahan dan produk akhir tidak
menyentuh lantai dan tidak menempel pada dinding. Penyimpanan bahan telah
menggunakan label dan telah menerapkan FIFO (First In First Out) dengan cara
melihat tanggal yang telah tertera pada setiap keranjang bahan maupun produk
akhir. Barang yang terlebih dahulu diproduksi diletakkan paling atas sehingga
akan terlebih dahulu diambil oleh karyawan apabila akan digunakan.
Penyimpanan dalam chiller di hot dishing memiliki batas waktu yaitu 48 jam,
apabila telah melebihi 48 jam maka bahan atau produk akhir harus dibuang.
Kegiatan penyimpanan yang dilaksanakan di hot dishing telah sesuai dengan
persyaratan cara penyimpanan dan produk akhir pada Peraturan Menteri
Perindustrian nomor 75 tahun 2010.
24
1096 tahun 2011 tentang higiene dan sanitasi jasa boga serta Permenperin RI
nomor 75 tahun 2010 tentang GMP.
12. Pengangkutan
Menu makanan yang sudah di dishing dan dikemas dalam bowl
selanjutnya akan ditata ke dalam keranjang dan disimpan dalam chiller.
Selanjutnya apabila sudah siap untuk diangkut, menu tersebut akan dibawa ke
MTSU (Meal Tray Set Up) menggunakan troli dan akan ditata pada tray yang ada
pada troli airlines. Setelah ditata, selanjutnya troli yang sudah siap akan dibawa
ke area loading dock dan diangkut dengan truk menuju bandara.
14. Pelatihan
PT.Aerofood ACS Surabaya memberikan pelatihan kepada karyawan,
pelatihan yang diberikan yaitu terkait dengan keamanan pangan. Pelatihan
tersebut bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pembinaan terhadap
karyawan dalam pelaksanaan higiene dan sanitasi, serta peningkatan mutu
produk. Pelatihan diberikan setiap setahun dua kali guna menjadi pengingat bagi
karyawan dan agar penerapan keamanan pangan membudaya pada tiap diri
karyawan. Hal ini telah sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian nomor 75
tahun 2010.
25
penggunaan (kadaluarsa) juga akan dilakukan penarikan yaitu produk akan
dibuang karena sudah tidak layak konsumsi. Berikut prosedur pelayanan produk
yang tidak layak:
a. Sumber masalah yang diterima oleh PT. Aerofood ACS Surabaya seperti dari
keluhan atau komplain pelanggan, produk atau pelayanan tidak layak dari
internal ACS, ketidaksesuaian antar HACCP PRP dan operasional PRP,
prosedur mutu tidak diikuti secara benar, hasil internal dan eksternal audit,
hasil tinjauan manajemen, maupun masalah dari departemen.
b. Proses tindakan dimulai dari meninjau sumber masalah yang ada lalu
membuat tren monitoring hubungan dan indikasi terhadap masalah,
kemudian tentukan penyebab masalah, selanjutnya mengevaluasi/menaksir
tindakan perbaikan/pencegahan, kemudian catat hasil evaluasi lalu ditinjau
kembali dan yang terakhir dilakukan dokumentasi berupa SIR, WO,
LogBook, memo, dan lainnya.
c. Pengisian SIR terdiri dari identifikasi masalah, tindakan awal, pengusutan
masalah, tindakan pencegahan dan perbaikan, verifikasi, lalu meminta
persetujuan head department masing-masing, kemudian diserahkan pada
bagian Quality Assurance.
B. Sistem Manajemen Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada PT.
Aerofood ACS Surabaya
HACCP adalah suatu sistem manajemen keamanan pangan yang mengidentifikasi
bahaya spesifik yang mungkin timbul dan cara pencegahan untuk mengendalikan bahaya
tersebut, baik bahaya fisik, kimia, dan biologis (mikrobiologis). HACCP merupakan
analisis yang dilakukan terhadap bahan produk atau proses untuk menentukan
komponen, kondisi atau tahap proses yang harus mendapatkan pengawasan ketat dengan
26
tujuan untuk manajemen bahwa produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan
keamanan pangan.
