Anda di halaman 1dari 22

Laporan Praktikum

KARAKTERISTIK FISIK PATI KACANG HIJAU TERMODIFIKASI


SODIUM TRIPOLIFOSFAT

Di Ajukan Guna Memenuhi Syarat Sebagai Tugas Mata Kuliah Teknologi Pati

Oleh

Nursyahbani Paris
(651417023)

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukir penyusun panjatkan kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala, yang


telah melimpahkan rahmat hidayah dan inayahnya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan laporan karakteristik fisik pati kacang hijau termodifikasi sodium
tripolifosfat. Tak lupa pula salawat serta salam diucapkan kepada nabi
Muhammad SAW. semoga segala rahmatnya tercurah keapada umatnya yang
senantiasa serta pada ajarannya hingga saat ini.
Pengerjaan laporan ini telah melibatkan banyak pihak yang sangat
membantu dalam beberapa hal. Oleh sebab itu, penyusun sampaikan rasa terima
kasih kepada dosen penagajar serta teman-teman yang telah memberikan
dukungan.
Adapun laporan ini telah penyusun usahakan semaksimal mungkin yang
tentunya dengan dibantu berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan
laporan ini. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan semoga laporan ini dapat
bermanfaat dan dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca.

Gorontalo, Juni 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 2
1.3 Tujuan Praktikum............................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kacang Hijau.................................................................................... 3
2.2 Pati Kacang Hijau............................................................................. 4
2.3 Sodium Tripolifosfat......................................................................... 5
BAB III METODE PERCOBAAN
3.1 Waktu dan Tempat........................................................................... 7
3.2 Alat dan Bahan................................................................................. 7
3.3 Rancangan Percobaan...................................................................... 7
3.4 Metode Percobaan............................................................................ 8
3.5 Parameter Pengamatan..................................................................... 10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Daya Serap Air................................................................................. 11
4.2 Kelarutan.......................................................................................... 12
4.3 Swelling Power................................................................................. 14
BAB V PENUTUP
5.1 Kasimpulan...................................................................................... 16
5.2 Saran................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 17
LAMPIRAN................................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pati adalah bahan baku yang sangat penting untuk industri makanan.
Fungsi dari pati sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat granular serta molekul
pati, kondisi pengolahan dan modifikasi struktur. Pengembangan produk
berbahan dasar pati membutuhkan wawasan yang luas agar dapat
menghasilkan variasi pati yang diinginkan (Wurzburg, 1995).
Pemanfaatan pati di industri sangat luas, baik dibidang pangan maupun
non pangan karena kemudahan mendapatkan bahan baku dan harganya yang
relatif murah. Namun, beberapa sifat pati alami menjadi kendala apabila
digunakan sebagai bahan baku industri, diantaranya sifat pati yang mudah
rusakakibat panas dan asam (Sauyana, 2014). Pati alami (native) mempunyai
beberapa permasalahan yang berhubungan dengan retrogradasi, kestabilan,
dan ketahanan pasta yang rendah. Hal tersebut menjadi alasan dilakukan
modifikasi pati, sehingga diperoleh sifat-sifat yang cocok untuk aplikasi
tertentu, dengan demikian pati dapat ditingkatkan kegunaan yang lebih luas
pada industri makanan (Triyono, Agus, 2006).
Pati kacang hijau dapat diisolasi dengan cara kering maupun cara basah,
namun isolasi cara basah lebih banyak dikerjakan (Hoover dkk., 1997). Pada
isolasi pati cara basah, perlu modifikasi tertentu misalnya dengan penyosohan
untuk merusak sebagian kulit biji dan lembaga sehingga tidak terjadi
perkecambahan selama perendaman pada suhu kamar. Kajian sifat-sifat pati
kacang hijau dari berbagai negara sudah cukup banyak dilakukan, tetapi
kajian sifat-sifat pati kacang hijau lokal asal Indonesia masih sangat terbatas.
Sifat-sifat pati kacang hijau yang diteliti meliputi sifat fisika-kimia (kadar
amilosa, swelling power, solubilitas, turbiditas, affinitas Iod/blue value,
amylose leaching, dan water holding capacity), sifat thermal (sifat gelatinisasi
dan sifat retrogradasi), sifat pasta (pasting properties), dan sifat tekstur gel
pati, sifat digestibilitas, sifat granula pati (bentuk dan ukuran granula pati).
Modifikasi pati dimaksudkan sebagai perubahan struktur molekul baik
secara kimia, fisik maupun enzimatis. Salah satu modifikasi pati secara kimia

