Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH

TEKNOLOGI PENYIMPANAN PANGAN


Penyimpanan dan Pengawetan Hasil Ternak Ayam dan Susu

Oleh :
Erfin Aprilian S
Nrp. 13. 302.0022
Indah Sulastri Sumarno
Nrp. 13.302.0023

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2016
BAB I
PENDAHULUAN

Istilah umur simpan secara umum mengandung pengertian rentang waktu antara saat
produk mulai dikemas atau diproduksi sampai dengan mutu produk masih memenuhi syarat
untuk dikonsumsi (Hine, 1987). Floros (1993), menyatakan bahwa umur simpan adalah
waktu yang diperlukan oleh produk pangan, dalam kondisi penyimpanan, untuk sampai pada
suatu level atau tingkatan degradasi mutu tertentu.
Lebih lanjut, Floros (1993) menyatakan umur simpan produk pangan dapat diduga
kemudian ditetapkan waktu kadaluwarsanya dengan menggunakan dua konsep studi
penyimpanan produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated
Shelf Life Testing (ASLT). ESS juga sering disebut sebagai metode konvensional, yaitu
penentuan tanggal kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu produk pada kondisi normal
sehari-hari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat
mutu kadaluwarsanya. Penentuan umur simpan produk dilakukan dengan mengamati produk
selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat lagi diterima oleh konsumen.
Metode ASLT dilakukan dengan memberikan perlakuan terhadap makanan pada
lingkungan terkendali dimana satu atau lebih faktor eksternal ditetapkan pada tingkat yang
lebih tinggi dari keadaan normal, tingkat kerusakan akan semakin cepat atau terakselerasi,
menghasilkan waktu yang lebih singkat hingga produk rusak. Karena efek dari faktor
eksternal yang menyebabkan kerusakan dapat diukur, besar akselerasi dapat dihitung dan
umur produk sebenarnya di bawah kondisi normal juga dapat dihitung (Robertson, 1993).
Menurut Harte (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan adalah
karakteristik produk yang disimpan, sifat-sifat bahan pengemasnya, dan lingkungan tempat
penyimpanan. Sedangkan menurut Syarief dan Halid (1993), suhu merupakan faktor yang
sangat berpengaruh terhadap perubahan mutu pangan. Dalam menyimpan makanan perlu
diperhatikan keadaan suhu ruang penyimpanan. Suhu ruangan yang konstan akan lebih baik
dari suhu penyimpanan yang berubah-ubah. Pengaruh suhu pada tingkat reaksi dijelaskan
melalui persamaan Arrhenius (Syarief dan Halid, 1993) :
Tindakan pengawetan bahan pangan dan pakan dimksudkan untuk memanjangkan
daya simpan agar masih dapat dikonsumsi pada waktu yang akan datang dengan mutu yang
tetap baik. Pengwetan, penyimpanan dan pengemasan seringkali dilakukan secara bersamaan.
Karena itu dewasa ini banyak dikembangkan penyimpanan dengan pengaturan kondisi
atmosfer dengan sistem pengemsan tertentu, untuk buah-buahan, sayuran, daging, bebijian,
rempah-rempah dan produk perikanan. Pada penyimpanan tersebut berbagai aspek perlu
dipertimbangkan mulai dari aspek karakteristik baahan pangan, pengontrolan kondisi
lingkunga, perhitungan teoritis untuk memilih jenis kemsan dan prakiraan lama
penyimpanan, hingga aspek ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengawetan dan Penyimpanan Telur


