Dosen Pengampu :
1. Lucky Hartanti, S.TP., MP
2. Cico Jhon Karunia Simamora, S.P, M.Si
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
BAB I PENDAHULUAN
1
mempengaruhi jumlah gluten yang terdapat dalam tepung. Gluten pada gilirannya
memengaruhi kekenyalan dan elastisitas tepung. Untuk mengatasi masalah
tersebut, perlu dilakukan perbaikan sifat fisik dan kimia tepung ubi kayu atau ketela
pohon melalui modifikasi. Salah satu metode modifikasi yang telah dikembangkan
adalah metode fermentasi. Metode ini melibatkan fermentasi tepung ubi kayu
menggunakan bakteri asam laktat (BAL) untuk menghasilkan produk tepung yang
dikenal sebagai tepung Mocaf (Modified Cassava Flour). Tepung Mocaf adalah
hasil olahan dari ubi kayu yang telah mengalami fermentasi, sehingga memiliki
karakteristik yang berbeda dengan tepung ubi kayu/ketela pohon mentah. sehingga
perlu dilakukan praktikum ini untuk mengetahui pengaruh optimasi waktu
fermentasi dengan bakteri Lactobacillus casei pada pembuatan tepung mocaf
terhadap perubahan warna, bau, tekstur serta pengaruh optimasi waktu fermentasi
dengan bakteri Lactobacillus casei pada pembuatan tepung mocaf terhadap kadar
protein.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui
hubungan antara total mikroba dan kadar protein pada tepung mocaf dengan
berbagai perlakuan selama fermentasi dengan melakukan pengujian TPC.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3
tersebut terutama karena adanya bakteri yang digunakan dalam proses fermentasi
yogurt (Andayani, 2007).
Pembuatan yogurt dengan menggunakan kombinasi dua jenis starter bakteri
yaitu: Lactobacillus bulgaricus dan Streptococus thermophyllus. Masing-masing
bakteri diperbanyak melalui inkubasi pada media susu sapi yang nantinya akan
dijadikan starter yogurt dan diujicobakan pada bahan dasar susu yang berbeda,
diantaranya: susu sapi segar, susu skim, susu UHT, susu kedelai, dan susu kambing.
Pemberian starter dilakukan dengan mencampur dua jenis bakteri dengan
perbandingan 1:1 dan konsentrasi pemberian starter 5% (v/v). Langkah-langkah
pembuatan yogurt mengacu metode yang dilakukan oleh (Ginting, 2005).
2.3 Tepung Mocaf
Tepung MOCAL atau MOCAF adalah singkatan dari Modified Cassava
Flour yang berarti singkong yang dimodifikasi. Secara definisi, MOCAF adalah
produk tepung dari singkong atau ubi kayu yang diproses menggunakan prinsip
memodifikasi sel singkong secara fermentasi, dimana BAL (Bakteri Asam Laktat)
mendominasi selama fermentasi tepung singkong ini (Subagio., dkk, 2008).
Singkong yang dimodifikasi melalui fermentasi, pengeringan,
penghancuran dan pengayakan sehingga aroma dan rasa singkong dapat
diminimalkan atau bahkan hilang. Dengan karakteristik tepung MOCAF yang putih
dan sifatnya baru, maka tepung mocaf bisa digunakan untuk subtitusi berbagai
macam tepung (Anonim, 2011).
Prinsip dasar pembuatan tepung MOCAF adalah dengan prinsip
memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Mikroba yang tumbuh akan
menghasilkan enzim pektinolitik dan sellulolitik yang dapat menghancurkan
dinding sel ubi kayu sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati. Proses
liberalisasi ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang
dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan
kemudahan melarut. Selanjutnya granula pati tersebut akan mengalami hidrolisis
yang menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam‐
asam organik. Senyawa asam ini akan terimbibisi dalam bahan, dan ketika bahan
tersebut diolah akan dapat menghasilkan aroma dan cita rasa khas yang dapat
menutupi aroma dan citarasa ubi kayu sampai 70% (Subagio dkk., 2008).
4
Selama proses fermentasi terjadi pula penghilangan komponen penimbul
warna, seperti pigmen (khususnya pada ketela kuning), dan protein yang dapat
menyebabkan warna coklat ketika pemanasan, dampaknya adalah warna MOCAF
yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung ubi kayu biasa.
Selain itu, proses ini akan menghasilkan tepung yang secara karakteristik dan
kualitas hampir menyerupai tepung terigu.
