Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH


“Produksi Benih Jagung (Zea mays L.) dengan Menggunakan Sistem Open
Pollination”

Disusun oleh:
Rieztyasari Dwi Nurwidyana 205040200111017
Zaenab Nuraini Surya Har Yanti 205040200111053
Rusdiningtyas Aulia Maharani 205040200111073
Sherlita Octavina Rachma Putri 205040200111091
Amajida Zahirah 205040200111130
Ilma Nistakhul Rohma 205040200111222
Rahman Nassem Fadilah 205040200111318
Muhammad Fariq Al Husni 205040201111004
Nabila Fitriyani 205040201111078
Rahmi Yuliza Salsabila Hasibuan 205040201111211
Aliefraka Hermawan 205040207111025
Alia Yanuar Rahma 205040207111050
Nidha Permata Fadillah 205040207111152

Kelas P
Program Studi Agroekoteknologi
Dwi Ayu Suryaningrum

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM


TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH

Disetujui oleh:

Koordinator Asisten TPB Asisten Kelas

Agip Purnama Aji Dwi Ayu Suryaningrum


(195040207111182) (195040201111102)

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 3
2.1 Tanaman Jagung dan Syarat Tumbuh ........................................................... 3
2.2 Produksi Benih Jagung .................................................................................. 5
2.3 Open Pollination ............................................................................................ 7
III. METODOLOGI ................................................................................................ 8
3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................................ 8
3.2 Alat dan Bahan .............................................................................................. 8
3.3 Metode Pelaksanaan ...................................................................................... 9
3.4 Parameter Pengamatan ................................................................................ 11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 14
4.1 Hasil Pengamatan ........................................................................................ 14
4.2 Pembahasan ................................................................................................. 17
V. PENUTUP ........................................................................................................ 24
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 24
5.2 Saran ............................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25
LAMPIRAN .......................................................................................................... 29

iii
DAFTAR TABEL
No. Teks Hal.
1. Persentase Tumbuh Tanaman Jagung ............................................................... 14
2. Persentase Pengamatan Intensitas Penyakit pada Tanaman Jagung ................. 15
3. Data Pengamatan Roguing ................................................................................ 16
4. Data Pengamatan Detasseling ........................................................................... 17

iv
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Hal.
1. Tanaman Jagung (CABI, 2019) .......................................................................... 3
2. Grafik Rata-rata Intensitas Penyakit Tanaman Jagung Jantan dan Betina ........ 16

v
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Hal.
1. Logbook Kegiatan Penanaman ......................................................................... 29
2. Perhitungan Persentase Tumbuh, Intensitas Penyakit, Roguing dan Detasseling
............................................................................................................................... 33
3. Data Pengamatan Jumlah Daun ........................................................................ 37
4. Data Pengamatan Tinggi Tanaman ................................................................... 38
5. Data Pengamatan Persentase Tumbuh .............................................................. 38
6. Data Pengamatan Persentase Intensitas Penyakit Tanaman Jantan .................. 38
7. Data Pengamatan Persentase Intensitas Penyakit Tanaman Betina .................. 39
8. Data Hasil Pengamatan Roguing ...................................................................... 39
9. Data Hasil Pengamatan Detasseling ................................................................. 39
10. Denah Lahan ................................................................................................... 40

vi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman kelompok biji-bijian dari keluarga
rumput-rumputan (Graminaceae). Tanaman jagung tergolong dalam tanaman
pangan. Petani sebagian besar memanfaatkan komoditas tanaman jagung sebagai
tanaman budidaya di lahan pertanian. Jagung selain dimanfaatkan sebagai bahan
pangan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, pupuk atau kompos, bahan baku
farmasi, dan bahan bakar alternatif. Jagung memiliki banyak manfaat untuk
dikonsumsi masyarakat maupun kegiatan industri, sehingga menyebabkan
permintaan jagung meningkat. Hal ini berdampak pada perkembangan industri dari
hulu ke hilir yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional. Meningkatnya
permintaan jagung dapat disebabkan oleh laju pertumbuhan penduduk yang
meningkat dan peningkatan kebutuhan untuk pakan.
Berdasarkan data (Kementerian Pertanian, 2021) produksi jagung pada tahun
2015 hingga tahun 2019 meningkat setiap tahunnya. Dapat diketahui pada tahun
2015 hasil produksi senilai 19,61 juta ton, tahun 2016 senilai 23,58 juta ton, tahun
2017 senilai 28,92 juta ton, tahun 2018 senilai 30,25 juta ton dan tahun 2019 senilai
30,69 juta ton. Dapat diketahui dari data tersebut peluang dalam mengembangkan
budidaya jagung di Indonesia sangat besar guna memenuhi kebutuhan pangan,
industri dan pakan.
Peningkatan produksi jagung dapat dilakukan dengan adanya varietas baru.
Pengembangan varietas penting dilakukan karena dapat mengembangkan hasil
benih dengan mutu yang tinggi dimana stabil terhadap adanya perubahan
lingkungan dan memenuhi kebutuhan petani dalam kegiatan budidaya. Varietas
baru tersebut dapat didapatkan dengan adanya metode persilangan. Menurut
Handayani (2014) persilangan merupakan salah satu cara untuk memperluas
keragaman genetik dan menggabungkan karakter yang diinginkan dari para tetua
sehingga diperoleh populasi baru untuk bahan seleksi program varietas unggul baru.
Jagung mengalami proses penyerbukan terbuka untuk memperoleh populasi
tanaman heterozigot. Menurut Rahmawati et al., (2014) tanaman jagung yang
melakukan penyerbukan terbuka pada setiap individu dilakukan kawin acak apabila
terdapat kesempatan yang sama untuk membentuk keturunan pada bunga betina
2

diserbuki oleh gamet jantan. Oleh karena itu, dilakukan persilangan terbuka (open
pollinated) untuk memenuhi kebutuhan produksi jagung.
1.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan praktikum teknologi produksi benih dalam produksi
jagung dengan menggunakan sistem open pollinated adalah untuk mengetahui
produksi benih jagung dengan sistem persilangan terbuka dan untuk mengetahui
pengaruh varietas dalam isolasi jarak tanam terhadap produksi jagung.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jagung dan Syarat Tumbuh


Jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman serealia yang banyak
dibudidayakan di Indonesia. Selain itu komoditas jagung berada di peringkat ketiga
sebagai tanaman pangan berdasarkan jumlah kebutuhan konsumsi dunia di bawah
gandum dan padi. Menurut Andorf et al. (2019) jagung merupakan tanaman asli
yang berasal dari Amerika Tengah, sehingga jagung dapat ditanam di berbagai
negara dengan iklim tropis. Bahkan saat ini, budidaya jagung telah menyebar di 70
negara, termasuk 53 negara berkembang salah satunya Indonesia. Komoditas
jagung merupakan komoditas yang memiliki berbagai manfaat baik pada sektor
pertanian maupun sektor yang lain. Menurut Kemendag (2016) selain sebagai
sumber karbohidrat, jagung juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak (hijauan atau
tongkolnya), diambil minyaknya (bulir), dibuat tepung (bulir), bahan baku industri,
dan bioetanol. Jagung diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae, Filum
Spermatophyta, Class Monocotyledonae, Ordo Cyperales, Family Poaceae, Genus
Zea, Spesies Zea mays (CABI, 2019).

Gambar 1. Tanaman Jagung (CABI, 2019)

Siklus hidup jagung terdiri dari fase vegetatif dan generatif. Menurut
Nurhayatuddin (2021) Jagung merupakan tanaman protandrous yang mekar bunga
jantannya terjadi satu atau dua hari sebelum mekarnya bunga betina dan termasuk
ke dalam kelompok tanaman berumah satu (monoecious) dimana bunga jantan dan
bunga betina terpisah namun masih dalam satu tanaman. Jagung adalah tanaman
4

semusim dengan satu siklusnya diselesaikan 80 – 150 hari. Tanaman jagung


memiliki persyaratan lingkungan dan kebutuhan hara yang tidak terlalu ketat
sehingga dapat tumbuh pada berbagai kondisi lahan. Akan tetapi tetap terdapat
beberapa persyaratan untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman jagung yang
optimal, meliputi (Kemendag, 2016).
a. Tanah
Komoditas jagung dapat tumbuh optimal pada lahan dengan tanah yang subur
dan gembur serta kaya humus. Jenis tanah yang optimal untuk budidaya jagung,
yaitu tanah dengan pH tanah atau keasaman tanah optimal yang berkisar antara 5,6
– 7,5. Tanaman jagung juga membutuhkan aerasi dan infiltrasi yang baik. Pada
lahan dengan kemiringan lebih dari 8% sebaiknya dilakukan pembentukan teras
terlebih dahulu untuk mengurangi kemungkinan terjadinya erosi
b. Iklim
Iklim merupakan salah satu faktor abiotik yang berpengaruh terhadap suatu
pertumbuhan tanaman jagung. Iklim yang dikehendaki oleh tanaman jagung adalah
daerah beriklim sedang hingga subtropis/tropis dan yang paling optimal adalah
pada iklim tropis. Oleh karena itu tanaman jagung merupakan tanaman bertipe C4.
Menurut Kimotho et al. (2019) tanaman C4 sendiri merupakan tanaman yang
memiliki kemampuan beradaptasi di daerah yang panas maupun daerah kering.
Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan curah hujan ideal sekitar 85-200
mm/bulan. Pada fase generatif tanaman jagung harus mendapatkan cukup air.
Tanaman jagung memerlukan intensitas radiasi matahari sedang hingga
tinggi. Tanaman jagung yang ternaungi menyebabkan pertumbuhannya terhambat
dan menurunkan produktivitas. Suhu optimal yang diperlukan berkisar antara 23-
27oC dan pada proses perkecambahan memerlukan suhu sekitar 30oC.
c. Kebutuhan Unsur Hara
Komoditas jagung dapat tumbuh optimal dengan kebutuhan unsur hara yang
baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemberian pupuk sehingga kebutuhan unsur
hara tanaman jagung dapat terjaga dan terpenuhi. Apabila suatu tanah memiliki
ketersediaan unsur hara yang rendah, maka dibutuhkan pemberian unsur hara dalam
bentuk pupuk dengan jumlah yang semakin tinggi. Sehingga tanaman jagung
mampu menghasilkan panen yang maksimal.
5

