Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberi rahmat, karunia, serta kasih sayang terbesar-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Tempe.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi penilaian praktikum
mata kuliah Teknik Fermentasi pada semester ganjil tahun 2017. Selain itu
sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan memotivasi mahasiswa
dalam memahami materi Tempe.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu penulis dengan tangan terbuka menerima
saran dan kritik dari pembaca sekalian demi memperbaiki penulisan lain di
kemudian hari.
Akhirnya semoga makalah ini dapat mendatangkan manfaat bagi semua
pihak.
Sekian dan terimakasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Pengertian Mineral...................................................................................3
2.2 Klasifikasi Mineral....................................................................................3
2.2.1 Mineral Makro..................................................................................3
2.2.2. Mineral Mikro...................................................................................4
2.3 Pengertian Magnesium............................................................................6
2.4 Karakteristik ............................................................................................6
2.5 Sumber Pangan.......................................................................................8
2.6 Cara Memperoleh....................................................................................9
2.7 Pemanfaatan ..........................................................................................10
2.7.1 Tepung Tulang Ikan..........................................................................10
2.7.2 Biskuit Kaya Kalsium........................................................................10
2.7.3 Tahu Susu........................................................................................11
2.8 Kebutuhan Kalsium..................................................................................11
2.9 Efek Kekurangan Kalsium........................................................................12
2.10 Peran.....................................................................................................13
2.10.1 Peran Magnesium dalam Cairan Tubuh.........................................14
2.10.2 Peran Magnesium Untuk Tubuh Manusia.......................................14
2.10.3 Fungsi Magnesium Bagi Tubuh......................................................14
2.11 Dampak..................................................................................................15
BAB III PENUTUP.............................................................................................16
3.1 Kesimpulan..............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18
ii
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 1. Sifat-sifat fisika dan kimia kalsium karbonat (CaCO3).......................7
Gambar 2. Diagram alir ekstraksi kalsium dari tulang ikan nila...........................9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
diketahui berfungsi sebagai antioksidan, antitumor, antiosteroklerosis (Dixon,
Steele, 1999; Yuan, 2008 dalam Atun, 2009). Kandungan isoflavon pada kedelai
berkisar 2-4 mg/g kedelai. Senyawa isoflavon ini pada umumnya berupa
senyawa kompleks atau konjugasi dengan senyawa gula melalui ikatan
glukosida. Jenis senyawa isoflavon ini terutama adalah genistin, daidzin, dan
glisitin. Bentuk senyawa demikian ini mempunyai aktivitas fisiologis kecil. Selama
proses pengolahan, baik melalui proses fermentasi maupun proses non-
fermentasi, senyawa isoflavon dapat mengalami transformasi, terutama melalui
proses hidrolisa sehingga dapat diperoleh senyawa isoflavon bebas yang disebut
aglikon yang lebih tinggi aktivitasnya. Senyawa aglikon tersebut adalah genistein,
glisitein, dan daidzein (Atun, 2009).
Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi
Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan
seharihari. Pada umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang
berpenghasilan rendah. Kurangnya energi protein dapat mengakibatkan
terganggunya pertumbuhan dan gangguan perkembangan mental anak. Anak
balita dengan KEP tingkat berat akan menunjukkan tanda klinis
kwashiorkor/marasmus (Supariasa, 2002 dalam Sitoresmi, 2012).
Sumber utama protein biasanya berasal dari protein hewani tetapi harga
daging relatif mahal. Salah satu produk protein nabati yang dapat menggantikan
sumber protein hewani adalah tempe karena mutu protein tempe mendekati
mutu protein daging ayam dan sapi (Winarno, 1993 dalam Sitoresmi, 2012).
Tempe berbahan dasar kedelai yang merupakan sumber gizi yang baik
bagi manusia. Kedelai utuh mengandung 35 sampai 38% protein tertinggi dari
kacangkacangan lainnya dan yang paling tinggi proteinnya adalah kedelai
kuning. Hasil olahan kedelai kuning salah satunya adalah tempe (Winarno, 1993
dalam Sitoresmi, 2012).
