Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH TEKNOLOGI PANGAN


TEKNOLOGI MAKANAN FERMENTASI PADAT - KEJU

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
Afdilah Irawati W. 1306413454
Annisa Maulidina 1306377285
Aprila Suprihendina 1306376925
Megawati 1306377000
Natasha Kurnia S. 1306480856
Noviani Sugianto 1306480061
Ratna Sulistiarini 1306376502

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur tim penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Makalah
dengan judul “Teknologi Makanan Fermentasi Padat” ini dibuat sebagai tugas makalah mata
kuliah Teknologi Pangan.
Pada penyelesaian penelitian dan penyusunan makalah ini, penulis mendapat bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu.
Demikian besar harapan penulis agar makalah ini dapat bermanfaat dalam ilmu
teknologi pangan.Penulis menerima dengan tangan terbuka segala saran maupun kritik yang
bersifat membangun agar kedepannya dapat kami perbaiki.

Depok, September 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .............................................................................................................. i


Kata Pengantar ............................................................................................................... ii
Daftar Isi ......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2
BAB II ISI ........................................................................................................................ 3
2.1 Fermentasi ......................................................................................................... 3
2.2 Keju .................................................................................................................... 4
2.3 Kandungan Gizi pada Keju ............................................................................. 4
2.4 Manfaat Keju .................................................................................................... 5
2.5 Jenis-jenis Keju ................................................................................................. 6
2.6 Sumber Bahan Keju ......................................................................................... 8
2.7 Pembuatan Keju secara Konvensional ......................................................... 10
2.8 Pembuatan Keju secara Industrial ............................................................... 13
2.9 HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) ........................................ 13
2.10Evaluasi pada Keju ......................................................................................... 17
2.11Kemasan pada Keju ....................................................................................... 21
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 22
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 22
3.2 Saran ................................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keju merupakan bahan pangan yang sudah tidak asing di masyarakat. Keju adalah
makanan olahan dari susu yang pembuatannya dengan cara menggumpalkan susu atau krim
atau kombinasi. Di dunia, terdapat sekitar 1000 jenis keju diantaranya di Prancis sendiri
terdapat sekitar 350 jenis keju. Karakteristik, nilai gizi, dan kualitas keju sangat bergantung
pada berbagai faktor antara lain jenis susu yang digunakan (susu sapi, kambing, domba,
kerbau), metode produksi, dan kebiasaan daerah (Wirakusumah, 2007).
Keju adalah sumber protein yang baik untuk memacu kerja otak dan bermanfaat untuk
pertumbuhan tubuh karena keju kaya akan kandungan kalsium (Prabaningrum, 2014). Keju
merupakan bahan makanan yang dibuat dari proses fermentasi. Fermentasi adalah proses
memproduksi energi di dalam sel dalam keadaan anaerobik atau tanpa oksigen. Fermentasi
dapat merupakan cara pengawetan yaitu dengan menggandakan jumlah mikroba dan
mengaktifkan metabolismenya di dalam makananan. Reaksi yang terjadi dalam proses
fermentasi berbeda-beda dan tergantung dari jenis gula, ragi, dan jenis olahan yang akan
dihasilkan (Saptoningsih dan Jatnika, 2012).
Berbagai macam manfaat dapat diperoleh dari keju. Keju juga merupakan bahan
makanan yang sekarang sering digunakan oleh masyarakat untuk membuat roti, kue cemilan,
makanan pesta, bahkan makanan sehari-hari. Oleh karena itu, pengetahuan dalam mengetahui
bagaimana cara pembuatan keju dalam skala besar sangat penting diketahui. Hal ini dapat
menjadi bekal nanti jika kita mau menjadi enterpreneur ataupun jika kita nanti kerja di industri
makanan.

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan yang dapat diambil dari topik dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud fermentasi dan contoh fermentasi makanan padat?
2. Apa saja gizi yang terkandung di dalam keju dan manfaat keju?
3. Apa saja jenis-jenis keju dan sumber bahan dan komponen keju?
4. Bagaimana cara pembuatan keju konvensional dan industrial?
5. Bagaimana HACCP, evaluasi dan kemasan produk?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui apa yang dimaksud fermentasi dan contoh fermentasi makanan padat.
2. Mengetahui dan menjelaskan salah satu contoh fermentasi makanan padat baik dari
komponen, manfaat, jenis, dan cara pembuatannya.
3. Menjelaskan apa yang dimaksud HACCP, evaluasi, dan kemasan produk.

2
BAB II
ISI

2.12 Fermentasi
Fermentasi merupakan jenis proses katabolisme. Katabolisme adalah penguraian atau
pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa lebih sederhana untuk menghasilkan energi.
Fermentasi adalah perubahan glukosa secara anaerob yang meliputi glikolisis dan
pembentukan NAD. Sebagai hasil dari fermentasi, setiap molekul glukosa akan menghasilkan
2 molekul ATP. Fermentasi dapat dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut.

1. Fermentasi Alkohol

Gambar 2.1. Fermentasi Alkohol

Asam piruvat diubah menjadi etanol atau etil alkohol. Reaksi dimulai dengan pembebasan
CO2 dari asam piruvat sehingga membentuk asetaldehid. Kemudian dilanjutkan dengan
direduksinya asetaldehid oleh NADH menjadi etil alkohol. NAD yang dibentuk digunakan
untuk glikolisis. Sel ragi dan bakteri melakukan respirasi secara anaerob. Contoh fermentasi
ini diterapkan dalam pembuatan roti dimana hasil fermentasi berupa CO2 dimanfaatkan untuk
mengembangkan adonan roti.

2. Fermentasi Asam Laktat

Gambar 2.2. Fermentasi Asam Laktat


3
Proses fermentasi ini adalah fermentasi yang menghasilkan asam laktat. Proses dimulai
dengan proses glikolisis yang menghasilkan asam piruvat, kemudian dilanjutkan dengan
perubahan asam piruvat menjadi asam laktat. Pada fermentasi asam laktat, asam piruvat
bereaksi secara langsung dengan NADH membentuk asam laktat. Contoh asam laktat adalah
pembentukan keju dan yoghurt.