d. Ketinggian Tempat
Syarat terakhir untuk menghasilkan pertumbuhan jagung yang baik dan
optimal adalah ketinggian tempat. Jagung dapat ditanam di seluruh wilayah
Indonesia mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi yang memiliki
ketinggian 1000-1800 mdpl. Akan tetapi, daerah yang optimum untuk pertumbuhan
tanaman jagung berada pada ketinggian antara 0-600 mdpl. Sebab tanaman jagung
membutuhkan sinar matahari minimal 8 jam/hari dan suhu udara 20-33oC curah
hujan sedang.
2.2 Produksi Benih Jagung
2.2.1 Isolasi Jarak dan Waktu
Salah satu usaha pembudidayaan tanaman jagung yang diperlukan guna
mempersiapkan lahan dan teknik budidaya yang tepat adalah dengan menggunakan
isolasi jarak dan waktu tanam. Menurut Azrai et al., (2018), penempatan lokasi
untuk produksi benih dengan lokasi varietas lain yang mempunyai waktu berbunga
biasanya hampir bersamaan. Oleh karena itu, penanaman jagung diberi jarak 200 –
300 m dengan memperhatikan arah mata angin. Kegunaan melakukan isolasi jarak
pada tanaman jagung sangatlah penting untuk menjaga kemurnian varietas.
Menurut Syamsia et al, (2019) selain dapat menggunakan isolasi jarak, tanaman
jagung juga menggunakan teknik isolasi waktu. Isolasi waktu merupakan
penanaman yang dilakukan dengan adanya selisih waktu tanam minimal 21 hari
atau 3 minggu sebelum atau sesudah varietas yang lain ditanam untuk mencegah
pembungaan yang terjadi secara bersamaan dan persilangan. Adapun tujuan
melakukan isolasi pada penanaman jagung adalah hal penting untuk menghindari
xenia effect atau tepung sari jagung yang saling menyerbuki (Yasin et al, 2018).
2.2.2 Roguing
Salah satu syarat dari benih bermutu adalah memiliki tingkat kemurnian
genetik dan fisik yang tinggi, oleh karena itu roguing perlu dilakukan dengan benar
dan perlu dilakukan seawal mungkin sampai akhir pertanaman. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Suhartina et al, (2017) bahwa roguing merupakan pemeliharaan
mutu genetik di pertanaman seperti melakukan identifikasi dan penghilangan
tanaman yang menyimpang, dimana pemeliharaan ini dianggap penting karena
apabila sudah terjadi campuran secara fisik dalam proses pertanaman akan sulit
untuk diatasi. Menurut BBP Padi (2016) prinsip dasar dari roguing adalah
6

membuang rumpun tanaman budidaya yang ciri-ciri morfologinya menyimpang


dari ciri-ciri varietas tanaman yang produksi benihnya. Rumpun tanaman yang
perlu diroguing antara lain, tanaman yang tipe tumbuhnya menyimpang, yang
memiliki bentuk dan ukuran daun yang berbeda, tanaman yang berbunga terlalu
cepat atau terlalu lambat, serta tanaman yang terlalu cepat mengalami pematangan
pada buahnya. Kehadiran tanaman yang menyimpang atau yang disebut rogues
pada areal produksi benih ini dapat menyebabkan kemunduran kemurnian genetik
varietas benih yang diproduksi (Dugje et al., 2014).
Mekanisme roguing menurut (Mayun, 2016) diawali dengan berjalan pada
jalur diantara guludan dan mengamati masing-masing individu tanaman.
Pelaksanaan dilakukan pada pagi hari dan membelakangi matahari. Kegiatan
tersebut dilakukan agar ciri-ciri tanaman terlihat jelas serta dilakukan sebelum
tanaman layu akibat panas matahari. Pemusnahan tanaman yang dicabut dapat
dilakukan diluar area lahan pertanian, hal ini dimaksudkan agar tidak mengganggu
tanaman budidaya. Kegiatan roguing ini dapat dilakukan beberapa kali pada fase
pertumbuhan yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fitriyani et al. (2018)
bahwa roguing dapat mulai dilakukan pada saat tanaman memasuki fase vegetatif,
kemudian pada fase tanaman generatif, serta akhir fase generatif tanaman atau pada
saat tanaman menjelang panen. Kegiatan roguing ini juga tidak hanya dilakukan
pada tanaman budidaya yang menyimpang tetapi juga gulma yang berbahaya bagi
pertumbuhan tanaman budidaya.
2.2.3 Detasseling
Detasseling penting dilakukan pada kegiatan produksi benih. Detasseling
merupakan kegiatan pencabutan bunga jantan pada tetua betina untuk mencegah
terjadinya penyerbukan sendiri (Shodikin dan Wardiyati, 2017). Detasseling
dilakukan untuk menghindari terjadinya percampuran antara induk jantan dengan
hasil F1. Adapun menurut Ghete et al. (2020) kegiatan ini dilakukan karena
berhubungan dengan produksi benih hibrida atau pembentukan populasi baru.
Kegiatan detasseling ini tidak dilakukan dengan beberapa syarat, salah satunya
yakni waktu pencabutan. Pencabutan bunga jantan pada barisan tanaman induk
betina harus dilakukan sebelum bunga jantan muncul dari daun terakhir (Azrai et
al., 2018). Pencabutan dilakukan setiap hari selama periode berbunga hal ini
bertujuan supaya tidak ada tanaman yang terlewatkan untuk dicabut. Detaselling ini
7

dapat menjadi upaya dalam peningkatan produksi dan kualitas jagung karena dapat
mencegah terjadinya penyerbukan dan pembuahan sehingga mempercepat
perkembangan tongkol agar dapat dipanen secara serempak, selain itu dapat
membantu tanaman untuk memfokuskan hasil fotosintesis menuju perkembangan
tongkol jagung (Sobarudin et al., 2015).
2.3 Open Pollination
Open pollination atau yang biasa disebut penyerbukan terbuka adalah
penyerbukan yang terjadi secara alami. Menurut Purwanta (2017) penyerbukan
terbuka merupakan proses terbentuknya individu tanaman secara generatif melalui
perantara angin, hewan, atau air. Penyerbukan terbuka ini dilakukan dengan cara
memilih beberapa tangkai bunga, membuang bunga-bunga yang sudah mekar dan
menyisakan kuncup-kuncup bunga, dihitung jumlahnya, dicatat dalam label dan
dibiarkan terbuka sampai kapsul siap panen (Sulewska et al., 2014). Penyerbukan
terbuka dapat terbagi menjadi dua yakni penyerbukan silang dan penyerbukan
sendiri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kartikawati dan Sumardi (2017) bahwa
penyerbukan terbuka yang terjadi di alam memiliki dua macam jenis penyerbukan
yakni penyerbukan silang dan penyerbukan sendiri. Sedangkan pada tanaman hutan
biasanya terjadi sistem penyerbukan campuran, hal ini dikarenakan Sebagian besar
penyerbukan terjadi secara acak pada setiap individu dalam populasi.
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi Produksi Benih dilaksanakan pada tanggal 2 April-21
Mei 2022 di lahan percobaan Agrotechno Park Universitas Brawijaya yang
berlokasi di Desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang, Jawa
Timur. Berdasarkan data BPS Kabupaten Malang (2022), Kecamatan Kromengan
memiliki rata-rata suhu udara 25,64°C dan rata-rata curah hujan 200,74 mm. Selain
itu, menurut BPS Kabupaten Malang (2021), secara astronomis Kecamatan
Kromengan terletak pada 112,2776-112,3231 BT dan 8,0567-8,0882 LS. Desa yang
termasuk dalam Kecamatan Kromengan, seluruhnya merupakan daerah dengan
topografi berupa dataran. Kemudian, Dinata et al. (2017) juga menyatakan bahwa
Desa Jatikerto berada pada ketinggian tempat 303 m dpl dengan jenis tanahnya
berupa Alfisol dan memiliki pH tanah 6.0-7.5..
3.2 Alat dan Bahan
Dalam melaksanakan kegiatan praktikum Teknologi Produksi Benih,
diperlukan alat dan bahan untuk membantu pelaksanaan dan pengamatan. Adapun
alat dan bahan adalah sebagai berikut:
3.2.1 Alat dan Fungsi
Alat yang digunakan dalam kegiatan praktikum lapang Teknologi Produksi
Benih ini antara lain yaitu ember berukuran 20 liter yang digunakan sebagai wadah
dan pencampuran pupuk. Kemudian pipa paralon bergerigi dan gunting yang
digunakan untuk melubangi mulsa. Timbangan digunakan untuk menimbang
komposisi pupuk. Gelas atau wadah berukuran 220 ml untuk mengukur kadar
pupuk dan menambahkan pupuk pada setiap lubang mulsa. Selanjutnya yaitu label
kelompok dan kelamin tanaman yang berfungsi untuk menandai kepemilikan lahan
dan pembeda kelamin antar tanaman yang ditanam. Trash bag digunakan untuk
menyimpan limbah yang ada di lahan. Kemudian alat tulis yang digunakan untuk
mencatat hasil pengamatan dan kebutuhan di lapang, serta kamera digunakan untuk
dokumentasi setiap kegiatan praktikum.
3.2.2 Bahan dan Fungsi
Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum Teknologi Produksi
Benih antara lain yaitu benih jagung dengan kode produksi untuk jagung jantan
yaitu kdr 67 dan untuk jagung betina yaitu POS2X6 dengan sifat bulk yang
9

