Anda di halaman 1dari 14

TUGAS SURVEILANS PENGENDALIAN VEKTOR PENYAKIT (SPVP)

“SURVEILANS PENGENDALIAN DBD DI JAWA TIMUR”

DOSEN PENGAJAR:
Suprijandani, SKM., M.Sc.PH
Irwan Sulistio, SKM, M.Si
Zefanya Meylan Ogotan, S.Tr.Kes

DISUSUN OLEH:
Siti Aminatus Sholehah (P27833320033)
Vegi Salsabila (P27833320034)
Vianita Fitria Funny (P27833320035)
Zakiyah Sabrina Cahyani (P27833320036)
Zhafira Nur Habibah (P27833320037)
Adinda Rizky Safitri (P27833320038)
Alfaticha Bilqis Sakina (P27833320039)
Amirrahman as’ad (P27833320040)

KEMENTRIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN SURABAYA


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PRODI SANITASI LINGKUNGAN
PROGRAM SARJANA TERAPAN
TAHUN 2022/2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. i
BAB I .........................................................................................................................................ii
PENDAHULUAN ....................................................................................................................ii
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................................ii
1.2 Tujuan .............................................................................................................................ii
BAB II ....................................................................................................................................... 1
PENYAKIT DAN PENGENDALIAN PENYAKIT ............................................................. 1
2.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD) ............................................................. 1
2.2. Program Pengendalian Penyakit ................................................................................. 2
BAB III...................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 4
3.1 Uraian Data Penyakit DBD di Jawa Timur Selama 3 Tahun Terakhir ................... 4
3.2 Identifikasi dan Analisis Penyakit Terhadap Penyebab ............................................. 5
3.3 Tren Kejadian Penyakit ................................................................................................ 5
3.4 Alternatif Solusi Pengendalian Penyakit...................................................................... 7
BAB IV ................................................................................................................................... 10
PENUTUP ............................................................................................................................... 10
4.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 10
4.2 Saran.............................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 11

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi menular yang
disebabkan virus dengue (arbovirus) yang ditularkan melalaui gigitan nyamuk aedes.
Penularan DBD dapat terjadi melalui gigitan nyamuk yang mengandung virus dengue baik
Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4 yang dapat ditemukan di berbagai daerah Indonesia. Den-1
dan Den-3 merupakan virus yang banyak berkembang dimasyarakat.
Penyakit demam berdarah merupakan salah satu penyakit menular yang sering
muncul dan berkembang di daersh tropis dan subtropic di berbagai belahan dunia, terutama di
musim hujan. .Kasus DBD di Indonesia tahun 2018 sebanyak 65.602 kasus, angka kesakitan
(Incident Rate-IR) 24,75 per 100.000 penduduk, jumlah kematian 467 orang dengan Case
Fatality Rate (CFR) 0,71%. Jawa Barat menempati urutan pertama dengan jumlah kasus
DBD tertinggi di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 8.732 kasus (IR 17,94), 49 orang
meninggal (tertinggi kedua) dengan CFR 0,56% (Kemenkes RI, 2019; Dinkes Jawa
Barat,2018).
DBD di Indonesia dari tahun 1968 hingga sekarang kecenderungan menunjukkan
peningkatan, Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya peningkatan populasi vektor
penular DBD disertai meningkatnya tempat perindukan vektor yang tersebar luas baik di
tempat pemukiman maupun di tempat umum maka dari itu surveilans Kesehatan masyarakat
digunakan untuk mengetauhi status Kesehatan masyarakat, memantau perkembangan
masyarakat, menentukan prioritas Kesehatan, mengevaluasi dan mengembangkan penelitian
Kesehatan.

