Anda di halaman 1dari 22

DEBIT INTAKE

Debit intake (debit pengambilan) adalah jumlah volume air persatuan waktu
atau disebut juga dengan debit yang disadap dari sungai dan kemudian dialirkan
ke saluran irigasi untuk memenuhi kebutuhan air irigasi. Debit intake ini
mempunyai satuan m3/det dan baru dapat ditentukan setelah terlebih dahulu
diketahui :
1. berapa besar kebutuhan air di sawah, baik untuk padi maupun untuk palawija,
2. berapa besar kebutuhan air pengambilan, baik untuk padi maupun untuk
palawija; dan
3. berapa luas areal sawah yang ingin diairi.

1. nfrDI SAWAH UNTUK PADI


Kebutuhan air di sawah untuk pad ditentukan oleh faktor-faktor berikut ini,
yaitu:
1. kebutuhan air untuk penyiapan lahan
2. kebutuhan air untuk penggunaan konsum tanaman;
3. kebutuhan air untuk perkolasi dan rembesan
4. kebutuhan air untuk pergantian lapisan air, dan
5. curah hujan efektif.

Kebutuhan air di sawah dapat dibedakan atas kebutuhan kotor air di sawah
(GFR = Gross Field Water Requirment), dan kebutuhan bersih air di sawah (NFR
= Net Field Water Requirment). Pada perhitungan GFR, besaran curah hujan
efektif tidak dimasukkan ke dalam perhitungan, yaitu mencakup faktor nomor 1
sampai dengan nomor 4. Sementara pada perhitungan NFR besaran curah hujan
efektif turut dimasukkan ke dalam perhitungan. Besarnya kebutuhan air di sawah
dinyatakan dalam satuan mm/hari.
1.1 Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan
Dibandingkan dengan kebutuhan air lainnya, kebutuhan air untuk penyiapan
lahan umumnya mempunyai nilai yang paling besar. Oleh karenanya, kebutuhan
maksimum air irigasi pada suatu proyek irigasi umumnya ditentukan berdasarkan
kebutuhan air untuk penyiapan lahan. Besarnya kebutuhan air utuk penyiapan
lahan ditentukan oleh faktor-faktor berikut ini, yaitu:
1. jangka waktu untuk penyiapan lahan:
2. jumlah air untuk penjenuhan dan lapisan air,

1.1.1 Jangka Waktu Untuk Penyiapan Lahan


Jangka waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dipengaruhi oleh
tersedianya tenaga kerja, ternak penghela, traktor, dan kondisi sosial budaya
masyarakat penggarap. Sebagai pedoman diambil jangka waktu 1 (satu) bulan
untuk penyiapan lahan di seluruh petak tersier bagi lahan yang dikerjakan dengan
traktor secara luas. Bagi lahan yang tidak dikerjakan dengan traktor secara luas
diambil jangka waktu untuk penyaiapan lahannya selama 1,5 (satu setengah)
bulan.

1.1.2 Jumlah Air Untuk Penjenuhan dan Lapisan Air


Jumlah air untuk penjenuhan tanah dan genangan lapisan air dipengaruhi
oleh porositas tanah dan kedalaman genangan. Sebagai pedoman, bila lahan
dibiarkan bera atau tidak digarap dalam jangka waktu 2,5 bulan atau lebih, maka
jumlah air untuk penjenuhan dan lapisan air adalah sebesar 300 mm, yaitu
masing-masing 250 mm untuk penjenuhan tanah dan 50 mm untuk penggenangan
lapisan air awal setelah transplantasi atau pemindahan bibit ke petak sawah
selesai. Untuk lahan yang tidak dibiarkan bera, maka maka jumlah air untuk
penjenuhan dan lapisan air adalah sebesar 250 mm, yaitu masing-masing 200 mm
untuk penjenuhan tanah dan 50 mm untuk penggenangan lapisan air awal.
1.1.3 Menghitung Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan
Besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat dihitung dengan rumus
yang dikembangkan oleh van de Goor dan Zijistra, seperti, diperlihatkan pada
rumus berkut ini.
𝑴 × 𝒆𝒌
𝑰𝑹 = (𝒆𝒌 −𝟏)
(1)

𝑴 = 𝑬𝟎 + 𝑷 (2)
𝑴×𝑻
𝒌= 𝑺 (3)

dimana:
IR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan, mm/hari;
M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan
perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan tanahnya, mm/hari;
Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 Et0, mm/hari;
ET0 = Evapotranspirasi potensial tanaman acuan (dihitung dengan rumus Penman
Modifikasi), mm/hari;
P = perkolasi, mm/hari;
T = jangka waktu penyiapan lahan, hari;
S = jumlah air untuk pejenuhan dan lapisan air;
Tabel 1. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan
M = E0 + P T = 30 hari T = 45 hari
mm/hari S = 250 mm S = 300 mm S = 250 mm S = 300 mm