1
adalah dengan metode asetilasi. Pati termodifikasi yang dihasilkan dapat
menstabilkan viskositas pati, menjernihkan pasta pati, mengurangi
retrogradasi dan menstabilkan pati (Cui, W, 2006).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Proses Ekstraksi Pati Kacang Hijau ?
2. Bagaimana Proses Modifikasi Secara Kimia Model Cross-Linking
Menggunakan STPP ?
3. Bagaimana Karakteristik Fisik Pati Kacang Hijau Termodifikasi Cross-
Linking ?
1.3 Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui proses ekstraksi pati kacang hijau
2. Mengetahui proses modifikasi secara kimia model Cross-linking
menggunakan STPP
3. Untuk mengetahui karakteristik fisik pati kacang hijau termodifikasi
Cross-linking

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kacang Hijau
Tanaman kacang hijau merupakan tumbuhan yang termasuk suku
polongpolongan (Fabaceae) ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan
seharihari sebagai sumber bahan pangan berprotein nabati tinggi. Kacang
hijau di Indonesia menempati urutan ketiga terpenting sebagai tanaman
pangan legum, setelah kedelai dan kacang tanah (Bimasri, 2014). Karbohidrat
merupakan komponen terbesar (lebih dari 55%) biji kacang hijau, yang terdiri
dari pati, gula dan serat. Berdasarkan jumlahnya, protein adalah penyusun
utama kedua setelah karbohidrat. cerna yang tidak terlalu tinggi tersebut
disebabkan oleh adanya zat gizi, seperti antitripsin dan tanin (polifenol).
Untuk meningkatkan daya cerna protein tersebut, kacang hijau harus diolah
terlebih dahulu melalui proses pemasakan, seperti perebusan, pengukusan dan
sangrai (Khomsan, 2002).

Gambar 1. Kacang Hijau


Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan sumber protein
nabati. Kandungan protein kacang hijau sebesar 22% menempati urutan
ketiga setelah kedelai dan kacang tanah (Purwono dan Hartono, 2005).
Kandungan proteinnya yang tinggi membuat biji kacang hijau dapat
digunakan sebagai sumber alternatif untuk memenuhi kebutuhan protein
selain protein hewani. Menurut Lasmaria et al., (2016) kandungan zat dalam
kacang hijau bermanfaat untuk mengatasi berbagai macam penyakit seperti
beri-beri, anemia, wasir, gangguan hati dan lain-lain.

