Anda di halaman 1dari 22

DIVISI PTERYDOPHYTA PADA KELAS PSILOTOPSIDA

(PAKU PURBA) DAN EQUISETOPSIDA (PAKU EKOR KUDA)


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah: Botani Cryptogamae
Dosen Pengampu: Syarifah Widya Ulfa, M.Pd

Disusun oleh:
Kelompok 5/ Tadris Biologi 1

 Lendy Fadhilah (0310213024)


 Putri Rahayu (0310212055)
 Seri Haryani Harahap (0310213026)
 Syarifah Thami Rahayu (0310213045)

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2023
KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim,
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat beriring salam kami sampaikan
kepada junjungan alam Nabi kita Muhammad SAW semoga kita mendapat syafaat beliau di
yaumil akhir kelak.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah Makalah dengan materi yang berjudul
“Divisi Terydophyta Pada Kelas Psilotopsida dan Equisetopsida” untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Botani Cryptogamae yang diampuh oleh Ibu Syarifah Widya Ulfa, M.Pd.
Mengenai pemaparan penjelasan materi akan dijelaskan dalam pembahasan makalah ini.
Melalui kata pengantar ini kami selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak
yang telah memberikan tugas makalah ini. Dan tidak lupa pula penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini. Kami
meminta maaf dan memohon ampun kepada Allah SWT. Serta pemakluman para pembaca bila
makalah ini memiliki banyak kekurangan dan terdapat penulisan yang kurang tepat, maka kritik
dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan. Dengan ini kami mempersembahkan
makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT. Memberkahi makalah ini
sehingga dapat memberikan manfaat kepada para pembaca sekalian.

Medan, 09 Juni 2023

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 1

BAB I .............................................................................................................................................. 2

PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 2

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................... 2

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 3

C. Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 3

BAB II ............................................................................................................................................ 4

PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 4

A. Divisi Pterydophyta .......................................................................................................... 4

B. Klasifikasi Pteridophyta ................................................................................................... 7

1. Kelas Psitolopsida ............................................................................................................ 7

2. Kelas Equisetopsida ....................................................................................................... 13

C. Peran Tumbuhan Psilotopsida dan Equisetopsida .......................................................... 16

D. Integrasi Ayat Al-Quran Terkait Psilotopsida dan Equisetopsida ................................. 18

BAB III ......................................................................................................................................... 19

PENUTUP .................................................................................................................................... 19

A. Kesimpulan..................................................................................................................... 19

B. Saran ............................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 20


1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia terkenal dengan sumber daya alam yang sangat melimpah dan terkenal sebagai
pusat keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi baik flora
maupun faunanya. Salah satu potensi sumber daya alam hayati dari kelompok flora di Indonnesia
ialah tumbuhan paku (Pterydophyta) .
Tumbuhan paku (Pterydophyta) merupakan tumbuhan tingkat darat yang telah memiliki
akar,batang dan daun sejati. Oleh sebab itu tumbuhan paku termasuk cormophyta berspora.
Tumbuhan paku termasuk tumbuhan tingkat rendah karena meskipun tubuh sudah jelas memiliki
kormus serta memiliki sistem pembuluh tetapi belum menghasilkan biji dan alat
perkembangbiakan yang utamanya masih berupa spora. Tumbuhan paku disebut sebagai
tumbuhan berpembuluh (trakeofita) karena memiliki pembuluh pengangkut.
Tumbuhan paku adalah tumbuhan yang mempunyai berjuta macam keunikan, diantaranya
ialah, satu-satunya tumbuhan tingkat rendah yang sudah memiliki akar, batang dan daun sejati,
selain itu tumbuhan paku juga termasuk tumbuhan kuno dan tumbuhan paku juga memiliki
banyak jenis dan hampir tersebar di seluruh daratan, keculi daratan bersalju.
Tumbuhan paku dapat dibedakan menjadi dua bagian utama yaitu organ vegetatif yang
terdiri dari akar, batang, rimpang, dan daun. Sedangkan organ generatif terdiri atas spora,
sporangium, anteridium, dan arkegonium. Sporangium tumbuhan paku umumnya berada di
bagian bawah daun serta membentuk gugusan berwarna hitam atau coklat. Gugusan sporangium
ini dikenal sebagai sorus. Letak sorus terhadap tulang daun merupakan sifat yang sangat penting
dalam klasifikasi tumbuhan paku. Menurut divisi Pteridophyta dapat dikelompokkan ke dalam
empat kelas yaitu Psilophytinae, Lycopodiinae, Equisetinae dan Filiciane; tumbuhan paku-
pakuan dapat dibagi ke dalam 11 famili yaitu Salviniceae, Marsileaceae, Equicetaceae,
Selagillaceae, Lycopodiaceae, Ophiglossaceae, Schizaeaceae, Gleicheniaceae, Cyatheaceae,
Ceratopteridaceae, dan Polypodiaceae.
Berdasarkan jenis sporanya, tumbuhan paku dibedakan menjadi tumbuhan paku homospora,
heterospora dan peralihan homospora heterospora. Tumbuhan paku homospora menghasilkan
spora dengan ukuran sama yang tidak dapat dibedakan antara spora jantan dan betina, misalnya
Lycopodium sp (paku kawat). Tumbuhan paku heterospora menghasilkan spora berbeda ukuran.
Spora jantan berukuran kecil disebut mikrospora dan spora betina besar disebut makrospora,
misalnya Selaginella sp (paku rane), Marsilea sp (semanggi). Melihat begitu banyaknya
keunikan dan keragaman jenis yang dumiliki tumbuhan paku sehingga menarik penulis untuk
mengangkat tumbuhan paku sebagai topik dalam pembahasan pada makalah ini, agar
memudahkan para pembaca untuk mengenal dan menggali lebih jauh mengenai tumbuhan paku
2
ini. Akan tetapi fokus pembahasan pada topik bahasan di makalah ini hanya terdiri dari 2 kelas,
yaitu kelas Psilotopsida dan Equisetopsida.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian, ciri-ciri dan pengklasifikasian dari Pterydophyta?
2. Bagaimana morfologi, habitat,struktur tubuh, siklus hidup dan reproduksi pterydophyta
pada kelas psilotopsida?
3. Bagaimana morfologi, habitat,struktur tubuh, siklus hidup dan reproduksi pterydophyta
pada kelas equisetopsida?
4. Bagaimana peranaan dari kelas psilotopsida dan equisetopsida?
5. Bagaimana integrasi Al-Quran dengan Pterydophyta?