1. Tim Penanganan Keamanan Pangan/HACCP
Pada Aerofood ACS Surabaya terdapat organisasi khusus yang menangani
pengawasan mutu yaitu Quality Assurance. Namun, tidak hanya Quality Assurance
saja yang menjalankan pengawasan mutu tersebut, melainkan semua Team
Keamanan Pangan atau HACCP yang terdiri dari:
27
3. Identifikasi Rencana Penggunaan
Rencana Penggunaan harus didasarkan pada kegunaan-kegunaan yang
diharapkan dari produk oleh pengguna produk atau konsumen. Dalam hal-hal
tertentu, kelompok-kelompok populasi yang rentan, seperti yang menerima pangan
dari institusi mungkin perlu dipertimbangkan (SNI 01-4852-1998). Aerofood ACS
Surabaya melayani 2 macam penyelenggaraan makanan yakni Inflight Catering
Service (jasa boga bagi perusahaan penerbangan) dan Industrial Catering (jasa boga
diluar pelayanan maskapai penerbangan)
Receiving (CCP 1)
Sayuran (wortel, brokoli, baby corn, dan pakcoy) Daging Ayam Beras
28
Cooking (CCP 3)
Storage raw
6. Identifikasi chilled vegetable
Bahaya
Identifikasi bahaya dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya bahaya yang ditetapkan signifikansi bahaya dimana merupakan hasil
Pemasakan
Proses sautéed untuk sayurandaging ayam dengan bumbu saus tirammenanak nasi
Proses
antara peluang kejadian dengan tingkat keparahan bahaya.
29
dll)
30
Pada pemorsian memperhatikan suhu makanan, suhu ruang pemorsian,
dan juga waktu pengemasan. Makanan maksimal memiliki suhu 15°C. dengan
batas waktu pengemasan maksimal adalah 45 menit, tidak boleh lebih dari 45
menit karena akan memperpanjang masa waktu kontak makanan dengan udara
luar.
31
CCP 5Suhu ruangan ≤5°C, maka suhu ruangan harus dikontrol
(Pemorsian/portioning) seperti chiller.
Suhu ruangan >5ºC tetapi ≤ 15ºC, maka proses pemorsian
maksimal 90 menit. Suhu ruangan >15ºC tetapi ≤21ºC,
maka proses pemorsian maksimal 45 menit.
Suhu ruangan >21ºC, maka proses pemorsian maksimal 45
menit dan suhu makanan tidak lebih dari 15ºC
Titik kontrol atau CCP di PT Aerofood ACS Surabaya adalah berupa pengontrolan
suhu mulai dari penerimaan bahan baku, penyimpanan, pemasakan, blast chilling, hingga
pemorsian. Kegiatan pengontrolan suhu yang sesuai dengan salah satu prinsip HACCP telah
dilakukan serta dicatat setiap hari oleh staff yang sedang bertugas pada bagian tersebut.
Pengontrolan suhu merupakan salah satu cara pengendalian yang cukup efektif
dibandingkan hanya dengan pengamatan secara visual (fisik).
CCP 1 adalah proses penerimaan bahan baku (receiving). Proses penerimaan bahan
baku dilakukan oleh pihak vendor, qualitycontrol, accounting, serta pengguna (user) atau
pengolah makanan (chef). Pada penerimaan produk beku (frozen) daging ayam dilakukan
pengecekan suhu. Suhu penerimaan yang ditetapkan untuk produk beku (frozen) yaitu
antara -8ºC sampai dengan -18ºC, dan apabila suhu penerimaan tidak mencapai -8ºC atau
ada tanda-tanda thawing maka produk ditolak. Produk yang telah diterima harus segera
dimasukkan ke dalam freezer agar tidak terjadi perubahan suhu yang terlalu signifikan.
Pada proses ini tidak ditemukan adanya suhu penerimaan yang tidak sesuai. Setelah
dilakukan pengecekan kualitas dan kuantitas produk maka langsung dimasukkan ke dalam
freezer. Namun terdapat kemungkinan untuk terjadi ketidaksesuaian suhu penerimaan
akibat berbagai faktor adalah satunya yaitu alat transportasi atau kendaraan yang digunakan
untuk mengirim produk.
CCP 2 adalah proses penyimpanan (storing). Penyimpanan bahan makanan
dibedakan sesuai dengan sifat bahan makanan tersebut yaitu freezer untuk tempat
penyimpanan produk beku (frozen), chiller untuk tempat penyimpanan produk dingin
(chilled), dan tempat penyimpanan produk kering. Frezeer merupakan suatu ruangan dingin
yang digunakan sebagai tempat penyimpanan produk beku seperti daging sapi, daging
ayam, ikan, dan seafood. Freezer harus selalu berada pada suhu antara 0-5ºC untuk menjaga
agar produk beku tetap dalam keadaan beku dan tidak terjadi pembusukan serta mencegah
terjadinya tanda-tanda thawing. Pada tempat penyimpanan produk dingin dan beku terdapat
alat penunjuk suhu ruangan agar suhu di dalam ruangan tersebut tetap terkontrol.