3
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2015), produksi kacang hijau di
Indonesia mengalami penurunan dari 341.342 ton tahun-1 menjadi 271.463
ton tahun-1 (tahun 2011 dibanding 2015). Berbagai faktor menyebabkan
penurunan produksi kacang hijau, antara lain kesuburan tanah rendah, alih
fungsi lahan, faktor iklim tidak mendukung, dan praktik budidaya tidak tepat.
Upaya peningkatan produktivitas kacang hijau dapat dilakukan dengan
memperbaiki efisiensi pemupukan dan jumlah tanaman per lubang tanam.
2.2 Pati Kacang Hijau
Beberapa penelitian melaporkan bahwa kacang hijau (Vigna radiata L.)
merupakan sumber amilosa yang sangat potensial. Selama pengolahan,
amilosa dapat mengalami gelatinisasi dan retrogradasi sehingga menghasilkan
RS-3 atau Resistant Starch Tipe 3 yang sulit dicerna dan berpengaruh baik
bagi kesehatan (Stipanuk, 2000). Terbentuknya RS dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain sifat intrinsic dari pati alami (bentuk kristalin pati, struktur
granula pati, rasio amilosa dengan amilopektin, panjang rantai amilosa).
Fraksi kristalin pati yang terbentuk dipengaruhi oleh suhu dan waktu
gelatinisasi dan retrogradasi (Eerlingen dan Delcour, 1995). Pati disimpan
dalam granula-granula yang terpisah, dengan ukuran, bentuk, morfologi,
komposisi, dan struktur molekul bervariasi tergantung asal tanamannya
(Sajilata dkk., 2006). Diameter granula umumnya berkisar 1 μm - 100 μm,
dengan berbagai variasi bentuk yang beraturan maupun yang tidak beraturan,
serta terdistribusi secara tunggal maupun bergerombol (Bertolini, 2010).
Pati tersusun oleh polimer rantai lurus amilosa dan polimer bercabang
amilopektin. Umumnya pati mengandung 20-30% amilosa dan 70-80%
amilopektin, tetapi pada varietas tertentu mengandung pati beramilopektin
tingi seperti pada waxy corn dengan amilopektin 98% (Stipanuk, 2000).
Pati kacang hijau dapat diisolasi dengan cara kering maupun cara basah,
namun isolasi cara basah lebih banyak dikerjakan (Hoover dkk., 1997). Pada
isolasi pati cara basah, perlu modifikasi tertentu misalnya dengan penyosohan
untuk merusak sebagian kulit biji dan lembaga sehingga tidak terjadi
perkecambahan selama perendaman pada suhu kamar.

4
Kajian sifat-sifat pati kacang hijau dari berbagai negara sudah cukup
banyak dilakukan, tetapi kajian sifat-sifat pati kacang hijau lokal asal
Indonesia masih sangat terbatas. Sifat-sifat pati kacang hijau yang diteliti
meliputi sifat fisika-kimia (kadar amilosa, swelling power, solubilitas,
turbiditas, affinitas Iod/blue value, amylose leaching, dan water holding
capacity), sifat thermal (sifat gelatinisasi dan sifat retrogradasi), sifat pasta
(pasting properties), dan sifat tekstur gel pati, sifat digestibilitas, sifat granula
pati (bentuk dan ukuran granula pati).
2.3 Sodium Tripolofosfat
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan modifikasi crosslinking salah
satunya adalah konsentrasi STPP yang digunakan, jika konsentrasi STPP
tepat maka akan terjadi peningkatan kandungan amilosa, penurunan solubility
dan peningkatan swelling power (Teja et al., 2010).
Sodium Tripolyposphate (STPP) merupakan salah satu senyawa yang
mengandung fosfat yang dapat menggantikan ikatan hidrogen sebagai
jembatan penghubung antar amilum pada pati. Salah satu kelebihan dari
molekul amilum dengan ikatan fosfat adalah mampu mempertahankan ikatan
dengan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan molekul terikat
ikatan hydrogen terutama saat pemanasan (Amin 2013). STPP juga
merupakan salah satu senyawa fosfat yang bersifat polar (mudah mengikat
air), sehingga air dapat masuk ke dalam granula pati (Retnaningtyas 2014,
Widyasaputra 2013). Semakin banyak senyawa fosfat yang diberikan maka
akan semakin banyak terjadi ikatan silang pati fosfat, serta semakin banyak
air yang terpenetrasi ke dalam granula pati.
Penambahan senyawa fosfat juga akan mempengaruhi karaktristik fisik
molekul pati yaitu meningkatkan jumlah pororsitas bahan. Porositas adalah
jumlah pori-pori pada bahan. Pori-pori bahan inilah yang nantinya akan diisi
oleh air. Semakin banyak porositas atau poripori pada bahan maka akan
semakin banyak bahan tersebut menyerap air. Ditegaskan oleh Hendry
(2007), peningkatan jumlah porositas suatu bahan salah satunya dilakukan
secara kimiawi yaitu dengan merendam bahan didalam larutan yang
mengandung senyawa fosfat. Porositas bahan berbanding lurus dengan

5
konsentrasi senyawa fosfat. Marta dkk (2016) menyebutkan bahwa
pengunaan STPP ini akan menyebabkan semakin tinggi tingkat gelatinisasi
suatu bahan, dengan demikian, maka akan semakin tinggi pula porositasnya.

