Anda di halaman 1dari 12

MORFOLOGI TUMBUHAN ALPUKAT

DISUSUN OLEH

M MOZART PAHLEVI

(2304290097)

DOSEN PENGAMPU

AISAR NOVITA, S.P., M.P

MATAKULIAH

MORFOLOGI & ANATOMI TUMBUHAN

PROGRAM STUDI

AGROTEKNOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SUMATERA UTARA
2023
0
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan Rahmatnya dan karunia-Nya . Sehingga kami semua dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan tepat waktu.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Aisar Novita, S.P., M.P Sebagai dosen pengampu
saya di mata kuliah Morfologi & Anatomi TumbuhanDan semua pihak yang telah membagi
sebagai pengetahuannya kepada saya , sehingga saya menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Morfologi Tumbuhan Alpukat “

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai untuk memenuhi tugas saya pada
mata kuliah Morfologi & Anatomi TumbuhanSelain itu , makalah ini yang bertujuan untuk
menambah wawasan kepada pembaca dan juga penulis.

Saya menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami . Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini .

Medan, 30 Oktober 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................1

DAFTAR ISI.................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................3

A. LATAR BELAKANG......................................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH..................................................................................................3
C. TUJUAN...........................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................4

A. Panjang Buah, Diameter Buah, Tebal Buah dan Tebal Kulit4..................................4


B. Kandungan Total Fenol Buah Alpukat4...........................................................................4
C. Profil Senyawa Fenolik Pada Buah Alpukat6...................................................................6
D. Sambung Pucuk (grafting)7..............................................................................................7

BAB III PENUTUP......................................................................................................................10

A. KESIMPULAN.................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................11

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATARBELAKANG
Alpukat merupakan tanaman tropis yang banyak dibudidayakan di Indonesia
(Rismunandar, 1991; Kallie, 1997). Alpukat (Persea america Miller) adalah tanaman buah
yang bergizi, bernilai komersial tinggi, serta berpotensi untuk dibudayakan secara luas.
Daging buah alpukat mengandung karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin dan mineral
(Arukwe dkk., 2012; Mooz dkk., 2012; Mefba dkk., 2008; QingYi dkk., 2009;
Moelyaningsih, 2008). Daging buah alpukat mengandung karotenoid (lutein, zeaxantin,
alfa karoten, beta karoten) dan tokoferol (alfa-tokoferol, beta-tokoferol dan tokotrienol
Arpaian; dkk., 2006). Daging buah alpukat juga merupakan sumber vitamin A, C, K, B6,
tiamin, riboflavin, niasin, serat pangan, potasium, folat, magnesium dan tembaga
(Orchevba and Jinadu, 2011). Daging buah alpukat juga mengandang senyawa fenolat
walaupun kandungannya tidak terlalu besar dibandingkan kulit dan biji. Kebutuhan pasar
akan buah alpukat semakin meningkat sehingga perlu ada peningkatan produksi bibit
alpukat yang cepat berbuah dan dalam jumlah besar. Pengembangan buah alpukat di
Indonesia sangat berpeluang untuk masa depan, hal ini dapat diamati dari jumlah produksi
dan potensi pasar yang terus berkembang mengikuti jaman (Ahmadi et al. 2021). Jumlah
produksi buah alpukat di Indonesia tahun 2010-2011 terus meningkat dengan laju
pertumbuhan produksi dari 224 ton hingga 275 ton (BPS 2011).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja kandungan yang terdapat dalam alpukat ijo bundar dan alpukat ijo panjang?
2. Bagaimana hasil dari perbanyakan vegetatif alpukat dengan sambung pucuk
(grafting)?

C. TUJUAN
Makalah ini dibuat diharapkan pembaca dapat memahami tentang seputaran buah Alpukat.
Mengetahui kandungan dalam alpukat dan hasil dari perbanyakan dengan cara sambung
pucuk(grafting).