C. Tujuan Penulisan
1. Melatih penulis agar mampu menyusunn tulisan ilmiah dengan baik dan benar.
2. Memperluas wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai Divisi
Pterydophyta pada kelas psilotopsida dan equisetopsida.
3. Mendukung perkembangan konsep keilmuan maupun pemecaahan masalah mengenai
Divisi Pterydophyta pada kelas psilotopsida dan equisetopsida.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Divisi Pterydophyta
Pteridophyta berasal dari bahasa Yunani yang diambil dari kata pteron yang berarti
sayap atau bulu dan phyta yang artinya tumbuhan. Di Indonesia pteridophyta lebih dikenal
dengan sebutan tumbuhan paku1. Tumbuhan paku termasuk kelompok tumbuhan kormus
berspora, artinya dapat dibedakan antara akar, batang dan daun, tumbuhan paku juga sudah
memiliki berkas pembuluh angkut, yaitu xilem dan floem 2. Kemudian sesuai dengan
namanya pteridophyta mempunyai susunan daun yang umumnya membentuk bangun sayap
(menyirip) dan pada bagian pucuk terdapat bulu-bulu. Daun mudanya membentuk
gulungan atau melingkar. Morfologi tumbuhan paku adalah rimpang yang tegak, menjalar
panjang dan menjalar pendek. Daun dari tumbuhan paku kebanyakan tunggal
(monomorfik) dan jarang yang dimorfik3.

Gambar 1. Tumbuhan Paku


Sumber: Pixabay

Tumbuhan paku termasuk kelompok tumbuhan kuno. Fosil tumbuhan paku pertama
dimulai awal periode mesozoic sekitar 360 juta tahun yang lalu. Keberadaan tumbuhan
paku di muka bumi jauh lebih tua jika dibandingkan dengan hewan darat seperti
dinosaurus. Tumbuhan paku berkembang dua ratus juta tahun sebelum tanaman berbung
berkembang. Jenis tumbuhan paku bersifat kosmopolit yaitu dapat tumbuh dimana-mana
mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi (terrestrial), ada yang hidup di permukaan
(hidrofit) bahkan ada yang hidupnya menumpang tumbuhan lain (epifit), tumbuhan epifit
adalah tumbuhan yang menempel pada tumbuha lain, hanya menopang terhadap tumbuhan

1
Mulyadi Hasanuddin, (2014), Botani Tumbuhan Rendah, Banda Aceh: Syiah Kuala University Press,
h.132.
2
Ulfa, S.Widya, (2017), Botani Cryptogamae, Medan: Perdana Publishing, h.120.
3
Yusna, dkk, (2016), Keanekaragaman Pteridaceae Berdasarkan Karakter Morfologi dan Fitokimia di
Hutan PT. Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) Rumbai. Jurnal Riau Biologia 1 (2), h. 165-172.
4
lain dan tidak menibulkan akibat apa-apa terhadap inangnya. Epifit bebeda dengan parasit
karena epifit memiliki akar untuk menghisap air dan nutrisi, tubuhan epifit sudah mampu
menghasilkan makanan sendiri4.

