Anda di halaman 1dari 10

MATA KULIAH IRIGASI DAN DRAINASE

Disusun Oleh :
Kelompok 8

Julikha Ayuning Parasmita (205040200113003)


Arinta Lailatul Maghfiroh (205040200113019)
Imelda Pindi Rosalina (205040200113033)

Muhammad Faqihuddin (205040200113045)

Gabriela Meilani Pardede (205040201113003)

Putri Ayu Dwi Abrianti (205040207113023)

Kelas : Agroekoteknologi A
Dosen : Iva Dewi Lestariningsih

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keterbatasan dana yang tersedia untuk operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi
(OP) menimbulkan permasalahan dan kendala tersendiri yang mempengaruhi fungsi
jaringan agar tidak beroperasi secara optimal. Masalah lain yang juga mempengaruhi
operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi antara lain: inefisiensi air, rencana penanaman
yang tidak dilaksanakan dengan baik, iklim (kekeringan, banjir), masalah sosial dan
politik.
Penyusunan rencana tanam dilakukan pada awal tahun tanam untuk menentukan
jenis tanaman dan waktu tanam di daerah irigasi. Sistem tanam dikembangkan oleh
instansi teknis yang berwenang dengan prinsip partisipatif, artinya melibatkan
partisipasi petani dalam mengusulkan tanaman yang akan ditanam pada tahun tanam
berikutnya. Partisipasi petani dipandu melalui P3A. Prinsip penyusunan rencana
penanaman adalah untuk mencapai keseimbangan antara air yang tersedia dan air
irigasi. Ketersediaan air diperkirakan dengan menghitung emisi primer berdasarkan data
debit tahun-tahun sebelumnya. Kebutuhan air dihitung berdasarkan kebutuhan air dari
pola tanam yang disarankan petani. Penataan pola tanam ini penting karena
mempengaruhi distribusi air di tahun mendatang.
Untuk mengoptimalkan penggunaan air irigasi di daerah irigasi, perlu disusun
rencana penanaman terlebih dahulu. Rencana penanaman daerah irigasi adalah rencana
(gambar) atau tabel yang menguraikan sistem tanam setahun (musim hujan dan
kemarau), yang umumnya memiliki ketentuan sebagai berikut: Bagaimana aliran
sungainya? b) berapa banyak air irigasi yang dibutuhkan; c) berapa luas sawah, palawija
dan tanaman lainnya; d) kapan mulai menanam dan kapan harus menutup; e) kapan ada
drainase untuk dikeringkan; f) jenisnya dan mekanisme kelompok yang akan
dilaksanakan
Dalam sistem tanam yang baik, akan terjadi kesenjangan atau jeda waktu antara
musim hujan dan musim kemarau. Waktu tunda ini harus disesuaikan untuk memenuhi
kebutuhan waktu pembuangan untuk keperluan pemeliharaan dan perbaikan plambing.
Petani mempertimbangkan sejumlah faktor ketika mengembangkan rencana penanaman
yang diusulkan, terutama ketika memilih model dan waktu penanaman, termasuk:
ketersediaan dana, ketersediaan tenaga kerja, musim, penyakit tanaman, kutu, dan
permintaan pasar.

1.2 Tujuan
Adapun dilaksanakannya survei ke lapang ini secara berkelompok dalam rangka
perencanaan irigasi dengan metode FPR ini, yakni :

a. Untuk mengetahui metode seperti apa yang diterapkan dalam perhitungan FPR
b. Untuk memahami bagaimana merangkai sketsa pada lahan yang diamati
c. Untuk mengetahui bagaimana perhitungan yang dapat dilakukan melalui rumus
– rumus FPR yang telah ada
d. Untuk memberikan rekomendasi terbaik untuk pemberian air serta
e. Untuk memahami bagaimana prinsip perencanaan irigasi dengan metode FPR
tersebut
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Lokasi
Pengamatan ini dilakukan di area persawahan tanaman padi, jagung, tebu dan
ketela yang bertempat di jalan Pringgodani, Mrican, kecamatan Mojoroto, kabupaten
Kediri, Jawa Timur. Tekstur tanah yang terdapat pada lahan persawahan ini yaitu liat
berdebu serta memiliki luas area lahan persawahan 18 Ha. Sumber air irigasi yang
digunakan pada lahan persawahan ini ialah irigasi permukaan yang berasal dari sungai
dengan sistem aliran sekunder, tersier dan tidak terdapat sistem perpipaan.