2.1.1. komposisi
Menurut Tando (1973), telur merupakan calon ternak, karena itu komposisi bernilai
biologis tinggi. Struktur telur adalah susunan dari kelompok kulit (shell), putih (albumen) dan
kuning telur (yolk). Perbandingan ketiga komponen tersebut berbeda-beda sesuai dengan
jenis ternak penghasil telur tersebut. Sebagai contoh perbandingan jumlah komposisi telur,
purih telur dan kuning telur pada telur ayam dalah 12,3:55,8:13,9. Pada telur bebek
12,0:52,6:35,4.
Ditinjau dari segi komposisi gizi, telur mengandung protein dalam jumlah tinggi,
khusunya bagian kuning telur. Seperti juga pada komposisi penyusun telur, komposisi gizi
telur berbeda-beda sesuai dengan jenis ternk yang menghasilkannnya.
Telur puyuh terdiri atas putih telur (albumen) 47,4%; kuning telur (yolk) 31,9%; dan
kerabang serta membran kerabang 20,7%. Kandungan protein telur puyuh sekitar 13,1%,
sedangkan kandungan lemaknya 11,1%. Kadar kolesterol kuning telur puyuh sebesar 2138,17
mg/100 g sedangkan kandungan kolesterol kuning telur ayam ras hanya 1274,5 mg/100 g
(Bambang, 2003). Kuning telur puyuh mengandung 15,7% - 16,6% protein, 31,8% - 35,5%
lemak, 0,2% - 1,0% karbohidrat dan 1,1% abu. Telur puyuh mengandung vitamin A sebesar
543 g (per 100g) (Stadelman and Cotterill, 1995).
2.1.2. Jenis kerusakan
a. Kulit Telur Retak
Kulit telur retak disebabkan oleh terjadinya benturan atau adnya tekanan pada
telur. Pada kondisi lingkungan yang kurang baik, keretakan telur dapat
menyebabkan perubahan bau, serangan oleh mikroorganisme, kehilangan aor dan
kehilangan CO2. Penyebab keretakan pada telur antara lain karena kulit telur tipis,
kondisi pengepakan dan distribusi kekonsumen kurang baik.
b. Pertumbuahan Embrio
Pertumbuahan embrio ditandai dengan adanya cincin kecil berwarna merah pada
bagian kuning telur yng dikenl sebagai blood ring. Keadaan tersebut terjadi
karena karena suhu penyimpanan optimum untuk pertumbuhan embrio (380C),
tetapi emudian embrio tersebut mati.
c. Penguapa kadar air telur
Penyimpanan telur pada kondisi yang tidak memadai, yaitu pada suhu yang terlalu
tinggi dan kelembaban yang terlalu rendah menyebakan terjadinya penguapan air
melalui pori-pori kulit telur. Kehilangan air tersebut dapat berakibat : a)
prengurangan berat telur, b) pembesaran kantung udara, c) penurunan berat jenis
telur.
d. Perubahan komposisi kimia
Suhu penyimpanan telur yang terlalu tinggi dapat menyebkan perubahan
komposisi kimia telur, yaitu kerusakan pada protein telur, perubahan lemak dan
adanya reaksi kimia lain yang melibatkan reksi dengan kalsium karbonat dari kulit
telur . telur yang mengalami perubahan komposisi kimia ditandai dengan adanya
bau asing seperti bau amoniak dan volatile oils
e. Pengenceran isi telur
Keadaan dimana membran vitelina yang membatasi bagian putih telur dan kuning
telur tidak kokoh lagi hingga menyebakan tercampurnya kedua bagian telur
tersebut dan kemusdian mengakibatkan konsistensi telur menjadi encer. Hal
tersebut tampak jelas bila telur dipecahkan pada satu bidang datar, bentuknya
melebar dan encer sedangkan pada telur yang masih baik, bentuk putih dan
kuningnya masih kokoh dan tebal.
f. Kehilangan karbondioksida (CO2)
Kehilangan karbondioksida mulai tejadi pada awal penyimpanan telur. Suhu
penyimpanan tinggi mempercepat proses kehilangan CO2. Disamping itu
kandungan CO2 pada atmosfir sekitar telur disimpan, berperan juga dalam
mempercepat kehilangan CO2 tersebut.
g. Pertumbuahan mikroorganisme
Pecemaran oleh bakteri ditandai dengan perubahan bau yang tidak diinginkan
serta perubahan warna isi telur kearah kehijauan. Pertumbuhn kapang dapat
terjadi, apabila kelembaban lingkungan penyimpanan diatas 95 persen. Beberapa
kapang mampu menembus kulit telur dan kemusian merusak putih telur dan
kuning telur. Kerusakan telur oleh kapang ditandai dengan warna kekuningan,
biru, hitam, atau titik hijau (green spot) pada putih tau kuning telur yang dapat
dideteksi dengan alat candling.