1.2 Tujuan
Untuk mengetauhi penyakit dan pengendalian penyakit DBD di Jawa Timur mulai
dari pengertian DBD, program pengendalian penyakit DBD di Jawa Timur dan uraian data
penyakit DBD.

ii
BAB II
PENYAKIT DAN PENGENDALIAN PENYAKIT

2.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)


Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue
yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili Flaviviridae. Penyakit
DBD dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau
Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh
kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat.
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya
semakin luas. Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang terutama menyerang anak-
anak. Penyakit DBD mempunyai perjalanan yang sangat cepat dan sering menjadi fatal
karena banyak pasien yang meninggal akibat penanganannya yang terlambat. Demam
Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit endemik di seluruh wilayah tropis
dan sebagian wilayah subtropis. Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti
tersebut menjadi momok yang menakutkan karena penularannya dapat berlangsung cepat
dalam suatu wilayah. Bahkan dalam satu bulan, jumlah kasus DBD pada wilayah endemik
bisa sampai puluhan manusia yang terinfeksi virus dengue.
Data dari WHO menunjukkan bahwa, kejadian penyakit DBD dalam beberapa tahun
terakhir telah tumbuh secara meningkat diseluruh dunia. Terlihat pada 2,5 miliar orang dari
dua per lima penduduk dunia yang sekarang menghadapi risiko terkena penyakit DBD. Virus
dengue ini sangat endemik terjadi dibanyak daerah tropis. WHO juga mencatat hingga tahun
2008, lebih dari 60 negara di daerah tropis dan sub-tropis terjangkit penyakit DBD, sehingga
angka insidens meningkat 30 kali lipat dari sebelumnya, dan setiap tahun terjadi 50 juta kasus
penyakit DBD (Analestariastuti dkk, 2014). Di Indonesia kasus penyakit DBD pertama kali
terjadi di Surabaya pada tahun 1968. Penyakit DBD ditemukan di 200 kota di 27 provinsi dan
telah terjadi KLB akibat penyakit DBD (Widoyono, 2011). Sedangkan menurut data laporan
dari Depkes RI, pada tahun 2010 di Indonesia tercatat ada 157.086 kasus dengan Insidence
Rate (IR) 67,7 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) 0,87%, akan tetapi pada
tahun 2011 mengalami penurunan jumlah kasus menjadi 65. 432 kasus (IR 27,56 per 100.000
penduduk), sehingga CFR meningkat menjadi 0,91% (Analestariastuti dkk, 2014).

1
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), perkembangan kasus DBD
ditingkat Global semakin meningkat. Tahun 2015 menyatakan 3,9 milyar penduduk dunia
dinegara tropis dan subtropis terdapat 128 negara berisiko terinfeksi virus dengue dengan 96
juta kasus. Lebih dari 136.000 kasus DBD di Thailand dilaporkan pada bulan Agustus 2016
merupkan jumlah kasus tertinggi selama lebih dari 20 tahun. DBD merupakan masalah besar
di Asia Tenggara, karena selama periode 40 tahun terjadi kematian 67.295 dari total kematian
di seluruh dunia sebanyak 68.977.
Kementerian Kesehatan Republik Indoneisa mencatat pada tahun 2016, terdapat
201.885 penderita DBD di seluruh wilayah Indonesia dimana sebanyak 1.585 penderita
meninggal dunia akibat serangan virus dengue yang berpindah ke dalam tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Bahkan di beberapa provinsi, jumlah kasus DBD
cenderung meningkatkan atau pun bersifat fluktuatif namun masih pada jumlah kasus yang
cukup tinggi.
Pada beberapa wilayah, peningkatan kasus DBD dipengaruhi oleh curah hujan dan
kelembaban udara. Bahkan pada beberapa kasus, puncak kejadian DBD terjadi pada puncak
musim hujan. Oleh karena itu, dibutuhkan perencanaan yang matang dalam mengendalikan
penyebaran penyakit DBD, khususnya di musim hujan. Pemaksimalan program pengendalian
DBD di dinas kesehatan dan puskesmas setempat menjadi kunci utama dalam menanggulangi
penyebaran DBD.
Menurut data Profil Dinas Kesehatan Jawa Timur bahwa Insiden rate (Incidence Rate)
atau Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jawa Timur pada tahun 2016
sebesar 64,8 per 100.000 penduduk, mengalami peningkatan dibandingkan tahun tahun 2015
yakni 54,18 per 100.000 penduduk. Angka ini masih di atas target nasional ≤ 49 per 100.000
penduduk.