5,0 11,1 12,7 8,4 9,5


5,5 11,4 13,0 8,8 9,8

6,0 11,7 13,3 9,1 10,1


6,5 12,0 13,6 9,4 10,4

7,0 12,3 13,9 9,8 10,8


7,5 12,6 14,2 10,1 11,1

8,0 13,0 14,5 10,5 11,4


8,5 13,3 14,8 10,8 11,8

9,0 13,6 15,2 11,2 12,1


9,5 14,0 15,5 11,6 12,5

10,0 14,3 15,8 12,0 12,9


10,5 14,7 16,2 12,4 13,2

11,0 15,0 16,5 12,8 13,6

1.2 Kebutuhan Air Untuk Penggunaan Konsumtif Tanaman


Kebutuhan air untuk penggunaan konsumtif tanaman dapat dihitung dengan
menggunakan rumus di bawah ini.

𝑬𝑻𝒄 = 𝒌𝒄 × 𝑬𝑻𝟎 (4)

dimana:
ETc = Kebutuhan air untuk penggunaan konsumtif tanaman, mm/hari;
Kc = koefisien tanaman;
ET0 = Evapotranspirasi potensial tanaman acuan (dihitung dengan rumus Penman
Modifikasi), mm/hari
Pada perhitungan kebutuhan bersih air di sawah (NFR), diasumsikan bahwa
pemberian air di petak tersier dilakukan secara rotasi alamiah, yaitu ditetapkan
pengaturan air dilakukan per setengah bulanan. Oleh karenanya, kebutuhan air
untuk penggunaan konsumtif tanaman (ETc) dihitung untuk setiap setengah
bulanan berdasarkan koefisien tanaman yang berbeda pada setiap setengah
bulanan.

1.2.1 Koofisien Tanaman


Harga koefisien tanaman padi (kc) yang dipakai bersama dengan ET0 hasil
perhitungan dengan rumus Penman Modifikasi untuk menghitung ETc
diperlihatkan pada tabel di bawah ini. Apabila ET0 dihitung dengan rumus
Penman Modifikasi yang diperkenalkan oleh Nedeco/Prosida, maka harga
koefisien tanaman yang digunakan untuk menghitung ETc adalah harga koefisien
tanaman padi yang ada pada kolom Nedeco/Prosida di Tabel 2. Demikian juga
dengan kasus apabila ET0 dihitung dengan rumus Penman Modifkasi yang
diperkenalkan oleh FAO, maka harga koefisien tanaman yang digunakan untuk
menghitung ETc adalah harga koefisien tanaman padi yang ada pada kolom FAO
di Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa varietas biasa masa tumbuhnya lama
dibanding dengan varietas unggul. Selama setengah bulan terakhir pemberian air
irigasi ke sawah dihentikan, yaitu ditunjukkan dengan koefisien tanaman adalah
nol.

Tabel 2. Koefisien Tanaman Padi


Nedeco/Prosida FAO
Bulan Varietas Varietas Varietas Varietas
Biasa Unggul Biasa Unggul

0,5 1,20 1,20 1,10 1,10


1,0 1,20 1,27 1,10 1,10
1,5 1,32 1,33 1,10 1,05
2,0 1,40 1,30 1,10 1,05
2,5 1,35 1,30 1,10 0,95
3,0 1,24 0 1,05 0
3,5 1,12 0,95
4,0 0 0

1.2.2 Evapotranspirasi Potensial Tanaman Acuan


Evapotranspirasi potensial tanaman acuan (ET0) dihitung dengan
menggunakan rumus Penman Modifikasi. Rumus ini menghasilkan ET0 dari
tanaman acuan berupa rerumputan pendek dengan albedo 0,25. Ada 2 metoda
yang dapat digunakan pada rumus ini, yaitu:
1. Metoda Nedeco/Prosida; dan
2. Metoda FAO.
Dari kedua metoda tersebut, ruumus Penman Modifikasi Metoda FAO lebih
umum dipakai, yaitu seperti dijelaskan pada rumus di bawah ini.