Salah satu produksi ubi kayu adalah Tepung Mocaf (Modified cassava
flour). Tepung Mocaf memiliki prospek pengembangan yang bagus. Hal ini dapat
dilihat dari ketersediaan bahan baku yang melimpah, sehingga sangat kecil
kemungkinan terjadi kelangkaan bahan baku (Yani dan Akbar, 2018).
2.4 Larutan BSA
Bovine Serum Albumin (BSA) adalah protein albumin yang diperoleh dari
sapi dengan kandungan albumin dalam senyawa BSA adalah 100 mg/mL (Indriani,
dkk, 2013). BSA merupakan produk impor dengan harga yang mahal dan sulit
didapatkan. Berbagai penelitian telah banyak dilakukan untuk mencari substitusi
BSA dengan bahan lainnya yang murah dan mudah didapatkan serta memiliki
kandungan albumin yang dapat membantu mempertahankan kualitas semen.
Bovine Serum Albumin (BSA) merupakan salah satu protein yang
mempunyai kandungan protein yang berlimpah dalam plasma dengan konsentrasi
5g/500 ml. Di samping itu, BSA mempunyai komposisi asam amino sebanyak 20
macam (Friedli, 2006). Dengan penambahan berbagai konsentrasi BSA pada bahan
pengencer kandungan asam amino atau plasma protein pada semen yang telah
diencerkan diharapkan mampu mensubstitusi penurunan konsentrasi berbagai
bahan yang terdapat di dalam plasma semen akibat proses pengenceran, sehingga
dapat menjaga stabilitas membran sel spermatozoa (Gadea, 2003).
2.5 Larutan Biuret
Penentuan kadar protein dalam suatu bahan makanan ataupun minuman
dapat diukur dengan beberapa metode yaitu metode biuret, metode lowry, metode
bradford, dan metode BCA (Purwanto, 2014).
Metode biuret merupakan salah satu metode penentuan kadar protein
dengan menggunakan larutan Biuret pada suasana basa bereaksi dengan ikatan
peptida dari protein tempe mengakibatkan terjadinya perubahan warna dari larutan
Biuret yang berwarna biru menjadi berwarna ungu. Uji biuret digunakan untuk
5
menguji kadar protein. Protein sendiri terdiri dari ikatan peptida. Semakin panjang
ikatan peptida atau semakin besar kadar protein di dalam sample, semakin intensif
warna ungu yang dihasilkan dari hasil reaksi dengan larutan biuret ini.
Secara kolorimetri, protein dapat ditetapkan kadarnya dengan metode
biuret. Prinsipnya adalah bahwa ikatan peptida dapat membentuk senyawa
kompleks berwarna ungu dengan penambahan garam kupri dalam suasana basa
(Carprette, 2005). Pereaksi biuret terdiri dari campuran protein dengan sodium
hidroksida (berupa larutan) dan tembaga sulfat. Hasil dari reaksi ini adalah
berwarna violet. Reaksi ini positif untuk 2 atau lebih ikatan peptida (Harrow, 1954).
Spektrum absorbansi suatu larutan protein bervariasi tergantung pH dan sesuai
dengan susun residu asam amino (Montgomery, 1993).
Kekurangan dari metode ini adalah hasil pembacaan tidak murni
menunjukkan kadar protein saja, melainkan bisa saja kadar senyawa lain seperti
benzena, gugus fenol, dan gugus sulfhidrin juga terbaca kadarnya. Selain itu, waktu
pelaksanaannya metode ini kurang efisien ( Lehninger, 1982).
2.6 Uji Kadar Protein
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung dan
tidak langsung. Analisis protein secara langsung dilakukan dengan menggunakan
zat kimia yang spesifik terhadap protein, sedangkan penentuan secara tidak
langsung adalah dengan menghitung jumlah nitrogen yang terkandung di dalam
bahan. Penentuan kadar protein dalam suatu makanan ataupun minuman dapat
diukur dengan beberapa metode yaitu metode biuret, metode lowry, metode
bradfrod, dan metode BCA (Apriyanto, 2022). Metode yang digunakan dalam
praktikum ini adalah metode dengan kurva standar biuret. Dimana kurva standar
dibuat dari larutan induk BSA atau larutan Bovine Serum Albumin.