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Panjang Buah, Diameter Buah, Tebal Buah dan Tebal Kulit


Buah alpukat kategori ukuran se-dang varietas ijo panjang ukurannya lebih panjang
dibandingkan alpukat ijo bundar (P <0,05) sedangkan diameter buah lebih tebal varietas
ijo bundar (P<0,01) Kulit alpukat ijo panjang lebih tebal dari pada ijo bundar (p<0,05).
Daging buah varietas ijo panjang lebih tebal dibandingkan varietas ijo bundar. Rodriquez-
Carpena, dkk. (2011) menyatakan bahwa buah alpukat yang berbentuk pear (pyriform)
atau memanjang seperti buah pear pada umumnya berdaging buah dan berkulit tebal dan
berbiji kecil, sedangkan buah buah alpukat yang berbentuk bulat (oblong) umumnya
berkulit dan berdaging buah tipis dan berbiji besar. Arpaian dkk (2006) menyatakan
bahwa alpukat yang berbentuk bulat umumnya cenderung menghasilkan daging buah yang
lebih tipis karena bentuk daun yang lebih sempit, sehingga proses fotosintesa kurang
efektif dibandingkan alpukat yang berbentuk pear (memanjang), dimana daunnya lebih
lebar, sehingga proses fotosintesa berjalan lebih efektif sehingga daging buahnya lebih
tebal
Dilihat dari proporsi daging buah (pulp), alpukat varietas ijo panjang (73.11 %) lebih
tinggi dibandingkan denganvarietas ijo bundar (71.24 %) (p<0,05) proporsi biji lebih
tinggi pada varietas IjoBundar (p < 0.01), sedangkan proporsi kulit lebih tinggi pada
varietas Ijo Panjang. (p < 0.01Proporsi daging buah biasanya merupakan bagian yang
dapat dimakan (Direktorat Gizi Depkes RI, 1992).
Proporsi daging buah, biji dan kulit alpukat ditentukan oleh varietas, juga ditentukan oleh
cara budidaya, kondisi tumbuh,faktorfaktor lingkungan (Rodriguez-Carpena dkk., 2011;
Mooz dkk., 2012; Qing Li dkk., 2009). Varietas Ijo panjang merupakan jenis alpukat yang
berbiji kecil, berkulit tebal, sedangkan Ijo Bundar berkulit tipis dan berbiji besar (BPPT,
2000). Sebagai perbandingan,Rodriguez-Carpena dkk. (2011) meneliti dua varietas
alpukat Fuerte dan Hass mendapatkan bahwa proporsi daging buah varietas Fuerte
75.85%, sedangkan varietas Hass proporsi daging buah 68.75%. Avilan dkk. (2004)
mendapatkan bahwa proporsi daging buah varietas Fuerte adalah 83% sedangkan Hass
72.19%.

B. Kandungan Total Fenol Buah Alpukat


Senyawafenolik merupakan contoh ideal dari senyawa yang mudah mendonorkan atom H.
Senyawa fenolik mempunyai struktur yang khas, yaitu memiliki satuatau lebih gugus
hidroksil yang terikat pada satu atau lebih cincin aromatikbenzena. Ribuan senyawa
fenolik di alam telah diketahui strukturnya,antara lain fenolik sederhana, fenil propanoid,
lignan, asam ferulat, dan etil ferulat. Banyak penelitian yang telah dilakukan terhadap
ekstrak kasar herbal, buah -buahan, rempah-rempah tanaman lain ternyata mengandung
senyawa yang kaya akan fenolat Ganhao dkk., 2010). Komponen fenolik dari tanaman
merupakan antioksidan karena mempunyai kemampuan untuk mendonorkan hidrogen,
menangkap radikal bebas dan menkelat logam (Faller dan Fialho, 2010).