Kedelai setelah mengalami fermentasi dikonsumsi oleh masyarakat dalam
bentuk tempe. Pada proses fermentasi menjadi tempe, nilai gizi hasil olah
kacang kedelai bertambah baik. Fermentasi merupakan tahap terpenting dalam
proses pembuatan tempe. Menurut Karmini (2003) dalam Sitoresmi (2012), pada
tahap fermentasi terjadi penguraian karbohidrat, lemak, protein dan senyawa-
senyawa lain dalam kedelai menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga
mudah di manfaatkan tubuh.
5
Kedelai adalah salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung.
Kedelai merupakan bahan pangan yang mengandung protein nabati yang sangat
tinggi nilai gizinya, mengandung zat anti oksidan yang tinggi sehingga sangat
bermanfaat bagi kesehatan dan banyak dikonsumsi oleh penduduk Indonesia.
Konsumsi penduduk Indonesia terhadap kedelai berupa hasil olahan (seperti
tempe, tahu, kecap, tauco, susu kedelai, oncom, yogurt, mentega, minyak,
keripik), dan bahan baku pakan ternak (Isnowati, 2014).
1.3 Tujuan
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas maka dapat ditentukan tujuan
dalam makalah ini seperti berikut.
1. Mengetahui kultur starter untuk produk.
2. Apakah ada bakteri endogen dalam produk?
3. Apakah ada bakteri tambahan untuk produk?
4. Bagaimana cara pemeliharaan bakteri pada produk?
5. Apa jenis mikroba yang ada pada produk?
6. Bagaimana cara memperpendek fase lag?
7. Bagaimana persiapan media agar siap difermentasi?
8. Apa indikator proses fermentasi berakhir?
9. Kapan terjadinya produk akhir (pemanenan)?
10. Berapa lama proses fermentasi?
11. Bagaimana menghentikan proses fermentasi
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
flavonoid berfungsi sebagai anti tumor atau anti kanker. Isoflavon tergolong
kelompok flavonoid, senyawa polifenolik yang banyak ditemukan dalam buah-
buahan, sayur-sayuran, dan biji-bijian. Yang termasuk isoflavon di antaranya
adalah genistin, daidzin, genistein, dan daidzein, dengan struktur seperti pada
gambar 1 (Yuan, 2008 dalam Atun, 2009).
8
sangat disayangkan bahwa sampai saat ini ternyata negara kita belum dapat
memenuhi sendiri kebutuhan kedelai secara optimal. Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik (2011), produksi kedelai nasional dari tahun 2010 sampai
2011 mengalami penurunan hingga 9,66%. Hal ini juga didukung dari data
Departemen Pertanian (2012), yang mengemukakan bahwa harga impor kedelai
pada tahun 2010 mencapai 1,7 juta ton.
Tempe adalah makanan fermentasi yang dibuat dari kedelai atau bahan
lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti: Rhizopus
oligosporus, R. oryzae, R. stoloniferus, atau R. arrhizus. Jenis kapang ini secara
umum dikenal sebagai ragi tempe. Struktur padatan kompak dan warna putih
pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji
kedelai. Kapang yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan enzim-enzim
yang mampu mengubah protein menjadi asam amino sehingga senyawa tersebut
dengan cepat dapat dipergunakan oleh tubuh manusia (Agus, 2011 dalam
Irdawati dan Fifendy, 2012).
9
pengganti kacang kedelai dalam memproduksi tempe yang berkualitas
(Cahyono, 2003 dalam Irdawati dan Fifendy, 2012).
Tempe bukan kedelai yang berbahan dasar legum mencakup tempe koro
benguk (dari biji koro benguk, Mucuna purpuriens L. var. utilis), tempe gude (dari
kacang gude, Cajanus cajan), tempe kacang hijau (dari kacang hijau), tempe
kacang kecipir (dari kecipir, Psophocarpus tetragonolobus), tempe kara pedang
(dari biji kara pedang Canavalia ensiformis), tempe lupin (dari lupin, Lupinus
angustifolius), tempe kacang merah (dari kacang merah), dan tempe menjes
(dari kacang tanah) (Irdawati dan Fifendy, 2012).
