Oleh
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. iii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1. 1 Latar Belakang......................................................................................................... 1
1. 2 Rumusan Masalah.................................................................................................... 2
1. 4 Manfaat Penelitian ................................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................................... 3
2. 1 Tumbuhan Paku (Pteridophyta) ............................................................................... 3
2. 2 Ciri-ciri Tumbuhan Paku (Pteridophyta) ................................................................. 4
2. 3 Reproduksi Tumbuhan Paku Homospora (Pteridophyta) ........................................ 5
2. 4 Klasifikasi Tumbuhan Paku (Pteridophyta) ............................................................ 6
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................................ 7
3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian .............................................................................. 7
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................................. 7
3.3. Alat dan Bahan Penelitian ....................................................................................... 7
3.4. Objek Penelitian ...................................................................................................... 7
3.5. Parameter Penelitian ................................................................................................ 7
3.6. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................................... 8
3.7. Analisis Data ........................................................................................................... 9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 10
4.1 Hasil ....................................................................................................................... 10
4.2 Pembahasan ........................................................................................................... 11
BAB V PENUTUP .............................................................................................................. 13
5.1 Kesimpulan dan Saran ........................................................................................... 13
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 16
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Tumbuhan paku tergolong tumbuhan kormus berspora yang disebut
Pteridophyta. Istilah ini berasal dari berasal dari bahasa Greek yaitu pteron= sayap
atau bulu. Pteridophyta adalah tumbuhan kormus yang menghasilkan spora dan
memiliki susunan daun yang umumnya membentuk bangun sayap (menyirip) dan pada
bagian pucuk tumbuhan itu terdapat bulu-bulu daun mudanya membentuk gulungan
atau melingkar (Syamsuri, 2004).
Tumbuhan paku dapat mudah dibedakan dengan tumbuhan lainnya melalui alat
perkembangbiakannya berupa spora yang bergerombol dalam berbagai bentuk di
bawah permukaan daun. Tumbuhan ini dapat dijumpai dalam jumlah teramat besar di
hutan-hutan hujan tropis, juga terdapat di padang rumput yang lembab, sepanjang sisi
jalan dan sungai. Tumbuhan paku biasanya hidup di daerah yang lembab. Tempat
hidupnya bisa di atas tanah seperti jenis tanah rawa gambut atau menumpang pada
tumbuhan lain, ada beberapa jenis yang menyenangi tempat-tempat terlindung namun
ada juga yang dapat hidup di daerah terbuka (Lugrayasa, 2004). Menurut Irwan
(2007), gambut merupakan suatu tipe tanah yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan
(akar, batang, dahan, ranting, daun) dan mempunyai kandungan bahan organik yang
sangat tinggi.
Jenis paku-pakuan merupakan kelompok tumbuhan yang masih kurang
mendapatkan perhatian dibandingkan dengan tumbuhan yang lainnya, meskipun
banyak jenis dari tumbuhan paku ini memiliki fungsi ekologis yang penting serta
memiliki berbagai manfaat lainnya yang berguna. Informasi tentang tumbuhan paku
yang berpotensi sebagai tanaman obat, tanaman hias dan sebagai makanan pada
kawasan ini perlu diteliti dan dikembangkan.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi keanekaragaman
hayati tumbuhan paku dan mengetahui potensi tumbuhan paku yang berada di Desa
Lamgugob, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh.
1
1. 2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah indeks keanekaragaman jenis-jenis tumbuhan paku
(pteridophyta) yang terdapat di Desa Lamgugob, Kecamatan Syiah Kuala, Kota
Banda Aceh, Provinsi Aceh?
1. 3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui indeks keanekaragaman jenis-jenis tumbuhan paku
(pteridophyta) yang terdapat di Desa Lamgugob, Kecamatan Syiah Kuala, Kota
Banda Aceh, Provinsi Aceh.