2.1.3. Teknik Pengawetan , Pengolahan dan Penyimpanan


a. Penutupan kulit (shell sealing)
Prinsip pengawetan ini adalah penutupan permukaan kulit telur dengan pengawet.
Sehingga uap air dan gas C02 tidak menguap. Pengawetan ini dinamakan juga penutupan
pori-pori. Bahan-bahan yang digunakan pada pengawetan ini antara lain minyak kelapa,
paraffin dan bahan-bahan kimia lain yang tidak merusak kesegaran dan mutu telur.
1. Pelapisan telur dengan minyak
telur yang telah dilapisi minyak kelapa kualitas dapat dipertahankan 3-4 minggu
dalam suhu ruangan. Tahapan prose pelapisan telur dan minyak adalah:
a. Telur yang baru dikeluarkan dari induknya, segera disimpan dengan kondisi
bersih dalam suhu rendah (100C) selama 18 jam, untuk menurunkan suhu isi
telur. Dalam suhu udara panas, telur yang baru dikeluarkan dari induknya
tidak dapat segera turun suhunya. Hal ini dapat menimbulkan perubahan
warna telur selama penyimpann.
b. Kulit telur dikeringkan segera setelah suhu telur rendah, dengan cara diangin-
anginkan.
c. Sterilisai minyak pada suhu 82,20C selama 20 m3enit tambahkan salah satu
bahan kimia yang berfungsi sebagai disinfektan berikut : pentachlorophenol
0,25%, Zinc dimethyldithiocarbame 0,50, tetra-ethylthiuran-mono sulfide
1,00%, thiouria 0,50%, aklyldimethyl-benzyl amminium chloride 0,05%.
d. Kemudian lanjutkan pemanasan minyak pada suhu 67 0C. Setelah minyak agak
dingin, celupkan keranjang yang berisi telur ke dalam minyak tadi selama 20
detik. Angkat kerangjng dan tiriskan sampai minyak tidak menetes lagi.
e. Minyak yang telah dipergunakan tersebut dapat digunakan kembali dengan
syarat harus disterilisai ulang sebelum digunakan lagi.
2. Pelapisan telur dengan bahan kimia.
Pelapisan telur dengan bahan kimia dapat mempertahankan kualitas telur selama
1,5 bulan dalam suhu ruang. Bahan kimia yang digunakan antara lain kalsium
karbonat, sodium silikat, parafin atau vaselin.
a. Kalsium karbonat
Telur direndam dengan larutan klsium karbonat (1 kg kalsium karbonat 20
liter air). Keuntungan penggunaan kalsium karbonat murah, bersifat alkalin
terhadap pertumbuhan mikroorganisme dan membuat kulit telur pemeable.
Sedangkan kerugiannya adalah rasa telur berubah, terutama bila larutan
kalsium karbonat tersebut ditambah garam.
b. Sodium silikat
Pencelupan telur ke dalam larutan sodium silikat dapat melapisi kulit telur
secara merata. Larutan ini tidak mampu melakukan penetrasi kedalam isi telur
melalui kulit telur. Larutan sodium silikat yang digunakan adalah 1 kg sodium
silikat dalam 10 liter air mendidih.
c. Vaselin dn parafin
Pengawetan telur dengan vaselin atau parafin dilakukan dengan cara
menggosok vaselin pada permukaan telur. Telur yang telah dilapisi parafin
vaselin ditempatkan pada baki plastik dan dibiarkan hingga kering. Sesudah
kering telur diletakan ditempat penyimpanan dapat pada suhu kamar maupun
pada suhu yang lebih rendah (cold storage).
3. Membebashamakan kulit telur
Pencucian telur dengan bahan disenfectan dapat mengurangi kontaminasi awal
oleh mikroorganisme melalui kulit telur. Sebelum penyimpanan, telur hrus dicuci
dahulu dengan desinfektan yng digunakan antara lain larutan soda.
4. Perlakuan dengan panas
Perendaman telur dalam air mendidih selama 5 detik bertujuan untuk
menggumpalkan (koagulasi) lapisan tipis putih telur yang langsung berada
dibawah permukaan kulit. Selain itu untuk membunuh mikroorganisme pada kulit
telur sehingga telur bebas dari kontaminasi. Segera setelah pencelupan, telur
diletakan pada tray penyimpanan dan disimpan pada suhu ruang penyimpnan 30 0C
kualitas telur dapat dipertahankan sampai 2 minggu.
5. Perendaman
Bahan perendaman yang dapat digunakan adalah larutan garm, larutan kapur,
ekstrak nabati.
Larutan garam cara ini digunakan untuk telur bebek. Konsetrasi cairan garam
yang digunakan adalh 1,25 kg garam dan 30 liter ir masak untuk setiap 30 butir
telur. Dalm proses ini telur mengalami proses pengasinan, sehingga produk yang
dihasilkan disebut telur asin. Proses pengasinan berlngsung 7-10 hari selanjutnya
telur sin dapat disimpan 3-4 minggu.