2.13 Keju

Keju merupakan salah satu hasil susu fermentasi yang mempunyai rasa gurih dan berwarna
kekuningan. Keju adalah makanan yang dibuat dari dadih susu yang dipisahkan, yang diperoleh
dengan pengumpulan bagian casein dari susu dan susu skim. Pengumpulan ini terjadi dengan
adanya enzim rennet (dapat juga digunakan enzim lainnya), dengan meningkatkan keasaman
susu melalui fermentasi asam laktat, atau dengan kombinasi kedua teknik ini. Keju terbuat dari
susu sapi mengandung berbagai mineral dan bermacam-macam vitamin. Kandungan yang
terdapat dalam keju adalah protein (12,70-23,06%) dan lemak (20,4-33,53%) dari berat basah.

2.14 Kandungan Gizi pada Keju

Menurut Soeparno (2002), kandungan gizi yang terdapat pada keju dalam berat 100 gram
adalah sebagai berikut:

Kandungan Jumlah
Energi 392 Kkal
Protein 23,7 gram
Kalsium 0,87 mg
Fosfor 0,61 mg
Vitamin A 1740 IU
Vitamin B 12 IU
Vitamin D 0,0015 mg
Riboflavin 0,50 mg

Tabel 2.1. Kandungan Gizi pada Keju (dalam berat 100 gram dan 30 gram)

Selain itu, menurut The Nutritional Composition of Dairy products, Dairy Council,
komponen-komponen bermanfaat yang ada pada keju adalah sebagai berikut:

4
Gambar 2.3. Kandungan Gizi pada Keju (dalam berat 100 gram dan 30 gram)

2.15 Manfaat Keju

Setiap zat yang dimiliki keju memiliki berbagai manfaatnya masing-masing. Berikut adalah
manfaat keju bagi kesehatan tubuh berdasarkan komponen-komponen utamanya.

 Protein
Protein dapat membantu dalam pembentukan dan perbaikan jaringan-
jaringan tubuh yang rusak, membantu kontraksi otot dan penting dalam
mentranspor nutrien-nutrien.

5
 Kalsium
Kalsium bermanfaat dalam mempertahankan kesehatan tulang dan gigi,
serta penting untuk tulang, kontraksi otot dan pembekuan darah.
 Zinc
Keju kaya akan zinc, yang mana zinc dapat membantu penyembuhan
luka dan meningkatkan imunitas tubuh.
 Fosfor
Fosfor berperan sebagai pembentuk ATP untuk produksi energi dan
pembentuk tulang dan gigi.
 Vitamin A
Vitamin A yang terkandung pada keju dapat memberikan berbagai
manfaat kesehatan, yaitu dalam menjaga penglihatan, kulit dan sistem imun,
serta penting untuk pertumbuhan tulang.
 Vitamin B12
Vitamin B yang paling banyak terdapat pada keju adalah Vitamin B12.
Vitamin B12 berperan dalam membantu proses terbentuknya sel darah merah
dan penting untuk fungsi saraf dan sistem imun
 Selenium
Selenium pada keju berperan dalam membantu sintesa suatu enzim
antioksidan.

2.16 Jenis-jenis Keju


Keju dapat dibagi menjadi lima kategori berdasarkan komposisi substansi non-lemak,
yaitu keju fresh, keju soft, keju semi-soft, keju semi-hard, dan keju hard. Substansi non-lemak
mengacu pada volume keju total tanpa lemak. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing
keju tersebut.
 Keju Fresh, adalah keju yang mengandung kelembapan sebesar 73%. Contohnya adalah
Cantadou, feta, mascarpone, mozzarella, dan ricotta.
 Keju Soft, adalah keju yang mengandung kelembapan sebesar 67%. Contohnya adalah
Camembert dan brie.
 Keju Semi-soft, adalah keju yang mengandung kelembapan sebesar 61-69%. Contohnya
adalah bonbel, fontina, dan stilton.

6
 Keju Semi-Hard, adalah keju yang mengandung kelembapan sebesar 54-63%. Contohnya
adalah edam, emmenthaler, gouda, gruyere dan manchego.
 Keju Hard, adalah keju yang mengandung kelembapan sebesar < 56%. Contohnya adalah
parmesan, pecorino, dan provolone.

Keju Mozarella Keju Camembert

Keju Fontina Keju Edam Keju Parmesan


Gambar 2.3. Contoh dari jenis-jenis keju berdasarkan substansi non-lemak

Selain berdasarkan substansi non-lemak, keju juga dapat dikelompokkan menjadi tiga
kategori utama berdasarkan keberadaan jamur yang merupakan hal penting, yaitu:
 Soft ripened cheeses
Merupakan jenis keju yang terbuat dari susu sapi dengan penambahan starter culture
yaitu Penicillium candidum atau Penicillium camemberti. Mempunyai ciri khas yaitu
tengah yang creamy, rasa sejuk, dan lapisan luar tipis dengan kandungan kelembaban
yang khas antara 50 - 75%
 Washed rind cheeses
Keju yang kulitnya dicuci dengan air garam (atau dibasahi) untuk menyediakan
lingkungan yang sesuai untuk Brevibacterium linen dan mengendalikan pertumbuhan
jamur yang tidak diinginkan. Bakteri yang berkembang bertanggung jawab atas
karakteristik unik dari kulit keju, warna kemerahan, dan bau yang menyengat.
 Blue cheeses
Jamur yang bertanggung jawab dalam pembuatan Blue cheeses adalah Penicillium
roqueforti. Nama tersebut diambil dari nama kota di prancis yaitu kota Roquefort yang

7
merupakan asal keju tersebut terkenal di dunia. Penicillium roqueforti membuat keju
berwarna biru. Pada permukaan keju yang merupakan tempat berlimpahnya udara dan
kultur jamur berkembang. Miseliumnya mulai membentuk serat yang padat. Spora yang
dihasilkan memberikan warna biru.