2.2 Metode Perhitungan


 FPR (Faktor Palawija Relatif) – LPR (Luas Palawija Relatif)
 FPR = Q / LPR
FPR = Faktor Palawija Relatif (ltr/det/ha.pol)
Q = Debit yang mengalir di sungai (ltr/det)
LPR = Luas Palawija Relatif (ha.pol)
 LPR untuk tersier I dan sekunder ll = Faktor kehilangan x LPR
 LPR Total = LPR SS I + LPR SS II
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Perhitungan dan Sketsa Lahan
Tahap 1. Perhitungan LPR Sekunder I-I
Tanaman 1 2 3 = 1x2
Perbandingan Rencana Luas
Kebutuhan luas Relatif
Air thd tanaman thd pal.
Palawija (ha) (ha)
1. Padi
a. persemaian + pengolahan tanah 4.50 ...... ... ............
b. pertumbuhan I 4.00 3 12
c. pertumbuhan II 2.5 .......... ...........
d. pemasakan biji -
2. Tebu
a. pengolahan tanah + tanam 3.00 .......... ..........
b. tebu muda 2.00 ........... ............
c. tebu tua 0.50 ............ ............
3. palawija
a. yang perlu banyak air 1.00 2 2
b. yang perlu sedikit air 0.50 0.5 0.25
Jumlah 5.5 14.25

Tahap 1. Perhitungan LPR Sekunder I-II


Tanaman 1 2 3 = 1x2
Perbandingan Rencana Luas
Kebutuhan luas Relatif
Air thd tanaman thd pal.
Palawija (ha) (ha)
1. Padi
a. persemaian + pengolahan tanah 4.50 ...... ... ............
b. pertumbuhan I 4.00 3 12
c. pertumbuhan II 2.5 .......... ...........
d. pemasakan biji -
2. Tebu
a. pengolahan tanah + tanam 3.00 .......... ..........
b. tebu muda 2.00 3.5 7
c. tebu tua 0.50 ............ ............
3. palawija
a. yang perlu banyak air 1.00 2 2
b. yang perlu sedikit air 0.50
Jumlah 8.5 21

Tahap 1. Perhitungan LPR Sekunder I-III

Tanaman 1 2 3 = 1x2
Perbandingan Rencana Luas
Kebutuhan luas Relatif
Air thd tanaman thd pal.
Palawija (ha) (ha)
1. Padi
a. persemaian + pengolahan tanah 4.50 ...... ... ............
b. pertumbuhan I 4.00 7 28
c. pertumbuhan II 2.5 .......... ...........
d. pemasakan biji -
2. Tebu
a. pengolahan tanah + tanam 3.00 .......... ..........
b. tebu muda 2.00 3.5 7
c. tebu tua 0.50 ............ ............
3. palawija
a. yang perlu banyak air 1.00 1.5 1.5
b. yang perlu sedikit air 0.50
Jumlah 12 36.5