b. Pengwetan dalam bentuk hasil olahan telur


a. Tepung telur
Dalam bentuk tepung telur lebih mudah dalam penyimpanan dan lebih tahan lama.
Tepung telur lebih dibuat dengan cra mengeringkan telur segar setelah melauli berbagai
proses persiapan. Pengeringan dapat dilakukan terhadap putih telur (albumen), kuning telur
(yolk) maupun campuran putih dan kuning telur (whole) dengan menggunakan spry dryer,
drum dryer maupun oven. Penyimpanan telur menjadi tepung telur sedikit mengubah nilai
gizi telur tetapi terjadi perubahan warna kuning telur yitu karena kandungan karoten.
Pengeringan telur dapat membunuh 99,9 persen mikroorganisme termasuk
Salmonella spp, juga sebagian besar kapang dan Khamir.
Pengawetan telur menjadi tepung telur meliputi tahapan proses pemecahan telur,
emulsifikasi, filtrasi, prapendinginan, stabilitas, pasturisasi, fermentasi, pengeringan,
pengepakan dan pemberian label. Kebersihan, peralatan dan lingkungan tempat pengolahan
harus dijaga untuk mencegah kontaminasi oleh mikroba yang tahan panas.
Penyimpanan tepung telur yang baik adalah dengan kaleng yang ditutup secara
vakum. Kualitas tepung telur yang baik adalah bila sifat khas telur setelah proses pembasahan
kembali tetap seperti telur segar, terutama flavour, konsistensi dan kemampuan berbusa
apabila dicampur dengan air. Pengeringan yang tidak tepat menyebabkan kualitas tepung
telur rendah atau selama penyimpanan kualitas cept menurun
b. Telur beku
Bebrapa penelitian mengemukakan bahwa pengawetan secara pembekuan lebih baik
dibandingkan car pengeringan, karena kualitas telur dapat dipertahankan. Khususnya
pencemaran oleh mikroorganisme dapat dicegah dan komposisi gizi lebih mendekati telur
segar. Selain itu rasa dan flavour lebih baik. Oleh karena itu telur beku banya digunakan oleh
pabrik es krim dan mayones.
Proses persiapan cairan telur sebelum pembekuan tidak berbeda dengan pesiapan
sebelum pengeringan, terkecuali tanpa fermentasi dengan khamir. Agar produk stabil
ditambahkan bahan penstabil seperti gula, gliserin, sukrosa atau dekstrosa. Bahan penstabil
tersebut diperlukan untuk mempertahankan konsistensi dan memantau pertumbuhan
mikroorganisme.
Pada prinsipnya penggaraman atau pemanisan kuning telur merupkan salah satu cara
efektif untuk stabilitas telur selama dalam penyimpanan beku dan selama proses pencairan
kembali (thawing). Penggunaan gliserin kurang efektif terhadap pencegahan pertumbuhan
kapang dan perubahan konsistensi bila dibandingkan dengan penggunaan gula dan garam,
tetapi dapat meningkatkan tekstur cake yang diolah dengan telur beku.
Proses pembekuan dilakukan dengan cara menempatkan telur yang diisikan kedalam
kaleng atau baki alumunium dan didinginkan pda suhu -200C selama 72 jam. Dlam 40 jam
telur sudah membeku apabila udah pendinginn dalam keadaan baik. Setelah 24 jam suhu
diturunkan menjasi -400C atau lebih rendah lagi. Pembekuan akan membunuh sebagian besar
mikroorganisme penyebab kerusakan. Konsistensi kuning telur beku dengan waktu
pembekun cepat lebih baik dari pada pembekuan lambat.
Penyimpanan telur beku pada suhu rendah mencegah pertumbuhan jasad retnik yang
hidup selama proses pembekuan dan mencegah kerusakan terhadap kualitas yang disebabkan
perlakuan panas. Suhu yang tepat untuk penyimpanan adalah 00C sehingga telur tersebut siap
digunakan.
Selama transportasi telur beku sebaiknya menggunakan mobil pendingin yang
dilengkapi dengan suhu pembekuan.
2.2. Pengawetan dan Penyimpanan Daging Ayam
Daging merupakan produk pangan asal hewani yang mempunyai gizi tinggi.
Daging ayam merupakan bahan pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat.
Disamping harga daging ayam tidak terlalu mahal dibandingkan daging sapi, kambing
atau domba. Menurut Hui dan Legarreta (2010) daging ayam memiliki kualitas yang