4
Kandungan fenol total dapat ditentukan secara spektrofotometri dengan pereaksi folin-
Ciocalteu, dengan menggunakan asam galat sebagai standar. Pengujian total fenol
didasarkan pada transfer elektron dalam larutan alkali dari fenolik senyawa kompleks
asam fosfotungstat/ fosfomolibdat (Duchnowitz., 2012) mendonorkan H. Senyawafenolik
merupakan contoh ideal dari senyawa yang mudah mendonorkan atom H. Senyawa
fenolik mempunyai struktur yang khas, yaitu memiliki satuatau lebih gugus hidroksil yang
terikat pada satu atau lebih cincin aromatikbenzena. Ribuan senyawa fenolik di alam telah
diketahui strukturnya,antara lain fenolik sederhana, fenil propanoid, lignan, asam ferulat,
dan etil ferulat. Banyak penelitian yang telah dilakukan terhadap ekstrak kasar herbal,
buahbuahan, rempah-rempah tanaman lain ternyata mengandung senyawa yang kaya akan
fenolik (Qing-Yi., 2009; Ganhao dkk., 2010). Komponen fenolik dari tanaman merupakan
antioksidan karena mempunyai kemampuan untuk mendonorkan hidrogen, menangkap
radikal bebas dan menkelat logam (Faller dan Fialho, 2000).
Kandungan fenol total dapat ditentukan secara spektrofotometri dengan pereaksi folin-
Ciocalteu, dengan menggunakan asam galat sebagai standar. Pengujian total fenol
didasarkan pada transfer elektron dalam larutan alkali dari fenolik senyawa kompleks
asam fosfotungstat/ fosfomolibdat (Shehata dan Soltan, 2013). Metode yang menggunakan
pereaksi FolinCiocalteu pertama kali dikembangkan pada tahun 1927 untuk menganalisa
asam amino tirosin. Adanya senyawa fenolik yang dioksidasi oleh reagan asam
fosfomolibdattungstat menghasilkan senyawa berwarna yang dapat diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 760 nm (Mooz dkk., 2012). Metode ini sederhana sensitif dan
teliti. Reaksinya berlangsung dalam pereaksi Folin-Ciocalteu menggunakan natrium
karbonat yang bertujuan membentuk suasana basa (Wang dkk., 2010). Pengujian fenolik
total besifat tidak spesifik karena senyawa fenolik dan nonfenolik yang mempunyai
aktivitas antioksidan (asam askorbat, betakaroten, dan natrium. sulfit) maupun yang tidak
mempunyai aktivitas antikoksidan (asam sitrat, fero sulfat, dan D-glukosa) dapat bereaksi
dengan folinciocalteu (Faller dan Fialho., 2010). Hasil pengujian fenol total sangat
tergantung pada struktur kima bahan, senyawa fenol yang mempunyai gugus fungsi
hidroksil yang banyak akan meng-hasilkan kadar fenol total yang tinggi (Arpaian dkk.,
2006).
Dari hasil pengujian mengguna-kan macam-macam pelarut terlihat bahwa bagian kulit dan
biji kandungan fenol totalnya lebih banyak dari pada daging buahnya sendiri (Tabel 3).
Hal ini sesuai dengan pendapat Qingyidkk., (2000) bahwa komponen fenolik dari tanaman
merupakan antioksidan karena mempunyai kemampuan untuk mendonorkan hidrogen,
menangkap radikal bebas dan menkelat logam. Senyawa fenol tersebut tersimpan dalam
vakuola tanaman baik biji maupun kulit sebagai mekanisme pertahanan dari paparan
matahari, perubahan cuaca dan iklim, serangan hama penyakit (Ganhao dkk, 2004).
Pada kulit buah yang masih men-tah (umumnya berwarna hijau), akumulasi kandungan
senyawa fenol lebih banyak yang berfungsi untuk melindungi kerusakan buah dari faktor-
faktor eksternal, namun lambat laun akan menurun seiiring dengan tingkat kematangan
buah (Ganhao, dkk, 2004; Avilan dkk, 2004). Demikian pula halnya dengan bagian biji,
tersimpan dalam vakuola pada lembaga, dengan fungsi untuk melindungi biji dari
gangguan faktor eksternal. Berbeda dengan kulit, bagian biji kandungan total fenol
semakin meningkat dengan tumbuh bakal tunas pada biji agar mampu beradaptasi dan