Pembuatan larutan standar protein bertujuan sebagai larutan pembanding
karena memberikan tingkat keakuratan yang tinggi dalam menentukan kadar
protein pada tepung mocaf. Proses pembuatan kurva standar protein diawali dengan
mengencerkan larutan stok standar protein 3 mg/ml menjadi larutan dengan
konsentrasi masing-masing 0,5; 1; 1,5; 2, dan 3 mg/ml. Kemudian terhadap
masingmasing konsentrasi larutan tersebut diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan
ke dalam gelas kimia, ditambahkan air demineral dan reagen biuret dengan
perbandingan 2 : 3.
6
Tujuan penambahan reagen biuret adalah untuk membuat larutan menjadi
berwarna akibat terbentuknya senyawa kompleks antara Cu2+ pada reagen biuret
dengan gugus amino pada protein. Reaksi biuret bergantung pada pembentukan
suatu kompleks antara ion Cu2+ dan 4 atom N-peptida pada protein dalam suasana
basa.
Terbentuknya larutan yang berwarna ini memungkinkan dilakukannya
penentuan kadar protein pada tepung mocaf secara spektrofotometer UV-Vis yang
mensyaratkan adanya larutan yang berwarna. Reaksi positif untuk metode biuret
akan ditandai dengan terbentuknya senyawa kompleks berwarna ungu. Kemudian
masing-masing larutan standar yang sudah didiamkan dimasukkan dalam kuvet dan
dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis B-One pada panjang
gelombang 520 nm (Azhar, Elvinawati, & Nurhamidah, 2019).
2.7 Spektrofotometer
Spektrofotometer merupakan instrumen penting dalam analisis kimia.
Instrumen ini digunakan untuk menguji sampel tertentu yang berorientasi pada
pengukuran kualitatif dan kuantitatif. Oleh karena itu instrumen ini penting
digunakan pada sektor pendidikan, penelitian, maupun industri (Sölvason & Foley
2015).
Pada sektor pendidikan alat ini sebagai media pendidikan untuk
meningkatkan pemahaman siswa pada pengenalan alat dan praktikum (Pastore
2016). Pada sektor penelitian berperan dalam menguji analisis senyawa secara
kuantitatif dan kualitatif pada sampel. Pada sektor industri alat ini berperan untuk
menentukan kadar bahan yang digunakan pada industripewarna makanan dan
analisis kadar senyawa pada limbah yang dihasilkan (Turak et al. 2014). Namun
untuk pemenuhan alat ini, negara Indonesia masih mengimport dari negara lain.
Oleh karena itu, kami berproyeksi mengembangkan spektrofotometer dengan biaya
murah menggunakan LED dan arduino.
Spektrofotometer UV-VIS adalah salah satu metode instrumen yang paling
sering diterapkan dalam analisis kimia untuk mendeteksi senyawa (padat/cair)
berdasarkan absorbansi foton. Agar sampel dapat menyerap foton pada daerah UV-
VIS (panjang gelombang foton 200 nm – 700 nm), biasanya sampel harus
diperlakukan atau derivatisasi, misalnya penambahan reagen dalam pembentukan
garam kompleks dan lain sebagainya. Unsur diidentifikasi melalui senyawa
7
kompleksnya. Persyaratan kualitas dan validitas kinerja hasil pengukuran
spektrofotometer dalam analisis kimia didasarkan pada acuan ISO 17025, Good
Laboratory Practice (GLP) atau rekomendasi dari Pharmacopeia (EP, DAB, USP).
2.8 TPC (Total Plate Count)
Menurut SNI 01-2332.03-2006 (BSN, 2006), TPC (Total Plate Count)
adalah metode analisis total mikroba yang digunakan untuk mengukur jumlah total
bakteri yang ada dalam suatu sampel makanan. Uji ini berguna untuk mengetahui
banyaknya mikroba yang ada pada suatu produk. Uji total mikroba dilakukan
dengan perhitungan jumlah bakteri yang ada dalam sampel dengan pengenceran
yang diperlukan. Pembuatan larutan dengan cara mencampurkan 10 gram sampel
dan dimasukkan kedalam erlenmeyer yang berisi 90 ml larutan fisiologi, kemudian
pencampuran sampel hingga homogen. Campuran tersebut diambil 1 ml dan
dimasukkan ke dalam botol berisi 9 ml larutan fisiologi sehingga diperoleh
pengenceran 10−2, kemudian sampel dicampurkan hingga homogen. Banyaknya
pengenceran dilakukan hingga pengenceran 10−5. Pengenceran sebanyak 1 ml
larutan dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo dengan menggunakan
pipet steril. Larutan media agar NA dimasukkan ke dalam cawan petri hingga
sampel tertutupi dan digoyangkan hingga merata (metode tuang). Kemudian
didiamkan beberapa saat hingga membentuk agar dan dalam kondisi aseptik.