2.17 Sumber Bahan Keju


Bahan-bahan yang digunakan pada keju adalah sebagai berikut:

a. Bahan Utama
Keju alami terbuat dari empat bahan utama yaitu susu, garam, kultur starter dan
enzim yang disebut rennet. Nutrisi yang ditemukan dalam keju (misalnya kalsium,
protein, dan fosfor) ada karena susu adalah bahan utama di keju (National Dairy
Council, 2011). Keju merupakan suatu produk pangan yang berasal dari hasil
penggumpalan (koagulasi) dari protein susu, terutama kasein (Rahmawati,
Sumarmono, & Widayaka, 2014). Susu yang digunakan untuk pembuatan keju adalah
susu sapi walaupun susu dari hewan lainnya juga dapat digunakan. Susu adalah bahan
yang paling penting dalam pembuatan keju. Protein susu memegang peranan penting
dalam pembuatan keju (Sari, Sustiyah, & Legowo, 2014). Pembuatan keju
menyebabkan bagian protein susu membeku dan menghasilkan dadih (curd).
Sedangkan garam diperlukan untuk menyelesaikan transformasi susu cair menjadi keju.
Garam juga bertindak sebagai preservatif alami (National Dairy Council, 2011).
Kultur starter adalah bakteri baik yang membantu mematangkan susu dengan
meningkatkan tingkat keasaman. Kultur bekerja dengan memfermentasi laktosa dalam
susu dan memulai produksi asam laktat, yang memungkinkan sejumlah perubahan
terjadi. Fermentasi ini membantu mendikte kadar air dan mineral dari dadih (curd) serta
memiliki peran besar dalam menentukan rasa, tekstur, dan karakteristik keju. Kultur
ditambahkan saat susu mencapai suhu tertentu. Setiap kultur memiliki suhu yang ideal
untuk tumbuh. Untuk menghasilkan produksi kultur yang baik, diperlukan suhu yang
tepat untuk menciptakan lingkungan ideal untuk pengembangan asam yang tepat.
Mikroorganisme yang paling banyak digunakan dalam starter, khususnya starter
keju adalah kelompok bakteri asam laktat (BAL) yang menghasilkan asam, terutama
asam laktat dengan memfermentasikan laktosa. Galur-galur bakteri asam laktat yang
biasa digunakan sebagai kultur untuk starter keju adalah spesies-spesies yang termasuk
genus Streptococcus (Purwoko, Sutarno, & Estikomah, 2000). Streptococcus,

8
Lactobacillus, dan Lactococcus lactis adalah kultur starter yang biasanya digunakan
(Tsevdos, 2015).
Rennet dalam enzim digunakan untuk menggumpalkan susu. Ketika
ditambahkan ke susu akan menyebabkan protein menjadi padat dan susu akan terpisah
menjadi dadih (curd) dan whey. Alaminya, susu akan menjadi padat dengan sendirinya,
disebabkan oleh pengembangan asam yang tinggi. Rennet ditambahkan untuk
memadatkan susu sebelum kadar asam naik terlalu tinggi dan menciptakan rasa yang
tidak enak.
b. Bahan Pengisi
Bahan pengisi adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air tetapi
mempunyai pengaruh yang kecil terhadap emulsi. Bahan pengisi merupakan fraksi
yang ditambahkan dan mempunyai sifat dapat mengikat air dan membentuk gel
(Wardana, 2012).
1) Pati Jagung (Maizena)
Pati jagung atau yang lebih dikenal sebagai maizena adalah pati yang berasal dari
sari pati jagung dengan kandungan pati dan kandungan gluten yang tinggi. Pati
jagung juga tidak mudah mengalami gelatinisasi dibandingkan dengan pati kentang
atau pati tapioka tetapi lebih tahan dan stabil terhadap tekanan dan gaya tarik. Pati
jagung dapat digunakan sebagai bahan pengisi (filler) karena sifat-sifat
gelatinisasinya yang menyebakan adonan yang kokoh dan padat pada saat
pencampuran (Wardana, 2012).
2) Tepung Beras
Karakteristik gel dari pati tepung beras ini adalah terbentuknya gel yang lembut dan
creamy mouthfeel sehingga dapat digunakan sebagai pengganti lemak dalam
produk pangan (Wardana, 2012).
c. Bahan Tambahan
1) Asam Cuka
Asam cuka merupakan koagulan (bahan penggumpal) yang baik dalam pembuatan
keju. Asam cuka juga banyak digunakan sebagai bahan pengawet adalah karena
harganya murah, mudah diperoleh dan toksisitasnya rendah. Pengaruh
penghambatan terhadap mikroorganisme disebabkan oleh pH (Wardana, 2012).
2) Susu Skim
Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau
seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan susu, sedikit lemak dan

9
vitamin yang larut dalam lemak. Penggunaanya dalam pengolahan pangan dapat
berfungsi sebagai penstabil emulsi, pengikat air, koagulasi, dan lain-lain. Susu
kering tanpa lemak ini mempunyai kemampuan untuk mengemulsikan lemak yang
terbatas, karena kasein yang dimilikinya berkombinasi dengan sejumlah kalsium
(Ca), sehingga tidak mudah larut dalam air (Wardana, 2012).
3) Dinatrium Hidroksi Phosphat (Na2HPO4)
Dinatrium hidrogen fosfat digunakan pada proses pembuatan keju olahan karena
dapat membentuk tekstur yang kompak. Penambahan bahan pengemulsi dalam
pembuatan keju olahan adalah untuk memindahkan kalsium dari sistem protein,
memecah protein menjadi peptida-peptida, melarutkan dan mendispersi protein,
menghidrasi dan membengkakkan protein, menstabilkan emulsi, mengontrol dan
menstabilkan pH serta membentuk struktur yang kompak setelah pendinginan.
Selain sifatnya sebagai bahan pengemulsi, garam tersebut juga menstabilkan pH
keju olahan dan mencegah pemisahan air selama penyimpanan (Wardana, 2012).
4) Air
Air digunakan dalam pembuatan keju olahan untuk membantu proses pengolahan.
Selain itu, air dalam produk susu juga sangat penting untuk pertumbuhan
mikroorganisme dan sebagai plasticizer dari padatan bukan lemak susu (Wardana,
2012).