5
mempertahankan diri dari proses oksidasi dari faktor internal dan eksternal (Alothman dan
Karin, 2009; Ikpeme, dkk, 2014). Berbeda dengan biji dan kulit, daging buah alpukat lebih
sedikit senyawa fenolnya, karena merupakan bagian yang banyak mengandung
karbohidrat dan lemak (Mefba dkk., 2008; Qing-Yi dkk., 2004). Seiring dengan
tingkatkemasakan, bagian daging buah tersebut akan mudah teroksidasi, salah satu
indikasinya daging buah akan menjadi lebih lunak (Arukwe dkk., 2012; Mooz dkk., 2012).
Pada daging buah dan biji kandungan total fenol lebih banyak terdapat pada varietas ijo
bundar dibandingkan dengan ijo panjang (dengan menggunakan semua pelarut), sementara
pada kulit kandungan total fenolat lebih banyak pada varietas ijo panjang. Hal ini sesuai
dengan penemuan Rodriguez-Carpena dkk (2011) yang mendapatkan bahwa alpukat fuerte
yang berbentuk Hass (bundar/oblong) kandungan total fenolik lebih banyak terdapat pada
buah dan biji, sedangkan pada varietas Fuerte yang berbentuk pear (lonjong) dan berkulit
tipis lebih banyak terdapat pada varietas ijo panjang.

C. Profil Senyawa Fenolik Pada Buah Alpukat


Senyawa fenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada tumbuhan. Fenolik
memiliki cincin aromatik satu atau lebih gugus hidroksi (OH ) dan gugus–gugus lain
penyertanya. Senyawa ini diberi nama berdasarkan nama senyawa induknya, fenol.
Senyawa fenol kebanyakkan memiliki gugus hidroksil lebih dari satu sehingga disebut
polifenol. Senyawa fenolik meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan
yang mempunyai ciri sama, yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus
OH  . Senyawa fenolik d alam terdapat sangat luas,mempunyai variasi struktur yang luas,
mudah ditemukan di semua tanaman,daun, bunga dan buah (Schwarzt dkk., 2004). Ribuan
senyawa fenolik alam telah diketahui strukturnya, antara lain flavonoid, fenol monosiklik
sederhana, fenil propanoid, polifenol (lignin, melanin, tannin), dan kuinon fenolik (Qing-
Yidkk, 2009). Pada daging buah, biji dan kulit alpukat terkandung senyawaa senyawa
fenolik seperti katekin, asam hidoksibenzoat, asam hidroksisinamat, flavonol dan
prosianidin.
Pada daging buah kandungan katekin, asam hidroksibenzoat, flavonol dan prosianidin
lebih tinggi pada varietas ijo panjang, sementara kandungan asam hidroksisinamat lebih
tinggi pada varietas ijo bundar. Hal yang sama didapatkan oleh Rodrguez-Carpena, dkk
(2011) bahwa kandungan varietas Fuerte yang berbentuk pear (panjang) mempunyai
kandungan asam hidroksibenzoat, katekin, flavonol dan prosianidin dibandingkan varietas
Hass yang berbentuk oblong (bundar). Demikian pula halnya dengan asam
hidroksisinamat lebih tinggi pada varietas ijo bundar. Qing-Yi dkk., (2009) menyatakan
bahwa kandungan buah alpukat lebih banyak mengandung lemak, karbohidrat, protein dan
mineral dibandingkan komponen biokatif. Kandungan zat gizi tersebut menyebabkan tidak
banyaknya vakuola yang dapat menampung bahan aktif (antioksidan alami) karena spasi
ruangannya lebih banyak terisi oleh zat-zat gizi tersebut (Ganhao dkk., 2004).
Pada biji kandungan katekin, asam hidroksibenzoat, asam hidroksisinamat, flavonol dan
prosianidin lebih tinggi pada varietas ijo bundar dibandingkan pada varietas ijo panjang.
Hal ini kemungkinan besar terkait dengan besarnya biji, dimana biji alpukat vaireitas ijo
bundar lebih besar dibandingkan dengan varietas ijo bundar. Besarnya biji menyebabkan
akumulasi bahan-bahan yang bersifat antioksidan yang tersimpan dalam vakuola yang
6
lebih banyak karena ruang-ruang vakuola yang tersedia lebih banyak (Ganhao, dkk.,
2004). Senyawa antioksidan tersebut berfungsi mempertahankan diri dari pengaruh faktor
eksternal, baik selama biji tersebut berada di dalam buah maupun biji beradaptasi dengan
lingkungan ketika akan tumbuh ditanah menjadi tanaman yang baru (Ikpeme dkk., 2014).
Pada kulit kandungan katekin, asam hidoksisinamat, flavonol dan prosianidin lebih tinggi
pada varietas ijo panjang dibandingkan dengan ijo bundar, sementara kandungan asam
hidroksi benzoat lebih tinggi pada varietas ijo bundar. Hal ini kemungkinan besar
berhubungan dengan ketebalan kulit, dimana kulit varietas ijo panjang lebih tebal
dibandingkan varietas ijo bundar. Tebalnya kulit ini menyebabkan banyaknya vakuola-
vakuola pada kulit yang menyimpan antioksidan lebih banyak untuk mempertahankan diri
dari faktor ekternal seperti cuaca, iklim, hama, penyakit, paparan sinar matahari (Mooz
dkk., 2012; Garcia Alonso dkk, 2004)). Sementara kandungan asam hidoksibenzoat lebih
kecilpada varietasijo panjang dibandingkan dengan varietas ijo bundar. Menurut
Duchnowitz dkk (2012) asam hidroksi-benzoat merupakan salah satu senyawa fenolat
yang tidak berfungsi sebagai antioksidan.