Sedangkan produk kering disimpan di dalam gudang yang memiliki suhu ruangan
32
(Sudarmaji, 2015). Sistem penyimpanan barang di PT Aerofood ACS Surabaya
menggunakan metode FIFO (First In First Out) yang berlaku untuk semua jenis bahan
makanan.
CCP 3 adalah proses pemasakan (cooking). Thawing dilakukan sebelum dilakukan
pemasakan. Thawing bertujuan untuk mencairkan daging yang dilakukan sehari sebelum
dilakukan pemasakan dengan mendiamkan daging beku di dalam ruangan thawing. Daging
ayam yang telah selesai dithawing harus segera dimasak. Proses pemasakan bertujuan
untuk mencegah terjadinya pertumbuhan serta menghentikan pertumbuhan bakteri yang
bersifat tahan dingin. Pada proses pemasakan suhu inti makanan harus mencapai suhu yang
telah ditetapkan. Suhu inti daging harus mencapai 74ºC. Apabila suhu inti makanan belum
tercapai maka harus dimasak kembali sehingga suhu tercapai. Namun hal ini sulit untuk
diketahui karena biasanya suhu yang dicek adalah suhu permukaan makanan saja.
CCP 4 adalah blast chilling. Blast chilling merupakan salah satu proses penurunan
suhu makanan yang dilakukan setelah proses pemasakan. Blast chilling bertujuan untuk
mencegah terjadinya pertumbuhan serta menghentikan pertumbuhan bakteri tahan panas
yang belum mati pada saat proses pemasakan. Pada proses blast chilling ini dilakukan
dengan memasukkan makanan matang yang telah diletakkan pada troli bertingkat ke dalam
blast chiller yang kemudian dilakukan penurunan suhu makanan yang matang dari suhu
70ºC menjadi 20ºC pada waktu maksimal empat jam.
Apabila dalam waktu empat jam suhu inti makanan tidak mencapai 20ºC maka
ditambah waktu selama dua jam hingga suhu inti makanan menjadi 5ºC. Namun apabila
suhu inti makanan tetap tidak tercapai maka harus dibuang. Suhu inti makanan yang tidak
mencapai suhu yang ditentukan ha agar rus di buang makanan yang disajikan terjamin
keamanannya serta tidak menimbulkan foodborne disease akibat bakteri tahan panas yang
masih berkembang dalam makanan. Pada proses blast chilling ini telah dilakukan
pencatatan suhu makanan sebelum masuk dan setelah keluar dari blast chiller. Pencatatan
dilakukan oleh staff yang sedang bertugas pada bagian tersebut sehingga suhu makanan
selalu dikontrol dengan baik.
CCP 5 adalah proses pemorsian (portioning). Suhu ruangan untuk proses pemorsian
harus berada pada suhu 5ºC-15ºC dengan waktu maksimal 45 menit. Makanan yang telah
dikeluarkan dari blast chiller akan dilakukan penyortiran yang bertujuan untuk mencegah
adanya foreign object yang ikut masuk ke dalam makanan yang akan diporsi. Proses
penyortiran dibutuhkan ketelitian agar tidak ada yang terlewat dan ikut masuk ke dalam
proses pemorsian. Proses pemorsian telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah
33
ditetapkan pada spesifikasi menu berupa komponen menu, berat komponen menu, serta
tampilan menu itu sendiri. Hal terpenting yang harus dilakukan setelah proses pemorsian
makanan yaitu pemberian label nama menu, tanggal produksi, serta tanggal kadaluarsa
yang bertujuan untuk pencatatan rutin. Makanan yang telah diporsi kemudian dibawa ke
MTSU (meal tray set up) untuk kemudian dimasukkan ke dalam holding room dengan
standar suhu - 1ºC - 5ºC.
9. Sistem Pemantauan CCP
Monitoring/pemantauan perlu dilakukan sebagai bentuk pengamanan atau
pengukuran untuk menetapkan apakah suatu CCP dapat dikendalikan dengan baik dan
benar serta menghasilkan catatan yang teliti untuk digunakan selanjutnya dalam verifikasi
(Ni Kadek Yuli Yantari, 2019).
34
rendah dan mencapai suhu yang masuk dan keluar dari
diinginkan, yaitu 5°C. blast chiller
CCP 5 Suhu ruangan ≤5°C, maka suhu Pemeriksaan dan
(Pemorsian/ ruangan harus dikontrol seperti pencatatan suhu makanan
portioning) chiller. dan ruangan serta waktu
Suhu ruangan >5ºC tetapi ≤ 15ºC, penataan yang dilakukan
maka proses pemorsian maksimal 90 setiap proses pemorsian
menit. Suhu ruangan >15ºC tetapi
≤21ºC, maka proses pemorsian
maksimal 45 menit.