Tempe merupakan makanan yang digemari oleh masyarakat Indonesia
sampai saat ini. Tempe yang dikenal saat ini umumnya dibuat dari kedelai,
namun keterbatasan jumlah kedelai di dalam negeri menyebabkan tingginya
harga kedelai, sehingga di beberapa daerah sudah dikenal berbagai macam
tempe yang dibuat dari jenis kacang-kacangan selain kedelai. Indonesia memiliki
berbagai jenis kacang-kacangan, namun ada beberapa jenis kacang-kacangan
yang belum dikenal luas dan hanya ditanam sebagai tanaman tumpang sari,
salah satunya adalah kacang gude (Cajanus cajan (L) Millsp). Tanaman ini
mempunyai nama yang berbeda-beda di tiap daerah, seperti gude (Jawa), puwe
jai (Maluku) dan labui (NTB). Menurut Karsono dan Sumarno (1989), sifat fisik
kacang gude mirip dengan kedelai, sehingga kacang gude diharapkan dapat
dijadikan sebagai bahan pengganti /substitusi beberapa produk yang berasal dari
kedelai seperti tempe, kecap, dan beberapa bahan pangan campuran yang lain.
Salah satu sifat kacang gude yang baik adalah cocok untuk pertumbuhan kapang
dalam proses fermentasi (Sofiyatin et al., 2012).
10
Mikroorganisme yang digunakan di dalam ragi terdiri atas kapang golongan
Rhizopus (Rahman et al., 2011 dalam Irdawati dan Fifendy, 2012).
Secara tradisional masyarakat Indonesia membuat ragi tempe dengan
menggunakan tempe yang sudah jadi. Tempe tersebut diiris tipis-tipis,
dikeringkan dengan oven pada suhu 40oC-45oC atau dijemur sampai kering,
digiling menjadi bubuk halus dan hasilnya digunakan sebagai ragi bubuk. Ragi
tempe memegang peranan penting dalam pembuatan tempe karena dapat
mempengaruhi kualitas tempe yang dihasilkan. Jenis kapang yang memegang
peranan utama dalam pembuatan tempe adalah Rhizopus oligosporus dan R.
oryzae, sedangkan jenis kapang lain yang juga terdapat adalah R. stoloniferus
dan R. arrhizus (Suprapti, 2003 dalam Irdawati dan Fifendy, 2012).
Tempe kedelai merupakan salah satu makanan yang populer di Indonesia.
Selain murah harganya dan enak rasanya, kandungan protein di dalam tempe
cukup tinggi dan banyak mengandung asam ammolisin. Tempe dapat dibuat dan
bahan dasar kedelai ataupun jenis tanaman kacang-kacangan yang lain melalui
proses fermentasi menggunakan Rhizopus oligosporus dan Rhizopm oryzae.
Kedua jenis jamur ini berkemampuan untuk mengubah kedelai menjadi
asam amino dan protein lain yang cepat larut bila dikonsumsi, sehingga
kandungan protein yang dapat diserap oleh tubuh akan lebih tinggi dibandingkan
bila hanya dikonsumsi dalam bentuk kedelai (Wood, B.J.B., 1985: 230).
Istilah fermentasi dalam biokimia diartikan sebagai pembentukan energi
melalui katabolisme senyawa organik, sedangkan dalam bidang industri,
fermentasi diartikan sebagai proses pemanfaatan mikroba untuk menghasilkan
suatu produk (Stanburry, P.P. dan Whitaker, A., 1984).
Kedelai dapat diolah menjadi tempe melalui proses fermentasi dengan
menambahkan ragi tempe. Ragi tempe adalah bahan yang mengandung biakan
jamur tempe dan digunakan sebagai agensia pengubah bahan baku menjadi
tempe akibat tumbuhnya jamur tempe dan melakukan kegiatan fermentasi yang
menyebabkan berubahnya sifat karakteristik menjadi tempe (Kasmidjo, Rb.,
1990: 38).
Di dalam proses pembuatan tempe, tercatat 2 (dua) jenis jamur yang
berperan yaitu jamur Rhizophus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Kedua jenis
jamur ini mempunyai kemampuan untuk mengubah kedelai menjadi asam amino
dan protein lain yang cepat larut bila di konsumsi (Imam dan Sukamto, 1999: 4).