2.18 Pembuatan Keju secara Konvensional


Prinsip pembuatan keju adalah fermentasi asam laktat yang terdapat dalam susu (O'Connor,
1993). Keju adalah dadih susu (milk curd), suatu bahan yang terbentuk dari koagulasi susu oleh
rennet dan asam yang dipisahkan dari bagian cair (whey) dan ditekan atau dibentuk menjadi
massa padat (Traditional Cheesemaking, 1989). Rennet merupakan enzim penggumpal yang
biasa terdapat dalam lambung sapi dan/atau bakteri yang dapat mengasamkan susu (O'Connor,
1993). Keju mengandung konsentrat susu padat, air, rennet, kultur bakteri, garam, dan
terkadang kalsium klorida. Kalsium klorida diperlukan untuk mengimbangi hilangnya kalsium
bebas dalam susu akibat proses pasteurisasi (Traditional Cheesemaking, 1989).

2.18.1 Alat dan Bahan


Pada proses pembuatan keju, diperlukan alat dan bahan sebagai berikut (O'Connor, 1993):

10
1. Susu
Susu merupakan bahan dasar pembuatan keju sebagai sumber kasein atau protein susu.
Susu berkualitas baik diperoleh dari sapi, domba, kambing, dan lain-lain. Pengetahuan
tentang komposisi kimia dan kualitas biologi susu diperlukan jika ingin dihasilkan keju
berkualitas.
2. Starter atau kultur bakteri
Kultur bakteri digunakan untuk proses fermentasi. Organisme yang digunakan
berfungsi spesifik seperti mengasamkan dan mengasilkan karakteristik tertentu. Bakteri
yang digunakan dalam pembuatan keju, umumnya yaitu Streptococcu lactis, Lactobacillus
plantarum, Lactobaciluus bulgaricus, dan Streptococcus thermophilus.
3. Koagulan
Rennet sering digunakan untuk membentuk protein susu menjadi sebuah gumpalan
dadih (curd) dan bagian yang cair (whey). Rennet merupakan koagulan yang sering
digunakan, namun koagulan lain dapat digunakan seperti ekstrak jus dan tanaman, misal
lemon dan Calotropis procera.
4. Garam
Garam digunakan untuk menambah rasa dan membunuh bakteri merugikan. Natrium
klorida dapat ditambahkan dalam beberapa keju, jumlah dan metode tergantung resepnya.
Garam dapat ditambahkan langsung ke dalam susu atau dadih, di gosok pada keju, atau
keju dapat direndam dalam larutan air garam
5. Bahan kimia
Kalsium klorida dan natrium nitrat diperlukan pada pembuatan beberapa jenis keju untuk
meningkatkan kualitas dadih dan menghambat pertumbuhan bakteri merugikan.

2.18.2 Cara Pembuatan Keju Konvensional


Berikut merupakan tahap-tahap pembuatan keju secara konvensional (O'Connor, 1993):
1. Milk treatment
Proses pembuatan keju diawali dengan pemanasan atau pasteurisasi susu segar, kecuali
pada jenis-jenis keju tertentu seperti Emmentaler dari Swiss yang menggunakan susu
mentah. Pasteurisasi dilakukan pada suhu 72-76⁰C selama 15-20 detik untuk membunuh
bakteri patogen dan mengurasi jumlah mikroba.
2. Pengasaman atau fermentasi

11
Setelah dilakukan pemanasan, susu dibiarkan hingga suhu 32-34⁰C. Kemudian
ditambahkan kultur bakteri atau dapat digunakan whey dari pembuatan keju sebelumnya
(natural fermentation) dan diaduk merata.
3. Pembentukan dadih atau curd (coagulation)
Zat pembantu penggumpalan ditambahkan kedalam susu dan diaduk hingga tercampur
merata. Koagulasi dihasilkan pada kondisi suhu dan waktu tertentu, kasein susu menjadi
massa gumpalan (curd) dan bagian cair terpisah.
4. Pengolahan curd
Gumpalan (curd) dipotong-potong menjadi bagian-bagian yang sama besar, agar
bagian yang cair (whey) semakin banyak yang keluar. Semakin kecil potongan, semakin
sedikit cairan yang dikandung oleh keju nantinya, sehingga keju semakin keras.
5. Pemisahan curd dan whey
Sebelum dilakukan pemisahan, curd dan whey dpanaskan untuk mengurangi mikroba
saat pengolahan curd. Pemisahan curd dan whey dilakukan agar kandungan air berkurang
dan curd dapat dicetak. Curd dipisahkan menggunakan kain dan ditekan hingga air habis.
Curd dimasukan pada cetakan sesuai ukuran yang dinginkan.
6. Salting
Bakal keju ditambahkan kedalam larutan garam. Larutan garam membentuk dan
mengerasakan bagian kulit luar keju.
7. Pematangan dan pemeraman keju
Bakal keju dimatangkan dalam kondisi dan waktu tertentu. Semakin lama dimatangkan,
keju akan semakin keras. Selama proses pematangan, keju dijaga agar berada pada suhu
dan tingkat kelembaban tertentu hingga siap dimakan.
Selain menggunakan rennet, pembuatan keju secara konvensional juga dapat digunakan
ekstrak jus dari lemon. Berikut tahapan pembuatan keju menggunakan air jeruk lemon (Cheese
Making, 2017):
1. Pembuatan keju dimulai dengan memanaskan susu dan dilakukan pengadukan agar tidak
hangus dan lengket. Setelah mendidih, uap panas dibiarkan keluar.
2. Kemudian ditambahkan ekstrak jus lemon untuk memisahkan curd dan whey.
3. Susu diaduk merata selama kurang lebih beberapa menit.
4. Susu didiamkan hingga terbentuk gumpalan, lalu pisahkan curd dan whey hingga benar-
benar terpisah.

12
5. Kemudian bagian curd ditambahkan garam secukupnya, dicampurkan secara merata dan
masukkan kedalam wadah bersih
6. Setelah suhu mulai mendekati suhu ruang, masukkan dalam lemari es. Keju siap dinikmati.

2.19 Pembuatan Keju secara Industrial


Pada dasarnya, proses pembuatan keju adalah proses dehidrasi susu sehingga kasein, lemak
dan mineralnya terkonsenterasi 6-12 kali lipat. Secara umum, proses pembuatan keju pada
skala industri hampir sama proses konvensional, hanya saja skala produksi menjadi lebih besar,
yakni pasteurisasi, asidifikasi, koagulasi, dehidrasi, dan penggaraman. Selanjutnya, dilakukan
proses pencetakan (moulding), pematangan, pengemasan, dan akhirnya pendistribusian.