𝑬𝑻𝟎 = 𝒄 × [𝑾 × 𝑹𝒏 + (𝟏 − 𝑾) × 𝒇(𝒖) × (𝒆𝒂 − 𝒆𝒅)] (5)

dimana:
ET0 = Evapotranspirasi tanaman acuan, mm/hari;
c = faktor yang menunjukkan pengaruh perbedaan kecepatan angin pada siang
dengan malam hari;
W = faktor pembobot;
Rn = energi radiasi bersih yang menghasilkan evaporasi, mm/hari;
f(u) = fungsi kecepatan angin rata-rata yang diukur pada ketinggian 2 m dengan
satuan kecepatan angin dalam km/hari;
(ea-ed) = perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap aktual, mbar.

Diketahui Data Pada Daerah Irigasi Sebagai Berikut:


1. Luas Daerah Irigasi : 949 Ha
2. Waktu penyiapan Lahan : 1 Bulan
3. Tanaman Padi : Varietas Unggul
4. Jumlah Air Untuk Penjenuhan Lapisan Air : 250 mm
5. Letak Stasiun Meteorologi : 29° LU
6. Ketinggian : 90 m
7. Temperatur Udara Rata-Rata : 24,0°
8. Kelembapan Relatif (Rh) : 72%
9. Ketinggian Tempat Pengukuran :3m
10. Kecepatan Angin Ketinggian (u) : 190 Km/hari
11. Penyinaran Matahari : 86%
12. Padi Rendeng : Oktober-1 / Oktober -2
13. Padi Gadu : Maret-1 / Maret-2
Hitung Evapotranspirasi Potensial Tanaman acuan yang terjadi pada 1 tahun
dengan menggunakan rumus Penman Modifikasi metode Nadeco/Prosida.
Penyelesaian:
Untuk menghitung 𝐸𝑇0 maka terlebih dahulu variable-variabel yang ada
pada rumus Penman Modifikasi di atas dihitung sebagai berikut:

1). faktor c
Tidak ada data yang membedadan kecapatan angin pada siang hari dan
malam hari siang hari, maka nilai c dianggap 1.

2). Perbedaan Tekanan Uap (ea-ed)


Berdasarkan nilai temperatur udara rata-rata (Tmean), dari tabel

di bawah ini dapat diperoleh nilai tekanan uap jenuh.

Tabel 3. Tekanan uap ea menurut temperature udara rata-rata


Temperatur (˚C) 22 23 24 25 26 27
ea (mbar) 26,4 28,1 29,8 31,7 33,6 35,7

Jika Tmean 24,0°C, maka nilai ea adalah 𝑒𝑎 = 29,8 𝑚𝑏𝑎𝑟. Namun apabila
nilai temperature rata-rata tidak terdapat pada table tersebut dapat dihitung
dengan menggunakan rumus interpolasi linear:

𝑇𝑚𝑒𝑎𝑛 − 𝑇1
𝑒𝑎 = [ ] × (𝑒𝑎 − 𝑒𝑎 ) + 𝑒𝑎
2 1 1
𝑇2 − 𝑇1

Untuk mencari nilai tekanan uap actual (ed) digunakan rumus yang
menyatakan besar kelembaban relative (Rh), yaitu:

𝑒𝑑
𝑅ℎ = × 100%, 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑅ℎ = 60%
𝑒𝑎
𝑒𝑑 = 𝑅ℎ × 𝑒𝑎 = 0,60 × 20,6 = 12,36 𝑚𝑏𝑎𝑟
3). Fungsi kecepatan Angin F(u):
Pengaruh angin terhadap ET0 yang dihitung dengan rumus penman
Modifikasi ditunjukkan dengan rumus,

𝐮
𝐅(𝐮) = 𝟎, 𝟐𝟕 × (𝟏 + ) (6)
𝟏𝟎𝟎

dimana u adalah kecepatan angin harian rata-rata dalam satuan km/hari yang
diukur pada ketinggian 3 m. Nilai f(u) tersebut dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus diatas, apabila kecepatan angin diukur tidak pada
ketinggian 3 m, maka kecepatan angin tersebut dikoreksi terlebih dahulu
dengan factor yang terdapat pada Tabel4.

Tabel 4. Faktor koreksi untuk u yang diukur pada ketinggian tertentu


Ketinggian tempat 0,5 1,0 1,5 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0
Pengukuran (m)
Faktor koreksi 1,35 1,15 1,06 1,00 0,93 0,88 0,85 0.80