Menurut Rachman A. (1989: 12l) Rhizophus oligosporus mensintesis enzim
11
proteaze lebih banyak sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan nilai gizi
protein kedelai. Kemampuannya dalam mengubah kedelai menjadi tempe
meliputi: aktivitas enzimatik, perkecambahan spora dan penetrasi miselia jamur
tempe ke dalam jaringan biji kedelai.
Tempe mempunyai ciri-ciri warna putih, tekstur kompak dan flavor spesifik.
Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji
kedelai dan tekstur kompak juga disebabkan oleh miseliamiselia jamur yang
menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut Terjadinya degradasi komponen-
komponen dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor spesifik
setelah fermentasi (Rahayu, K. dan Sudarmaji, S., 1989: 271).
Pada dasarnya cara pembuatan tempe meliputi tahapan sortasi,
pembersihan biji, perendaman, penghilangan kulit, perebusan, penirisan,
pendinginan, inokulasi dengan jamur tempe, pengemasan, inkubasi atau proses
fermentasi (Rahayu, K. dan Sudarmaji, S., 1989: 271). Proses fermentasi tempe
dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
a. Tahap pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi), terjadi kenaikan jumlah
asam lemak bebas, kenaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, dengan
terlihat terbentuknya miselia pada permukaan biji makin lama makin lebat,
sehingga menunjukkan masa yang lebih kompak.
b. Tahap transisi (30-50 jam fermentasi), merupakan tahap optimal fermentasi
dan siap dipasarkan. Pada tahap ini terjadi penurunan suhu, jumlah asam
lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur hampir tetap atau
bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal dan tekstur lebih kompak.
c. Tahap pembusukan atau fermentsi lanjut (50-90 jam fermentasi), terjadi
kenaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur
menurun dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti, terjadi
perubahan flavor karena degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amonia.
12
Ca, Fe, tidak mengandung kolesterol; dan relatif bebas dari racun kimia.
Komposisi zat gizi dalam tempe kedelai disajikan pada Tabel 3.
13
dihasilkan isoflavon dalam bentuk aglikon (tidak terikat), yaitu: genistein,
daidzein, dan glycitein. Bentuk aglikon tersebut lebih mudah diserap di dalam
usus dibandingkan bentuk glukosida (Astawan, 2008 dalam Purwaningtyas,
2016). Dalam 100 g tempe kukus mengandung 24.8 mg isoflavon. Sementara itu,
menurut Surya (2011) dalam Purwaningtyas (2016), 300 ml sari tempe
mengandung 4.7 mg daidzein, 2.3 daidzin, 4.8 mg genistein, dan 3.5 mg genistin
dengan jumlah total isoflavon sebesar 15.3 mg.
14
Gambar. Syarat mutu tempe kedelai menurut Badan Standarisasi Nasional
Indonesia
(Sumber: SNI 3144:2009 dalam Irdawati dan Fifendy, 2012)
15
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu baik pada manusia atau hewan
percobaan, kedelai; tempe; maupun minuman yang terbuat dari kedelai atau
tempe memiliki manfaat positif terhadap kadar glukosa darah. Pemberian pakan
berbasis tempe dengan arginin 1.4 persen dan 1.6 persen dapat menurunkan
kadar glukosa darah pada tikus diabetes (Ghozali et al,. 2010 dalam
Purwaningtyas, 2016). Hasil penelitian Simmons (2011) dalam Purwaningtyas
(2016), menunjukkan bahwa kedelai dapat dijadikan bahan untuk suplementasi
snack dalam jumlah yang cukup banyak untuk menurunkan kadar glukosa darah
post-prandial. (Gunnerud et al., 2012 dalam Purwaningtyas, 2016) menuturkan
bahwa pemberian minuman berbasis kedelai sebanyak 9 g protein dapat
menurunkan kadar glukosa darah post-prandial secara signifikan. Pemberian
susu kedelai dengan dosis 90 ml/kg BB pada tikus yang diinduksi DM tipe 2
mampu menurunkan kadar glukosa darah dan insulin plasma secara signifikan
(Handayani et al., 2009 dalam Purwaningtyas, 2016). Sinaga dan Wirawanni
(2012) dalam Purwaningtyas (2016), menuturkan bahwa pemberian 280 ml susu
kedelai selama 14 hari pada wanita prediabetes dapat menurunkan kadar
glukosa darah puasa sebesar 26.3 mg/dl meskipun variabel aktifitas fisik,
perubahan IMT, dan perubahan asupan serat turut berkontribusi 56.1 persen
terhadap penurunan kadar glukosa darah puasa tersebut.