2.2. Program Pengendalian Penyakit


Penularan kasus DBD di Jawa Timur cenderung dipengaruhi oleh kepadatan
penduduk, mobilitas penduduk, urbanisasi, pertumbuhan ekonomi, perilaku masyarakat,
perubahan iklim, kondisi sanitasi lingkungan dan ketersediaan air bersih. Upaya strategis
yang dilakukan untuk penanggulangan DBD antara lain peningkatan diagnosa dini dan tata
laksana. Upaya penanggulangan penyakit tular vektor dan zoonotik selain dengan pengobatan
terhadap penderita juga dilakukan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit,
termasuk upaya mencegah kontak secara langsung maupun tidak langsung dengan vektor dan

2
binatang pembawa penyakit untuk mencegah penularan penyakit menular, baik penyakit yang
sudah endemis maupun yang baru. Pencegahan penyakit DBD yang efektif sampai saat ini
adalah dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3 M plus, dengan penguatan satu
rumah satu jumantik yang diharapkan masyarakat secara mandiri, rutin dan
berkesinambungan melaksanakan minimal seminggu sekali di lingkungan rumahnya.
Kasus DBD di Jawa Timur mempunyai Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik di Jawa
Timur sudah mulai diterapkan di Kabupaten/Kota di Jawa Timur, peran serta masyarakat
dalam kemandirian memantau jentik di lingkungan rumah tangga, instansi dan institusi.untuk
mendukung kemandirian masyarakat dalam pencegahan penularan DBD dicanangkan oleh
Gubernur Jawa Timur pada bulan Desember 2018. Dengan demikian diharapkan keterlibatan
semua pihak dan komitmen lintas sektor dalam penanggulangan DBD di Jawa Timur dapat
terintegrasi. Jatim telah menyediakan aplikasi Sistem Informasi Surveilans Vektor dan
Binatang Pembawa Penyakit (SILANTOR) sebagai sebuah sistem informasi berbasis web
yang berguna sebagai tempat pencatatan dan pelaporan surveilans vektor dan binatang
pembawa penyakit. Hal ini diharapkan dapat menggambarkan wilayah penularan DBD dan
malaria.

3
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Uraian Data Penyakit DBD di Jawa Timur Selama 3 Tahun Terakhir

Tabel.1 Data Kasus DBD di Jawa Timur


TAHUN JUMLAH KASUS

2016 25338

2017 7866

2018 9452

Pada tahun 2016 tingginya angka kesakitan DBD menunjukkan bahwa masih perlu
peningkatan diagnosa dini dan tata laksana terhadap kasus DBD yang di fasilitas kesehatan
dan PHBS perlu ditingkatkan lagi. Sedangkan, pada tahun 2017 kasus DBD di Jawa Timur
mengalami penurunan. Penyebab penurunan tersebut karena masyarakat mulai mulai
menerapkan hidup sehat dengan tepat. Di tahun 2018, mobilitas di Jawa Timur meningkat
lagi sehingga kasus DBD meningkat lagi. Adanya peningkatan dan penurunan kasus DBD
tiap tahunnya perlu adanya evaluasi lebih lanjut. Peningkatan serta penurunan kasus DBD
dari tahun 2016 hingga 2018 dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Tabel. 2 Grafik Kasus DBD di Jawa Timur