Dari data pada contoh di atas:


u = 190 km/hari diukur pada ketinggian 3 m, maka harga u tidaperlu
dikoreksi dengan angka koreksi pada Tabel 5, yaitu untuk ketinggian 3 m
angka koreksinya 0,93; maka harga u yang telah dikoreksi:
𝑢 = 0,93 × 190 = 176,70 𝑘𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖
Kemudian dengan menggunakan Tabel 4 nilai f(u) dicari. Oleh karena nilai u
= 176,70 km/hari berada diantara nilai u1 = 170 km/hari dengan u2 = 180
km/hari yang masing-masing f(u)1 = 0,73 dan f(u)2 = 0,76, maka f(u) dicari
dengan cara interpolasi linear.
𝑢−𝑢1
𝑓( 𝑢 ) = ( ) × ( 𝑓( 𝑢 ) 2 − ) + 𝑓(𝑢)1
𝑢2−𝑢1
𝑓(𝑢)1
176,70−170
𝑓( 𝑢 ) = ( ) × (0,76 − 0,73) + 0,73
180−180

𝑓(𝑢) = 0,7501
4). Factor pembobot (W) dan (1-W)
Faktor pembobot W menjelaskan bobot pengaruh perubahan tekanan, dan
energi radiasi terhadap ET0 secara matematis dapat dihitung:


𝑾=
∆+𝜸 (7)

dimana:
Δ = gradien perubahan tekanan uap terhadap perubahan temperatur;
γ = konstanta psychrometric.
Nilai W ini dapat juga diperoleh dari table 6 dibawah ini, yaitu berdasarkan
posisi ketinggian daerah yang diamati dan temperature udara rata-rata.

Tabel 5. Nilai factor pembobot W


Temperatur (T) °C 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40
Ketinggian (z) m
0 0,71 0,73 0,75 0,77 0,78 0,8 0,82 0,83 0,84 0,85
500 0,72 0,74 0,76 0,78 0,79 0,82 0,82 0,84 0,85 0,86
1000 0,73 0,75 0,77 0,79 0,8 0,82 0,83 0,85 0,86 0,87
2000 0,75 0,77 0,79 0,81 0,82 0,84 0,85 0,86 0,87 0,88

Dari contoh diatas, daerah pengamatan berada pada ketinggian z = 90 m, dan


temperature rata-rata T = 24,0 °C, dengan menggunakan Tabel 6 di atas nilai
W dicari. Oleh karena ketinggian z = 90 m berada diantara nilai z 1 = 0 m
dengan z2 = 500 m, dan T = 24,0°C, maka dapat disimpulkan.

Tahap 1:
Pada ketinggian z = 0 m, dicari nilai W untuk T = 24,0 °C. Dari Tabel 5,
𝑊 = 0,73

Tahap 2:
Pada ketinggian z = 500 m, dicari nilai W untuk T = 24,0 °C. Dari Tabel 5,
𝑊=0,74
Tahap 3:
Pada ketinggian z = 90 dicari nilai W untuk T = 24,0 °C. Dari perhitungan
diatas maka:
𝑧−𝑧1
𝑊=( )× −𝑊 )+𝑊
(𝑊
𝑧2−𝑧1 2 1 1
90−0
𝑊=( ) × (0,74 − 0,73) + 0,73
500−0

𝑊 = 0,7318
𝑊 ≈ 0,73
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai W = 0,73, maka nilai (1-W) = 0,2682.

5). Radiasi bersih (Rn)


Radiasi bersih (Rn) adalah selisih antara semua radiasi yang datang dengan
semua radiasi yang pergi meninggalkan permukaan bumi. Radiasi bersih
dapat dihitung dengan menggunakan rumus-rumus di bawah ini.

𝑹𝒔 = (𝟎, 𝟐𝟓 + 𝟎, 𝟓𝟒 × 𝒏/𝑵) × 𝑹𝒂 (8)


𝑹𝒏𝒔 = (𝟏 − 𝑎) × 𝑹𝒔 (9)
𝑹𝒏𝟏 = 𝒇(𝒕) × 𝒇(𝒆𝒅) × 𝒇(𝒏/𝑵) (10)
𝑹𝒏 = 𝑹𝒏𝒔 − 𝑹𝒏𝟏 (11)

dimana:
Ra = radiasi yang sampai pada lapisan atas atmosfir, mm/hari;
Rs = radiasi matahari yang sampai ke bumi, mm/hari;
Rns = radiasi bersih matahari gelombang pendek, mm/hari;
Rn1 = radiasi bersih gelombang Panjang, mm/hari;
Rn = radiasi bersih, mm/hari;
n/N = perbandingan jam cerah actual dengan jam cerah teoritis, yang
besarnya sama dengan persentase penyinaran matahari;
P = kebutuhan air untuk perkolasi dan rembesan, mm/hari.
Tabel 6. Nilai Ra ekivalen dengan evaporasi dalam mm/hari
Lintang
Jan Feb mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
Utara °
28
9,3 11,1 13,4 15,3 16,5 16,8 16,7 15,7 14,1 12 9,9 8,8
29
9,1 10,9 13,3 15,3 16,5 16,9 16,8 15,7 14,0 11,8 9,7 8,6
30 8,8 10,7 13,1 15,2 16,5 17 16,8 15,7 13,9 11,6 9,5 8,3