baik karena mengandung asam lemak tak jenuh yang relatif tinggi.
Penanganan daging sesaat setelah dipotong menentukan daya awet dan sifat fisik
daging. Biasanya sesat setelah hewan ternak dipotong, daging disimpan dlam ruangan
pendingin (suhu 1,70C selama 2-4 minggu untuk proses pelayuan daging. Lmanya
proses pelayuan sangat berkaitan dengan kondisi rumah pemotongan. Bila kondisi
pemotongan kurang higenis dan suhu penyimpanan tinggi dapat menyebakan umur
pelayuan lebih pendek.
Pengawetan daging merupakan suatu cara untuk menyimpan daging dalam
jangka waktu yang lama sehingga kualitas dan higenisnya tetap terjamin.
2.3.1 Penyimpanan
Beberapa ca pengawetn daging untuk memudahkan penyimpanan dan
pengangkutan antara lain dalam bentuk:
1. Pendinginan
Pendinginan merupakan cara penyimpanan jangka pendek (sementara sebelum
daging diolah lebih lanjut.
a. Suhu makin rendah temperatur, makin baik pendinginan tersebut
b. Kelembaban relatif, RH yang terlalu rendah akan mengakiatkan daging
kehilangan air, sebaliknya bila RH tinggi dapat memacu tumbuhnya jasad
retnik. Bila suhu bertambah tinggi, sebaiknya RH harus lebih rendah untuk
mencegah perkembangbiakan mikroorganisme.
c. Ventilasi atau kontrol pergerakan udara dalam kamar pendingin diperlukan
untuk mengatur kebasahan relatif secara rata.
2. Cahaya ultraviolet
Penggunaan lampu ultraviolet dalam ruangan pendingin memungkinkan
dikombinasikan dengan suhu dan kelembaban relatif lebih tinggi. Karkas yang masih
segar disimpan pada temperatur sekitar 0 0C. Temperatur pada pusat sekitar karkas
akan menurun dan pertumbbuhan bakteri pada persendian tulang paha dapat dicegah.
Dalam hal ini pendinginan hanya mampu menghabat mikroba, tetapi tidak
mematikannya. Oleh karena itu daging akan disimpan sebaiknya dibersihkan dulu dan
harus tetap pda kondisi suhu rendh sampai akan dikonsumsi.
Daging yang akan disimpan dlam waktu beberapa hari, suhu penyimpanan
harus diturunkn hingga dibawah 40C, dan bil akan disimpan lebih lama lagi suhu
penyimpnan nya -180C sampai -230C. Menurunkan suhu dengan cepat penting untuk
menahan kapasitas air dari pada daging, sehingga aktivitas enzim pada adaging
terhambat (wilson,1975).
3. Pembekuan
Pembekuan adalh penyimpanan daging dalam keadaan beku. Suhu yang baik
untuk pembekuan daging adalah -12 sampai -24 0C. Pembekuan cepat (quick freezing)
dilkukan pada suhu -240C sampai-400 C (Winarno dkk,1980).
Pertumbuahan mikroorganisme dapat dicegah dengan penyimpanan daging
dalam keadaan beku, sehingga dlam simpan berbulan-bulan masih tetap segar. Du
metode pembekuan yaitu pembekuan lambat (3-72 jam pada suhu -15 sampai 70 0C)
dan pembekuan cepat (dalam waktu kurang 30 menit).
Pembekuan cepet dapat dilakukan dengan sistem
1. Pencelupan daging kedalam larutan dingin
2. Pembekuan dengan udara pada suhu -150C sampai -350C secara hembuasan
udara.
Pembekuan cepat untuk penyimpanan dlam jangka waktu lama tidak
menguntungkan karena kristal-kristal es yang kecil makin lama menjadi besar
sehingga menyebabkan destruksi pada daging. Sebaliknya pembekuan lambat lebih
baik karena proses destruksi tidak saja pada sel daging tapi juga pada sel
mikroorganisme.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas penyimpanan daging beku antara
lain adalah jenis daging, lama penyimpanan, kecepatan pencairan (thawing), kondisi
fisiologi otot sat pemotongan dn lama pembekuan.
4. Penyimpnan Atmosfer terkendali
Dasar pertimbangan untuk memilih sistem penyimpanan daging dengan pengendalian
atmosfer adalah adanya jasad retnik aerobik pada daging segar (Pseudomonas dan
Achotomobacter). Pertumbuhan Pseudomonas pada daging dapat ditekan pada kondisi
tmosfer yang terdiri dari 75 persen nitrogen dan 25 persen udara