6
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Pertanian
Universitas Negeri Gorontalo pada tanggal 3 dan 6 Juni 2021.
3.2 Alat dan Bahan
1. Alat
1) Alat analisis
Alat yang akan digunakan meliputi gelas beker, autoclave, oven
pengering, centrifuge, timbangan analitik, pipet piston 1 ml dan 10 ml,
Erlenmeyer, waterbat, gelas ukur
2. Bahan
1) Bahan Sempel
Adapun sempel yang digunakan adalah kacang hijau, STPP, dan
air.
3.3 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan akan mengunakan rancangan acak lengkap (RAL)
singel faktor masing-masing perlakuan akan diulang sebanyak 3 kali.
Tabel 1. Rancangan Percobaan

No. Kode Sampel % Konsentasi STPP


1 P0 0%
2 P1 0,1%
3 P2 0,5%
4 P3 1%

3.4 Metode Percobaan

7
1. Diagram Alir Proses Ekstraksi Pati Kacang Hijau

Kacang Hijau

Direndam

Digiling

Ampas Disaring

Sari Kacang Hijau

Diendapkan

Endapan Pati Kacang Hijau

Dikeringkan dalam Oven


dengan suhu 60ºC

Diayak

Pati Kacang Hijau

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Pati Kacang Hijau

2. Pembuatan Pati Kacang Hijau Modifikasi Cross-linking

8
Pati Kacang Hijau Sodium Tripolifosfat

Ditimbang Dilarutkan dengan


Aquades

Larutan STPP

Ditambahkan

NaOH 5%

Dipanaskan T=45º C, t= 1 jam

Ditambahkan

HCl 0,1 N

Dicuci Aquades

Dikeringkan T=50º C, t= 15 jam

Dihaluskan dan diayak


80 mesh

Pati Kacang Hijau Termodifikasi

Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Pati Kacang Hijau Modifikasi Cross-linking

3.5 Parameter Pengamatan

9
1. Uji Daya Serap Air (Hendrasty, dkk 2019)
Sampel pati kacang hijau (5 g) dimasukan kedalam air mendidih 100
ml, lalu ditutup dan dipanaskan sampai tergelatinisasi sempurna (3 menit),
ke-Pmudian ditimbang. penyerapan air diukur berdasarkan perubahan
sebelum dan sesudah pemasakan
Berat Sampel Matang ( g )
Daya Serap Air= x 100 %
Berat Sampel Mentah(g)
2. Swelling Power dan Kelarutan (Metode Perez et al. 2000)
Pengujian ini dilakukan menurut metode perez et al (200). Supensis
pati (1% b/b) disiapkan yaitu 0,1 g sampel dicampurkan dengan 10 ml
aquades dalam kuvet sampel dipanaskan pada suhu 80º C delama 30 menit
dengan pengadukan setiap 5 menit. Suspense disentrifius selama 10 menit
pada 3000 rom. Suspense tersebut diambil 5 ml larutan yang jernih
kemudian diletakan dalam cawan petri yang diketahui bobotmya. Cawan
petri yang dikeringkan pada oven hingga suhu 1000 º C hingga bobotmya
tetap, kemudian ditimbang dan dihitung kenaikan bobotnya.
( b−a ) x 10 ml
Kelarutan ( % ) = x 100 %
0,1 g x 5 ml
( d−c )
Swelling Power= x 100 %
Bobot sampel ( g ) x ( 100−% kelarutan )

Keterangan : a = Bobot cawan petri awal/kosong (g)


b = Bobot cawan petri akhir (g)
c = Bobot tabuing kuvet awal/akhir (g)
d = Bobot tabung kuvet akhir (g)