Bulan Januari,
29−28
Ra = ( ) × (9,3 – 8,8) + 8,8 = 9,1
30−28

Tabel 7. Pengaruh temperature f(T) terhadap Rn1


T °C 20 22 24 26 28 30 32 34 36
F(T) 14,6 15 15,4 15,9 16,3 16,7 17,2 17,7 18,1

Tabel 8. Pengaruh tekanan uap f(ed) terhadap Rn1


ed mbar 6 8 10 12 14 16 18 20 22
f(ed) 0,23 0,22 0,20 0,19 0,18 0,16 0,15 0,14 0,13
ed mbar 24 26 28 30 32 34 36 38 40
f(ed) 0,12 0,12 0,11 0,10 0,09 0,08 0,08 0,07 0,06

Tabel 9. Pengaruh Persentase penyinaran matahari f(n/N) terhadap Rn1


n/N 0 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50
f(n/N) 0,10 15 0,19 0,24 0,28 0,33 0,37 0,42 0,46 0,51 0,55
n/N 0,55 0,60 0,65 0,70 0,75 0,80 0,85 0,90 0,95 1,00
f(n/N) 0,60 0,64 0,69 0,73 0,78 0,82 0,87 0,91 0,96 1,00

Dari contoh di atas, daerah pengamatan terletak pada posisi 29 °LU, memiliki
persentase penyinaran matahari (n/N) = 86%, temperature udara rata-rata (T)
= 24,0 °C dan tekanan uap actual ed = 21,45 mbar, maka:
Dapat dihitung nilai n/N/100:

a) Dapat dihitung nilai n/N/100:


𝑛
: 100 86
= = 0,86
𝑁 100

b) Berdasarkan Tabel 7, untuk daerah dengan posisi 29 °LU diperoleh:


29−28
Ra = ( ) × (16,7 – 16,3) + 16,3 = 16,5
30−28
c) Dengan menggunakan rumus 8 dan nilai n/N = 86% diperoleh:
𝑅𝑠 = (0,25 + 0,54 × 𝑛/𝑁) × 𝑅𝑎
𝑅𝑠 = (0,25 + 0,54 × 0,86) × 16,5
𝑅𝑠 = 11,788 𝑚𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖

d) Dengan menggunakan rumus 9 dan α = 0,25 diperoleh:


𝑅𝑛𝑠 = (1 − 𝛼) × 𝑅𝑠
𝑅𝑛𝑠 = (1 − 0,25) × 11,788
𝑅𝑛𝑠 = 8,841𝑚𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖

e) Untuk T = 24,0 °C dari Tabel 7 diperoleh:


𝑓(𝑇) = 15,4

Untuk ed = 21,456 mbar dari Tabel 8 dengan interpolasi linear diperoleh:

𝑒𝑑−𝑒𝑑1
𝑓(𝑒𝑑) = ( ) × (𝑓(𝑒𝑑)
𝑒𝑑2−𝑒𝑑1 2 − ) + 𝑓(𝑒𝑑)1
𝑓(𝑒𝑑)1
21,456−20
𝑓(𝑒𝑑) = ( ) × (0,13 − 0,14) + 0,14
22 −20

𝑓(𝑒𝑑) = 0,136

Untuk n/N = 86% dari Tabel 9 dengan interpolasi linear diperoleh:


(𝑛/𝑁)−(𝑛/𝑁)1
𝑓(𝑛/𝑁) = ( ) × (𝑓(𝑛/𝑁)
(𝑛/𝑁)2−(𝑛/𝑁)1 2 − ) + 𝑓(𝑛/𝑁)1
𝑓(𝑛/𝑁)1
0,86−0,85
𝑓(𝑛/𝑁) = ( ) × (0,91 − 0,87) + 0,87
0,90−0,85

𝑓(𝑛/𝑁) = 0,874

Setelah diperoleh nilai f(T) = 15,4 ; f(ed) = 0,133 ; dan f(n/N) = 0,878 ;
maka dengan menggunakan rumus 10 diperoleh:
𝑅𝑛1 = 𝑓(𝑡) × 𝑓(𝑒𝑑) × 𝑓(𝑛/𝑁)
𝑅𝑛1 = 15,4 × 0,136 × 0,874
𝑅𝑛1 = 1,841 𝑚𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖
f) Dengan menggunakan rumus 11 dan nilai Rns = 8,415 mm/hari dan Rn1 =
1,84 mm/hari, diperoleh:
𝑅𝑛 = 𝑅𝑛𝑠 − 𝑅𝑛1
𝑅𝑛 = 8,415 – 1,84
𝑅𝑛 = 6,99 𝑚𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖

6). Evapotranspirasi potensial tanaman acuan (ET0)


Evapotranspirasi potensial tanaman acuan (ET0) dihitung setelah variable-
variabel yang ada pada rumus Penman Modifikasi diperoleh, c =1; (ea-ed) =
8,24 mbar, f(u) = 0,92; W = 0,66; (1-W) = 0,34; dan Rn = 6,5 mm/hari;
kemudian variable-variabel tersebut dimasukkan ke Rumus 5, yaitu:

𝐸𝑇0 = 𝑐 × [𝑊 × 𝑅𝑛 + (1 − 𝑊) × 𝑓(𝑢) × (𝑒𝑎 − 𝑒𝑑)]


𝐸𝑇0 = 1 × [0,732 × 6,99 + 0,268 × 0,783 × 8,344]
𝐸𝑇0 = 6,874 𝑚𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖

Begitu pula dalam perhitungan ET0 pada bulan-bulan berikutnya


menggunakan rumus yang sama. Sehingga didapat perhitungan sebagai
berikut:
1.2.3 Menghitung Kebutuhan Air Penggunaan Konsumtif Tanaman (Etc)
Setelah mengetahui evapotranspirasi potensial tanaman acuan (ET 0) yang
dihitung dengan rumus Penman Modifikasi menurut metoda FAO, maka dengan
menggunakan Rumus 4 dan koefisien tanaman (kc) dapat dihitung.

a) Dengan menggunakan data ini, kc = 1,2 dan ET0 = 3,97 mm/hari, maka:

𝐸𝑇𝐶 = 𝑘𝑐 × 𝐸𝑇0 = 1,2 × 3,97 = 4,76 𝑚𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖

1.3 Kebutuhan Air Untuk Perlokasi dan Rembesan


Perkolasi adalah gerakan air mengalir di dalam tanah yang lajunya
bergantung dengan sifat dan jenis tanah. Pada tanah lempung, laju perlokasi dan
rembesan pada tanggul sawah disimbolkan dengan P, diperkirakan berkisar 1-3
mm/hari. pada tanah yang banyak mengandung pasir, laju perlokasi dan rembesan
ini bisa mencapai angka lebih tinggi.

1.4 Kebutuhan Air Untuk Pergantian Lapisan Air


Pergantian lapisan air setinggi 50 mm dilakukan dua kali, yaitu satu bulan
setelah pemindahan bibit ke petak sawah (transplantasi) dan dua bulan setelah
transplantasi. Pergantian lapisan air setinggi 50 mm ini disimbulkan dengan WLR
dan pada pengamatan yang kami lakukan, penggantian lapis air sebanyak 2x yaitu
50 mm (untuk 15 hari ) pada bulan ke-1 dan 50 mm (untuk 15 hari) pada bulan ke-
2, baik untuk padi pada masa tanam I dan II dapat diberikan:
1) Selama setengah bulan, berarti diberikan
50 𝑚𝑚
𝑊𝐿𝑅 = = 3,3𝑚𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖; 𝑎𝑡𝑎𝑢
15 ℎ𝑎𝑟𝑖

2) Selama satu bulan, berarti diberikan


50 𝑚𝑚
𝑊𝐿𝑅 = = 3,3𝑚𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖; 𝑎𝑡𝑎𝑢
15 ℎ𝑎𝑟𝑖
1.5 Curah Hujan Efektif
Curah hujan efektif ditentukan setiap setengah bulanan, yaitu merupakan
hujan 70% dari hujan berpeluang terpenuhi 80%. Dengan kata lain hujan ini
berpeluang gagal 20%, yang berarti memiliki periode ulang kegagalan rata-rata 5
tahun sekali. Rumus yang dilakukan untuk menentukan hujan efektif ini adalah:

𝑹𝟖𝟎%(𝒔𝒆𝒕𝒆𝒏𝒈𝒂𝒉 𝒃𝒖𝒍𝒂𝒏𝒂𝒏)
𝑹𝒆(𝑷𝒂𝒅𝒊) = 𝟎, 𝟕𝟎 × 𝟏𝟓 (12)

𝑹50%(𝒔𝒆𝒕𝒆𝒏𝒈𝒂𝒉 𝒃𝒖𝒍𝒂𝒏𝒂𝒏)
𝑹𝒆(𝑷𝒂𝒍𝒂𝒘𝒊𝒋𝒂) = 𝟎, 𝟕𝟎 ×
𝟏𝟓 (13)

Dimana:
Re = hujan efektif, mm/hari;
𝑅80% = (setengah bulanan) = hujan setengah bulanan berpeluang terpenuhi 80%
dalam satuan mm.
𝑅50% = (setengah bulanan) = hujan setengah bulanan berpeluang terpenuhi 50%
dalam satuan mm.