2.3. Pengawetan dan Penyimpanan Susu


2.3.1. Komposisi
Secara alamiah yang dimaksud dengan susu adalah hasil pemerahan sapi atau hewan
menyusui lainnya, yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan makanan, yang
aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan
lain. Sebagai bahan makanan/minuman susu mempunyai nilai gizi yang tinggi, karena
mengandung unsur-unsur kimia yang dibutuhkan oleh tubuh seperti Kalsium, Phosphor,
Vitamin A, Vitamin B dan Riboflavin yang tinggi. Komposisinya yang mudah dicerna dengan
kandungan protein, mineral dan vitamin yang tinggi, menjadikan susu sebagai sumber bahan
makanan yang fleksibel yang dapat diatur kadar lemaknya, sehingga dapat memenuhi
keinginan dan selera konsumen. Susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan
putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan.

Susu yang baik apabila mengandung jumlah bakteri sedikit, tidak mengandung spora
mikrobia pathogen, bersih yaitu tidak mengandung debu atau kotoran lainnya, mempunyai
cita rasa (flavour) yang baik, dan tidak dipalsukan. Komponen-komponen susu yang
terpenting adalah protein dan lemak. Kandungan protein susu berkisar antara 3 - 5 persen
sedangkan kandungan lemak berkisar antara 3 - 8 persen. Kandungan energi adalah 65 kkal,
dan pH susu adalah 6,7. Komposisi air susu rata-rata adalah sebagai berikut : Air (87,90%);
Kasein(2,70%); Lemak (3,45%); Bahan kering (12,10%); Albumin(0,50%); Protein (3,20%);
Bahan Kering Laktosa (4,60%); Vitamin, enzim, gas (0,85 %).
2.3.2. Teknik Pengawetan , Pengolahan dan Penyimpanan