BAB IV

10
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Daya Serap Air
Daya serap air adalah salah satu sifat fisikokimia dari pati. Semakin tinggi
daya serap air dari pati maka akan semakin baik sifat viskositas yang dimiliki
oleh pati tersebut [ CITATION Rau15 \l 1033 ]. Dari hasil pengujian daya serap
air dari pati kacang hijau yang dimodifikasi dengan larutan STPP dengan
beberapa variasi konsentrasi mendapatkan hasil daya serap air yang berbeda-
beda. Yang bisa dilihat pada gambar grafik dibawah ini:

Daya Serap Air Pati Kacang Hijau


3.5000
Daya Serap Air (%)

3.0000 2.8581
2.5000 2.6334
2.2388
2.0000 1.8150
1.5000 Daya Serap Air
1.0000
0.5000
0.0000
P0 P1 P2 P3
Sampel

Gambar 4. Grafik Daya Serap Air Pati Kacang Hijau


Keterangan : P0 = 0%; P1 = 0,1% ; P2 = 0,5% ; P3 = 1%

Dapat dilihat dari grafik diatas dari hasil pengujian daya serap air pada
setiap sampel pati kacang hijau yang dimodifikasi mendapatkan hasil pada
konsentrasi 0% STPP nilai daya serap air tinggi dinilai 2,8581 % dan terjadi
penurunan daya serap air yang derastis pada pada di konsentrasi 0,1% STPP
menjadi 1,8150% lalu daya serap air naik pada konsentrasi 0,5% menjadi
2,2388 % dan pada konsentrasi 1% daya serap air naik kembali menjadi
2,6334 %.
Dari semua hasil sampel bisa dilihat terjadi pola data dimana daya serap
air dari pati kacang hijau yang dimodifikasi dengan beberapa variasi
konsentrasi larutan STPP yang berbeda menghasilkan nilai daya serap air
yang berbeda. Dimana terjadi penurunan daya serap air saat pati dimodifikasi
Crosslinking dengan STPP. Namun terjadi kenaikan daya serap air seiring
peningkatan konsentrasi STPP. Pengunaan pereaksi STPP yang semakin

11
banyak mampu meningkatkan daya serap air, penambahan STPP dengan
konsentrasi 1% yang menunjukan daya serap air paling tinggi.
Pada proses pemanasan, molekul pati terhidrolisis sehingga hidrogen
molekul penyusun pati akan putus. Hidrolisis pati akibat pemanasan
berdampakmolekul penyusun pati menjadi tidak stabil, menyisakan molekul
(OH- ) yang tidak stabil (Amin, 2013). Keadaan molekul yang tidak stabil,
menyebabkan terbentuknya ikatan baru dengan senyawa yang juga bermuatan
tidak stabil, salah satunya dengan muatan positif (Setyowati, 2010).
STPP merupakan salah satu senyawa yang mengandung fosfat yang dapat
menggantikan ikatan hidrogen sebagai jembatan penghubung antar amilum
pada pati (Amin, 2013). STPP juga merupakan salah satu senyawa fosfat
yang bersifat polar (mudah mengikat air), sehingga air dapat masuk ke dalam
granula pati (Retnaningtyas 2014, Widyasaputra 2013).
Penambahan senyawa fosfat juga akan mempengaruhi karaktristik fisik
molekul pati yaitu meningkatkan jumlah pororsitas bahan. Porositas adalah
jumlah pori-pori pada bahan. Pori-pori bahan inilah yang nantinya akan diisi
oleh air. Semakin banyak porositas atau poripori pada bahan maka akan
semakin banyak bahan tersebut menyerap air. Ditegaskan oleh Hendry
(2007), peningkatan jumlah porositas suatu bahan salah satunya dilakukan
secara kimiawi yaitu dengan merendam bahan didalam larutan yang
mengandung senyawa fosfat. Porositas bahan berbanding lurus dengan
konsentrasi senyawa fosfat. Marta, dkk (2016) menyebutkan bahwa
pengunaan STPP ini akan menyebabkan semakin tinggi tingkat maka akan
semakin tinggi pula porositasnya.
Penambahan senyawa fosfat menunjukan pengaruh yang berbanding lurus
dengan konsentrasi pereaksi yang digunakan, artinya semakin besar
konsentrasi senyawa fosfat yang digunakan maka daya serap air tepung
modifikasi akan semakin besar begitu pula sebaliknya.
4.2 Kelarutan
Kelarutan adalah salah satu sifat fisikokimia dari pati yang menunjukan
berat pati terlarut. Dari hasil pengujian kelarutan pada setiap sampel pati