D. Sambung Pucuk (grafting)


Rata-rata persentase sambungan jadi bibit alpukat sambungan menunjukkan perlakuan
kombinasi stadia ekodormansi pada metode sambung diagonal meningkatkan sebesar
42.50% dibandingkan dengan perlakuan kombinasi stadia trubus pada metode sambung
celah. Keberhasilan sambung pucuk dipengaruhi oleh batang bawah dan batang atas yang
digunakan untuk penyambungan. Hasil penelitian Rahardjo et al. (2013) menyatakan
bahwa ukuran diameter batang antara batang bawah dan batang atas cenderung
meningkatkan keberhasilan penyambungan. Pertautan yang kompatibel atau cocok
menjadikan xilem dan floem dapat bekerja secara maksimal. Sesuai pendapat Savitri dan
Afrah (2019) bahwa ukuran batang bawah dengan batang atas yang tidak seukuran
mengakibatkan pertautan posisi xilem dan floem menjadi tidak tepat sehingga hal tersebut
menyebabkan kegagalan sambungan, oleh karena itu gangguan yang umum diamati pada
tanaman hasil sambung pucuk adalah pertautan pada jaringan vaskuler dan persyaratan
yang tidak selalu terpenuhi (Flaishman et al. 2008; Kawaguchi et al. 2008; Guan et al.
2012).
Bibit sambungan alpukat yang sudah jadi dan tersambung dengan sempurna akan tumbuh
dan berkembang dengan baik, seperti yang diperlihatkan dengan adanya penambahan
jumlah daun yang semakin banyak dan tunas batang atas yang semakin memanjang.
Penelitian (Arlianzy et al. 2022) antara batang bawah dan batang atas yang berlangsung
sempurna dan berkualitas akan menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak. Sempitnya
luka sayatan pada bidang pertautan, juga mempengaruhi kompatibilitas antara batang atas
dan batang bawah. Sel hidup yang terdapat di bawah sel nekrotik akan mengalami proses
hypertrophy (pembelahan dan pembesaran sel melewati ukuran normal) kemudian disusul
dengan proses hyperplasia atau pembelahan sel dalam jumlah banyak hingga membentuk
jaringan penutup luka (kalus). Kekuatan penyembuhan bidang sambungan dipengaruhi
oleh kerapatan antar komponen pada sambungan saat pembentukan kalus (Yanti et al.
2013).