Tempe biasa diolah dengan cara perebusan (osengoseng tempe),
dibusukkan (tempe busuk), dikeringkan (tempe kering), direbus dengan
penambahan gula merah yaitu tempe bacem. Selain itu tempe juga dapat di olah
dengan cara di panggang (Astawan, 2004 dalam Sofiyatin et al., 2012).
16
dalam Atun (2009), menunjukkan bahwa enzim-enzim yang dihasilkan oleh
bakteri Rhizopus oligosporus yang terdapat dalam ragi tempe dapat mengubah
senyawa flavanon menjadi isoflavon selama proses fermentasi, melalui reaksi
yang terdapat pada Gambar 2.
17
Atun (2009), menemukan bahwa senyawa isoflavon lebih aktif 10 kali dari
senyawa karboksikroman. Dalam penelitian tersebut digunakan kedelai dari Cina
dan Amerika, serta belum diteliti pengaruh waktu fermentasi yang optimal untuk
menghasilkan kandungan senyawa isoflavon dan derivatnya yang tinggi.
BAB III
METODE
18
3.2 Jenis dan Sumber Data
3.2.1 Data Primer
Praktikum ini dilaksanakan dengan menggunakan teknik pengambilan data
primer. Data didapatkan dengan menggunakan cara observasi, partisipasi aktif,
wawancara dan dokumentasi di lapang.
3.2.1.1 Observasi
Menurut Djaelani (2013), Metode observasi dilakukan dengan cara
mengamati perilaku, kejadian atau kegiatan orang atau sekelompok orang yang
diteliti. Kemudian mencatat hasil pengamatan tersebut untuk mengetahui apa
yang sebenarnya terjadi. Dengan pengamatan peneliti dapat melihat kejadian
sebagaimana subyek yang diamati mengalaminya, menangkap, merasakan
fenomena sesuai pengertian subyek dan obyek yang diteliti. Kegiatan observasi
pada praktikum pembuatan tempe dilakukan dengan cara melakukan
pengamatan terhadap fasilitas penunjang kegiatan pembuatan tempe yang
meliputi :
1. Kondisi tempat budidaya Udang Vannamei di Tambak Udang Vannamei
Tuban.
2. Proses dan tahapan budidaya Udang Vannamei di Tambak Udang Vannamei
Tuban.
3. Jumlah karyawan di Tambak Udang Vannamei Tuban.
3.2.1.3 Wawancara
Menurut Sari dan Afrianti (2012), wawancara merupakan metode
pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab secara langsung terhadap
responden untuk memperoleh keterangan mengenai gambaran umum lokasi
penelitian serta keterangan mengenai data atau dokumen yang dibuat atau
diterbitkan oleh kantor. Metode wawancara yang digunakan dalam praktek kerja
magang dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan menyiapkan daftar
pertanyaan terhadap pihak-pihak yang berkaitan dengan kegiatan sistem
19
pencatatan data dan informasi mengenai kegiatan budidaya udang vannamei di
Tambak Udang Vannamei Tuban.
3.2.1.4 Dokumentasi
Menurut Sari dan Afrianti (2012), dokumentasi merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan melalui pengumpulan dokumen-dokumen
kebutuhan penelitian, dan untuk menunjang kegiatan yang dilakukan. Metode
dokumentasi yang digunakan dalam praktek kerja magang yaitu
mendokumentasikan proses budidaya Udang Vannamei dan fasilitas tempat di
Tambak Udang Vannamei Tuban.
a. Persiapan Bahan
20
b. Pembersihan
21
Hidayat, N. 2009. Tahapan Proses Pembuatan Tempe.
http://www.nurhidayat.tip.wordpress.com. Diakses tanggal 23
Desember 2010.
e. Peragian
Ragi yang digunakan adalah ragi alami yang berasal dari tempe busuk
yang sudah dikeringkan. Keunggulan dari penggunaan ragi alami adalah
murah, menghasilkan rasa yang gurih dan tidak lembek.