12
kacang hijau yang dimodifikasi dengan beberapa variasi konsentrasi larutan
STPP yang berbeda mendapatkan hasil pengujian sebagai berikut :

Kelarutan Pati Kacang Hijau


10.00
8.95 8.84
8.00
Kelarutan (%) 6.77
6.00 6.00 Kelarutan (%)
4.00
2.00
0.00
P0 P1 P2 P3
Sampel

Gambar 5. Grafik Daya Serap Air Pati Kacang Hijau


Keterangan : P0 = 0%; P1 = 0,1% ; P2 = 0,5% ; P3 = 1%

Dilihat dari grafik diatas pada pengujian kelarutan pati kacang hijau yang
dimodifikasi crosslinking dengan menggunakan beberapa variasi konsentrasi
STPP mendapatkan hasil pada konsentrasi 0% STPP mendapatkan nilai
kelarutan tertinggi dengan sebesar 8,95%. pada konsentrasi 0,1% STPP
mendapatkan hasil kelarutan sebesar 8,83% dan nilai kelarutan selanjutnya
turun derastis pada konsentrasi 0,5% STPP menjadi 6,77% dan turun lagi
pada konsentrasi 1% STPP mendapatkan nilai daya serap 6,00%.
Dapat dilihat dari semua hasil kelarutan dari semua sampel dapat dilihat
pola terjadi penurunan kelarutan seiring dengan naiknya konsentrasi larutan
STPP yang digunakan. Hal ini disebakan karena meningkatnya swelling
power. Saat pati dipanaskan, air akan masuk kedalam granula pati, dan pati
akan mengembang menjadi pasta pati. Pasta pati yang terbentuk daya
kembangnya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya derajat
subtitusi, dan akan menurunkan kelarutan karena sebagaian besar pati sudah
mengembang menjadi pasta pati, dan hanya meninggalkan sedikit pati yang
masih dapat larut bersama air.
Menurut Retnaningtyas et al., (2014) fosfat berpenetrasi masuk kedalam
granula pati memiliki kecenderungan untuk membentuk ikatan kovalen.
Ikatan silang yang terbentuk menyebabkan ikatan-ikatan kovalen diantara
molekul pati termodifikasi lebih kuat dibandingkan dengan pati alami yang

13
hanya terdiri dari ikatan hidrogen, sehingga memungkinkan pati termodifikasi
yang larut air lebih sedikit daripada pasta pati alami (Armayuni, 2015)
4.3 Swelling Power
Swelling Power adalah sifat fisikokimia dari pati yang menunjukan
kemampuan pati dalam mengembang didalam air. Berdasarkan pengujian
swelling power dari setiap sampel pati kacang hijau yang dimodifikasi
crosslinking dengan variasi konsentrasi larutan STPP yang berbeda-beda
menghasilkan nilai swelling power yang berbeda-beda yang bisa dilihat pada
gambar grafik berikut ini:

Swelling Power Pati Kacang Hijau


0.0040
0.0035
0.0033
Swelling Power

0.0030
0.0026
0.0020 0.0018 Swelling Power
0.0010
0.0000
P0 P1 P2 P3
Sampel

Gambar 5. Grafik Swelling Power Pati Kacang Hijau


Keterangan : P0 = 0%; P1 = 0,1% ; P2 = 0,5% ; P3 = 1%

Dari grafik diatas hasil uji swelling power mendapatkan hasil pada
konsentrasi 0% STPP swelling power-nya sebesar 0,0018. Pada konsentrasi
0,1% mendapatkan hasil swelling power sebesar 0,0026. pada konsentrasi
0,5% mendapatkan hasil swelling power sebesar 0,0035. Dan swelling power
tertinggi ada pada sampel pati kacang hijau modifikasi dengan konsentrasi
1% STPP sebesar 0,0035.
Jika melihat keseluruhan hasil pengujian dapat dilihat terdapat pola
dimana terjadi kenaikan swelling power seiring dengan kenaikan konsentrasi
STPP. Peningkatan swelling power dari konsentrasi 0% STPP ke 0,1% STPP
diduga disebabkan karena pada saat proses modifikasi crosslinking dalam
tahapan pengeringan dalam oven terjadi proses kadar rasio antara amilosa dan