Gambar 2.4. Cara Pembuatan Keju pada Skala Industri

2.20 HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

HACCP adalah sistem manajemen pengawasan dan pengendalian pangan secara preventif
yang ilmiah, rasional, dan sistematis untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan
bahaya (hazard) mulai dari bahan baku, proses produksi, manufakturing, penanganan dan
penggunaan bahan pangan untuk menjamin bahan tersebut aman bila dikonsumsi. Berikut
pengertian dari beberapa istilah yang biasa ditemukan pada HACCP.

13
A. Bahaya (Hazard)

Bahaya adalah suatu sifat-sifat biologis/mikrobiologis, kimia, fisika yang dapat


menyebabkan bahan pangan (makanan) menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Berikut
pembagian bahaya berdasarkan sifatnya:
(1) Bahaya Biologis/Mikrobiologis, disebabkan oleh bakteri patogen, virus atau parasit
yang dapat menyebabkan keracunan, penyakit infeksi atau infestasi. Contohnya adalah E.
coli patogenik, Listeria monocytogenes, Bacillus sp., Clostridium sp., Virus hepatitis A, dan
lain;
(2) Bahaya Kimia, disebabkan oleh toksin alami atau bahan kimia yang beracun.
Contohnya adalah aflatoksin, histamin, toksin jamur, toksin kerang, alkoloid pirolizidin,
pestisida, antibiotika, hormon pertumbuhan, logam-logam berat (Pb, Zn, Ag, Hg, sianida),
bahan pengawet (nitrit, sulfit), pewarna (amaranth, rhodamin B, methanyl jellow), lubrikan,
sanitizer, dan sebagainya ;
(3) Bahaya Fisik, disebabkan oleh benda-benda asing yang seharusnya tidak boleh terdapat
di dalam makanan. Contohnya adalah pecahan gelas, potongan kayu, kerikil, logam,
serangga, potongan tulang, plastik, bagian tubuh (rambut), sisik, duri, kulit dan lain-lain.

B. Titik kendali (control point/CP)

Titik kendali adalah tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang
dapat mengendalikan faktor bahaya biologi/mikrobiologi, kimia atau fisika.

C. Titik kendali kritis (Critical Control Point/CCP)

Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang jika tidak
terkendali dapat mengakibatkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan

D. Pemantauan

Pengamanan atau pengukuran untuk menetapkan apakah CCP dapat dikendalikan


dengan baik serta menghasilkan catatan untuk selanjutnya digunakan dalam verifikasi.

E. Tindak koreksi

Tindak koreksi adalah tindakan yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan pada
CCP.
Keju merupakan jenis pangan dengan tingkat resiko sedang. Produk dapat diproses,
tetapi penyimpangan harus diperbaiki dalam waktu singkat (dalam beberapa hari/minggu)

14
sehingga diperlukan pemantauan khusus sampai semua penyimpangan dikoreksi /diperbaiki
(Cartwright & Latifah, 2017).

Langkah Bahaya Langkah Critical Pemantauan Tindakan


pencegahan limits prosedur Koreksi
CCP1 Kontaminasi Memasok Tidak ada Melakukan Mengganti
Penerimaan mikrobiologi, rennet, bahan pemastian pemasok,
susu kimia dan Memasok tidak kualitas pelatihan
fisika bahan kemasan terkualifik pasokan operator
yang asi yang
terkualifikasi digunakan
CCP2 Keberadaan Cek alat Pengatura Cek suhu dan Atur suhu
Pasterisasi bakteri pasterisasi: n waktu, cek dan waktu
patogen  Cek plat temperatur apakah alat dengan
seperti E.coli, pemanas pada suhu berjalan baik, benar,
Staphylococc  Cek 72oC, 15 pengaturan menelepon
us aureus, pengatur detik supervisor teknisi
Bacillus suhu dan untuk
cereus.  Cek penyimpanan perbaikan
pembagi catatan
aliran
CCP 3 Kontaminasi Kadar garam %garam= Pencatatan Dadih yang
Penggaraman mikrobiologi yang benar, 5% dan tidak
pencampuran pengetesan tergarami
dengan cara dengan
yang benar benar tidak
selama boleh
penggaraman menjalani
proses lebih
lanjut

15
CCP 4 Kontaminasi Laju Rennet :10 Cek laju Pengecekan
Rennet mikroba, penambahan 0ml/100kg penambahan pH,
kontaminasi yang tepat, agigator rennet dan pelatihan
fisik pengadukan konsentrat pH, cek operator,
yang benar pada kecepatan perubahan
tingkat agigator kecepatan
medium pengadukan
CCP 5 Kontaminasi Atur suhu Suhu 32oC Cek Atur
Try filling mikroba termometer, pemanas
penyimpanan untuk
catatan merubah
suhu

CCP 6 Kontaminasi Pengaturan Suhu 40- Cek suhu dan Reject


o
Koagulasi mikroba, waktu yang 45 C, waktu dan product
kontaminasi tepat dan waktu 30- alat
fisik pencatatan, 60 menit pengadukan,
pengeluaran penyimpanan
alat pengaduk catatan
dari tangki

CCP 7 Kontaminasi Pengaturan Pengecekan Penyesuaian


Pemotongan mikroba waktu dan suhu suhu/waktu, pemanas
yang tepat penyimpanan untuk
catatan merubah
suhu,
pelatihan
operator

Tabel 2.2. Tabel Penggolongan HACCP

Setiap bahaya kritis potensial dapat terjadi selama proses produksi UF White Cheese.
Berdasarkan tabel, penerimaan susu merupakan CCP karena tingkat keasaman yang tinggi
(bahaya kimia) tidak dapat dieliminasi langkah selanjutnya. Pasterisasi, pemoresesan, dan