7
Bibit sambungan tumbuh dengan baik ditandai dengan interval trubusnya yang terus
bertambah selama masa pertumbuhan awal dan akan terus bertambah hingga tanaman
dewasa, tetapi interval trubus saat tanaman masih muda (juvenil) jangka waktunya akan
lebih cepat karena jaringan mersitemnya lebih aktif membelah daripada tanaman yang
sudah dewasa. Kondisi ini mendorong peningkatan aktivitas meristematik sehingga
meningkatnya aktivitas fisiologi yang berhubungan dengan proses pembelahan,
pembesaran dan diferensiasi sel. Pertumbuhan tanaman terjadi akibat dari pembesaran sel-
sel yang aktif membelah serta kemampuan sel tanaman untuk melakukan elongasi
(Hartmann et al. 2014).
Pertautan bidang sambung (Gambar 1-A) oleh perlakuan kombinasi stadia ekodormansi
pada metode sambung diagonal menunjukkan hasil metode sambung diagonal pada
pengamatan mikroskopis hasil yang paling presisi dibanding dengan metode sambung
celah dan metode sambung V karena hanya ada satu sayatan luka bidang sambung
sepanjang 1,5 cm pada bagian batang atas dan batang bawah yang kemudian
disambungkan. Selain itu batang atas yang digunakan pada perlakuan kombinasi ini adalah
stadia tumbuh entres ekodormansi adalah masa dimana sel sedang beristirahat tetapi masih
peka terhadap perubahan lingkungan dan apabila lingkungan (menguntungkan) maka
entres akan mudah untuk tumbuh menjadi trubus baru. Hal ini yang menyebabkan
translokasi air dan hara berjalan lancar sehingga pertumbuhan pada perlakuan ini berjalan
cepat jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya (Sharma et al. 2020). Pertautan
bidang sambung (Gambar 1-B) oleh perlakuan stadia trubus pada metode sambung celah
Antonia Jessica Sherlyn Da Costa et al. Agrotechnology Research Journal, December
2022, 6(2):127–133 130 Morfologi dan Anatomi Bibit Alpukat Sambung Pucuk
menunjukkan hasil metode sambung celah pada pengamatan mikroskopis memperlihatkan
adanya kelemahan yaitu pada umur 45 HSS masih terdapat rongga pada bagian
sambungan dan luka sambungan belum sepenuhnya sembuh. Hal ini disebabkan karena
saat dilakukan penempelan antara batang bawah dan batang atasnya tidak presisi terdapat
sedikit bagian yang tidak rata saat pelaksanaan penyambungan, dimana batang bawah
direnggangkan. Selain itu luka bidang sayat pada metode sambung celah lebih luas, yaitu
pada dua sisi batang atas yang bentuknya meruncing (permukaan bidang yang luka
mencapai sekitar 2 x 1,5 cm = 3 cm). Selain itu batang atas yang digunakan adalah stadia
trubus yang senyawa endogennya (metabolite) sudah habis ditranslokasikan ke pucuk
tanaman. Selain karena sempitnya luka sayatan pada bidang sambung yang cepat sembuh
bahwa ada keterlibatan auksin pada tahap awal pembentukan pertautan antara batang
bawah dan batang atas serta ukuran pembuluh xilem secara signifikan mempengaruhi
pertumbuhan tanaman (Yin et al. 2012; Yulianti et al. 2020). Gejala stres oksidatif yang
dilaporkan oleh Aloni et al. (2008) hanya muncul pada tahap yang jauh lebih lambat dan
mungkin mewakili respons yang terlambat terhadap ketidakseimbangan auksin.

8
Handayani et al. (2013) menyatakan bahwa sambungan yang ditandai dengan bekas sayatan
pada sambungan sudah tersamar dan xilem antara batang bawah dan batang atas bergabung
membentuk xilem gabungan adalah pertautan yang sempurna, sedangkan pada batang
sambungan yang masih nampak-nekrotik dan bekas sayatan menandakan belum terpaut
sepenuhnya. Sejalan dengan Basri (2009) yang menyatakan pertautan jaringan sudah terlihat
dengan berkurangnya bekas luka sayatan pada sambungan, kambium antara kedua batang
yang disambungkan sudah menyatu sehingga dapat berpengaruh pada pengangkutan unsur
hara dan nutrisi ke seluruh tubuh tanaman menjadi lancar. Perubahan yang disebabkan oleh
luka dalam aliran normal auksin endogen, yang memainkan peran kunci dan bertanggung
jawab dalam diferensiasi vaskuler (Caño-Delgado et al. 2010).