Menurut Fauzan (2005), inokulasi dilakukan dengan penambahan
inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulasi dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu (1) penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai
yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum
pembungkusan; atau (2) inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat
perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan.
Fauzan, F. 2005. Formulasi Flakes Komposit dari Tepung Talas
(Colocasia esculenta (L.) Schott), Tepung Tempe, dan Tapioka.
(Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 78 hlm.
f. Pencetakkan
BAB IV
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Apakah ada kultur starter untuk produk?
Ada. Tempe yang selama ini beredar di pasaran masih dibuat melalui proses
fermentasi dengan menggunakan bibit atau starter yang dapat diperoleh di pasar.
Kultur (biakan) starter atau biasa disebut laru ini dibuat secara tradisional
sehingga kemurnian dan komposisi kultur yang dihasilkan tidak konsisten
dan tempe yang dihasilkan pun memiliki mutu organoleptik yang tidak
seragam. Kurang konsistennya kultur ini akan sangat menghambat
komersialisasi tempe karena produk yang diproduksi pada skala
komersial/skala besar diharapkan memiliki mutu organoleptik terutama rasa,
aroma, dan penampakan tempe yang konsisten dan seragam (Karsono et al.,
2009).
Ada. Pada tempe terjadi sintesis vitamin B12 dan antioksidan trihidroksi-isoflavon
atau
Faktor-2 (1,2). Kedua komponen tempe tersebut terbentuk oleh kapang Rhizopus Sp
dan bakteri.
Pada penelitian Bioteknologi Indonesia - Jerman (BTIG) di Universitas Munster
(3), ditemukan dua jenis bakteri yang mempunyai kemampuan mensintesis vitamin
B12 yaitu Citrobacter freundii dan Klebsiella pneumoniae. Selain itu dapat
23
diidentifikasi pula dua jenis bakteri yang berpotensi dalam pembentukan antioksidan
Faktor-2 yaitu bakteri Corynebacterium Sp dan Micrococcus luteus.
Keempat bakteri tersebut tidak sengaja ditambahkan pada proses pembuatan tempe,
namun terikutkan pada proses perendaman kedelai.
Tidak semua contoh tempe atau air perendam yang diambil dari berbagai daerah di
Indonesia mengandung keempat bakteri tersebut.
Sebagian besar perajin tempe di Indonesia menggunakan inokulum tempe berupa
bubuk kering sebagai pembawa spora kapang Rhizopus Sp, sebagian perajin lainnya
menggunakan inokulum daun waru.
Dalam kedua jeuis inokulum tersebut, yang diambil sebagai contoh pada
penelitian BTIG tidak ditemukan keempat bakteri berpotensi tersebut di atas.
Apabila bakteri Citrobakter freundii atau Klebsiella pneumoniae ditambahkan
pada proses pembuatan inokulum tempe, mungkin semua tempe yang diproduksi
dapat mengandung vitamin B12 dalam jumlah optimum. Demikian pula apabila
Corynebacterium Sp atau Micrococcus luteus ditambahkan dalam pembuatan
inokulum, maka setiap tempe yang diproduksi dapat mengandung Faktor-
3. Bagaimana cara pemeliharaan bakteri pada produk?
Pada proses pembuatan tempe. sedikitn>a terdapat empat jenis kopong Rhizopus ?-ang
dapat digunakan. Rhizoplrs oligosporus mempakan genus utama yang digunakan &lam
proses pembuatan tempe di Indonesia. genus yang lainnya adalah Rhizopirs onzap.
Tcmpe yang &buat dengan usar tra&sional sering mengandung mikroorganisme lain
24
selain Rhizopirs Sp Saono dkk (1976) menemukan 69 jenis kapang. 78 jcnis bakteri dan
150 jenis khamir terdapat pada temp dari behgai daemh di Jaw Barat. Pada penelitian ini
dipelajari akti~itas cnzim-enzim ekstn selular a-ami
Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu bahan baku yang
dipakai (kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan lingkungan tumbuh
(suhu, pH, dan kelembaban). Dalam proses fermentasi tempe kedelai, substrat yang
25
digunakan adalah biji kedelai yang telah direbus dan mikroorganisme yang digunakan
berupa kapang antara lain Rhizopus olygosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus
stolonifer (dapat terdiri atas kombinasi dua spesies atau ketiganya) dan lingkungan
pendukung yang terdiri dari suhu 30C, pH awal 6.8, kelembaban nisbi 70-80%.