Cawan petri yang telah berisi agar dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu
sekitar 30° 𝐶 selama yang dibutuhkan.
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah koloni bakteri antara 30-
300 koloni. Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik untuk mencegah
kontaminasi yang tidak diinginkan.
8
BAB III METODE PRAKTIKUM
9
3) Ubi kayu kemudian dipotong dalam bentuk chips dengan ketebalan kurang
lebih 1-2 mm
4) Ubi kayu yang telah dipotong kembali dicuci bersih, kemudian ditiriskan
diatas koran bekas dan keringkan dengan tissue
5) Timbang ubi kayu sebanyak 100 gram untuk setiap perlakuan, kemudian
masukkan dalam wadah plastik dan beri label setiap perlakuan 24 jam dan
48 jam
6) Pada perlakuan 0 jam, tiriskan dan masukkana 1 gram ubi kayu ke dalam
plastik ziplock dan berikan label keterangan ‘0 jam sampel untuk TPC’
yang akan digunakan sebagai sampel untuk TPC dan segera masukkan ke
dalam freezer
7) Untuk pembuatan starter yoghurt, starter yang digunakan untuk proses
fermentasi adalah dengan menggunakan yoghurt dengan konsentrasi 20%.
Yoghurt 20% dibuat dengan cara melarutkan yoghurt sebanyak sebanyaka
40 gram dan 100 ml air
8) Untuk preparasi sampel, tuangkan starter ke dalam wadah yang telah berisi
ubi kayu dengan perbandingan 1:1 sebanyak 100 gram
9) Aduk ubi kayu agar terendam secara merata, tutup wadah plastik
menggunakan plastik wrap, berikan label keterangan dan di fermentasi
sesuai dengan perlakuan yaitu 24 jam dan 48 jam
10) Untuk pembilasan dan pengeringan, ambil sampel 24 jam lalu dikocok
kemudian dipindahkan ke dalam baskom, ambil 1 gram untuk sampel TPC
dan masukkan ke dalam plastik ziplock dan berikan label keterangan ’24
jam sampel untuk TPC’ dan segera masukkan ke dalam freezer
11) Bilas sampel sekali lagi untuk menghilangkan lendir menggunakan air
12) Buat larutan gram dengan konsentrasi 20%. Garam 20% dibuat dengan
cara melarutkan garam sebanyak 40 gram ke dalam 200 ml air
13) Cuci sampel dengan larutan garam yang telah dibuat dengan tujuan
menghilangkan lendir pada sampel, dan dilanjutkan dengan air biasa
14) Tiriskan dan larutkan proses pengeringan ditempat yang tidak terkena
sinar matahari secara langsung dengan diletakkan pada kertas aluminium
foil yang dibentuk seperti wadah lalu beri label keterangan 24 jam
10
15) Proses pengeringan berakhir apabila sampel sudah kering dan bisa
dipatahkan lalu masukkan ke dalam plastik ziplock dengan label
keterangan perlakuan 24 jam (tepung) untuk diblender dan diayak hingga
menjadi tepung
16) Lakukan juga hal yang sama denngan sampel 48 jam
11
mL. reagen biuret ditambahkan sebanyak 1 mL ke dalam 1 mL campuran
larutan kemudian homogenkan dan diamkan selama 30 menit pada suhu
kamar. Absorbansi larutan diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 550 nm. Hasil absorbansi larutan dimasukkan ke dalam
persamaan y = ax + b sehingga diperoleh konsentrasi protein dari larutan
sampel. Kadar protein ditentukan berdasarkan rumus :
Kadar protein (%) = Konsentrasi protein (μg/mL) x faktor pengenceran x sampel (mL)
Berat sampel (μg)
12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
1. Hasil perhitungan pengujian kadar protein tepung mocaf terfermentasi, yaitu :
1) Penentuan kadar protein sampel tepung mocaf dengan fermentasi 0 jam
y = 1,10348x + 0,0654975
y = 0,221
0,221 = 1,10348x + 0,0654975
0,221 - 0,0654975 = 1,10348x
0,1555025 = 1,10348x
0,1555025