4
3.2 Identifikasi dan Analisis Penyakit Terhadap Penyebab
DBD merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian
pada orang yang terinfeksi. Demam berdarah dengue juga merupakan penyakit yang mudah
menular berasal dari gigitan nyamuk . Nyamuk yang dapat menularkan DBD adalah
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua nyamuk tersebut merupakan agent
utama dalam penularan penyakit DBD. Namun, bukan berarti setiap nyamuk aedes aegypti
dan aedes albopictus bisa menyebabkan penyakit DBD. Hanya nyamuk yang terinfeksi oleh
virus dengue.
Penularan penyakit DBD bisa terjadi di masa aktif nyamuk yaitu anatar pagi hari
hingga sore hari (menjelang petang ). Penularan penyakit DBD berasal dari nyamuk betina
yang menggigit manusia yang dalam darahnya mengandung virus dengue . Lalu, nyamuk
aedes menggigit orang lainnya sehingga virus tersebut akan menyebar ke orang yang di gigit
nyamuk tersebut. Nyamuk yang mampu menyebarkan virus dengue adalah nyamuk betina.
Hal itu dikarenakan, nyamuk betina membutuhkan darah manusia untuk telurnya sedangkan
nyamuk jantan tidak menkonsumsi darah melainkan nektar atau sari bunga.
Penularan penyakit DBD bisa dikatakan cepat dikarenakan kebiasaan nyamuk aedes.
Kebiasaan yang dimaksud adalah kebiasaan makan nyamuk aedes yang tidak menghisap
darah satu orang hingga kenyang, melainkan nyamuk aedes ini menghisap darah orang secara
bergantian hingga kenyang. Sehingga, perpindahan virus DBD sangat cepat.
Berdasarkan beberapa sumber didapatkan informasi bahwa daerah Jawa Timur dalam
waktu 3 tahun terakhir tersebut terjadi banyaknya mobilisasi yang meningkat. Dari
banyaknya mobilisasi di daerah Jawa Timur tersebut kasus DBD dapat menyebar di kota-kota
maupun daerah-daerah di Jawa Timur.

3.3 Tren Kejadian Penyakit


Kemenkes mengungkap bahwa kasus DBD paling banyak terjadi di kota-kota dengan
kepadatan penduduk tinggi, seperti di Pulau Jawa. Kepadatan ini diperburuk dengan
infrastruktur yang kurang memadai, seperti sarana penampungan dan pembuangan sampah,
serta penampungan air bersih. Populasi nyamuk Aedes aegypti umumnya juga meningkat
pada musim hujan. Curah hujan tinggi merupakan kondisi terbaik bagi nyamuk pembawa
virus Dengue untuk berkembang biak. Meski begitu, di Indonesia perkembangbiakan nyamuk
terjadi hampir di sepanjang tahun.

5
Salah satu faktor utamanya adalah karena lingkungan yang mendukung nyamuk untuk
berkembang biak, seperti banyaknya saluran air tergenang, tumpukan barang bekas, dan
ketidakrutinan warga untuk menguras bak mandi atau tempat-tempat penampungan air.
Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi ersebaran kasus DBD di Jawa Timur, yaitu :
1. Kepadatan Penduduk
Semakin padat penduduk, semakin mudah nyamuk Aedes menularkan virusnya dari
satu orang ke orang lainnya sehingga salah satu faktor risiko penularan penyakit DBD
adalah kepadatan penduduk. Pola tertentu yang tidak dimiliki pertumbuhan penduduk
dan urbanisasi yang tidak terencana serta tidak terkontrol merupakan salah satu faktor
yang berperan dalam munculnya kembali kejadian luar biasa penyakit DBD
2. Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk telah menjadi penyebab dan penerima dampak dari perubahan
dalam struktur ekonomi dan sosial di suatu daerah, tanpa terlepas dari penyebaran
penyakit tertentu.
3. Sanitasi Lingkungan
Perkembangbiakan nyamuk Aedes dipengaruhi terutama oleh kondisi sanitasi
lingkungan, misalnya terdapat banyak kontainer penampungan air hujan yang
berserakan dan terlindung dari sinar matahari, apalagi berdekatan dengan rumah
penduduk.
4. Keberadaan Kontainer
Tingginya risiko terinfeksi virus DBD bisa disebabkan oleh semakin banyaknya
kontainer karena hal tersebut akan memicu semakin banyak tempat perindukan
nyamuk sehingga populasi Aedes makin padat dan waktu penyebaran lebih cepat.
(Ditjen PPM&PL, 2001) berupa penyuluhan kesehatan masyarakat dalam
penanggulangan penyakit DBD antara lain dengan cara Menguras, Menutup, dan
Mengubur (3M) sangat tepat dan perlu dukungan luas dari masyarakat dalam
pelaksanaannya.
5. Kepadatan Vektor
Semakin tinggi angka kepadatan vektor akan meningkatkan risiko penularan penyakit
DBD. Beberapa faktor yang berhubungan dengan penyakit DBD yaitu perilaku dalam
pengendalian vektor yang dapat dilakukan secara kimiawi, biologi maupun dengan
manajemen lingkungan. Pengendalian vektor secara kimiawi menggunakan
insektisida. Sasaran insektisida berupa stadium dewasa ataupun stadium pradewasa.
Insektisida merupakan racun bersifat toksik. Pelaksanaannya jenis insektisida, dosis
6
dan metode menjadi hal penting untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian
vektor. Secara Biologi Penggunaan vektor dilakukan dengan menggunakan predator,
pemangsa, parasit, dan bakteri yang merupakan agen biologi. Jenis predator yang
digunakan yaitu ikan pemakan larva seperti ikan guppy, cupang, tampalo, dan ikan
gabus.