1. 4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi
tambahan bagi mahasiswa, masyarakat dan Instansi pertanian tentang jumlah indeks
keanekaragaman jenis-jenis tumbuhan paku (pteridophyta) yang terdapat di Desa
Lamgugob, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, sehingga dapat
menjadi data dasar untuk penelitian lebih lanjut.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
3
2. 2 Ciri-ciri Tumbuhan Paku (Pteridophyta)
Ciri tumbuhan paku meliputi ukuran, bentuk, struktur, dan fungsi tubuh yang
memiliki ukuran bervariasi dari yang tingginya sekitar 2 cm, misalnya pada tumbuhan paku
yang hidup mengapung di air, sampai tumbuhan paku yang hidup di darat yang tingginya
mencapai 5 m, misalnya paku tiang (Sphaeropteris). Tumbuhan paku purba yang telah
menjadi fosil diperkirakan ada yang mencapai tinggi 15 m. Bentuk tumbuhan paku yang
hidup saat ini bervariasi, ada yang berbentuk lembaran, perdu atau pohon, dan ada yang
seperti tanduk rusa.
Tumbuhan paku terdiri dari dua generasi, yaitu generasi sporofit dan generasi
gametofit. Generasi sporofit dan generasi gametofit ini tumbuh bergantian dalam siklus
tumbuhan paku. Generasi sporofit adalah tumbuhan yang menghasilkan spora sedangkan
generasi gametofit adalah tumbuhan yang menghasilkan sel gamet (sel kelamin). Pada
tumbuhan paku, sporofit berukuran lebih besar dan generasi hidupnya lebih lama
dibandingkan generasi gametofit. Oleh karena itu, generasi sporofit tumbuhan paku disebut
generasi dominan. Generasi sporofit inilah yang umumnya kita lihat sebagai tumbuhan paku.
Struktur dan fungsi tubuh tumbuhan paku generasi sporofit. Tumbuhan paku sporofit pada
umumnya memiliki akar, batang, dan daun sejati. Namun, ada beberapa jenis yang tidak
memiliki akar dan daun sejati. Batang tumbuhan paku ada yang tumbuh di bawah tanah
disebut rizom dan ada yang tumbuh di atas permukaan tanah. Batang yang yang tumbuh di
atas tanah ada yang bercabang menggarpu dan ada yang lurus tidak bercabang. Tumbuhan
paku yang tidak memiliki akar sejati memiliki akar berupa rizoid yang terdapat pada rizom
atau pangkal batang. Tumbuhan paku ada yang berdaun kecil (mikrofil) dan ada yang
berdaun besar (makrofil). Tumbuhan paku yang berdaun kecil, daunnya berupa sisik. Daun
tumbuhan paku memiliki klorofil untuk fotosintesis. Klorofil tumbuhan paku yang tak
berdaun atau berdaun kecil terdapat pada batang. Tumbuhan paku sporofit memiliki
sporangium yang menghasilkan spora.
Pada jenis tumbuhan paku sporofit yang tidak berdaun, sporangiumnya terletak di
sepanjang batang. Pada tumbuhan paku yang berdaun, sporangiumnya terletak pada daun
yang fertil (sporofil). Daun yang tidak mengandung sporangium disebut daun steril
(tropofil). Sporofil ada yang berupa helaian dan ada yang berbentuk strobilus. Strobilus
adalah gabungan beberapa sporofil yang membentuk struktur seperti kerucut pada ujung
4
cabang. Pada sporofil yang berbentuk helaian, sporangium berkelompok membentuk sorus.
Sorus dilindungi oleh suatu selaput yang disebut indusium. Sebagian besar tumbuhan paku
memiliki pembuluh pengangkut berupa floem dan xilem. Floem adalah pembuluh
pengangkut nutrien organik hasil fotosintesis. Xilem adalah pembuluh pengangkut senyawa
anorganik berupa air dan mineral dari akar ke seluruh bagian tumbuhan. Spora yang
menghasilkan sporofit akan tumbuh membentuk struktur gametofit berbentuk hati yang
disebut protalus atau protalium.
Gametofit tumbuhan paku hanya berukuran beberapa milimeter dan dari sebagian
besar tumbuhan paku memiliki gametofit berbentuk hati yang disebut protalus. Protalus
berupa lembaran, memiliki rizoid pada bagian bawahnya, serta memiliki klorofil untuk
fotosintesis. Protalus hidup bebas tanpa bergantung pada sporofit untuk kebutuhan
nutrisinya. Gametofit jenis tumbuhan paku tertentu tidak memiliki klorofil sehingga tidak
dapat berfotosintesis. Makanan tumbuhan paku tanpa klorofil diperoleh dengan cara
bersimbiosis dengan jamur.