digunakan sebagai bahan atau objek pengamatan. Kemudian juga digunakan pupuk
dengan takaran untuk pupuk MgSO4 sebanyak 750 gram, pupuk NPK 700 gram,
dan pupuk urea 260 gram. Takaran dosis ketiga pupuk tersebut digunakan untuk
tiga kali pemupukan. Dosis untuk pemupukan pertama dan kedua yaitu pupuk
MgSO4 sebanyak 230 gram, pupuk NPK 200 gram, dan pupuk urea 80 gram.
Sedangkan komposisi untuk pemupukan ketiga yaitu pupuk MgSO4 sebanyak 290
gram, pupuk NPK 300 gram, dan pupuk urea 100 gram. Ketiga jenis pupuk tersebut
berfungsi untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman dan membantu
pertumbuhan tanaman. Selain itu juga menggunakan air 1,5 liter untuk mencampur
dan melarutkan pupuk.
3.3 Metode Pelaksanaan
Terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan dalam Praktikum Lapang
Teknologi Produksi Benih. Kegiatan yang dilakukan meliputi penanaman,
pengamatan, perawatan yang mencakup penyiraman penyiangan gulma,
penjarangan, pembumbunan dan pemupukan serta detasseling. Adapun metode
pelaksanaan praktikum lapang Teknologi Produksi Benih adalah sebagai berikut:
1) Penanaman
Penanaman dilakukan pada tanggal 2 April 2022 di Lahan Percobaan Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya, Jatikerto. Penanaman dilakukan ada lahan yang
telah diolah sebelumnya dan telah dibuat bedengan berukuran 6 m x 0,8 m serta
telah diberi mulsa plastik. Kegiatan yang dilakukan dalam penanaman antara lain
membuat lubang mulsa sebanyak 38 lubang tanam dengan jarak antar lubang tanam
60 x 30 cm. Terdapat dua jenis kode produksi benih jagung yang digunakan, untuk
kode produksi benih jantan yaitu kdr-67 dan kode produksi benih betina POS2X6
(bulk).
Penentuan baris jantan dan baris betina harus dilakukan terlebih dahulu
sebelum penanaman benih. Benih jantan ditanam di baris kedua bedengan kedua
dan benih betina ditanam pada 3 baris lainnya. Sehingga perbandingan baris jantan
dan baris betina adalah 1 baris jantan : 3 baris betina. Kemudian dilakukan
pemberian label pada baris jantan untuk menandai. Selanjutnya dilakukan
penugalan, penanaman sebanyak 2 benih jagung per lubang tanam sesuai dengan
baris yang ditentukan, penyiraman dan pemberian pupuk dasar.
2) Pengamatan
10

Kegiatan pengamatan dimulai setelah tanaman berumur 1 MST. Pengamatan


dilakukan terhadap beberapa parameter. Adapun parameter yang diamati antara lain
persentase pertumbuhan tanaman pada 1 MST kemudian dilakukan untuk minggu
selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap parameter pengamatan seperti
persentase pertumbuhan, intensitas penyakit, roguing, detasseling dan penyerbukan
terbuka (open pollinated).
3) Perawatan
Kegiatan perawatan tanam dimulai pada umur tanaman 1 MST. Terdapat
beberapa kegiatan yang dilakukan. Adapun kegiatan perawatan yang dilakukan
yaitu penyiraman, penyiangan gulma, penjarangan, pembumbunan, pengendalian
hama dan penyakit, serta pemupukan. Kegiatan penyiraman dan penyiangan gulma
dilakukan bersamaan dengan kegiatan pengamatan tanaman setiap satu minggu
sekali. Berikut merupakan metode yang dilakukan dalam kegiatan perawatan
lainnya.
a. Penjarangan
Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST. Kegiatan
penjarangan dilakukan pada tanggal 17 April 2022. Penjarangan dilakukan dengan
cara memilih tanaman terbaik pada tiap lubang tanam dan mencabut tanaman lain
yang berada pada lubang tanam yang sama sehingga dalam satu lubang tanam
hanya terdapat satu tanaman.
b. Pemupukan
Kegiatan pemupukan dilakukan sebanyak tiga kali. Pemupukan pertama
dilakukan pada tanggal 17 April 2022, saat tanaman berumur 2 MST. Adapun
pupuk yang digunakan untuk pemupukan tanaman jagung yaitu pupuk NPK
17:17:17 sebanyak 200 gram, Urea 46% sebanyak 80 gram, dan MgSO4 sebanyak
230 gram untuk dua bedengan. Pemupukan dilakukan dengan cara melarutkan
pupuk dengan 17,6 liter air, kemudian diaplikasikan sebanyak 220 ml campuran air
dan pupuk untuk setiap lubang tanam.
Pemupukan kedua dilakukan pada tanggal 28 April 2022 yaitu saat tanaman
berumur 4 MST. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk NPK
17:17:17 sebanyak 200 gram, Urea 46% sebanyak 80 gram dan MgSO4 sebanyak
230 gram untuk dua bedengan. Pemupukan dilakukan dengan cara melarutkan
11

pupuk dengan 17,6 liter air, kemudian diaplikasikan sebanyak 220 ml campuran air
dan pupuk untuk setiap lubang tanam.
Pemupukan ketiga dilakukan pada tanggal 21 Mei 2022 yaitu saat tanaman
berumur 48 HST. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk NPK
17:17:17 sebanyak 300 gram, Urea 46% sebanyak 100 gram dan MgSO4 sebanyak
290 gram untuk dua bedengan. Pemupukan dilakukan dengan cara melarutkan
pupuk dengan 17,6 liter air, kemudian diaplikasikan sebanyak 220 ml campuran air
dan pupuk untuk setiap lubang tanam.
c. Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan pada saat tanaman berumur 3 MST. Pembumbunan
dalam kegiatan praktikum lapang dilakukan pada tanggal 23 April 2022.
Pembumbunan dilakukan dengan cara menimbun perakaran yang timbul ke
permukaan tanah dengan tanah yang ada disekitarnya. Pembumbunan bertujuan
untuk memperkokoh tanaman.
4) Detasseling
Detasseling dilakukan pada saat tanaman berumur 48 HST. Detasseling
dilakukan dengan cara membuang bunga jantan pada induk betina sebelum bunga
jantan mekar. Pada kegiatan ini bunga jantan dicabut dari induk betina
menggunakan tangan dan dilakukan pada pagi hari.
3.4 Parameter Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pada kegiatan praktikum lapang Teknologi
Produksi Benih didasarkan pada parameter pengamatan yang telah ditentukan.
Parameter pengamatan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
3.4.1 Persentase Tumbuh
Pengamatan persentase pertumbuhan dilakukan pada tanggal 9 April 2022,
yaitu saat tanaman berumur 7 HST. Pengamatan persentase pertumbuhan dilakukan
dengan cara menghitung seluruh tanaman yang tumbuh dibagi dengan banyak benih
yang telah ditanam kemudian dikalikan 100%. Perhitungan persentase
pertumbuhan baris jantan dan baris betina dilakukan secara masing-masing. Berikut
merupakan rumus perhitungan persentase tumbuh:
jumlah tanaman hidup
Persentase tumbuh (%) = × 100%
jumlah seluruh tanaman
12

3.4.2 Intensitas Penyakit (%)


Pengamatan parameter intensitas penyakit dilakukan dengan menggunakan
metode skoring yaitu metode yang digunakan untuk perhitungan penyakit yang
menginfeksi tidak pada seluruh bagian tanaman dan tanaman masih mampu
melakukan produksi. Intensitas penyakit dilakukan di akhir penanaman untuk
mengamati jumlah tanaman mati, sakit dan sehat. Berikut merupakan rumus yang
digunakan untuk menghitung intensitas penyakit dengan menggunakan metode
skoring:
∑(n × p)
IP = × 100%
Z×N
Keterangan: I = Intensitas serangan (%); n = jumlah daun tiap kategori
serangan; v = nilai skor tiap kategori kerusakan; N = jumlah seluruh daun yang
diamati; Z = nilai skor kategori penyakit tertinggi.
Skala keterangan: 0: tidak ada kerusakan pada daun tanaman; 1: kerusakan
1-25% pada daun tanaman; 2: kerusakan 26-50% pada daun tanaman; 3: kerusakan
51-75% pada daun tanaman; 4: kerusakan 76-100% pada daun tanaman
3.4.3 Roguing
Roguing dilakukan dilakukan dengan menghilangkan tanaman yang
menyimpang. Roguing dilakukan pada tanaman jagung betina dan tanaman jantan.
Pemeriksaan tanaman didasarkan pada warna bunga jantan dan betina, bentuk
malai, warna rambut jagung serta posisi tongkol.
3.4.4 Detasseling dan Open Pollination
3.4.3.1 Detasseling
Detasseling dilakukan pada saat tanaman berumur 48 HST. Detasseling
dilakukan dengan cara membuang bunga jantan pada induk betina sebelum bunga
jantan mekar. Kegiatan pencabutan bunga jantan dari induk betina dilakukan
menggunakan tangan pada pagi hari. Pencabutan bunga jantan pada barisan
tanaman induk betina harus dilakukan sebelum bunga jantan muncul dari daun
terakhir. Detasseling bertujuan untuk mencegah terjadinya penyerbukan sendiri.
3.4.3.2 Open Pollination
Penyerbukan dilakukan dari tanaman jantan yang bunga jantannya telah
mekar ke tanaman betina yang telah di-detasseling. Penyerbukan terbuka antara
tanaman betina yang telah di-detasseling dan tanaman jantan yang telah mekar
13