3.4 Alternatif Solusi Pengendalian Penyakit


Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah merebaknya wabah DBD. Berikut
penanganan terhadap kasus DBD yang ada di Jawa Timur
1. Program PSN 3M Plus
a. Menguras, merupakan kegiatan membersihkan/menguras tempat yang sering
menjadi penampungan air seperti bak mandi, kendi, toren air, drum dan tempat
penampungan air lainnya. Dinding bak maupun penampungan air juga harus
digosok untuk membersihkan dan membuang telur nyamuk yang menempel erat
pada dinding tersebut. Saat musim hujan maupun pancaroba, kegiatan ini harus
dilakukan setiap hari untuk memutus siklus hidup nyamuk yang dapat bertahan di
tempat kering selama 6 bulan.
b. Menutup, merupakan kegiatan menutup rapat tempat-tempat penampungan air
seperti bak mandi maupun drum. Menutup juga dapat diartikan sebagai kegiatan
mengubur barang bekas di dalam tanah agar tidak membuat lingkungan semakin
kotor dan dapat berpotensi menjadi sarang nyamuk.
c. Memanfaatkan kembali limbah barang bekas yang bernilai ekonomis (daur
ulang), kita juga disarankan untuk memanfaatkan kembali atau mendaur ulang
barang-barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk
demam berdarah.

7
Yang dimaksudkan Plus-nya adalah bentuk upaya pencegahan tambahan seperti
berikut: Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, Menggunakan obat anti nyamuk,
Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi, Gotong Royong membersihkan
lingkungan, Periksa tempat-tempat penampungan air, Meletakkan pakaian bekas pakai dalam
wadah tertutup, Memberikan larvasida pada penampungan air yang susah dikuras,
Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancer, Menanam tanaman pengusir nyamuk.

2. Diagnosa Dini
Diagnosa dini merupakan program yang dijalankan pemerintah untuk
menanggulangi kasus DBD. Diagnosa dini bertujuan untuk mengetahui adanya kasus
DBD sebelum terjadinya kematian pada yang terinfeksi maupun sebelum kasus DBD
menyebar luas. Adanya program ini pemerintah menciptakan alat untuk diagnosa
dini kasus DBD yang bernama Kit Diagnostik Demam Berdarah Dengue (DBD).
Alat ini merupakan salah satu prototipe produk hasil inovasi BPPT (Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi ) dalam bidang kesehatan. Kit diagnostik ini
dirancang untuk deteksi dini (early detection) dan deteksi non-dini penyakit DBD.

Semakin dini seseorang diketahui menderita demam berdarah, maka semakin


mudah ditangani dan tidak mudah jatuh ke berbagai komplikasi seperti syok dan
perdarahan yang lebih sulit ditangani. Pemerintah berharap dengan adanya program
ini korban atau penderita kasus DBD semakin menurun.