14
amilopektin, dimana kadar amilopektin meningkat karena adanya pemanasan.
Sesuai dengan yang dijelaskan oleh Haryanti [ CITATION Har14 \n \t \l 1033 ]
dimana kadar amilopektin pada pati akan meningkat jika suspensi pati
dipanaskan.
Peningkatan kadar amilopektin ini menyababkan mengembangnya
struktur amof pada granula pati. Berdasarkan yang dijelaskan Haryanti
[ CITATION Har14 \n \t \l 1033 ] bahwa daerah pada struktur amorf adalah
daerah yang mudah diserap air sehinga swelling power suatu pati ditentukan
oleh luas struktur amorf pada granula pati.
Jika peningkatan angka swelling power yang seiring dengan kenaikan
konsentrasi STPP disebabkan oleh kemampuan daya serap air. Hal ini sesuai
dengan Retnaningtyas et al., (2014) yang menyatakan bahwa, saat pati
bereaksi dengan STPP akan dihasilkan gugus fosfat yang bersifat hidrofilik
(ion suka air). Semakin banyak konsentrasi STPP yang ditambahkan maka
semakin banyak gugus fosfat yang mengikat air, sehingga saat pati
dipanaskan akan meningkatkan nilai swelling power.

15
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa pati kacang hijau
mempengaruhi perubahan karakteristik granula pati yang terkandung dalam
kacang hijau dimana pada daya serap air pada konsentrasi 1% daya serap air
naik menjadi 2,6334 %. Dimana penambahan STPP dengan konsentrasi 1%
yang menunjukan daya serap air paling tinggi, kemudian pada kelarutan
dengan variasi konsentrasi STPP mendapatkan hasil pada konsentrasi 0%
STPP mendapatkan nilai kelarutan tertinggi dengan sebesar 8,95%. pada
konsentrasi 0,1% STPP mendapatkan hasil kelarutan sebesar 8,83% dan nilai
kelarutan selanjutnya turun derastis pada konsentrasi 0,5% STPP menjadi
6,77% dan turun lagi pada konsentrasi 1% STPP mendapatkan nilai daya
serap 6,00%. Hal ini dikarenakan terjadi penurunan kelarutan seiring dengan
naiknya konsentrasi larutan STPP yang digunakan, dan pada peningkatan
swelling power dari konsentrasi 0% STPP ke 0,1% STPP diduga disebabkan
karena pada saat proses modifikasi crosslinking dalam tahapan pengeringan
dalam oven terjadi proses kadar rasio antara amilosa dan amilopektin, dimana
kadar amilopektin meningkat karena adanya pemanasan
5.2 Saran
Pada praktikum pembuatan pati lebih lanjut dapat digunakan sumber pati
yang lain misalnya dari umbi-umbian atau serealia lain yang kurang disukai
untuk meningkatkan nilai ekonomi dari komoditas tersebut.