bunganya terjadi melalui bantuan serangga polinator dan angin. Pengamatan


dilakukan setelah penyerbukan terjadi.
14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Persentase Tumbuh
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap persentase tumbuh pada
tanaman dengan cara membagi jumlah tanaman yang tumbuh dengan jumlah
populasi dalam bedengan. Data pengamatan persentase tumbuh tanaman jagung
jantan dan betina tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Persentase Tumbuh Tanaman Jagung
Total
Waktu Persentase
No. Induk Tanaman
Pengamatan Tumbuh Tanaman
Tumbuh
Jagung
1. 1 MST 32 92%
Jantan
Jagung
2. 1 MST 111 97%
Betina
Keterangan: MST (Minggu Setelah Tanam)
Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 1, didapatkan hasil bahwa pada
pengamatan persentase tumbuh tanaman jantan pada 1 MST hampir seluruh jagung
jantan dan jagung betina tumbuh dengan baik, namun beberapa tanaman mengalami
kematian yang dapat disebabkan oleh serangan hama, penyakit, ataupun cekaman
lingkungan. Dapat dilihat pada 1 MST pengamatan tanaman jagung tidak tumbuh
keseluruhan yang ditandai dengan persentase tumbuh jagung jantan adalah 92% dan
persentase tumbuh jagung betina adalah 97%. Adapun penyebab persentase jagung
betina lebih tinggi dapat disebabkan oleh jumlah tanaman betina yang lebih banyak
dibandingkan dengan tanaman jantan, sehingga memberikan dampak pada
perhitungan persentase tumbuh.
4.1.2 Intensitas Penyakit
Pengamatan intensitas serangan penyakit dilakukan dengan menggunakan
metode scoring. Pengamatan intensitas Penyakit dimulai pada saat 2 MST. Metode
ini dapat digunakan untuk menghitung penyakit yang menyerang tidak seluruh
tanaman melainkan persatuan tanaman. Data intensitas penyakit yang menyerang
tanaman jantan dan betina tersaji pada Tabel 2.
15

Tabel 2. Persentase Pengamatan Intensitas Penyakit pada Tanaman Jagung


Waktu Jenis Rata-Rata Intensitas
No. Induk
Pengamatan Penyakit Penyakit (%)
2 MST - 0
1. Jagung Jantan 3 MST Bercak Daun 32,85
4 MST Bercak Daun 45,93
2 MST - 0
2. Jagung Betina 3 MST Bercak Daun 29,1
4 MST Bercak Daun 45,11
Keterangan: MST (Minggu Setelah Tanam); S (Sampel)

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil pengamatan intensitas


penyakit pada setiap minggu dimulai dari 2 MST sampai 4 MST. Pada 2 MST tidak
terdapat penyakit apapun saat diidentifikasi yang ditunjukkan pada semua sampel
mendapatkan 0% baik pada jagung jantan maupun jagung betina. Penyakit bercak
daun ini kian meninggi pada pengamatan 4 MST, dimana jagung jantan memiliki
nilai yang lebih tinggi dalam rata-rata intensitas penyakitnya yaitu sebesar 45,93%
sementara jagung betina sebesar 45,11%. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan
bahwa nilai persentase dari intensitas penyakit dapat semakin tinggi di setiap
minggu nya. Selain itu, dalam pengamatan intensitas penyakit ini jumlah daun dan
pertimbangan dalam pemberian score juga dapat mempengaruhi hasil dari
persentase yang akan ditampilkan.
Nilai rata-rata intensitas penyakit pada 3 MST dan 4 MST selanjutnya
dilakukan perhitungan kembali sehingga didapatkan nilai rata-rata intensitas
penyakit pada tanaman jantan dan tanaman betina. Tanaman jantan memiliki rata-
rata intensitas penyakit yang lebih tinggi dibandingkan tanaman betina. Hal ini
disebabkan karena banyaknya sampel tanaman jantan yang terserang penyakit.
Grafik rata-rata intensitas penyakit pada tanaman jagung jantan dan tanaman jagung
betina tersaji pada Gambar 2.
16

Rata-rata Intensitas Penyakit (%)


40 39,39
39
38
37,1
37
36
35
Jagung Jantan Jagung Betina
Rata-rata Intensitas Penyakit (%)

Gambar 2. Grafik Rata-rata Intensitas Penyakit Tanaman Jagung Jantan dan Betina
Berdasarkan grafik diatas, menunjukkan bahwa rata-rata intensitas penyakit
pada tanaman jagung jantan dan jagung betina tidak berbeda jauh, dimana nilai rata-
rata intensitas penyakit jagung jantan sebesar 39,39% dan jagung betina sebesar
37,1%. Hal ini dikarenakan kedua jagung tersebut diberi perlakuan yang sama
sehingga tingkat keparahan serangan tidak terlalu tinggi dan tidak berbeda jauh
antara keduanya.
4.1.3 Roguing
Kegiatan roguing dilakukan ketika tanaman jagung berada pada fase generatif
yakni ketika berumur 7 MST. Tanaman rogues yang dibuang saat kegiatan roguing
terdiri dari tanaman jagung yang terserang penyakit bulai, jagung yang kerdil,
terbuahi dan lain-lain. Tanaman rogues dibuang dengan cara mencabut tanaman
dan membuangnya jauh dari area lahan khususnya tanaman jagung yang terserang
bulai. Data pengamatan roguing yang dilakukan pada 7 MST tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Pengamatan Roguing
No Tanaman Kategori Jumlah Persentase (%)
Rogues
1 Jantan 0 0
2 Betina Terserang 3 5,6
bulai
3 Betina Terbuahi 1 1,85
Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan pada lahan ditemukan 4
tanaman rogues. Pada tanaman jantan tidak ditemukan tanaman yang tergolong
rogues. Sedangkan, pada tanaman betina ditemukan 4 tanaman yang tergolong
rogues yaitu 3 tanaman yang terserang penyakit bulai (downy mildew) dan 1
tanaman yang telah terbuahi ditunjukan oleh bunga yang sudah layu. Persentase
17

tanaman jagung betina yang terserang bulai sebesar 5,6% dan tanaman jagung
betina yang terbuahi sebesar 1,85%.
4.1.4 Detasseling dan Open Pollination
Kegiatan detasseling dilakukan dengan membuang bunga jantan dari
tanaman betina yang belum mencapai umur dewasa. Kegiatan pembuangan bunga
jantan ini dilakukan guna menghindari penyerbukan yang tidak dikehendaki.
Kegiatan detasseling dilakukan dengan mencabut secara manual bunga jantan dan
dilakukan ketika tanaman jagung berumur 7 MST. Open pollination adalah kondisi
dimana bunga yang sudah mekar mengalami penyerbukan dari berbagai bunga
secara bebas. Penyerbukan dapat dibantu oleh perantara angin, air, hewan ataupun
penyerbukan terkendali. Kegiatan pengamatan open pollination dilakukan 7 MST.
Data pengamatan detasseling tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4. Data Pengamatan Detasseling
Kriteria Detasseling
No Waktu Pengamatan
Anther Pecah Anther belum Daun bendera
(%) pecah (%) belum mekar
(%)
1 7 MST 1,9 33,33 64,8
Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa tanaman
jagung yang siap untuk dilakukan detasseling sebanyak 35 tanaman yang mana
persentasenya sebesar 64,8% dari keseluruhan tanaman jagung. Daun bendera yang
belum mekar apabila ditekan maka tassel terasa keras yang menunjukkan bahwa
tanaman jagung siap untuk di detasseling. Kemudian, tanaman jagung dengan
kriteria anther belum pecah sebanyak 18 tanaman yang mana persentasenya sebesar
33,33%. Anther belum pecah ini ditunjukkan dengan tassel yang sudah muncul dan
daun bendera sudah mekar. Kriteria detasseling anther pecah sebanyak 1 tanaman
yang mana persentasenya sebesar 1,9% dari total keseluruhan tanaman jagung yang
di detasseling.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembahasan Persentase Tumbuh
Persentase tumbuh merupakan persentase munculnya kecambah yang
dihitung berdasarkan jumlah benih yang tumbuh pada pengamatan 1 MST terhadap
benih yang diuji. Dimana pertumbuhan jagung dimulai dari proses perkecambahan.
Perkecambahan merupakan perubahan morfologis seperti munculnya akar atau
terbentuknya plumula (Widajati, 2014). Terdapat dua faktor yang mempengaruhi
18