Untuk mentukan curah hujan efektif dapat dilakukan sebagai berikut:


1) Urutkan data dari nilai terbesar ke nilai terkecil:
2) Hitung probabilitas (peluang) terpenuhi dengan rumus:
𝒎
𝒑=
𝒏+𝟏 × 𝟏𝟎𝟎% (14)
dimana:
p = probabilitas, %;
m = nomor urut data setelah dari besar ke kecil;
n = jumlah tahun data
Dengan Rumus 12, hujan efektif (Re) untuk bulan Juni 1 diperoleh Juni diperoleh:
𝑅80%(𝑠𝑒𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛𝑎𝑛)
𝑅𝑒 = 0,70 × 15
27,3
𝑅𝑒 = 0,70 ×
15

𝑅𝑒 = 1,82 𝑚𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖
1.6 Perhitungan Kebutuhan Air di Sawah untuk Padi
Kebutuhan air bersih di awah (NFR) untuk padi dihitung dengan rumus

𝑵𝑭𝑹 = 𝑰𝑹 − 𝑹𝒆 (15)
atau
𝑵𝑭𝑹 = 𝑬𝑻𝒄 + 𝑾𝑳𝑹 + 𝑷 − 𝑹𝒆 (16)

dimana:
IR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan, mm/hari;
Re = hujan efektif, mm/hari;
ETc = kebutuhan air unutk penggunaan konsumtif tanaman, mm/hari;
WLR = kebutuhan air untuk pergantian lapisan air, mm/hari;
P = kebutuhan air untuk perkolasi dan rembesan, mm/ha

Pada Oktober I, kegiatan masih berupa penyiapan lahan, sehingga menghitung


NFR digunakan Rumus 14. ET0 = 5,094 mm/hari; dan Re = 2,0 mm/hari, maka
nilai IR dapat dihitung sebagai berikut:
𝐸0 = 1,1 × 𝐸𝑇0 = 1,1 × 5,094 = 5,604 𝑚𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑀 = 𝐸0 + 𝑃 = 5,094+ 2,0 = 6,094 𝑚𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖
Padi adalah vaietas unggul menurut NEDECO Prosida, T = 30 hari dan S =
200 mm, maka diperoleh IR:
𝐼𝑅 = 7,604 𝑚𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖

Setelah IR diperoleh maka NFR bulan Oktober I dihitung:


𝑁𝐹𝑅 = 𝐼𝑅 − 𝑅𝑒
𝑁𝐹𝑅 = 7604 – 4,1 = 3,497 𝑚𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖
2. KEBUTUHAN PENGAMBILAN UNTUK PADI
Kebutuhan pengambilan (DR) untuk padi adalah jumlah debit air yang
dibutuhan oleh 1 (satu) hektar sawah untuk menanam padi. Kebuthan
pengambilan mempunyai satuan I/det/ha dan dihitung dengan rumus dibawah ini.

𝑵𝑭𝑹
𝑫𝑹 = 𝒆𝒇×𝟖,𝟔𝟒 (17)

Dimana:
DR = kebutuhan pengambilan, I/det/ha;
NFR = kebutuhan bersi air sawah,
mm/hari;
Er = efisiensi irigasi, biasanya diambil sebesar 65%;
1/8,64 = angka konversi satuan mm/hari menjadi I/det/ha.

3. DEBIT INTAKE UNTUK PADI

Debit intake untuk padi adalah debit yang disadap dan kemudian dialirkan
ke dalam daluran irigasi untuk memenuhi kebutuhan air irigasi saat menanam
padi. Satuan debit intake ini adalah m 3/det dan dapat dihitung dengan rumus di
bawah ini.

𝑫𝑹×𝑨
𝑸= 𝟏𝟎𝟎𝟎 (18)

dimana:
Q = debit intake, m3/det
DR = kebutuhan pengambilan, I/det/ha
A = luas areal irigasi, ha;
1/1000 = angka konvensi satuan liter ke m3.
4. KEBUTUHAN AIR DI SAWAH UNTUK PALAWIJA
Selain kebutuhan untuk pergantian lapisan air, kebutuhan air di sawah untuk
palawija ditentukan oleh faktor-faktir yang sama sepertipasi, yaitu sebagai
berikut.
1. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan;
2. Kebutuhan air untuk pengguankaan konsumtif tanaman;
3. Kebutuhan air untuk perlolasi dan rembesan; dan
4. Curah hujan efektif.