=x
1,10348
13
219 1
kadar protein = 100 × 100 × 100% = 0,219%
14
P3 115 132
P4 93 68
213+247 115+132
P3 = = 239 P3= = 123,5
2 2
119+150 93+68
P4 = = 134,5 P4 = = 81
2 2
1 1 1 1
239× −3 +134,5× −4 123,5× −3 +81× −4
10 10 10 10
𝑇𝑃𝐶 = 𝑇𝑃𝐶 =
2 2
239000+1345000 123500+810000
= =
2 2
933500
= 2
1584000
= = 466.750
2
= 792.000 = 470.000
= 7,9 × 105 CFU/ml = 4,7 × 105 CFU/ml
Jadi, hasil TPC fermentasi 24 jam yaitu Jadi, hasil TPC fermentasi 48 jam
7,9 × 105 CFU/ml yaitu 4,7 × 105 CFU/ml
4.2 Pembahasan
1. Pembahasan Kurva Standar Biuret dan Kurva Standar Protein
15
Gambar 1. Gambar Kurva Standar Biuret
Berdasarkan gambar 3.1 dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi
larutan BSA maka warna dari senyawa kompleks Cu akan semakin pekat. Hasil data
warna diatas selanjutnya diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer
UV-Vis pada panjang gelombang 549 nm. Penggunaaan panjang gelombang 549
nm dipilih berdasarkan warna spektrum cahaya tampak dan warna komplementer
dari senyawa kompleks Cu. Dimana pada pada panjang gelombang dengan rentang
450 sampai 550 yang menangkap yang paling maksimal menyerap warna adalah
549 nm. Kemudian dibuat kurva kalibrasi standar protein untuk menentukan kadar
protein pada tepung Mocaf. Adapun hasil dari kurva standar protein dapat diamati
pada gambar 3.2 :
16
diperoleh memiliki persamaan garis yaitu y = 1,10348x + 0,0654975 dan
koefisien korelasi sebesar R2 = 0,98588.
Hal ini menunjukkan bahwa kurva standar protein secara
spektrofotometri UV-Vis dapat dijadikan sebagai kurva penentuan kadar
tepung mocaf karena sudah memenuhi syarat korelasi yaitu 0,9 < 𝑅 2 > 1.
Kemudian terhadap masing-masing larutan diukur absorbansinya dengan
menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis menggunakan panjang
gelombang 549 nm.
17
Standar Nasional Indonesia 01-2891-2009 yang menyatakan bahwa kadar
asam laktat produk fermentasi Lactobacillus casei dapat meningkat pada
kisaran 0,5% - 2,0%.
Proses fermentasi oleh bakteri L. casei menyebabkan substrat pati
mengalami perombakan dan menghasilkan sejumlah besar asam laktat.
Keberadaan asam laktat ini menyebabkan penurunan pH dalam lingkungan
fermentasi. Dalam kondisi ini, protein mengalami hidrolisis menjadi asam
amino, yang pada gilirannya meningkatkan kadar protein (Phaustina, Daulay,
Ridwanto, & Putri, 2023). Bakteri Lactobacillus casei merupakan jenis
bakteri yang mampu menghasilkan asam laktat melalui fermentasi glukosa,
dan proses fermentasi ini bersifat homofermentatif yang menghasilkan laktat
murni hampir 85%.
Pada perlakuan lama fermentasi 48 jam terjadi penurunan kadar
protein. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu terjadi saat
menghomogenkan sampel tidak rata, pengambilan sampel tidak dilakukan
dengan benar atau tidak representatif, Kontaminasi silang, Kehilangan
protein selama pemrosesan (Proses pengolahan tepung mocaf, seperti
perajangan atau penggilingan, dapat menyebabkan kehilangan sebagian
protein). Penurunan kadar protein juga dapat terjadi karena pada waktu
fermentasi proses metabolisme Lactobacillus casei berhenti sehingga tidak
menghasilkan enzim. Penurunan kadar protein mocaf ini berhubungan
dengan aktivitas antioksidannya. Penurunan kandungan protein juga dapat
terjadi akibat peningkatan konsentrasi Ca(OH)2 selama perendaman. Hal ini
memungkinkan karena jenis protein yang ada dalam ubi kayu dapat larut
dalam air (Kurniawan, 2010).
18
sampel tepung mocaf fermentasi 48 jam 4,7 × 105 CFU/ml. Jumlah mikroba
yang dihasilkan pada praktikum ini memenuhi sesuai dengan Standar SNI
2011 yang diizinkan adalah maksimal 1 × 106 koloni/gram. Berdasarkan
tabel 3.2 dan tabel 3.3 menunjukkan bahwa lama fermentasi memeberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap total BAL. Dimana lama fermentasi
24 jam, berbeda nyata dengan fermentasi 48 jam dimana pada fermentasi
24 jam jumlah koloni lebih tinggi dibandingkan dengan yang 48 jam.
pertumbuhan bakteri meliputi fase lamban diikuti oleh suatu
periode pertumbuhan yang cepat (fase log), kemudian mendatar (fase
statis), dan akhirnya diikuti oleh suatu penurunan populasi sel-sel hidup
(fase kematian). Berdasarkan hasil rata-rata total BAL, pertumbuhan
mikroba selama praktikum, menunjukkan tanda-tanda memasuki fase
kematian, dikarenakan terjadi penurunan total BAL pada fermentasi 48
jam. Hal ini dapat terjadi karena kesalahan pada salah satu tahap pemrosesan
atau terjadinya kontaminasi. Adapun sumbernya diantaranya adalah melalui
udara, peralatan, rak, pengemas, dan lingkungan penyimpanan seperti suhu,
kelembaban, dan tempat. Selain itu sumber kontaminan makanan yang paling
utama salah satunya berasal pada pekerja atau pengolah makanan, peralatan
dan faktor lingkungan seperti udara, dan air (Agustina 2010). Pada saat
fermentasi kadar air dan kelembapan berpengaruh nyata terhadap jumlah
BAL, penyimpanan sampel perlakuan 48 jam memungkinan terjadinya
penurunan kelembapan sehingga BAL kekurangan kadar air bebas untuk
ditangkap, akibatnya terjadi penurunan jumlah BAL dengan perlakukan 48
jam (Wulan, 2018).
19
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Lama fermentasi mempengaruhi mutu tepung MOCAF. Tepung MOCAF
yang dihasilkan setelah lama fermentasi 24 jam dapat memenuhi parameter standar
SNI 7622- 2011, dengan mutu baik yang dibuktikan dengan kadar protein tertinggi.
dimana Berdasarkan standar mutu tepung Mocaf SNI 7622-2011 yaitu kandungan
maksimal kadar protein tepung Mocaf sebesar 1,0 %.
Kadar protein dapat menurun dikarenakan selama fermentasi, metabolisme
Lactobacillus casei terhenti sehingga enzim tidak diproduksi, dan juga karena
konsentrasi Ca(OH)2 meningkat saat direndam.
Penelitian pada sampel tepung mocaf fermentasi 24 jam dapat dilihat lebih
banyak bakteri aktif yaitu 7,9 × 105 CFU/ml dari pada sampel tepung mocaf
fermentasi 48 jam 4,7 × 105 CFU/ml. Hal ini dipengaruhi oleh kesalahan
pemrosesan dan kontaminasi melalui udara, peralatan, rak, pengemas, dan
lingkungan penyimpanan seperti suhu, kelembaban, dan tempat.
5.2 Saran
Diharapkan selama praktikum uji protein dilakukan dengan tertib dan teliti
sehingga tidak terjadi kesalahan pada satu prosespun, diharapkan juga penjelasan
yang lebih detail dan pemberian sumber pembelajaran mengenai materi uji kadar
protein agar proses praktikum dapat dipahami dengan jelas sampai pada penulisan
laporan akhir.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
Yani, A., & Akbar, M. (2018). Pembuatan Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour)
Dengan Berbagai Varietas Ubi Kayu dan Fermentasi. In A. Yani, & M.
Akbar. Palembang.
Zulaidah, A. (2011). Modifikasi Ubi Kayu Secara Biologi Menggunakan Starter
Bimo-CF Menjadi Tepung Termodifikasi Pengganti Gandum. Tesis
Magister Teknik Kimia Universitas Diponegoro.
Zwietering, M., Jongenburger, I., Rombouts, F., & Van't Riet, K. (1990). Modeling
Of The Bacterial Growth Curve. Applied and Environmental Microbiology,
56(6).
22
LAMPIRAN
23
24
Lampiran 2. Prosedur Pengujian Kadar Protein Tepung Mocaf Terfermentasi
Starter Yogurt
25
Lampiran 3. Prosedur Pengujian TPC
26
Lampiran 4. Laporan Sementara Acara 3
27