Suhu ruangan >21ºC, maka proses
pemorsian maksimal 45 menit dan
suhu makanan tidak lebih dari 15ºC
35
CCP 4 Pendinginan dilakukan dari suhu Setelah 6 jam suhu tidak
(Blast makanan 70°C menjadi 20°C dengan sesuai maka makanan
chilling) durasi harus 2 jam, kemudian dibuang
ditambah 2 jam lagi agar suhu lebih
rendah dan mencapai suhu yang
diinginkan, yaitu 5°C.
CCP 5 Suhu ruangan ≤5°C, maka suhu Melakukan perbaikan
(Pemorsian/ ruangan harus dikontrol seperti chiller. hingga mencapai suhu
portioning) Suhu ruangan >5ºC tetapi ≤ 15ºC, ruangan yang ditemtukan
maka proses pemorsian maksimal 90 dan berat makanan
menit. Suhu ruangan >15ºC tetapi menggunakan timbangan
≤21ºC, maka proses pemorsian
maksimal 45 menit.
Suhu ruangan >21ºC, maka proses
pemorsian maksimal 45 menit dan
suhu makanan tidak lebih dari 15ºC
36
Dokumentasi dan pencatatan harus meliputi semua area yang sangat kritis bagi
keamanan produk dan dibuat pada saat monitoring dilakukan. Catatan membuktikan
bahwa batas-batas kritis telah dipenuhi dan tindakan koreksi yang benar telah diambil
pada saat batas kritis terlampaui. PT Aerofood ACS Surabaya melakukan pencatatan
dokumen monitoring, pencatatan dokumen tindakan koreksi, dan pencatatan dokumen
verifikasi. Dokumentasi dilakukan terhadap penerapan HACCP mulai dari penerimaan,
penyimpanan, pemasakan, pemorsian, dan penyimpanan akhir. Dokumen atau catatan
harus meliputi analisis penyebab bahaya, penjelasan CCP, prosedur pengendalian,
pemantauan, dan verifikasi serta catatan penyimpangan prosedur.
37
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
38
DAFTAR PUSTAKA
Bimantara. Agil Putra, Rr. Juni Triastuti. 2018. Penerapan Good Manufacturing Practices
(GMP) pada Pabrik Pembekuan. Cumi-Cumi (Loligo Vulgaris) di PT. Starfood
Lamongan, Jawa Timur. Journal of Marine and Coastal Science, Vol. 7 No.3,
September 2018.
Chandra H. 2019. Laporan Kunjungan Industri PT. Aerofoof ACS Surabaya. Yogyakarta :
Poltekkes Yogyakarta
Fitria Novita Sari. 2016. Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) di Dapur Rumah
Sakit. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 8, No. 2 Juli 2016: 248–257.
Imam. 2017. Laporan Praktik Kerja Lapangan Pada PT. Aerofoof Indonesia ACS (Garuda
Indonesia Group) Kantor Pusat Tebet, Jakarta. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta
Kharisma, Ayu Diah Mutiara. 2019. Katering Penerbangan dan Keamanan Pangan:
Penerapan Hazard Analysis And Critical Control Point Di PT Aerofood ACS
Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 11 No. 1 Januari 2019 (17 - 25).
Kurniawan, dkk. 2019. Penerapan 7 Prinsip HACCP pada PT. Aerofood ACS Surabaya.
Surabaya : Poltekkes Surabaya
Lana, Lita. 2019. Kitchen Tour Ke Aerofood ACS – Part of Garuda Indonesia Grup
Musthofa Lutfi, Bambang Dwi Argo, dan Sri Hartini. 2019. Identifikasi Potensi Bahaya Dan
Pemantauan Critical Point,(HACCP) Produk Makanan Penerbangan. Jurnal Pro
Food. Vol 5 No. 1:448-458
Ni Kadek Yuli Yantari. 2019. Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (Haccp) Di
Instalasi Gizi Brsud Tabanan (Studi Kasus Pada Olahan Ayam Rica-Rica). [Diploma
thesis]. Denpasar(ID): Poltekkes Denpasar.
SNI 01-4852-1998 Sistem Analisa Bahaya Dan Pengendalian Titik Kritis (Haccp) Serta
Pedoman Penerapannya
39
Susiwi S. 2009. GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang
Baik . Universitas Pendidikan Indonesia.
Tim D IV Gizi. 2019. Laporan Pengawasan Mutu Makanan pada Tempat Penyelenggaraan
Makanan di Aerofood ACS Surabaya. Malang : Poltekkes Malang
40
LAMPIRAN
A. DOKUMENTASI
41