1. Pendinginan susu
Pendinginan susu bertujuan untuk menahan mikroba perusak susu agar jangan
berkembang, sehingga susu tidak mengalami kerusakan dalam waktu yang relatif
singkat.Pendinginan susu dapat dilakukan dengan memasukkan susu ke dalam cooling
unit,lemari es ataupun freezer. Cara pendinginan susu dapat pula dilakukan secara
sederhana,yakni meletakkan milk can ataupun wadah susu lainnya dalam air yang dingin dan
mengalir terus. Cara sederhana ini biasanya dilakukan di daerah-daerah pegunungan yang
berhawa sejuk.
2. Pemanasan susu
Pemanasan susu ataupun pemasakan susu dimaksudkan untuk membunuh mikroba
perusak susu dan membunuh kuman-kuman yang terdapat pada susu yang dapat
membahayakan kesehatan manusia. Pemasakan susu dilakukan sampai mendidih dan
kemudian disimpan pada tempat yang aman dan bersih.Pemanasan susu harus dilakukan
secara hati -hati agar tidak hangus, sebaiknya olesi terlebih dahulu tempat atau wadah susu
dengan mentega agar susu yang dimasak tidak hangus.
3. Pesteurisasi susu
Pasteurisasi susu adalah pemanasan susu dibawah temperatur didih dengan maksud
hanya membunuh kuman ataupun bakteri patogen, sedangkan sporanya masih dapat hidup.
Ada 3 cara pasteurisasi yaitu :
a. Pasteurisasi lama (law temperature, long time).
Pemanasan susu dilakukan pada temperatur yang tidak begitu tinggi dengan
waktu yang relative lama (pada temperature 62-65 C selama 1/2 -1 jam)
b. Pasteurisasi singkat (High temperature, Short time).
Pemanasan susu dilakukan pada temperatur tinggi dengan waktu yang relatif
singkat (pada temperatur 85 - 95 C selama 1 - 2 menit saja).
c. Pasteurisasi dengan Ultra High Temperature (UHT).
Pemasakan susu dilakukan pada temperatur tinggi yang segera didinginka
pada temperatur 10 C (temperature minimal untuk pertumbuhan bakteri
susu). Pasteurisasi dengan UHT dapat pula dilakukan dengan memanaskan
susu sambil diaduk dalam suatu panci pada suhu 81 C selama 1/2 jam dan
dengan cepat didinginkan. Pendinginan dapat dilakukan dengan mencelupkan
panci yang berisi susu tadi ke dalam bak air dingin yang airnya mengalir terns
menerus.
4. Sterilisasi Susu
Sterilisasi susu adalah proses pengawetan susu yang dilakukan dengan cara
memanaskan susu sampai mencapai temperatur di atas titik didih, sehingga bakteri maupun
kuman berikut sporanya akan mati semua. Pembuatan susu sterilisasi dapat dilakukan dengan
cara :1. Sistem UHT yaitu susu dipanaskan sampai suhu 137 C - 140 C selama 2 - 5 detik.
2. Mengemas susu dalam wadah hermetis kemudian memanaskannya pada suhu 110 C - 121
C selama 20 - 45 detik.
Cara sterilisasi susu ini memerlukan peralatan yang khusus dengan biaya yang
relative mahal. Oleh karma itu sterilisasi susu umumnya dilakukan oleh industri-industri
pengolahan susu.

Produk Susu dan Hasil Olahannya :

1. Susu Skim (Skim Milk) dan Susu Krim (Whole Milk / Full Cream)

Susu Skim adalah susu segar yang tertinggal setelah krim diambil sebagian atau
seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin
yang larut dalam lemak.

Susu Krim atau biasa dikenal dengan nama Full Cream adalah bagian dari susu yang
kaya akan lemak yang timbul ke bagian atas dari susu pada waktu didiamkan ataupun
dipisahkan dengan sentrifugal.

2. Susu Kental Manis dan Susu yang diuapkan

Secara umum istilah susu kental manis berarti susu yang dimaniskan, yakni susu yang
berbentuk cairan kental, warna putih kekuningan atau warna lain yang tergantung dari aroma
yang ditambahkan, dengan bau dan rasa khas.

Susu kental tak manis atau biasa disebut dengan susu yang diuapkan (evaporated
milk) adalah susu dimana proses pembuatannya hampir sama dengan susu kental manis hanya
dengan sedikit perubahan dengan tidak dilakukan penambahan sukrosa (Anonim, 1994).