Gametofit memiliki alat reproduksi seksual yaitu jantan adalah anteridium yang
menghasilkan spermatozoid berflagelum sedangkan alat reproduksi betina adalah
arkegonium yang menghasilkan ovum. Gametofit tumbuhan paku jenis tertentu memiliki
dua jenis alat reproduksi pada satu individu. Gametofit dengan dua jenis alat reproduksi
disebut gametofit biseksual. Gametofit yang hanya memiliki anteridium saja atau
arkegonium saja disebut disebut gametofit uniseksual. Gametofit biseksual dihasilkan oleh
paku heterospora (paku yang menghasilkan dua jenis spora yang berbeda).
5
Spora haploid (n) yaitu protalium, sedangkan sporofitnya adalah generasi diploid yaitu
tumbuhan paku.
6
BAB III
METODE PENELITIAN
3. 6.2 Identifikasi
Setiap stasiun pengambilan sampel ditetapkan membuat 3 transek dengan
panjang transek 100m dan jarak antara transek 10 m. Pada masing-masing transek
dibuat 5 buah plot pengamatan berukuran 2 m x 2 m yang disusun secara sistematika
dengan menggunakan metode garis berpetatak.
8
3.7. Analisis Data
Data dianalisis secara deskriptif yang terbagi dalam beberapa tahap, yaitu:
1. Membandingkan objek (photo) yang ditemukan di lokasi penelitian
selanjutnya diidentifikasi lebih lanjut dengan menggunakan buku pengenalan
pelajaran tumbuhan paku (pteridophyta).
2. Mendeskripsikan specimen yang di temukan di lapangan berdasarkan ciri-ciri
yang dimilikinya (bentuk akar, bentuk daun, bentuk batang, dan jumlah serta
kedudukan spora pada bagian tumbuhan)
3. Menghitung indeks keanekaragaman jenis tumbuhan paku (pteridophyta).
9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Jenis-jenis Tumbuhan Paku di Desa Lamgugob, Banda Aceh
Lokasi Penelitian
No. Nama Spesies
ST 1 ST 2 ST 3
1. Acrostichum speciosum √ √ √
2. Adiantum hispidulum √ √ √
3. Davallia denticulate √ − −
4. Elaphoglossum angulatum − √ −
5. Glechenia linearis − √ −
6. Lygodium flexuosum √ √ √
7. Nephrolepis biserrata √ √ √
8. Pityrogranma calomelanos √ √ √
10
Tabel 3. Indeks Keanekaragaman tumbuhan paku di Desa Lamgugob Banda Aceh
Indeks Keanekaragaman (H’)
No. Nama Spesies
Pi ln Pi Pi ln Pi Pi ln Pi
(ST I) (ST II) (ST III)
1. Acrostichum speciosum -0.279 -316,2 -0.333
2. Adiantum hispidulum -0.335 -134.5 -0.335
3. Davallia denticulate -0.047 -0.052 0
4. Elaphoglossum angulatum 0 -0.034 0
5. Glechenia linearis 0 -0.040 0
6. Lygodium flexuosum -.142 -0.040 -0.200
7. Nephrolepis biserrata -0.282 -0.298 -0.179
8. Pityrogranma calomelanos -0.311 -0.326 -0.220
Jumlah -1.416 -1.578 -1.267
(H’) 1.416 1.578 1.267
4.2 Pembahasan
Dari tabel 1 di atas diketahui bahwa keberadaan 8 spesies tumbuhan paku yang tersebar
dalam 3 stasiun penelitian yaitu pada karakteristik tanah gambut, karakteristik tanah rawa dan
karakteristik tanah liat. Dari ke 8 spesies tersebut hanya 5 spesies yang keberadaannya ada
pada semua karakteristik tanah yang dijadikan sampel penelitian dan 3 spesies yang lainnya
tidak ada di ke tiga karakateristik sampel tanah yang dijadikan lokasi penelitian. Spesies
Davalia denticulate hanya terdapat pada stasiun I atau karakteristik tanah gambut saja
sementara di karaktersitik tanah rawa dan liat spesies ini tidak terdapat. Untuk spesise
Elaphoglossum angulatum dan Glechenia linearis juga hanya terdapat pada satu stasiun saja
yakni pada stasiun karakteristik tanah rawa sementara pada karakteristik tanah gambut dan
liat kedua spesies ini tidak dijumpai.