Tahap 2: Kehilangan air di petak Tersier dan Sekunder serta di lahan


• Di jaringan saluran dan di sawah
• Pada tanah Entisol / Alluvial (ft) = 1.80;
• Luas palawija relatif untuk Tersier 1 dari Sekunder I
faktor kehilangan x luas palawija relatif = 1.8 x 14.25
LPR (Luas palawija Relatif ) = 25.65 ha pal.rel.
• Luas palawija relatif untuk Tersier 2 dari Sekunder I
faktor kehilangan x luas palawija relatif = 1.8 x 21
LPR (Luas palawija Relatif ) = 37.8 ha pal.rel.
• Luas palawija relatif untuk Tersier 3 dari Sekunder I
faktor kehilangan x luas palawija relatif = 1.8 x 36.5
LPR (Luas palawija Relatif ) = 65.7 ha pal.rel.
• Kehilangan air di saluran tersier 30% dan air effektif diperkirakan 70 % maka
faktor pengalinya = 100/70 = 1.3 (faktor kehilangan air di petak sekunder)
Diasumsikan telah dihitung LPR bagi pintu sadap T1, T2, dan T3 masing-masing =
25.65 ha pal, 37.8 ha pal, dan 65.7 ha pal.
Maka LPR di saluran Sekunder I = (LPR T1 + LPR T2 + LPR T3) x 1.3
= ( 25.65 +37.8 + 65.7 ) x 1.3 = 129,15 x 1.3 = 167.895 ha pal

Tahap 3: Kehilangan air di saluran induk


• Kehilangan air di saluran sekunder 100/80 = 1.2
• Luas Palawija Relatif (LPR) =luas palawija relatif kotor di pintu pengambilan
bendung saluran sekunder I = 167.895 ha pal rel.
• Jumlah LPR di pintu bendung sbb :
• (luas pal.rel SS 1) x 1.2 =
(167.895) x 1.2 = 201.474 ha pal rel.
• Kehilangan air di saluran induk 100/90 = 1.11
(201.474) x 1.11 = 223.64 ha pal rel.

Tahap 4: Perhitungan FPR


Air tersedia dari jatah irrigasi 45 l/det dibagi dengan jumlah luas palawija relatif di
pintu bendung >> FPR ( faktor palawija relatif
• FPR = (Air tersedia)/ (luas palawija relatif (LPR) di pintu bendung) =
liter/detik/ha palawija,
• Atau FPR = Q / LPR, maka
• Air tersedia dari bendungan = 45 l/det
• FPR = 45 / 223.64 = 0.201 l/ref ha pal.

• Tahap 5: Perhitungan Pemberian air pada pintu-pintu sekunder maupun


tersier
• LPR x FPR
• Pemberian air untuk tiap sekunder sbb :
• Saluran dipintu sekunder = luas ha.Pal.Ref. X FPR
• Saluran sekunder (SS) I = 223.64 x 0.201 = 44.95 l/det
• Pemberian air untuk tiap saluran tersier dalam saluran Sekunder I sbb :
• SS I-1 = 25.65 x 0.201 = 5.15 l/det
• SS I-2 = 37.8 x 0.201 = 7.6 l/det
• SS I-3 = 65.7 x 0.201 = 13.2l/det
• Rekomendasi penyaluran air mungkin dapat dilakukan secara bergilir karena
nilai FPR 0.201 termasuk dalam air cukup. Sehingga apabila melakukan irigasi
secara bergilir mungkin air pada tanaman palawija dapat lebih memadai.