perkecambahan, yaitu faktor internal yang meliputi gen, ketersediaan makanan


dalam biji, ukuran dan kekerasan biji, hormon, serta dormansi biji, sedangkan untuk
faktor eksternal, yaitu meliputi air, suhu, oksigen, dan media tanam (Imansari dan
Haryati, 2017). Selanjutnya setelah melewati proses perkecambahan, tanaman
jagung akan melanjutkan ke fase vegetatifnya, dimana fase vegetatif dimulai ketika
munculnya daun pertama yang terbuka sempurna dan sebelum keluarnya bunga
betina (Alpian et al., 2021).
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung yang baik ini, dapat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada lahan, seperti kesesuaian komponen
abiotik dengan syarat tumbuh tanaman, teknik budidaya yang dilakukan, atau
dengan adanya penambahan pupuk dalam pemeliharaan untuk menunjang
pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung. Salah satu komponen yang
sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, yaitu penggunaan media tanam.
Sesuai dengan pernyataan Hisani dan Herman (2019) bahwa tanaman jagung
membutuhkan media tanam yang tepat dan sesuai agar pertumbuhannya menjadi
baik. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Siregar et al. 2018, yang menunjukkan
bahwa apabila perkecambahan nilainnya sebesar 90%, maka pemilihan jenis tanam
dan beberapa varietas optimal. Selain itu, pertumbuhan tanaman juga dapat
dipengaruhi oleh faktor abiotik, seperti cuaca, kelembaban, intensitas cahaya, dan
suhu (Sopandie, 2013). Faktor abiotik seperti cahaya matahari berperan dalam
proses fotosintesis yang secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman.
Berdasarkan hasil perhitungan persentase daya tumbuh yang telah dilakukan,
dapat diketahui bahwa pada persentase tumbuh tanaman jantan dan betina memiliki
persentase tumbuh yang berbeda-beda. Dimana pada tanaman jantan memiliki
persentase tumbuh 92%, sedangkan persentase tumbuh tanaman betina yaitu 97%.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa persentase tumbuh tanaman jagung
yang tertinggi terdapat pada induk betina. Hal tersebut dipengaruhi oleh pemupukan
yang menjadi salah satu faktor pertumbuhan tanaman jagung. Menurut Fauziah et
al. (2018), yang menyatakan bahwa pemupukan dapat meningkatkan ketersediaan
unsur hara, kesehatan tanaman dan menekan perkembangan penyakit. Pada saat
faase vegetatif dan generatif tanaman jagung sangat memerlukan unsur hara, seperti
Nitrogen (N), fospor (P), dan kalium (K) sehingga untuk memenuhi kebutuhan
19

tanaman jagung perlu dilakukan pemupukan dengan pupuk NPK pada lahan
(Pusparini et al., 2012). Pupuk NPK ini sangat diperlukan untuk merangsang
pembesaran pada diameter batang dan pembentukan akar yang disertai dengan
pembentukan tinggi tanaman (Alpani dan Taher, 2017). Selain itu, ukuran benih
juga dapat mempengaruhi persentase tumbuh pada tanaman jagung. Dimana ukuran
benih yang besar dan ditanam dalam keadaan yang cukup akan mendukung
pertumbuhan benih karena benih yang berukuran besar menghasilkan potensi
fotosintetik yang lebih tinggi dibandingkan dengan biji yang berukuran kecil
(Pratama et al., 2014).
4.2.2 Pembahasan Intensitas Penyakit
Berdasarkan tabel 2. data pengamatan intensitas penyakit, diketahui bahwa
beberapa tanaman dari 10 sampel tanaman jagung jantan dan 10 sampel tanaman
jagung betina terinfeksi penyakit dengan tingkat serangan yang berbeda-beda. Hal
itu dapat dilihat dari gejala yang ditemukan pada setiap sampel tanaman. Perbedaan
skor serangan yang terjadi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya
yaitu faktor internal berupa ketahanan genetik varietas jagung yang digunakan. Hal
ini diperkuat dengan pendapat Asmaliyah et al., (2016) yang menyatakan bahwa
sebaran dan perkembangan penyakit daun di lapangan dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan sekitar pertanaman dan sifat genetik pendukung ketahanan tanaman.
Tanaman yang sehat dapat dipengaruhi oleh adanya pengolahan tanah terlebih
dahulu, dimana pengolahan tanah termasuk bagian dari persiapan lahan yang
berfungsi untuk mencegah, menekan dan mengendalikan berkembangnya serangan
hama dan penyakit.
Berdasarkan gambar 2. grafik intensitas penyakit, menunjukkan bahwa rata-
rata intensitas penyakit tanaman jantan dan tanaman betina tidak terlalu jauh. Hal
ini dikarenakan kedua tanaman tersebut memiliki kesamaan dalam hal perawatan
di lahan seperti pemberian mulsa dan pemupukan. Menurut Pamuji et al., (2018),
penggunaan mulsa sebagai material penutup tanah pada tanaman budidaya
bertujuan untuk menjaga kelembaban tanah, menekan pertumbuhan gulma dan
melindungi dari serangan OPT (Organisme pengganggu tanaman) sehingga
tanaman dapat tumbuh dengan baik dan apabila terserang penyakit tidak
menimbulkan keparahan yang tinggi. Selain itu, pemupukan dapat mengurangi
tingkat keparahan penyakit pada tanaman jagung. Hal ini sesuai dengan pendapat
20

Febbiyanti et al., (2020) yang menyatakan bahwa tanaman yang diberikan


pemupukan menunjukkan gejala serangan yang lebih sedikit dibandingkan dengan
tanaman yang tidak memupuk sama sekali. Unsur hara berperan dalam
perlindungan tanaman melalui peningkatan pertumbuhan tanaman, dan
menginduksi proses fisiologis sehingga tanaman lebih toleran terhadap serangan
penyakit dan tidak menghasilkan tingkat keparahan serangan yang tinggi.
4.2.3 Pembahasan Roguing
Tanaman budidaya khususnya tanaman jagung diperlukan perlakuan rouging
untuk menjaga kemurnian dan mutu genetiknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Syamsia et al. (2019) yang menyatakan bahwa kegiatan rouging dilakukan dengan
mengidentifikasi dan menghilangkan tanaman yang meyimpang yang bertujuan
untuk mempertahankan kemurnian dan mutu genetik suatu varietas. Pengamatan
roguing pada lahan jagung dilakukan pada fase generatif yaitu ketika tanaman
berumur 7 MST. Menurut Kemendikbud (2013), periode fase pertumbuhan terbaik
dalam melakukan roguing adalah pada fase pertanaman generatif (berbunga penuh)
karena pada fase ini sifat-sifat tanaman hampir ditampilkan sepenuhnya dan
perbedaan-perbedaan warna dan ukuran pada bunga akan tampak nyata.
Berdasarkan tabel 3. data pengamatan roguing, diketahui bahwa pada 4
tanaman betina ditemukan adanya tanaman yang tergolong rogues, dengan 3
tanaman yang terserang penyakit bulai (downy mildew) yang memiliki persentase
sebesar 5,6% dan 1 tanaman yang sudah terbuahi dengan persentase sebesar 1,85%.
Sedangkan pada tanaman jantan tidak ditemukan tanaman yang tergolong rogues.
Sehingga keempat tanaman yang tergolong rogues tersebut harus dicabut. Hal ini
sesuai dengan pendapat Adri et al., (2019) yang menyatakan bahwa kriteria suatu
tanaman dilakukan rouging dengan keputusan berupa tanaman dicabut yaitu kerdil,
lemah, warna pucat, bentuk tanaman menyimpang, tumbuh di luar barisan,
terserang penyakit, letak tanaman terlalu rapat, terlalu cepat/lambat berbunga, malai
tidak normal, tidak berambut dan tidak bertongkol.
4.2.4 Pembahasan Detasseling dan Open Pollination
Detasseling merupakan proses pencabutan bunga jantan pada tanaman betina
sebelum bunga jantan (tassel shedding) atau sebelum bunga betina (silking) pada
tanaman betina keluar (Syaifullah, 2021). Detasseling dilakukan pada saat tanaman
berbunga dan dapat dilakukan dengan cara memotong bunga jantan 2-3 daun
21

dibawah bunga. Berdasarkan hasil mengenai kegiatan detaselling yang telah


dilakukan dapat diketahui bahwa persentase tanaman yang dilakukan detasseling,
diantaranya 1,9% anther yang pecah, 33,33% anther belum pecah, dan 64,8% daun
bendera belum mekar. Dimana persentase daun bendera yang belum mekar saat
proses detasseling yang dilakukan pada 7 MST (± 49 HST) menunjukkan bahwa
waktu detasseling yang dilakukan sudah tepat. Hal ini didukung oleh pernyataan
Syamsia et al. (2018), yang menyatakan bahwa detasseling atau pemotongan bunga
jantan dapat dilakukan sebelum bunga jantan terbuka dari daun terakhir, dimana
daun pembungkus mulai membuka tetapi malai belum keluar dari gulungan daun
saat tanaman berusia 45-56 HST. Kegiatan detasseling yang dilakukan dalam
budidaya benih tanaman jagung selain bermanfaat untuk mencegah terjadinya
penyerbukan silang yang tidak diinginkan juga dapat memperbanyak tongkol
jagung yang terbentuk. Menurut Sobarudin et al. (2015), yang menyatakan bahwa
kegiatan detasseling dilakukan guna mencegah terjadinya penyerbukan sehingga
energi yang dipunakan untuk malai atau tassel untuk mekar akan dialihkan untuk
pembentukan tongkol dan pengisian tongkol baru pada tanaman jagung. Sehingga
semakin banyak tongkol jagung yang terbentuk maka, dapat memberikan produksi
benih yang lebih tinggi.
Perlakuan detasseling dilakukan untuk menghindari terjadinya penyerbukan
yang tidak diinginkan, seperti selfing. Dimana tanaman jagung yang mengalami
penyerbukan sendiri dapat mengalami segregasi, penurunan vigor tanaman, peka
terhadap penyakit, tanaman kerdil, serta cenderung rebah (Rahmawati et al., 2014).
Sehingga, kegiatan detasseling sangat perlu dilakukan agar dapat memperbesar
peluang terjadinya penyerbukan terbuka (open pollinated). Pada tanaman jagung
yang melakukan open pollination atau penyerbukan terbuka, setiap individu dapat
melakukan kawin acak apabila memiliki kesempatan yang sama untuk membentuk
keturunan serta setiap bunga betina dapat diserbuki oleh setiap gamet jantan
(Rahmawati et al., 2014). Maka dari itu, setiap bunga betina yang telah
mengeluarkan rambut di ujung tongkolnya, dapat diserbuki apabila bunga jantan
sudah terbuka (Runtunuwu et al., 2017). Kemudian Rahmawati et al. (2014), juga
menambahkan bahwa, tanaman hasil open pollination lebih lama mencapai
homozigot karena sifat tanaman jagung yang menyerbuk silang sehingga
kemungkinan untuk silang diri (inbreeding) sangatlah kecil, yaitu < 1%. Sehingga
22