4.1 Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan


Kebutuhan air untuk penyiapan lahan diperlukan untuk menciptakan kondisi
tanah lembab yang memadai untuk persemaian baru tumbuh. Banyaknya air
bergantung pada kondisi tanah dan pola tanam yang diterapkan. Jumlah air 50 mm
sampai 100 mm dianjurkan untuk tanaman lading atau palawija, dan 100 mm
sampai 120 mm untuk tanaman tebu.

4.2 Kebutuhan Air Untuk Penggunaan Konsumtif Tanaman


Seperti halnya untuk padi, kebuthan air untuk penggunaan konsumtif
tanaman palawija digunakan rumus:

𝑬𝑻𝑪 = 𝒌𝒄 × 𝑬𝑻𝟎 (19)


Dimana:
ETc = kebutuhan air untuk penggunaan konsumtif tanaman, mm/hari;
kc = koefisien tanaman;
ET0 = evapotranspirasi potensial tanaman acuan (dihitung dengan rumus
Penman Modifikasi), mm/hari
Harga koefisien tanaman diperlihatkan pada tabel dibawah ini.
Tabel 16. Koefisien Tanaman Palawija
Jangka
Tanaman Tumbuh Periode Setengah Bulanan
(hari)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kedelai 85 0,50 0,75 1,00 1,00 0,82 0,45
Jagung 80 0,50 0,59 0,96 1,05 1,02 0,95
Kacang tanah 130 0,50 0,51 0,66 0,85 0,95 0,95 0,95 0,55 0,55
Bawang 70 0,50 0,51 0,69 0,90 0,95
Buncis 75 0,5 0,64 0,89 0,95 0,88

4.3 Kebutuhan Air Untuk Perlokasi


Sama seperti padi, laju perlokasi untuk tanah lempug diperkirakan berkisar
1- 3 mm/hari. pada tanah yang banyak mengandung pasir, laju perlokasi dan
rembesan ini bisa mencapai angka lebih tinggi.

4.4 Curah Hujan Efektif Tanaman Palawija


Curah hujan efektif untuk palawija ditentukan untuk setiap setengah
bulanan, tanaman palawija dapat dihitung dengan menggunakan nilai R50%
Rumus yang digunakan yaitu:

𝑹5𝟎%(𝒔𝒆𝒕𝒆𝒏𝒈𝒂𝒉 𝒃𝒖𝒍𝒂𝒏𝒂𝒏)
𝑹𝒆(𝑷𝒂𝒍𝒂𝒘𝒊𝒋𝒂) = 𝟎, 𝟕𝟎
× 𝟏𝟓

4.5 Perhitungan Kebutuhan Bersih Air Disawah Untuk Palawija


Kebutuhan air bersih di sawah (NFR) untuk palawija dihitung dengan rumus:

𝑵𝑭𝑹 = 𝑬𝑻𝒄 + 𝑷 − 𝑹𝒆 (20)

Dimana:
Etc = kebutuhan air untuk penggunaan konsumtif tanaman, mm/hari;
P = kebutuhan air untuk perlokasi dan rembesan, mm/hari;
Re = hujan efektif, mm/hari.
5. KEBUTUHAN PENGAMBILAN UNTUK PALAWIJA
Sama seperti padi, kebutuhan pengambilan untuk palawija dihitung dengan
rumus:

𝑵𝑭𝑹
𝑫𝑹 = 𝒆𝒇×𝟖,𝟔𝟒 (21)

Dimana:
DR = kebutuhan pengambilan, I/det/ha;
NFR = kebutuhan bersi air sawah,
mm/hari;
Er = efisiensi irigasi, biasanya diambil sebesar 65%;
1/8,64 = angka konversi satuan mm/hari menjadi I/det/ha.

6. DEBIT INTAKE UNTUK PALAWIJA


Debit intake untuk palawija juga dihitungdengan rumus yang sama dengan
debit intake untuk, yaitu rumus berikut ini

𝑫𝑹×𝑨
𝑸= 𝟏𝟎𝟎𝟎 (22)
dimana:
Q = debit intake, m3/det;
DR = kebutuhan pengambilan, I/det/ha
A = luas areal irigasi, ha;
1/1000 = angka konvensi satuan liter ke m3.

Anda mungkin juga menyukai