Selain menggunakan kapang murni, laru juga dapat digunakan sebagai starter dalam
pembuatan tempe (Ferlina, 2009 dalam Dwinaningsih, 2010).
Media ialah suatu bahan yang terdiri atas campuran nutrisi yang dipakai untuk
menumbuhkan mikroba. Selain untuk menumbuhkan mikroba, media dapat pula
digunakan untuk isolasi, memperbanyak, pengujian sifat-sifat fisiologi dan
perhitungan
jumlah mikroba. Supaya mikroba dapat tumbuh baik dalam suatu media, perlu
dipenuhi syarat-syarat berikut (Kumalaningsih et al., 1995 dalam Santi, 2008) :
26
komponen dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor spesifik
setelah fermentasi (Rahayu, K. dan Sudarmaji, S.,1989:271 dalam sulistyowati,
arianingrum, salirawati., 2004))
27
akibat persediaan zat makanan pada media berkurang dan terbentuk zat - zat hasil
metabolisme yang menghambat pertumbuhan. Penambahan kandungan serat kasar
selain dari serat kasar pada bahan tersebut juga dari miselium yang terbentuk dari
Rhizopus itu sendiri.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
Unsur-unsur mineral adalah unsur kimia selain karbon, hidrogen, oksigen,
dan nitrogen yang dibutuhkan oleh tubuh.
Mineral diklasifikasikan menjadi mineral makro dan mikro. Unsur mineral
makro merupakan unsur mineral yang terdapat dalam jumlah yang cukup
besar. Kelompok mineral makro terdiri dari kalium, kalsium, magnesium,
natrium, sulfur, klor, dan fosfor. Mineral mikro merupakan mineral yang
terdapat di dalam tubuh dalam jumlah yang kecil dan secara tetap terdapat
dalam sistem biologis. Mineral mikro terdiri dari besi, iodium, seng, mangan,
kobalt, fluor, dan tembaga.
Kalsium merupakan mineral yang penting untuk manusia, 99 persen kalsium
di dalam tubuh manusia terdapat di tulang.
Kalsium dibutuhkan untuk proses pembentukan dan perawatan jaringan
rangka tubuh serta beberapa kegiatan penting dalam tubuh.
Sumber kalsium terbagi menjadi dua, yaitu hewani dan nabati. Sumber
kalsium dari hewani antara lain; ikan, udang, susu dan produk olahan susu
(dairy) seperti yogurt, keju dan ice cream, kuning telur, ikan teri, udang
rebon, dan daging sapi. Sumber makanan yang mengandung kalsium nabati
terdapat di sayuran hijau seperti sawi, bayam, brokoli, daun papaya, daun
singkong, peterseli.
Untuk memperoleh kalsium murni dilakukan ekstraksi.
Pemanfaatan kalsium diantaranya tepung tulang ikan, aneka olahan pangan
seperi biskuit dan tahu susu.
28
Jumlah asupan kalsium per hari yang dianjurkan untuk orang dewasa sekitar
400-500 mg tetapi bila konsumsi proteinnya tinggi dianjurkan mengkonsumsi
700-800 mg. Untuk anak-anak dan remaja lebih tinggi asupannya dan untuk
wanita hamil/menyusui dianjurkan mengkonsumsi 1200 mg.
Kekurangan kalsium pada manusia dapat mengakibatkan osteomalasis,
yaitu tulang menjadi lunak karena matriksnya kekurangan kalsium.
Penyebab utama osteomalasia adalah kekurangan vitamin D. Selain itu, bila
keseimbangan kalsium negatif maka osteoporosis atau penurunan massa
tulang dapat terjadi.
Kalsium mempunyai banyak fungsi vital di dalam tubuh. Manfaat kalsium
adalah berperan dalam proses pertumbuhan tulang dan gigi, proses
koagulasi atau pembekuan darah, fungsi kerja otot-otot termasuk otot
jantung, metabolisme tingkat sel, sistem pernafasan dan sebagainya.
Kelebihan kalsium pada manusia dapat menimbulkan batu ginjal atau
gangguan ginjal dan konstipasi.
5.2 Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
30