tanaman dengan perlakuan open pollination tidak banyak mengalami perubahan


morfologi karena tanaman menyerbuk secara bebas dan kemungkinan silang diri
penyebab depresi inbreeding persentasenya sangatlah kecil
4.2.5 Pembahasan Umum
Pengamatan yang dilakukan pada tanaman jagung baik tanaman jantan
maupun betina meliputi pengamatan persentase tumbuh, intensitas penyakit,
rouging, dan detaselling serta open pollination. Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan diketahui bahwa persentase tumbuh tanaman jagung betina lebih tinggi
dibandingkan dengan persentase pertumbuhan tanaman jagung jantan.
Pertumbuhan tanaman jagung tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut
Djoyowasito et al. (2017) pertumbuhan tanaman jagung dipengaruhi oleh faktor
internal seperti varietas, ketahanan terhadap hama dan penyakit serta ketahanan
cekaman lingkungan. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
cahaya, suhu, air dan ketersediaan unsur hara.
Berdasarkan hasil pengamatan intensitas penyakit pada tanaman jagung
betina dan jantan menunjukkan bawah pada skor tertinggi pada perhitungan
intensitas penyakit yaitu 2, dimana kerusakan terjadi sekitar 26% hingga 50%.
Penyakit yang teridentifikasi pada tanaman jagung tersebut adalah penyakit bercak
daun yang muncul pada 2 MST hingga 4 MST. Menurut Talanca dan Tenrirawe
(2015) penyakit bercak daun muncul pada tanaman jagung saat berumur 2 MST dan
tingginya intensitas penyakit bercak daun diakibatkan oleh kondisi iklim yang
mendukung seperti kelembaban dan suhu yang sesuai untuk perkembangan
patogen, sehingga penyakit akan mudah menginfeksi tanaman jagung. Tingginya
intensitas penyakit pada tanaman akan berpengaruh pada hasil produksi tanaman
jagung. Hal ini sesuai dengan Hendrayana et al. (2020) yang menyatakan bahwa
serangan penyakit menjadi salah satu kendala dalam kegiatan produksi benih
tanaman jagung karena mengakibatkan kehilangan hasil yang siginifikan. Dapat
diketahui penyakit tersebut mengakibatkan tanaman jagung tidak dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal sehingga berpengaruh terhadap hasil produksi.
Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan, terdapat dua kegiatan utama
yaitu kegiatan roguing dan detasseling serta open pollination. Kegiatan roguing
atau seleksi merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam proses kegiatan
produksi benih jagung. Kegiatan roguing dilakukan dengan mengidentifikasi dan
23

menghilangkan tanaman yang menyimpang. Pada lahan tanaman jagung P1


ditemukan 4 tanaman yang tergolong rogues. Tanaman tersebut dihilangkan untuk
menjaga kualitas benih yang diproduksi. Hal ini sesuai dengan Harnawi (2020)
yang menyatakan bahwa Roguing dilakukan untuk menjaga kemurnian dan kualitas
genetik suatu varietas. Sehingga dengan melakukan roguing benih hasil produksi
akan memiliki kualitas yang baik.
Berdasarkan hasil pengamatan detasseling dan open pollination, tanaman
jagung yang siap untuk dilakukan detasseling sebesar 64,8% dari keseluruhan
tanaman jagung. Perlakuan detasseling pada tanaman jagung dapat meningkatkan
hasil produksi. Hal ini didukung oleh Damanhuri et al. (2016) bahwa kegiatan
detasseling pada tanaman jagung dapat meningkatkan penyerapan unsur hara untuk
pembentukan tongkol jagung. Tanaman jagung yang semakin banyak di-
detasseling akan berpengaruh terhadap hasil produksi, hal ini terjadi karena
tanaman betina mengandalkan efektifitas penyerbukan dari tanaman jantan selain
itu jumlah populasi tanaman jagung mempengaruhi hasil produksi.
Kegiatan produksi benih tanaman jagung dengan menerapkan penyerbukan
terbuka dan penerapan teknik detasseling memberikan hasil yang berbeda
dibandingkan dengan kegiatan produksi tanpa detasseling. Penerapan teknik
detasseling dalam produksi benih mampu meningkatkan hasil produksi
dibandingkan dengan tanpa teknik detasseling. Hal ini sesuai pada hasil penelitian
Damanhuri et al. (2018) bahwa detasseling dapat meningkatkan hasil panen tongkol
sebesar 6,01% dan pipilan kering sebesar 15% dibandingkan tanpa detasseling.
Sehingga aplikasi detasseling pada kegiatan produksi benih jagung dengan sistem
open pollination tepat untuk dilakukan karena akan berdampak pada hasil produksi
yang meningkat.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang banyak
dibudidayakan di Indonesia. Praktikum yang dilakukan di lahan percobaan
Agrotechno Park Universitas Brawijaya. Pada pengamatan tanaman jagung
didapatkan tanaman jantan dengan persentase tumbuh 92%, sedangkan persentase
tumbuh tanaman betina yaitu 97%. Pada pengamatan intensitas penyakit diketahui
pada 4 MST bahwa tanaman jagung jantan dalam rata-rata intensitas penyakitnya
yaitu sebesar 45,93% sementara jagung betina sebesar 45,11%. Pada tanaman
betina persentase tanaman jagung betina dengan kategori terserang bulai sebesar
5,6% dan kategori terbuahi sebesar 1,85%. Sedangkan pada tanaman jantan tidak
ditemukan tanaman yang tergolong rogues. Pada pengamatan didapati pula
tanaman jagung yang sudah siap untuk dilakukan detasseling yaitu sebesar 64,8%
dari keseluruhan tanaman jagung, tanaman jagung dengan kriteria anther belum
pecah persentasenya sebesar 33,33% ,dan tanaman jagung dengan kategori
destasseling anther pecah persentasenya sebesar 1,9%.
5.2 Saran
Tanaman jagung sebaiknya dibudidayakan dengan memanfaatkan teknologi
yang efektif dan efisien agar produksi yang dihasilkan menjadi optimal. Kemudian
melakukan pemeliharaan seperti penyiangan, pengairan, pemupukan, dan
pengendalian hama penyakit secara berkala agar produksi tanaman jagung menjadi
optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Adri, Mildaerizanti., dan Suharyon. (2019). Analisis Finansial Perbanyakan Benih
Jagung Hibrida. Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi, 3(2): 138-
148.
Andorf, C., Beavis, W. D., Hufford, M., Smith, S., Suza, W. P., Wang, K., ... &
Lübberstedt, T. (2019). Technological advances in maize breeding: past,
present and future. Theoretical and Applied Genetics, 132(3), 817-849.
Alpani, A., dan Taher, Y. A. (2017). Pengaruh Pemberian Pupuk NPK Terhadap
PErtumbuhan dan Hasil Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.). UNES
Journal Mahasiswa Pertanian, 1(1): 21-33.
Alpian, E., Ardiansyah, R. S., Wulandari, N. F., Ichsan, M. H., Putri, K., dan Arsi,
A. (2021). Intensitas Serangan Spodoptera frugiperda pada Fase
Vegetatif pada Tanaman Jagung (Zea mays) di Sumatera Selatan.
Palembang: Penerbit dan Percetakan Universitas Sriwijaya.
Asmaliyah, Lukman, A. H., dan Mindawati, N. (2016). Pengaruh Teknik Persiapan
Lahan terhadap Serangan Hama Penyakit pada Tegakan Bambang Lanang.
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 13(2): 139-155.
Atmojo, P. R. (2015). Produksi Benih Jagung Hibrida Varietas C05 Di PT Bisi
International TBK Kediri, Jawa Timur. Program Keahlian Teknologi Industri
Benih Program Diploma Institut Pertanian Bogor.
Balai Besar Penelitian (BBP) Tanaman Padi. (2016). Teknik Produksi Benih Padi.
http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id. Diakses pada 24 Mei 2022.
BPS Kabupaten Malang. (2021). Kecamatan Kromengan dalam Angka 2021.
Online. https://malangkab.bps.go.id. Diakses pada 28 April 2022.
BPS Kabupaten Malang. (2022). Kabupaten Malang dalam Angka 2022. Online.
https://malangkab.bps.go.id. Diakses pada 28 April 2022.
BPTP Balitbangtan Maluku Utara. (2019). Tips Roguing Pada Produksi Benih Padi
Inbrida. https://malut.litbang.pertanian.go.id. Diakses pada 24 Mei 2022.
CABI. (2019). Zea mays (maize). Online.
https://www.cabi.org/isc/datasheet/57417, diakses pada 27 April 2022.
Damanhuri, Asyim, M., Erdiansyahm I., dan Khoir, I. 2016. Aplikasi Detaselling
Untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.). Jurnal Ilmu-
Ilmu Pertanian.
Damanhuri, Dianti, S. V., dan Soelaksini, L. D. 2018. Aplikasi Teknik Detasseling
dan Rasio Pemupukan Fosfor dan Kalium terhadap Hasil Panen Jagung.
Journal of Applied Agricultural Sciences. 2(2): 144-153.
Djoyowasito, G., Argo, B. D., Ahmad, A. M., dan Cholidia, D. 2017. Model Laju
Pertumbuhan Perkecambahan Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Variasi
Massa Benih Jagung. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem,
5(1): 86-95.
Dinata, A., Sudiarso, S., dan Sebayang, H. T. (2017). Pengaruh Waktu dan Metode
Pengendalian Gulma terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung (Zea
mays L.). Jurnal Produksi Tanaman, 5(2): 191-197.
26