16
DAFTAR PUSTAKA
Amin, N.A. 2013. Pengaruh Suhu Fosforilasi Terhadap Sifat Fisikokimia Pati
Tapioka Termodifikasi. Skripsi . Fakultas Pertanian. Universitas Hasanudin.
Makasar.
Armayuni, P. H. 2015. Karakteristik Pati Pisang Kepok (Musa paradisiaca var.
formatipyca) Termodifikasi Dengan Metode Ikatan Silang Menggunakan
Sodium Tripolifosfat (STPP). Skripsi S1. Tidak Dipublikasikan. Jurusan
Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas
Udayana.
Badan Pusat Statistik, [BPS]. 2015. Produksi Kacang Hijau Menurut Provinsi
(ton), 1993-2015. Retrieved September 8, 2018, from
https://www.bps.go.id/dynamictable/2015/09/09/877/produksi-kacang-
hijau-menurut-provinsi-ton-1993-2015.html
Bertolini, A.C. (2010). Starches: Characterization, Properties, and Applications.
CRC Press. Boca Raton, London New York.
Bimasri, J. 2014. Peningkatan produksi tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.)
di tanah gambut melalui pemberian pupuk N dan P. Prosiding Seminar
Nasional Lahan Suboptimal 613-620.
Cui, W. 2006. Food Carbohydrate, Francise and Taylor, England.
Eerlingen, R.C. dan Delcour, J.A. (1995). Formation, analysis, structure and
properties of type III enzyme resistant starch. Journal of Cereal Science 22:
129-138.
Haryanti, Pepita., Retno Setyawati dan Rumpoko Wicaksono. 2014. Pengaruh
suhu dan lama pemanasan suspensi pati serta konsentrasi butanl trhadap
karakteristik fisikokimia pati tinggi amilosa dari tapioca. Jurnal Agritech.
Vol. 34(3).
Hendy. 2007. Formulasi Bubur Instan Berbasis Singkong Sebagai Pangan
Alternatif. Skripsi . Institut Pertanian Bogor.
Hoover, R., Li, Y.X., Hynes, G. dan Senanayake, N. (1997). Physicochemical
characterization of mung bean starch. Food Hydrocolloids 11: 401-408.

17
Khomsan, A. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Bogor: Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian. IPB.
Lasmaria, Y., L. Fitriani dan Seprianingsih. 2016. Pengaruh pupuk organik
terhadap pertumbuhan kacang hijau (Phaseolus ratiatus L.). Hal:1-7.
Marta. H, dan Tensiska. 2016. Kajian Sifat Fisikokimia Tepung Jagung
Pragelatinisasi Serta Aplikasinya Pada Pembuatan Bubur Instan. Jurnal
Penelitian Pangan 1(1).
Purwono, & Hartono, R. 2005. Kacang Hijau. Jakarta: Penebar Swadaya.
Retrieved from https://books.google.co.id/books?
id=1vqDykpqLzYC&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary
_r&cad=0#v=onepage&q&f=false
Rauf. 2015. Kimia Pangan. Yogyakarta. Andi. 255 hal.
Retnaningtyas, D.A., dan W.D.R. Putri. 2014. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Pati
Ubi Jalar Oranye Hasil Modifikasi Perlakuan STPP (Lama Perendaman dan
Konsentrasi). Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(4): 68-77.
Sajilata, M.G., Singhal, R.S. dan Kulkarni, P.R. (2006). Resistant starch - a
review. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety 5: 1-17.
Sauyana, Y. (2014). Produksi pati asetat dengan menggunakan pati sagu
nanokristalin. Skripsi. Departemen Teknologi Ilmu Pertanian FTP, IPB,
Bogor.
Setyowati, A. 2010. Penambahan Natrium Tripolifosfat dan CMC (Carboxy
Methyl Cellulose ) Pada Pembuatan Karak. Jurnal Agrisains 1(1)
Stipanuk, M.H. (2000). Biochemical and Physiological Aspect of Human
Nutrition. W.B. Saunders Companny, Toronto.
Teja, A., I. Sindi., A. Ayucitra and L. E. K. Setiawan. 2010. Karakteristik Pati
Sagu Dengan Metode Modifikasi Asetilasi dan Cross-linking. Jurnal Teknik
Kimia Indonesia. 7 (3): 836-843.
Triyono, Agus. 2006. Upaya Memanfaatkan Umbi Talas (Colocasia Esculenta)
Sebagai Sumber Bahan Pati Pada Pengembangan Teknologi Pembuatan
Dekstrin.
Wurzburg, O.B. (1989). Modified Starch : Properties and Uses. Boca Raton: CRC
Press.

18
19

Anda mungkin juga menyukai