Tumbuhan paku yang paling banyak terdapat pada jenis Adiantum hispidulum dengan
jumlah individu mencapai 343 yang keberadaanya di dominasi pada stasitun I dengan jumlah
304 individu, sementara yang paling sedikit adalah jenis Elaphoglossum angulatum dengan
jumlah 2 individu saja pada seluruh stasiun pengamatan. Untuk hasil keseluruhan jumlah dari
indivudu yang tercatat dari hasil pengamatan seluruh stasiun adalah sebanyak 899 individu di
11
mana dari keseluruhan stasiun didominasi oleh stasiun I dengan jumlah sebanyak 664
individu dan spesies yang mendominasi adalah Adiantum hispidulum sebanyak 304 individu.
Untuk jumlah stasiun II terdapat 173 individu di mana pada stasiun II ini di dominasi oleh
spesies Nephrolepis biserrata sebanyak 78 individu dan yang terakhir adalah pada stasiun III
dengan jumlah 70 individu yang didominasi pada spesies Acrostichum speciosum dengan
jumlah sebanyak 41 individu.
Dari tabel jenis tumbuhan paku yang ada di atas tersebut ada 3 spesies tumbuhan paku
yang mempunyai jumlah paling sedikit yakni spesies Elaphoglossum angulatum dengan
jumlah hanya 2 individu, spesies Glechenia linearis hanya terdapat sebanyak 4 individu
sementara spesise Davallia denticulate hanya berjumlah 7 individu saja dan masing-masing
spesies tersebut hanya ada di satu stasiun saja.
Dari hasil penghitungan Indeks Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Paku
(Pteridophyta) di Desa Lamgugob, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Provinsi
Aceh pada Stasiun I menunjukkan nilai keanekaragaman yang sedang kerena berada pada
nilai 1,416. Nilai Indeks Keanekaragaman pada stasiun II dengan nilai 1,578 ini menyatakan
bahwa di lokasi tanah rawa ini keanekaragaman dikategorikan ke dalam sedang dan Indeks
Keanekaragaman tumbuhan paku di stasiun III yaitu dengan karakteristik tanah liat bernilai
sebesar 1,267 yang menunjukkan nilai sedang.
12
BAB V
PENUTUP
13
LAMPIRAN
14
Lygodium flexuosum Glechenia linearis
15
DAFTAR PUSTAKA
Indriani, D. P., Hanifa Marisa, dan Zakaria. 2009. Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Pada
Kawasan Mangrove Nipah (Nypa fruticans Wurmb.) di Kecamatan Pulau Rimau
Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains, 2(3), 1230-1245.
Istamar Syamsuri. 2004. Buku Pelajaran Biologi Jilid IA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Lugrayasa I. N dan B. Adjie. 2004. Ekologi Tumbuhan Paku di Taman Nasional Bogani Nani
Wartabone, Sulawesi Utara. Laporan Teknik Kebun Raya “Eka Karya” Bali 2004. UPT
Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya. LIPI.
Irwan, Z. D. 2007. Prinsip-Prinsip Ekologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Herlina, N., dkk. 2013. Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Paku (Pteridophyta) Di Desa
Gading Sari Kec.Tapung Kab. Kampar Provinsi Riau. Jurnal Photon. 4(1), 65-70.
Ray, J. 1984. Biology of Plants. New York: Worth Publisher.
Tjitrosoepomo, G. 2011. Taksonomi Tumbuhan Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta,
Pteridophyta. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Setijati, Sastrapradja, dkk. 1979. Jenis Paku Indonesia. Bogor: Lembaga Biologi Nasional-
LIPI.
16