Dugje, I. Y., Abu, I. A., Aminu, D., Joshua, D., Kabura, B. H., Kamai, N., Izge, A.
U., Teli, I. A. dan Sodangi, I. A. (2014). How to Produce Certified Seeds of
Drought Tolerant Maize in Borno State, Nigeria. Nigeria: Abah'aja Press.
Fauziah, F., Wulansari, R., dan Rezamela, E. (2018). Pengaruh Pemberian Pupuk
Mikro Zn dan Cu Serta Pupuk Tanah Terhadap Perkembangan Empoasca
sp. Pada Areal Tanaman Teh. Agrikultura, 29(1): 26-34.
Febbiyanti, T. R., Stevanus, C. T., dan Tistama, R. (2020). Peranan Pupuk dan
Fungisida terhadap Pemilihan Tajuk Akibat Penyakit Gugur Daun
Pestalotiopsis pada Klon GT 1 di Kebun Percobaan Pusat Penelitian Karet
Sembawa. Jurnal Penelitian Karet, 38(2): 145-164.
Fitriyani, R. R., Murdy, S. dan Sativa, F. (2018). Evaluasi Pelaksanaan Prosedur
dan Teknis Penangkaran Benih Padi Desa Senaning Kecamatan Pemayung
Kabupaten Batang Hari, Jambi: Universitas Jambi.
Ghete, A. B. Has, V., Vidican, R., Copandean, A., Ranta, O., Maldovan, C. M.,
Crisan, I., dan Duda, M. M. (2020). Influence of Detasseling Methods on
Seed Yield of Some Parent Inbred Lines of Turda Maize Hybrids. Agronomy.
10 (729): 1-10.
Hamawi, A. A. (2020). Teknik Roguing Kode UE Pada Produksi Benih Jagung
Hibrida Di PT Syngenta Seed Indonesia Kabupaten Jember.
Handayani, K. (2014). Persilangan untuk Merakit Varietas Unggul Baru Kentang.
Online. https://balitsa.litbang.pertanian.go.id/. Diakses tanggal 25 April
2022.
Hendrayana, F., Lestari, N. A., Muis, A., dan Azrai, M. 2020. Ketahanan Beberapa
Varietas Jagung Hibrida Terhadap Beberapa Penyakit Penting Jagung di
Indonesia. Agriovet, 3(1): 26-40.
Hidayanto dan Yossita, F. (2014). Sejarah Tanaman Jagung.
http://kaltim.litbang.pertanian.go.id. Diakses pada 27 April 2022.
Hisani, W., dan Herman. (2019). Pemanfaatan Pupuk Organik dan Arang Sekam
dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan produksi Tanaman Terong
(Solanum melongena L.). Jurnal Pertanian Berkelanjutan. 7(2): 147-
155.
Imansari, F., dan Haryanti, S. (2017). Pengaruh Persentase Pemangkasan Daun dan
Bunga Jantan Terhadap Hasil Tanaman Jagung (Zea mays L.). Buletin
Anatomi dan Fisiologi, 2(2): 187-192.
Kartikawati, N. K., dan Sumardi. (2017). Potensi Perkawinan Silang Pada
Penyerbukan Terbuka di Kebun Benih Semai Kayuputih di Paliyan,
Gunungkidul. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 6(1): 41-51.
Kemendag. (2016). Profil Komoditas Jagung. Online.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. (2013). Paket
Keahlian: Agribisnis Perbenihan dan Kultur Jaringan Agribisnis Perbenihan
Tanaman.
Kementerian Pertanian. (2021). Pemanfaatan Jagung Lokal Oleh Industri Pakan
Tahun 2020. Online. http://pakan.ditjenpkh.pertanian.go.id/. Diakses tanggal
25 April 2022.
27

Kimotho, R. N., Baillo, E. H., & Zhang, Z. (2019). Transcription factors involved
in abiotic stress responses in Maize (Zea mays L.) and their roles in enhanced
productivity in the post genomics era. PeerJ, 7, e7211.
Maintang dan Nurdin, M. (2013). Pengaruh Waktu Penyerbukan Terhadap
Keberhasilan Pembuahan Jagung Pada Populasi SATP-2 (S2) C6.
Mayun, I. A. (2016). Kajian Produksi Benih Bermutu (Padi, Jagung, Kedelai),
Denpasar: Universitas Udayana.
Nurhayatuddin, S. (2021). Proses Penanganan Panen Dan Pasca Panen
Produksi Benih Jagung (Zea Mays L) Hibrida Di Pt. Syngenta Seed Indonesia
Kabupaten Banyuwangi.
Pamuji,A., Wijaya,I., dan Suroso, B. (2018). Penggunaan Berbagai Jenis Mulsa dan
Pemupukan terhadap Intensitas Serangan Organisme Pengganggu Tanaman
dan Hasil Kacang Panjang (Vigna sinensi L.). Agritrop, 16(1): 118-135
Perkasa, A. Y., Siswanto, T., Shintarika, F., dan Aji, T. G. (2017). Studi identifikasi
stomata pada kelompok tanaman C3, C4 dan CAM. Jurnal Pertanian Presisi
(Journal of Precision Agriculture), 1(1).
Pratama, H. W., Baskara, M., dan Guritno, B. (2014). Pengaruh Ukuran Biji dan
Kedalaman Tanaman Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung
Manis (Zea mays saccharata Strurt). Jurnal Poduksi Tanaman, 2(7): 576-582.
Purwanta, S. (2017). Keberhasilan dan Viabilitas Benih Penyerbukan Terkendali
Jati. Jurnal Penelitian Hutan Lestari Produktif, Volume 20.
Pusparini, P. G., Yunus, A., dan Harjoko, D. (2018). Dosis Pupuk NPK Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Jagung Hibrida. Agrosains: Jurnal Penelitian
Agronomi, 20(2): 28-33.
Rahmawati, D., Yudistira, T., dan Mukhlis, S. (2014). Uji Inbreeeding
Depressionterhadap Karakter Fenotipe Tanaman Jagung Manis (Zea mays
var. Saccharata Sturt) Hasil Selfing dan Open Pollinated. Jurnal Ilmiah
Inovasi, 14(2): 145-155.
Runtunuwu, I. R., Runtunuwu, S. D., dan Wanget, S. (2017). Pemurnian Galur
Jagung Manado Kuning (Zea mays L.) Kernal Putih dengan Metode Ear to
Row. Jurnal Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado, 1-13.
Shodikin, A., dan Wardiyati, T. (2017). Pengaruh Defoliasi dan Detasseling
Terhadap Hasil Tanaman Jagung (Zea mays L.). Jurnal of Agricultural
Science, 2(1): 18-22.
Siregar, M., Refnizuida, dan Lubis, N. (2018). Potensi Pemanfaatan Jenis Media
Tanam Terhadap Perkecambahan Beberapa Varietas Cabai Merah (Capsicum
annum L.). Journal of Animal Science and Agronomy Panca Budi, 3(1): 11-
14.
Sobarudin, R., Sucyati, T., dan Budirokhman, D. (2015). Pengaruh Waktu
Detasseling Terhadap Hasil Beberapa Kultivar Tanaman Jagung Semi (Zea
mays L.). Jurnal Agrijati, 29(3): 23-33.
Sopandie, D. (2013). Fisiologi Adaptasi Tanaman Terhadap Cekaman Abiotik pada
Agroekosistem Tropika. Bogor: IPB Press.
28

Suhartina, Susanto, G. W. A., dan Nugrahaeni, N. (2017). Roguing dan Sortasi Pada
Proses Produksi Benih. Jakarta: Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan
Umbi.
Sulewska, H., Adamczyk, J., Gygert, H., Rogackki, J., Szymanska, G., Smiatacz,
K., Panasiewicz, K., dan Tomaszyk, K. (2014). A Comparison Of Controlled
Self-Pollination And Open Pollination Results Based On Maize Grain
Quality. 12 (2): 492-500
Syamsia, S., Ihdan, A., dan Kasifah. (2019). Produksi Benih Jagung Hibrida
Menggunakan Sistem Tanam Tanpa Olah Tanah (TOT). Jurnal Dinamika
Pengabdian, 5(1): 49-56.
Talanca, A. H., dan Tenrirawe, A. 2015. Respon Beberapa Varietas Terhadap
Penyakit Utama Jagungd di Kabupaten Kediri Jawa Timur. Jurnal Agrotan,
1(1): 67-78.
Widajati, E. (2014). Dasar Ilmu dan teknologi Benih. Bogor : IPB Press.
Yakob. (2018). Detasseling Pada Tanaman Jagung. Retrieved from BPTP.
LAMPIRAN
Lampiran 1 . Logbook Kegiatan Penanaman
No Hari/Tang Praktikan Kegiatan Dokumentasi
gal yang ke Lahan
1. Sabtu, 2 1. Rieztyasar - Melubangi
April 2022 i Dwi N. mulsa
2. Zaenab - Mengukur
Nuraini jarak lubang
3. Rusdining tanam
tyas - Membuat
4. M. Fariq lubang tanam
dan
melakukan
penanaman
benih
- Melakukan
pemupukan
dasar dan
penyiraman

2. Sabtu, 9 1. Sherlita - Melakukan


April 2022 Octavina pencabutan
2. Nabila gulma
Fitriyani - Melakukan
3. Rahman pengamatan
Nassem jumlah daun
dan
persentase
tumbuh
- Melakukan
penyiraman
30