9
BAB III
KESIMPULAN

Buah alpukat varietas ijo panjang ukurannya lebih panjang dibandingkan alpukat ijo bundar
(p< 0.05), proporsi biji lebih tinggi pada varie-tas Ijo Bundar (p < 0.01), sedangkan proporsi
kulit lebih tinggi pada varietas Ijo Panjang (p < 0.01). Kandungan total fenol pada kulit dan
biji lebih banyak dari pada daging buah. Pada daging buah dan biji kandungan total fenol
lebih tinggi terdapat pada varie-tas ijo bundar dibanding ijo panjang (de-ngan menggunakan
semua pelarut), semen-tara pada kulit kandungan total fenol lebih banyak pada varietas ijo
panjang. Profil fenolat yang terdapat pada daging buah, biji dan kulit alpukat terdiri dari
katekin, asam hidroksi benzoat, asam hidroksisinamat, flavonol dan prosianidin. Padadaging
buah kandungan katekin, asam hidroksibenzoat, flavonol dan prosianidin lebih tinggi pada
varietas ijo panjang, sementarakandungan asam hidroksisina-mat lebih tinggi pada varietas
ijo bundar. Pada biji kandungan katekin, asam hidrok-sibenzoat, asam hidroksisinamat,
flavonol dan prosianidin lebih tinggi pada varietas ijo bundar dibandingkan pada varietas ijo
panjang. Pada kulit kandungan katekin, asam hidoksisinamat, flavonol dan prosia-nidin lebih
tinggi pada varietas ijo panjang dibandingkan dengan ijo bundar, sementara kandungan asam
hidroksi benzoat lebih tinggi pada varietas ijo bundar.
Perlakuan kombinasi stadia ekodormansi pada metode sambung diagonal menghasilkan
pertumbuhan bibit alpukat sambungan dengan kompatibilitas terbaik dengan pengamatan
anatomis bidang sambungan bibit alpukat secara mikroskopis umur 45 dan 60 hari setelah
tanam dengan pertautan jaringan vaskuler (xilem dan floem) yang lebih cepat dan baik
dibandingkan perlakuan kombinasi lainnya serta menghasilkan peningkatan persentase
sambungan jadi sebesar 42.50%, percepatan interval trubus sebesar 4.91 hari, dan
peningkatan frekuensi trubus sebesar 1.83 kali dibandingkan dengan perlakuan kombinasi
stadia trubus pada metode sambung celah.

10
DAFTAR PUSTAKA

bing.com/ck/a?!
&&p=f4017f1602f3670cJmltdHM9MTY5ODcxMDQwMCZpZ3VpZD0zOTk4NDBmYy0xMjk5LTYzMjctM
jQ3Ny01M2JmMTNjZjYyZGImaW5zaWQ9NTE5Mg&ptn=3&hsh=3&fclid=399840fc-1299-6327-2477-
53bf13cf62db&psq=Morfologi+dan+Anatomi+Bibit+Alpukat+Sambungan+pada+Stadia+tumbuh+Entr
es+dan+Metode+Sambung+Pucuk&u=a1aHR0cHM6Ly93d3cucmVzZWFyY2hnYXRlLm5ldC9wdWJsaW
NhdGlvbi8zNjcyNjA3NjJfTW9yZm9sb2dpX2Rhbl9BbmF0b21pX0JpYml0X0FscHVrYXRfU2FtYnVuZ2FuX
3BhZGFfU3RhZGlhX3R1bWJ1aF9FbnRyZXNfZGFuX01ldG9kZV9TYW1idW5nX1B1Y3Vr&ntb=1

bing.com/ck/a?!
&&p=87091bf5758a7bbfJmltdHM9MTY5ODcxMDQwMCZpZ3VpZD0zOTk4NDBmYy0xMjk5LTYzMjct
MjQ3Ny01M2JmMTNjZjYyZGImaW5zaWQ9NTE4Mw&ptn=3&hsh=3&fclid=399840fc-1299-6327-
2477-53bf13cf62db&psq=KARAKTERISTIK+MORFOMETRIK%2c+PROPORSI
%2c+KANDUNGAN+FENOL+TOTAL+DAN+PROFIL+FENOL+DAGING+BUAH%2c+BIJI
%2c+KULIT+ALPUKAT+(Persea+americana%2c+Mill)
+VARIETAS+IJO+PANJANG+DAN+IJO+BUNDAR&u=a1aHR0cHM6Ly9lam91cm5hbC51bmliLmFjLmlkL2l
uZGV4LnBocC9hZ3JvaW5kdXN0cmkvYXJ0aWNsZS9kb3dubG9hZC8zODkxLzIxNzQ&ntb=1

11

Anda mungkin juga menyukai