8
3. Gerakan Satu Rumah Jumantik
Pelaksanaan gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) merupakan salah satu
program pemerintah dalam pencegahan transmisi DBD yang melibatkan peran aktif
masyarakat khususnya anggota keluarga untuk melaksanakan pemberantasan sarang
nyamuk di lingkungan rumah tangga. Jumantik bertugas memantau jentik nyamuk
yang ada di sekeliling tempat tinggal, terutama di tempat-tempat yang biasa menjadi
sarang nyamuk seperti di bak mandi karena jarang dikuras, genangan air di sampah
kaleng atau plastik kemasan air minum. Sarang nyamuk tersebut hendaknya
diberantas dengan segera agar tidak menimbulkan DBD. Tugas Jumantik lainnya
adalah melakukan 3M+, dan Pemberantas Sarang Nyamuk (PSN), yakni menutup
semua tampungan air atau sumber air, menguras bak mandi, dan mendaur ulang
barang bekas.

9
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Data dari WHO menunjukkan bahwa, kejadian penyakit DBD dalam beberapa tahun
terakhir telah tumbuh secara meningkat diseluruh dunia. Terlihat pada 2,5 miliar orang dari
dua per lima penduduk dunia yang sekarang menghadapi risiko terkena penyakit DBD. Virus
dengue ini sangat endemik terjadi dibanyak daerah tropis. WHO juga mencatat hingga tahun
2008, lebih dari 60 negara di daerah tropis dan sub-tropis terjangkit penyakit DBD, sehingga
angka insidens meningkat 30 kali lipat dari sebelumnya, dan setiap tahun terjadi 50 juta kasus
penyakit DBD.
Karena adanya peningkatan dan penurunan kasus DBD di Jawa Timur tiap tahunnya
perlu adanya evaluasi lebih lanjut. Peningkatan serta penurunan kasus DBD dari tahun 2016
hingga 2018 maka masyarakat dihimbau untuk menerapkan hidup sehat dan program-
program yang telah di contohkan oleh pemerintah seperti Gerakan 3M dan Gerakan 1 rumah
1 jumantik.

4.2 Saran
Diharapkan masyarakat dapat menyadari bahwa penerapan perilaku 3M tersebut
sangat penting untuk pencegahan penyakit DBD. Selain itu masyarakat dapat secara aktif
mencari tahu dan menambah ilmu pengetahuan mengenai perilaku 3M. Sudah saatnya
masyarakat dapat menerima pengetahuan pengetahuan baru yang berguna bagi diri sendiri
dan kesehatannya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Himah, Elok Faaiqotul dan Huda, Sholihul. 2018. Gambaran Upaya Pencegahan Penyakit
DBD (Demam Berdarah Dengue) Pada Keluarga Di Desa Jati Kulon Kabupaten
Kudus Tahun 2017. Cendekia Utama. 7 (1) : 79 – 107.
Hurint, Agustinus Sanga, dkk. 2021. Analisis Masalah Demam Berdarah Dengue Di
Kabupaten Magetan Provinsi Jawa Timur. Jurnal Kesehatan Global. 4 (2) : 92 –
102.
Mahfudhoh, B. (2015, Januari 1). Komponen Sistem Surveilans Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Dinas Kesehatan Kota Kediri. Berkala Epidemiologi, 3, 95–108.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2018. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
Kemenkes RI.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2017. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
Kemenkes RI
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2016. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
Kemenkes RI
Syamsir dan Daramusseng, Andi. 2018. Analisis Spasial Efektivitas Fogging Di Wilayah
Kerja Puskesmas Makroman, Kota Samarinda. Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan
(JNIK). 1 (2) :1 – 7.
Tansil, M., Rampengan, N., & Wilar, R. (2021, Januari 1). Faktor Risiko Terjadinya
Kejadian Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Biomedik, 13, 90-99.

11

Anda mungkin juga menyukai