3. Minggu, 1. Alia - Penjarangan


17 April Yanuar - Pemupukan
2022 2. Rahmi
Yuliza
3. Amajida
Zahirah
4. Aliefraka

4. Sabtu, 23 Sherlita - Pengamatan


April 2022 Octavina tinggi
tanaman dan
jumlah daun
- Penyiraman

5. Selasa, 10 Zaenab - Pengamatan


Mei 2022 Nuraini - Perawatan
31

6. Minggu, 1. M. Fariq - Perompesan


15 Mei 2. Aliefraka - Pemupukan
2022 3. Ilma - Roguing
Nistakhul - Pengamatan
4. Amajida intensitas
Zahirah penyakit.

7. Minggu, 1. Sherlita - Pengamatan


22 Mei Octavina roguing
2022 2. Ilma - Detasseling
Nistakhul - Open
3. Rahman pollination
Nassem
4. Nidha
32
33

Lampiran 2. Perhitungan Persentase Tumbuh, Intensitas Penyakit, Roguing dan


Detasseling
Perhitungan Persentase Tumbuh
• Jantan
Jumlah tanaman hidup
Persentase tumbuh (%) = x 100%
Jumlah seluruh tanaman
35
= 𝑥 100%
38
= 92,1%

• Betina 1
Jumlah tanaman hidup
Persentase tumbuh (%) = x 100%
Jumlah seluruh tanaman
38
= 𝑥 100%
38
= 100%
• Betina 2
Jumlah tanaman hidup
Persentase tumbuh (%) = x 100%
Jumlah seluruh tanaman
37
= 𝑥 100%
38
= 97,4%
• Betina 3
Jumlah tanaman hidup
Persentase tumbuh (%) = x 100%
Jumlah seluruh tanaman
36
= 𝑥 100%
38
= 94,7%

Perhitungan Persentase Roguing


Tanaman Terserang bulai
a. Tanaman Jantan
1
Persentase 𝑅𝑜𝑔𝑢𝑖𝑛𝑔 = × 100% = 5,2%
19

b. Tanaman Betina
4
Persentase 𝑅𝑜𝑔𝑢𝑖𝑛𝑔 = × 100% = 7%
57

Bunga Layu
c. Tanaman Betina
1
Persentase 𝑅𝑜𝑔𝑢𝑖𝑛𝑔 = × 100% = 1,7%
57

Perhitungan Detasseling
1
Anther pecah = 54 x 100% = 1,9%
34

18
Anther belum pecah = 54 x 100% = 33,33%
35
Daun bendera belum mekar = 54 x 100% = 64,8%

Perhitungan Intensitas Penyakit (IP)


a. Tanaman Jantan
• IP 2 MST
(5×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 1 = × 100% = 0%
4×5
(5×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 2 = × 100% = 0%
4×5
(6×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 3 = × 100% = 0%
4×6
(6×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 4 = × 100% = 0%
4×6
(6×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 5 = × 100% = 0%
4×6
(6×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 6 = × 100% = 0%
4×6
(5×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 7 = × 100% = 0%
4×5
(6×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 8 = × 100% = 0%
4×6
(6×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 9 = × 100% = 0%
4×6
(5×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 10 = × 100% = 0%
4×5

• IP 3 MST
(9×4)+(1×4)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 1 = × 100% = 36,11%
4×9
(10×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 2 = × 100% = 0%
4×10
(11×3)+(1×3)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 3 = × 100% = 33,07%
4×11
(9×4)+(1×4)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 4 = × 100% = 36,11%
4×9
(10×5)+(1×4)+(2×1)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 5 = × 100% = 54,06%
4×10
(10×2)+(1×0)+(2×2)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 6 = × 100% = 20,10%
4×10
(11×2)+(1×2)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 7 = × 100% = 24%
4×11
(10×4)+(1×2)+(2×2)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 8 = × 100% = 42,09%
4×10
(10×4)+(1×4)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 9 = × 100% = 44%
4×10
35

(9×4)+(1×3)+(2×1)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 10 = × 100% = 39,01%
4×9

• IP 4 MST
(10×4)+(1×4)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 1 = × 100% = 44%
4×10
(11×2)+(1×2)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 2 = × 100% = 24%
4×11
(11×3)+(1×3)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 3 = × 100% = 36%
4×11
(11×4)+(1×4)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 4 = × 100% = 48%
4×9
(10×6)+(1×5)+(2×1)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 5 = × 100% = 65,05%
4×10
(11×3)+(1×0)+(2×3)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 6 = × 100% = 33,14%
4×9
(12×3)+(1×3)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 7 = × 100% = 39%
4×12
(11×4)+(1×2)+(2×2)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 8 = × 100% = 46,09%
4×11
(12×5)+(1×5)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 9 = × 100% = 65%
4×12
(11×5)+(1×4)+(2×1)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 10 = × 100% = 59,05%
4×11

b. Tanaman Betina
• IP 2MST
(7×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 1 = × 100% = 0%
4×7
(6×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 2 = × 100% = 0%
4×6
(6×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 3 = × 100% = 0%
4×6
(7×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 4 = × 100% = 0%
4×7
(6×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 5 = × 100% = 0%
4×6
(7×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 6 = × 100% = 0%
4×7
(6×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 7 = × 100% = 0%
4×6
(7×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 8 = × 100% = 0%
4×0
(7×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 9 = × 100% = 0%
4×0
(6×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 10 = × 100% = 0%
4×0

• IP 3 MST
36

(11×4)+(1×4)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 1 = × 100% = 48%
4×11
(13×3)+(1×3)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 2 = × 100% = 42%
4×13
(11×3)+(1×3)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 3 = × 100% = 36%
4×11
(11×5)+(1×4)+(2×1)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 4 = × 100% = 59,04%
4×11
(12×3)+(1×3)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 5 = × 100% = 39%
4×12
(12×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 6 = × 100% = 0%
4×12
(13×3)+(1×2)+(2×1)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 7 = × 100% = 41,04%
4×13
(12×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 8 = × 100% = 0%
4×12
(12×2)+(1×2)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 9 = 4×12
× 100% = 26%
(10×0)+(1×0)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 10 = × 100% = 0%
4×10

• IP 4 MST
(12×5)+(1×5)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 1 = × 100% = 65%
4×12
(13×4)+(1×3)+(2×1)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 2 = × 100% = 55,04%
4×9
(12×4)+(1×4)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 3 = × 100% = 52%
4×12
(12×6)+(1×5)+(2×1)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 4 = × 100% = 77,04%
4×12
(12×4)+(1×4)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 5 = × 100% = 52%
4×12
(13×2)+(1×2)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 6 = × 100% = 28%
4×13
(13×4)+(1×3)+(2×1)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 7 = × 100% = 55,04%
4×13
(12×1)+(1×1)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 8 = × 100% = 13%
4×12
(13×2)+(1×2)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 9 = × 100% = 28%
4×9
(12×2)+(1×2)+(2×0)+(3×0)+(4×0)
➢ Sampel 10 = × 100% = 26%
4×12
37

Lampiran 3. Data Pengamatan Jumlah Daun


Waktu Tanaman Sampel Jumlah Daun
Pengamatan Jantan Betina
1 2 3
2 2 3
3 3 4
4 2 3
1 MST 5 2 2
6 3 3
7 3 3
8 3 4
9 2 3
10 3 3
1 5 7
2 5 6
3 6 6
4 6 7
5 6 6
2 MST 6 6 7
7 5 6
8 6 7
9 6 7
10 5 7
1 9 11
2 10 13
3 11 11
4 9 11
3 MST 5 10 12
6 10 12
7 11 13
8 10 12
9 10 12
10 9 10
1 10 12
2 11 13
3 11 12
4 11 12
5 10 12
4 MST 6 11 13
7 12 13
8 11 12
9 12 13
10 11 12
38

Lampiran 4. Data Pengamatan Tinggi Tanaman


Waktu Tanaman Sampel Tinggi Daun
Pengamatan Jantan Betina
1 MST 1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 0 0
5 0 0
6 0 0
7 0 0
8 0 0
9 0 0
10 0 0
2 MST 1 11 20
2 11 18
3 11 16
4 15 17
5 13 19
6 14 17
7 12 18
8 13 21
9 12 18
10 11 20
3 MST 1 120 142
2 118 140
3 124 139
4 125 139
5 125 145
6 123 140
7 120 138
8 118 142
9 118 142
10 117 140

Lampiran 5. Data Pengamatan Persentase Tumbuh


Waktu Total Tanaman Persentase
No Induk
Pengamatan Tumbuh Tumbuh
1. Jagung Jantan 1 MST 3 92%
2. Jagung betina 1 MST 3 97%

Lampiran 6. Data Pengamatan Persentase Intensitas Penyakit Tanaman Jantan


Waktu Intensitas Penyakit pada Sampel yang Diamati (%)
Pengamatan S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10
1 MST - - - - - - - - - -
2 MST 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 MST 36,11 0 33,07 36,11 54,06 20,1 24 42,09 44 39,01
4 MST 44 24 36 48 65,05 33,14 39 46,09 65 59,05
Keterangan: MST (Minggu Setelah Tanam); S (Sampel)
39

Lampiran 7. Data Pengamatan Persentase Intensitas Penyakit Tanaman Betina


Waktu Intensitas Penyakit pada Sampel yang Diamati (%)
Pengamatan S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10
1 MST - - - - - - - - - -
2 MST 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 MST 48 42 36 59,04 39 0 41,04 0 26 0
4 MST 65 55,04 52 77,04 52 28 55,04 13 28 26
Keterangan: MST (Minggu Setelah Tanam); S (Sampel)
Lampiran 8. Data Hasil Pengamatan Roguing
Induk Kategori Persentase
No. Jumlah
Rogues (%)
1 Jantan - 0 0
2 Betina Terserang 3 5,6%
bulai
3. Betina Bunga layu 1 1,85%

Lampiran 9. Data Hasil Pengamatan Detasseling


No Kriteria Detasseling
Daun bendera
Waktu Pengamatan Anther pecah Anther belum
belum
(%) pecah (%)
terbuka (%)
1 7 MST 1 18 35
40

Lampiran 10. Denah Lahan

Anda mungkin juga menyukai