16
pengemasan juga termasuk CCP karena langkah selanjutnya pada diagram tidak dapat
mengeleminasi bahaya. Untuk mencegahnya, diperlukan pengendalian waktu dan suhu dan
penerapan good manufacturing practices (GMP). Waktu, suhu dan batasan GMP sebaiknya
diterapkan pada setiap langkah yang berada di kondisi critical limits untuk menghindari
terjadinya bahaya. Selain pemeriksaan visual; pengukuran temperatur, pH dan waktu secara
berkelanjutan adalah prosedur pemantauan yang dapat mencegah penyimpangan dari critical
limits. Sedangkan, tindakan korektif dapat digunakan apabila produk dibuat ketika terjadi
penyimpangan dari critical limits. Pencatatan dapat juga digunakan untuk perbaikan rencana
HACCP di masa yang akan datang (El-hofi, El-tanboly, & Ismail, 2010)

2.21 Evaluasi pada Keju


Evaluasi pada keju merupakan suatu langkah pengujian untuk memastikan apakah keju
yang diproduksi sesuai dengan mutu yang ditetapkan atau tidak. Evaluasi dapat dilakukan
ketika keju masih dalam tahap produksi atau disebut juga sebagai in process control (IPC)
seperti pengujian batas mikroba. Evaluasi juga dapat dilakukan di akhir tahap produksi yakni
ketika produk keju telah jadi atau disebut juga post process control (PPC). Adapun evaluasi-
evaluasi yang umumnya dilakukan dalam proses produksi keju antara lain:
1. Evaluasi Sensorik
Evaluasi sensorik merupakan pengamatan keju secara fisik. Parameter yang
diamati meliputi rasa, tekstur, warna, dan bau. Adapun kriteria keberterimaan dari
parameter-parameter tersebut bergantung dari ciri khas keju yang diproduksi oleh
produsen.
2. Evaluasi Mikrobiologi
Mikroba patogen harus diawasi batasnya agar tidak meracuni makanan yang
diproduksi. Adapun mikroba patogen yang harus diawasi antara lain:

Jenis mikroba Patogen Batas maksimum

E. coli 10/g
Salmonella sp. Negatif/25g
Staphylococcus aureus 1x102 koloni/g
Listeria monocytogenes Negatif/25g
[Sumber: SNI 7388:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Makanan]

17
Cara pengujian batas mikroba yakni sebagai berikut:
a. Sampel diencerkan menjadi 10-1, 10-2, 10-3, 10-4 dan 10-5. Pengenceran dilakukan
dengan cara mempersiapkan 5 tabung reaksi yang berisi 9 ml Buffer Peptone Water
(BPW).
b. Satu mililiter keju yang dicairkan dimasukkan ke tabung pertama, maka didapatkan
pengenceran keju 10-1. Selanjutnya, 1 ml keju dari tabung pengenceran 10-1
dimasukkan ke tabung kedua, maka didapatkan pengenceran 10-2. Selanjutnya, 1 ml
keju dari tabung pengenceran 10-2 dimasukkan ke tabung ketiga, maka didapatkan
pengenceran 10-3 . Selanjutnya, 1 ml keju dari tabung pengenceran 10-3 dimasukkan
ke tabung keempat, maka didapatkan pengenceran 10-4 . Selanjutnya, 1 ml keju dari
tabung pengenceran 10-4 dimasukkan ke tabung kelima, maka didapatkan
pengenceran 10-5.
c. Sampel dengan pengenceran 10-3 ,10-4 , dan 10-5 selanjutnya masing-masing
diambil 1 ml dan dimasukkan ke cawan petri.
d. Kemudian, kira - kira 15 ml PCA cair (diamkan dalam penangas 55°C)
ditambahkan ke dalam cawan petri. Cawan diputar ke depan dan ke belakang
(dengan cara manual) atau membentuk angka delapan agar larutan contoh dan
media PCA tercampur seluruhnya dan didiamkan sampai menjadi padat. Cawan
petri diletakkan pada o posisi terbalik dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24
jam.

Uji batas mikroba dilaporkan sebagai cawan spreader bila cawan banyak
ditumbuhi oleh rantai koloni bakteri tidak terpisah secara jelas dengan total area yang
melebihi 75%. Rata-rata jumlah koloni dari setiap pengenceran, kemudian dilaporkan
jumlahnya sebagai batas mikroba. Angka dibulatkan menjadi 2 angka yang sesuai,
bila angka ketiga sama dengan 6 atau di atasnya, maka angka ketiga menjadi 0 (nol)
dan angka kedua naik 1 angka, misalnya 456 menjadi 460 atau 4,6x102 . Bila angka
ketiga 4 atau di bawahnya, maka angka ketiga menjadi 0 (nol) dan angka kedua tetap,
misal 454 menjadi 450 atau 4,5x102. Bila angka ketiga 5, maka angka tersebut dapat
dibulatkan menjadi 0 (nol) dan angka kedua adalah angka genap, misal 445 menjadi
440 atau 4,4x102. Bila angka ketiganya 5, maka angka tersebut dapat dibulatkan
menjadi 0 (nol) dan angka kedua dibulatkan ke angka genap terdekat, misal 455
menjadi 460 atau 4,6x102.