3. Susu Kering atau susu bubuk

Produk-produk susu kering atau tepung susu adalah produk susu berwarna putih
kekuningan, bau dan rasa khas susu, yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian besar
air dari susu dengan cara pengeringan yang pada umumnya melalui proses pengabutan,
dibuat sebagai kelanjutan dari proses penguapan biasa kadar air dikurangi sampai di bawah 5
% dan sebaiknya harus kurang dari 2 %.

4. Susu Steril

Susu steril adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mensterilkan susu pada
suhu tidak kurang dari 100 C selama waktu yang cukup untuk mencapai keadaan steril
komersial, dan dikemas secara hermetis (proses pencegahan pembusukan produk pada
penyimpanan dengan waktu yang lama)

5. Susu UHT ( Ultra High Temperature Milk )


Susu UHT ini adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mensterilkan susu pada
suhu tidak kurang dari 135 C selama 2 detik dan segera dikemas dalam wadah steril secara
aseptis (pembebasan dari mikroorganisme biologis dengan cara dipanaskan pada suhu lebih
dari 100 C).

6. Es Krim (Ice cream)

Es Krim yakni susu dengan penambahan lemak susu ataupun dapat berupa lemak
nabati atau krim maupun mentega dan dapat pula berupa campurannya dengan gula dan
dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain.

7. Keju (Cheese)
Keju berupa produk susu berbentuk padat atau setengah padat yang diperoleh dengan
cara mengkoagulasikan susu, krim, susu skim, komponen susu ataupun dapat berupa
campurannya dengan enzim lainnya dengan atau tanpa penambahan rempah-rempah, dan
bahan tambahan makanan yang diizinkan .

8. Mentega; Butter

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3744-1995), mentega adalah produk


makanan berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu atau campurannya,
dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan lain yang diizinkan, serta minimal
mengandung 80 % lemak susu.

Mentega dapat dibuat dari lemak susu (terutama lemak susu sapi) yang manis (sweet
cream) atau asam. Mentega dari lemak susu yang asam mempunyai cita rasa lebih kuat.

KESIMPULAN

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri.
Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik
sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.

Untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang
menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan
berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk
menahahn laju pertumbuham mikroorganisme pada makanan.
Dengan adanya melakukan pengawaetan dan pengolahan hasil dari ternaka kita bisa
merubah bentuk suatu makan hasil ternak baik secara fisik maupaun secara biologis dan
merubah rasa dari pengolahan yang dilakukan. Sehingga bisa mengemas dan menjadiakan
bahan makanan menjadi awet untuk simpan dengan mengadakan pengolahan. Bahan pangan
merupakan materi yang mudah rusak. Dengan sifat yang mudah rusak, maka bahan pangan
mempunyai masa simpan yang terbatas.
Bermacam-macam teknik pengawetan dan pengolahan bahan pangan dilakukan untuk
memperpanjang komoditas hasil pertanian di antaranya pengeringan, pembekuan,
penggunaan bahan kimia dan iradiasi. Tujuan pengawetan pangan adalah untuk menghambat
atau mencegah terjadinya kerusakan pangan, mempertahankan kualitas bahan,
menghindarkan terjadinya keracunan dan mempermudah penanganan serta penyimpanan.
Bahan pangan yang awet mempunyai nilai yang lebih tinggi karena terjadinya kerusakan
dapat diperkecil. Namun demikian metode pengawetan tidak selalu dapat mempertahankan
kualitas asal bahan pangan atau kandungan gizi dari komoditas yang diawetkan.

DAFTAR PUSTAKA

Floros, J.D dan V. Gnanasekharan. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Foods
Chemical, Biological, Physical and Nutrition Aspects. Di dalam Arpah. 2001. Buku dan
Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk. Program Studi Ilmu Pangan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Harte, B. R dan J. I. Gray. 1987. The Influence of Packaging on Product Quality. Di


dalam Robertson, G. L. 1993. Food Packaging:Principles and Practise. Marcel Dekker,
Inc., USA.
Hine, D. J. 1987. Shelf Life Evaluation. Di dalam Modern Processing Packaging and
Distribution System for Food. Blackie, London.

Robertson, G. L. 1993. Food Packaging : Principles and Practise. Marcel Dekker, Inc.,
USA.

Syarief, Rizal dan Hariyadi Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai