Oleh :
Erfin Aprilian S
Nrp. 13. 302.0022
Indah Sulastri Sumarno
Nrp. 13.302.0023
Istilah umur simpan secara umum mengandung pengertian rentang waktu antara saat
produk mulai dikemas atau diproduksi sampai dengan mutu produk masih memenuhi syarat
untuk dikonsumsi (Hine, 1987). Floros (1993), menyatakan bahwa umur simpan adalah
waktu yang diperlukan oleh produk pangan, dalam kondisi penyimpanan, untuk sampai pada
suatu level atau tingkatan degradasi mutu tertentu.
Lebih lanjut, Floros (1993) menyatakan umur simpan produk pangan dapat diduga
kemudian ditetapkan waktu kadaluwarsanya dengan menggunakan dua konsep studi
penyimpanan produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated
Shelf Life Testing (ASLT). ESS juga sering disebut sebagai metode konvensional, yaitu
penentuan tanggal kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu produk pada kondisi normal
sehari-hari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat
mutu kadaluwarsanya. Penentuan umur simpan produk dilakukan dengan mengamati produk
selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat lagi diterima oleh konsumen.
Metode ASLT dilakukan dengan memberikan perlakuan terhadap makanan pada
lingkungan terkendali dimana satu atau lebih faktor eksternal ditetapkan pada tingkat yang
lebih tinggi dari keadaan normal, tingkat kerusakan akan semakin cepat atau terakselerasi,
menghasilkan waktu yang lebih singkat hingga produk rusak. Karena efek dari faktor
eksternal yang menyebabkan kerusakan dapat diukur, besar akselerasi dapat dihitung dan
umur produk sebenarnya di bawah kondisi normal juga dapat dihitung (Robertson, 1993).
Menurut Harte (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan adalah
karakteristik produk yang disimpan, sifat-sifat bahan pengemasnya, dan lingkungan tempat
penyimpanan. Sedangkan menurut Syarief dan Halid (1993), suhu merupakan faktor yang
sangat berpengaruh terhadap perubahan mutu pangan. Dalam menyimpan makanan perlu
diperhatikan keadaan suhu ruang penyimpanan. Suhu ruangan yang konstan akan lebih baik
dari suhu penyimpanan yang berubah-ubah. Pengaruh suhu pada tingkat reaksi dijelaskan
melalui persamaan Arrhenius (Syarief dan Halid, 1993) :
Tindakan pengawetan bahan pangan dan pakan dimksudkan untuk memanjangkan
daya simpan agar masih dapat dikonsumsi pada waktu yang akan datang dengan mutu yang
tetap baik. Pengwetan, penyimpanan dan pengemasan seringkali dilakukan secara bersamaan.
Karena itu dewasa ini banyak dikembangkan penyimpanan dengan pengaturan kondisi
atmosfer dengan sistem pengemsan tertentu, untuk buah-buahan, sayuran, daging, bebijian,
rempah-rempah dan produk perikanan. Pada penyimpanan tersebut berbagai aspek perlu
dipertimbangkan mulai dari aspek karakteristik baahan pangan, pengontrolan kondisi
lingkunga, perhitungan teoritis untuk memilih jenis kemsan dan prakiraan lama
penyimpanan, hingga aspek ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
Susu yang baik apabila mengandung jumlah bakteri sedikit, tidak mengandung spora
mikrobia pathogen, bersih yaitu tidak mengandung debu atau kotoran lainnya, mempunyai
cita rasa (flavour) yang baik, dan tidak dipalsukan. Komponen-komponen susu yang
terpenting adalah protein dan lemak. Kandungan protein susu berkisar antara 3 - 5 persen
sedangkan kandungan lemak berkisar antara 3 - 8 persen. Kandungan energi adalah 65 kkal,
dan pH susu adalah 6,7. Komposisi air susu rata-rata adalah sebagai berikut : Air (87,90%);
Kasein(2,70%); Lemak (3,45%); Bahan kering (12,10%); Albumin(0,50%); Protein (3,20%);
Bahan Kering Laktosa (4,60%); Vitamin, enzim, gas (0,85 %).
2.3.2. Teknik Pengawetan , Pengolahan dan Penyimpanan
1. Pendinginan susu
Pendinginan susu bertujuan untuk menahan mikroba perusak susu agar jangan
berkembang, sehingga susu tidak mengalami kerusakan dalam waktu yang relatif
singkat.Pendinginan susu dapat dilakukan dengan memasukkan susu ke dalam cooling
unit,lemari es ataupun freezer. Cara pendinginan susu dapat pula dilakukan secara
sederhana,yakni meletakkan milk can ataupun wadah susu lainnya dalam air yang dingin dan
mengalir terus. Cara sederhana ini biasanya dilakukan di daerah-daerah pegunungan yang
berhawa sejuk.
2. Pemanasan susu
Pemanasan susu ataupun pemasakan susu dimaksudkan untuk membunuh mikroba
perusak susu dan membunuh kuman-kuman yang terdapat pada susu yang dapat
membahayakan kesehatan manusia. Pemasakan susu dilakukan sampai mendidih dan
kemudian disimpan pada tempat yang aman dan bersih.Pemanasan susu harus dilakukan
secara hati -hati agar tidak hangus, sebaiknya olesi terlebih dahulu tempat atau wadah susu
dengan mentega agar susu yang dimasak tidak hangus.
3. Pesteurisasi susu
Pasteurisasi susu adalah pemanasan susu dibawah temperatur didih dengan maksud
hanya membunuh kuman ataupun bakteri patogen, sedangkan sporanya masih dapat hidup.
Ada 3 cara pasteurisasi yaitu :
a. Pasteurisasi lama (law temperature, long time).
Pemanasan susu dilakukan pada temperatur yang tidak begitu tinggi dengan
waktu yang relative lama (pada temperature 62-65 C selama 1/2 -1 jam)
b. Pasteurisasi singkat (High temperature, Short time).
Pemanasan susu dilakukan pada temperatur tinggi dengan waktu yang relatif
singkat (pada temperatur 85 - 95 C selama 1 - 2 menit saja).
c. Pasteurisasi dengan Ultra High Temperature (UHT).
Pemasakan susu dilakukan pada temperatur tinggi yang segera didinginka
pada temperatur 10 C (temperature minimal untuk pertumbuhan bakteri
susu). Pasteurisasi dengan UHT dapat pula dilakukan dengan memanaskan
susu sambil diaduk dalam suatu panci pada suhu 81 C selama 1/2 jam dan
dengan cepat didinginkan. Pendinginan dapat dilakukan dengan mencelupkan
panci yang berisi susu tadi ke dalam bak air dingin yang airnya mengalir terns
menerus.
4. Sterilisasi Susu
Sterilisasi susu adalah proses pengawetan susu yang dilakukan dengan cara
memanaskan susu sampai mencapai temperatur di atas titik didih, sehingga bakteri maupun
kuman berikut sporanya akan mati semua. Pembuatan susu sterilisasi dapat dilakukan dengan
cara :1. Sistem UHT yaitu susu dipanaskan sampai suhu 137 C - 140 C selama 2 - 5 detik.
2. Mengemas susu dalam wadah hermetis kemudian memanaskannya pada suhu 110 C - 121
C selama 20 - 45 detik.
Cara sterilisasi susu ini memerlukan peralatan yang khusus dengan biaya yang
relative mahal. Oleh karma itu sterilisasi susu umumnya dilakukan oleh industri-industri
pengolahan susu.
1. Susu Skim (Skim Milk) dan Susu Krim (Whole Milk / Full Cream)
Susu Skim adalah susu segar yang tertinggal setelah krim diambil sebagian atau
seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin
yang larut dalam lemak.
Susu Krim atau biasa dikenal dengan nama Full Cream adalah bagian dari susu yang
kaya akan lemak yang timbul ke bagian atas dari susu pada waktu didiamkan ataupun
dipisahkan dengan sentrifugal.
Secara umum istilah susu kental manis berarti susu yang dimaniskan, yakni susu yang
berbentuk cairan kental, warna putih kekuningan atau warna lain yang tergantung dari aroma
yang ditambahkan, dengan bau dan rasa khas.
Susu kental tak manis atau biasa disebut dengan susu yang diuapkan (evaporated
milk) adalah susu dimana proses pembuatannya hampir sama dengan susu kental manis hanya
dengan sedikit perubahan dengan tidak dilakukan penambahan sukrosa (Anonim, 1994).
Produk-produk susu kering atau tepung susu adalah produk susu berwarna putih
kekuningan, bau dan rasa khas susu, yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian besar
air dari susu dengan cara pengeringan yang pada umumnya melalui proses pengabutan,
dibuat sebagai kelanjutan dari proses penguapan biasa kadar air dikurangi sampai di bawah 5
% dan sebaiknya harus kurang dari 2 %.
4. Susu Steril
Susu steril adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mensterilkan susu pada
suhu tidak kurang dari 100 C selama waktu yang cukup untuk mencapai keadaan steril
komersial, dan dikemas secara hermetis (proses pencegahan pembusukan produk pada
penyimpanan dengan waktu yang lama)
Es Krim yakni susu dengan penambahan lemak susu ataupun dapat berupa lemak
nabati atau krim maupun mentega dan dapat pula berupa campurannya dengan gula dan
dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain.
7. Keju (Cheese)
Keju berupa produk susu berbentuk padat atau setengah padat yang diperoleh dengan
cara mengkoagulasikan susu, krim, susu skim, komponen susu ataupun dapat berupa
campurannya dengan enzim lainnya dengan atau tanpa penambahan rempah-rempah, dan
bahan tambahan makanan yang diizinkan .
8. Mentega; Butter
Mentega dapat dibuat dari lemak susu (terutama lemak susu sapi) yang manis (sweet
cream) atau asam. Mentega dari lemak susu yang asam mempunyai cita rasa lebih kuat.
KESIMPULAN
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri.
Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik
sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
Untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang
menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan
berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk
menahahn laju pertumbuham mikroorganisme pada makanan.
Dengan adanya melakukan pengawaetan dan pengolahan hasil dari ternaka kita bisa
merubah bentuk suatu makan hasil ternak baik secara fisik maupaun secara biologis dan
merubah rasa dari pengolahan yang dilakukan. Sehingga bisa mengemas dan menjadiakan
bahan makanan menjadi awet untuk simpan dengan mengadakan pengolahan. Bahan pangan
merupakan materi yang mudah rusak. Dengan sifat yang mudah rusak, maka bahan pangan
mempunyai masa simpan yang terbatas.
Bermacam-macam teknik pengawetan dan pengolahan bahan pangan dilakukan untuk
memperpanjang komoditas hasil pertanian di antaranya pengeringan, pembekuan,
penggunaan bahan kimia dan iradiasi. Tujuan pengawetan pangan adalah untuk menghambat
atau mencegah terjadinya kerusakan pangan, mempertahankan kualitas bahan,
menghindarkan terjadinya keracunan dan mempermudah penanganan serta penyimpanan.
Bahan pangan yang awet mempunyai nilai yang lebih tinggi karena terjadinya kerusakan
dapat diperkecil. Namun demikian metode pengawetan tidak selalu dapat mempertahankan
kualitas asal bahan pangan atau kandungan gizi dari komoditas yang diawetkan.
DAFTAR PUSTAKA
Floros, J.D dan V. Gnanasekharan. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Foods
Chemical, Biological, Physical and Nutrition Aspects. Di dalam Arpah. 2001. Buku dan
Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk. Program Studi Ilmu Pangan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Robertson, G. L. 1993. Food Packaging : Principles and Practise. Marcel Dekker, Inc.,
USA.
Syarief, Rizal dan Hariyadi Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan,
Jakarta.