18
3. Evaluasi Kimia
Evaluasi kimia dilakukan untuk mengevaluasi parameter-parameter kimiawi yang
terdapat pada keju. Adapun parameter yang dianalisis adalah sebagai berikut:
a. Kadar Air
Kadar air (% kebasahan) dari keju ditentukan dengan menggunakan alat
moisture analyzer. Sebelum dilakukan pengukuran, alat terlebih dahulu
dipanaskan selama 10 menit. Kemudian, sejumlah sampel (100 mg) diambil dan
diletakkan diatas wadah alumunium. Pengukuran dilakukan pada suhu 102±2oC.
Angka yang terbaca pada alat menunjukkan presentase bobot sampel.
Keberterimaan kadar air tergantung pada jenis keju yang diproduksi, karena kadar
air menentukan tekstur dari sediaan yang dibuat.
b. Kadar Protein
Penetapan kadar protein digunakan untuk menganalisis kandungan protein yang
terdapat pada keju. Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode Kjehdal
dimana prinsip dari metode tersebut adalah pengukuran kandungan nitrogen rata-
rata di dalam bahan pangan. Kandungan nitrogen dalam bahan pangan umumnya
16% sehingga faktor 6,25 dapat digunakan untuk mengonversi kadar nitrogen
menjadi kadar protein.
Kadar protein ditentukan dengan cara menimbang keju sejumlah 0,1-0,15 g
kemudian ditambahkan 40 mg HgO, 1,9 g K2HSO4, dan 2 mL H2SO4. Batu didih
dimasukkan ke dalam sampel kemudian sampel dididihkan selama kurang lebih
1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Sampel didinginkan dan ditambahkan
sejumlah kecil akuades sedikit demi sedikit. Isi labu dipindahkan ke dalam alat
destilasi dan labu dibilas dengan akuades 1-2 mL yang juga dituangkan ke alat
destilasi. Erlenmeyer 100 mL yang berisi 5 mL larutan H2BO3 dan 4 tetes
indikator (campuran 2 bagian metil merah 0,2% dalam alkohol dan satu bagian
metilen blue 0,2% dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor, kemudian
ditambahkan 8-10 mL larutan NaOH-Na2SO3 dan dilakukan destilasi sampai
tertampung kira-kira 40 mL destilat yang berwarna hijau dalam erlenmeyer.
Tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam
erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 mL
kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi
ungu kembali. Penetapan blangko juga dilakukan. Kadar nitrogen dihitung
dengan menggunakan rumus:

19
(mL HCl − mL blangko)x N HCl x 0,014
Kadar N (%) = x 100%
Sampel (g)
% Protein = % N x faktor konversi (6,25)
c. Kadar Lemak
Penetapan kadar lemak digunakan untuk menganalisis kandungan lemak yang
terdapat pada keju. Penentuan kadar lemak dilakukan dengan metode Gerber
dimana prinsip dari metode tersebut adalah pemisahan lemak dengan
menambahkan asam sulfat ke dalam keju kemudian diikuti sentrifugasi. Lemak
yang terpisah kemudian ditentukan jumlahnya menggunakan skala pada tabung.
Keju yang dicairkan dimasukkan ke dalam Butyrometer kemudian dimasukkan
pula 10 mL H2SO4. Campuran kemudian ditambahkan 1 mL amil alkohol dan
sumbatan karet ditutup kemudian dikocok. Butyrometer dimasukkan ke dalam
penangas air pada suhu 65°C selama 5 menit kemudian campuran disentrifugasi
selama 3 menit dengan kecepatan 1200 rpm kemudian Butyrometer dimasukkan
ke dalam penangas air pada suhu 65°C selama 5 menit kembali. Skala pada
tabung kemudian dibaca yang merepresentasikan kadar lemak yang terdapat
dalam sediaan.
d. Kadar Kalsium
Penetapan kadar protein digunakan untuk menganalisis kandungan kalsium
yang terdapat pada keju. Penentuan kadar kalsium dilakukan dengan alat Atomic
Absorption Sprectrophotometer (AAS) dimana teknik ini memiliki prinsip
penguraian molekul menjadi atom (atomisasi) dengan energi dari api atau arus
listrik. Suhu yang digunakan umumnya 2450°K atau 3200°K bila sumber panas
yang digunakan adalah api, sedangkan apabila sumber panas yang digunakan
berupa listrik, panas yang dihasilkan dapat mencapai 6000°K. AAS biasa
digunakan untuk analisis logam karena di samping relatif sederhana, ia juga
selektif dan sangat sensitif.
e. pH
pH diukur menggunakan pH meter dimana elektroda yang telah dibersihkan dan
dinetralkan dengan akuades dicelupkan pada keju cair sehingga nilai pH keju
dapat terbaca pada skala alat. pH keju segar berkisar antara 4-5.

20
2.22 Kemasan pada Keju
Keju umumnya dikemas menggunakan plastik sebagai pengemas primer. Pengemasan
menggunakan plastik bertujuan untuk mencegah penetrasi oksigen dan uap air dari lingkungan
ke makanan. Oksigen menyebabkan keju mengalami oksidasi yang membuat aromanya
menjadi tengik. Uap air menyebabkan perubahan tekstur dari keju dan merangsang
pertumbuhan mikroba yang dapat menurunkan mutu keju.
Selain dikemas dengan plastik, kertas karton juga umumnya digunakan sebagai
pengemas sekunder agar melindungi keju dari pengaruh lingkungan misalnya sinar matahari,
perubahan suhu dan temperatur, serta gesekan dengan benda yang lebih keras.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keju adalah makanan yang dibuat dari dadih susu yang dipisahkan, yang diperoleh
dengan pengumpulan bagian casein dari susu dan susu skim. Pengumpulan ini terjadi dengan
adanya enzim rennet, dengan meningkatkan keasaman susu melalui fermentasi asam laktat,
atau dengan kombinasi kedua teknik ini. Keju dapat dibagi menjadi lima kategori berdasarkan
komposisi substansi non-lemak, yaitu keju fresh, keju soft, keju semi-soft, keju semi-hard, dan
keju hard. Selain berdasarkan substansi non-lemak, keju juga dapat dikelompokkan menjadi
tiga kategori utama berdasarkan keberadaan jamur yang merupakan hal penting, yaitu soft
ripened cheese, washed rind cheese, dan blue cheese. Keju terbuat dari susu mengandung
protein, lemak, dan berbagai mineral dan bermacam-macam vitamin.
Proses pembuatan keju terdiri atas milk treatment, pengasaman, koagulasi, pengolahan
curd, pemisahan curd dan whey, penggaraman, dan pematangan keju. Dalam pembuatan keju,
diperlukan sistem manajemen pengawasan dan pengendalian pangan atau HACCP yang
dimulai dari bahan baku, proses produksi, manufakturing, penanganan dan penggunaan bahan
pangan untuk menjamin bahan tersebut aman bila dikonsumsi. Evaluasi keju juga diperlukan
untuk memastikan keju berkualitas dan aman untuk dikonsumsi. Evaluasi keju terdiri atas
evaluasi kimia, evaluasi mikrobiologi, dan evaluasi sensorik.