3.2 Rekomendasi Irigasi dan Drainase


Diketahui hasil perhitungan nilai FPR berdasarkan berat jenis tanah didapatkan
rekomendasi bahwa pada ketiga jenis tanah tersebut pada air kurang memerlukan irigasi
bergilir, pada air cukup mungkin membutuhan air irigasi bergilir dan pada air memadai
tidak memerlukan irigasi bergilir. Sistem giliran adalah cara pemberian air disaluran
tersier atau saluran utama dengan interval waktu tertentu bila debit yang tersedia kurang
dari faktor K. faktor K adalah perbandingan antara debit tersedia di bending dengan
debit yang dibutuhkan pada periode pembagian dan pemberian air. Jika persediaan air
cukup maka faktor K>1, sedangkan pada persediaan air kurang maka faktor K<1. Yang
dimana pada kondisi air cukup (K>1), pembagian dan pemberian air adalah sama
dengan rencana pembagian dan pemberian air. Pada saat terjadi kekurangan air (K<1),
pembagian dan pemberian air disesuaikan dengan nilai faktor K yang sudah dihitung
(Sayekti dkk, 2017).
Rekomendasi lainnya pada lahan persawahan tersebut yaitu dibutuhkan adanya
bangunan bendung untuk menahan laju air dalam pengambilan air yang kemudian
dialirkan ke lahan pertanian melalui saluran irigasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Priyonugroho (2014), dalam memenuhi kebutuhan air khususnya untuk kebutuhan air di
persawahan maka perlu didirikan sistem irigasi dan bangunan bendung. Kebutuhan air
di persawahan ini kemudian disebut dengan kebutuhan air irigasi. Penyediaan air sangat
penting untuk tanaman, sehingga irigasi ini merupakan hal paling umum digunakan
dalam bidang pertanian. Pada pengamatan yang sudah dilakukan, sumber air yang
digunakan adalah air sungai. Menurut Shoolikhah dkk (2014), air sungai memiliki peran
strategis secara ekonomi bagi masyarakat dan pembangunan daerah salah satunya
adalah irigasi.
Kapasitas irigasi dalam kaitannya dengan ketersediaan air untuk tanaman dapat
dikaji melalui permasalahan irigasi, dan faktor – faktor yang mempengaruhi terhadap
pengelolaan air irigasi. Ketersediaan air irigasi untuk tanaman padi sawah banyak di
pengaruhi oleh beberapa faktor kondisi tanah, jenis tanaman, iklim, topografi, sosial,
ekonomi dan budaya masyarakat. Namun, pada lahan yang sudah diamati pengolahan
air irigasi dan management distribusinya masih kurang merata. Pengelolaan jaringan
irigasi akan mempengaruhi sistem pemberian air pada petak-petak sawah dan tingkat
pelayanan irigasi yang diterima petani. Agar jaringan irigasi tersebut dapat digunakan
sesuai dengan fungsinya, maka dipandang perlu untuk mengadakan analisa kebutuhan
air, termasuk kebutuhan air pada daerah persawahan dimana air yang di ambil dari
bendung melalui saluran irigasi haruslah seimbang dengan jumlah air yang tersedia.
Pada pengamatan lapang yang telah dilakukan terdapat tiga saluran pembawa air
irigasi yaitu saluran primer, salurran sekunder. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Purwanto & Ikhsan, J. (2004) bahwa dalam merencanakan besarnya debit kebutuhan air
yang diperlukan pada arela persawahan secara keseluruhan perlu dilakukan suatu
analisa kebutuhan air mulai dari saluran pembawa yaitu saluran primer, saluran
sekunder dan saluran tersier hingga besarnya kebutuhan di petak-petak sawah. Dalam
memenuhi kebutuhan air untuk berbagai keperluan usaha tani, maka air (irigasi) harus
diberikan dalam jumlah, waktu, dan mutu yang tepat, jika tidak maka tanaman akan
terganggu pertumbuhannya yang pada gilirannya akan mempengaruhi produksi
pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Sayekti, R. W., Purwati, E., & Ismoyo, M. J. (2017). Simulasi Indeks Penggunaan Air
(IPA) Guna Penghematan Air Irigasi di D.I Sonosari dan D.I Pakis Kabupaten
Malang. Jurnal Teknik Pengairan. Volume 2(2), hal. 241-251.
Priyonugroho, A. (2014). Analisis Kebutuhan Air Irigasi (Studi Kasus Pada Daerah
Irigasi Sungai Air Keban Daerah Kabupaten Empat Lawang. Jurnal Teknik Sipil
dan Lingkungan. Volume 2(3), hal. 457-470.
Shoolikha, I., Purnama, S., & Suprayogi, S. (2014). Kajian Kualitas Air Sungai Code
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Majalah Geografi Indonesia. Volume
28(1), hal. 23-32.
Purwanto & Ikhsan, J. (2006). Analisis Kebutuhan Air Irigasi Pada Daerah Irigasi
Bendung Mrican. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika. Volume 9(1), hal. 83-93.

Anda mungkin juga menyukai