3.2 Saran
Meskipun keju memiliki nutrisi, mineral, dan vitamin, konsumsi keju perlu dibatasi
terutama pada keju yang memiliki banyak kandungan lemak. Konsumsi keju juga perlu dibatasi
pada penderita penyakit ginjal, jantung, hati, kantung empedu, alergi terhadap kasein serta
penderita intoleransi laktosa.

22
DAFTAR PUSTAKA

Arizona Milk Producers (2012). Cheese Nutrient Health Benefits (2nd ed.). Arizona: Arizona
Milk Producers & Dairy Council of Arizona. Retrieved from
http://www.arizonamilk.org/wp-content/uploads/Cheese-Nutrients-Health-Benefits.pdf

Artisan Cheese Making in Italy | My Little Italian Kitchen. Mylittleitaliankitchen.com.


Retrieved 23 September 2017, from http://www.mylittleitaliankitchen.com/how-to-
make-cheese-step-by-step-the-traditional-way/

Asher, David. (2015). The Art of Natural Cheesemaking. USA: Chelsea Green Publising

Badan Standardisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia: Batas maksimum cemaran
mikroba dalam makanan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Bylund, Gosta. (1995) Dairy Processing Handbook. Tetra Pak Processing Systems AB, Lund,
Sweden.

Cartwright, L., & Latifah, D. (2017). Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Sebagai
Model Kendali Dan Penjaminan Mutu Produksi Pangan. Innovation Of Vocational
Technology Education, 6(2). http://dx.doi.org/10.17509/invotec.v6i2.6085

Cheese 101: Nutrition Facts and Health Benefits. (2017). Healthline. Retrieved 20 September
2017, from http://www.healthline.com/nutrition/foods/cheese#section6

Cheese Making 1, 3., & Process, T. (2017). Cheesemaking 1,2,3 - The Process | How the Make
Cheese | Cheesemaking.com. Cheesemaking.com. Retrieved 23 September 2017, from
http://www.cheesemaking.com/learn/cheese-making-1-2-3/the-process.html

CHEESE. Dairy Processing Handbook. Retrieved 23 September 2017, from


http://dairyprocessinghandbook.com/chapter/cheese

Edelstein, Sari. (2014). Food Science an Ecolological Approach. USA: Jones & Bartlett
Learning

El-hofi,M., El-tanboly,E.,Ismail,A. 2010. Implementation of the hazard analysis Critical


control point (haccp) system To uf white cheese production line. Acta Sci. Pol., Technol.
Aliment. 9(3) 2010, 331-342

23
Geantaresa, E. dan Supriyanti, T. 2010. Pemanfaatan Ekstrak Keju Kasar Papain sebagai
Koagulan pada Pembuatan Keju Cottage Menggunakan Bakteri. Jurnal Sains dan
Teknologi Kimia, 1(1).

National Dairy Council. (2011). Cheese and Healthy Eating. USA: Innovation Center for US
Dairy.

Nazim, M. U., Mitra, K., Rahman, M. M., Abdullah, A. T. M. dan Parveen, S. 2013. Evaluation
of The Nutritional Quality and Microbiological Analysis of Newly Developed Soya
Cheese. International Food Research Journal, 20(6): 3373-3380.

New England Cheesemaking Supply Company, Inc. Ingredients Cheese Making 1,2,3. Diakses
pada tanggal 19 September 2017 dari: https://www.cheesemaking.com/learn/cheese-
making-1-2-3/ingredients.html

O'Connor, C. (1993). Traditional cheesemaking manual. Addis Ababa, Ethiopia: International


Livestock Centre for Africa.

Prabaningrum, Anggraeni. (2014). Menu Istimewa Sarapan Keluarga. Jakarta: Kawahmedia

Purwoko, T., Sutarno, & Estikomah, S. A. Pembuatan Keju (Unripened Cheese) dengan
Starter Campuran Streptococcus lactis dan Rhizopus oryzae. Departemen Biologi,
FMIPA Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Rahmawati, D., Sumarmono, J., & Widayaka, K. (2014). Pengaruh Metode Pasteurisasi dan
Jenis Starter yang Berbeda Terrhadap PH, Kadar Air, dan Total Solid Keju Lunak Susu
Kambing Peranakan Ettawa. Jurnal Ilmu Ternak, 1(9): 46-51.

Saptoningsih dan Jatnika, A. (2012). Membuat Olahan Buah. Jakarta: AgroMedia Pustaka

Sari, N. A., Sustiyah, A., Legowo A. M. (2014). Total Bahan Padat, Kadar Protein, dan Nilai
Kesukaan Keju Mozarella dari Kombinasi Susu Kerbau dan Susu Sapi. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan, 3(4): 152-156.

Schaefer, Gregor. (2004). Little Cheese and Wine Book. Silverback Books

Scott, R., Robinson, R. and Wilbey, R. (1998). Cheesemaking Practice. Boston, MA: Springer
US.

Soeparno. (1992). Nutrisi dan Mikrobiologi Susu. Yogyakarta: Fakultas Peternakan UGM.

24
The Dairy Council (2017). Cheese, Salt and Nutrition Factsheet. London: The Dairy Council.
Retrieved from https://www.milk.co.uk/hcp/wp-
content/uploads/sites/2/woocommerce_uploads/2016/12/Cheese_consumer_2016.pdf

The Dairy Council (2017). The Nutritional Composition of Dairy Products. London: The Dairy
Council. Retrieved from http://ilrestoealtrove.altervista.org/wp-
content/uploads/2013/05/Composition_of_Dairy.pdf

Traditional Cheesemaking: Introduction. Collections.infocollections.org. Retrieved 23


September 2017, from http://collections.infocollections.org/ukedu/en/d/Jsk17te/3.html

Tsevdos, N. (2015). Cheese. Colorado Department of Public Health and Environment:


Colorado Integrated Food Safety Center of Excellence. Diakses pada tanggal 19
September 2017 dari: fsi.colostate.edu/cheese/

Wardana, A. S. (2012). Teknologi Pengolahan Susu. Surakarta: Fakultas Teknologi Pertanian


Universitas Slamet Riyadi.

Wirakusumah, Emma S. (2007). Mencegah Osteoporosis. Jakarta: Penebar Plus.

25

Anda mungkin juga menyukai