a) Ciri-Ciri Umum Divisi Pteridophyta


Berikut ini beberapa ciri-ciri tumbuhan paku menurut Mulyadi Hasannudin5:
1. Organisme multiselluler dan eukariotik.
2. Memiliki akar, berupa:
a. Rhizoid : pada generasi gametofit
b. Akar serabut : pada generasi sporofit
c. Struktur anatomi akar :
1) Pada bagian ujung dilindungi oleh kaliptra
2) Di belakang kaliptra terdapat titik tumbuh akar berbentuk bidang empat yang
aktivitasnya keluar membentuk kaliptra sedangkan ke dalam membentuk sel
- sel akar.
3) Pada silender pusat terdapat fasisi (berkas pembuluh angkut) bertipe
konsentris (xilem dikelilingi floem)
3. Memiliki batang,berupa:
a. Prothalium pada generasi gametofit
b. Batang sejati pada generasi sporofit
c. Struktur anatomi batang :
1) Epidermis : mempunyai jaringan penguat yang terdiri dari atas sel - sel
sklerenkim
2) Korteks : banyak mengandung lubang (ruang antar sel)
3) Silender pusat : terdiri dari xilem dan floem yang membentuk berkas
pengangkut bertipe konsentris.
4. Memiliki daun
Daun paku tumbuh dari percabangan tulang daun yang disebut frond, dan
keseluruhan daun dalam satu tangkai daun disebut pinna.
a. Berdasarkan ukurannya, dibedakan menjadi dua yaitu :
1) Daun mikrofil : ukuran kecil, hanya setebal selapis sel dan berbentuk rambut
2) Daun makrofil : ukuran besar dan tipis, sudah memiliki bagian - bagian daun
seperti tulang daun, tangkai daun, mesofil dan epidermis
b. Berdasarkan fungsinya, dibedakan menjadi dua yaitu:

4
Tjitrosoepomo, G. (2014), Taksonomi Tumbuhan, Gajah Mada University Press: Yogyakarta, h.206.
5
Mulyadi Hasanuddin op.cit., 133-137.
5
1) Daun tropofil : untuk fotosintesis, daun ini hanya mengandung klorofil dan
banyak dimanfaatkan untuk proses fotosintesis.
2) Daun sporofil : penghasil spora. Jika diperhatikan pada permukaan bagian
daun (frond) terdapat bentuk berupa titik-titik hitam yang disebut sorus,
dalam sorus terdapat kumpulan sporangia yang merupakan tempat atau
wadah dari spora. Gambar dibawah ini menunjukkan sporangia yang
tergabung dalam struktur sorus (jamak sori).

Gambar 2. Struktur Tumbuhan Paku


Sumber: idschool
5. Memiliki spora
Spora pada tumbuhan paku berkumpul di sporangium. Sporangium bisa terdapat
pada strobilus, sorus, atau sinagium. Setiap sporangium dikelilingi oleh sederetan sel
yang membentuk bangunan seperti cincin yang disebut annulus yang berfungsi sebagai
pengatur pengeluaran spora.

Gambar 3. Spora pada tumbuhan paku


Sumber. Studiobelajar
6. Umumnya Habitat tumbuhan paku terdapat pada tempat yang lembab, bisa di darat,
perairan, ataupun menempel pada tumbuhan lain.
7. Tumbuhan paku dapat bereproduksi secara aseksual dan seksual.
8. Tumbuhan Paku bersifat fotoautotrof, karena memiliki klorofil sehingga dapat
melakukan fotosintesis.

6
9. Dalam Siklus hidupnya tumbuhan paku, pada fase metagenesis terdapat fase sporofit
yaitu tumbuhan paku sendiri. Fase sporofit pada metagenesis memiliki sifat yang
lebih dominan dibandingkan fase gametofitnya 6.
B. Klasifikasi Pteridophyta
Divisi Pteridhopyta diklasifikasikan menjadi empat kelas, yang terdiri dari: Kelas
Psilophytinae (paku purba), Kelas Equisetopsida (paku ekor kuda), Kelas Lycophynae
(paku kawat atau paku rambat) dan Kelas Pterophyta/Filicinae (Paku Sejati) 7. Namun pada
pembahasan kali ini, penulis hanya membahas dua kelas yakni pada kelas Psilotopsida dan
Equisetopsida
1. Kelas Psitolopsida
Psilopsida (Yunani, psilos = telanjang) merupakan tumbuhan paku purba (primitif)
yang sebagian besar anggotanya sudah punah dan ditemukan sebagai fosil. Tumbuhan
ini hidup pada periode antara zaman Silurian dan Devonian.Psilopsida merupakan
tumbuhan paku dengan struktur tubuh yang sederhana. Rantingnya bercabang-cabang
dan terdapat bulu-bulu halus yang menyelimuti tubuhnya. Psilopsida yang disebut juga
sebagai paku purba memiliki akar serabut halus yang juga disebut sebagai akar semu.
Akar tersebut berfungsi sebagai perekat pada tumbuhan lain.
Psilotum memiliki struksur tubuh yang sangat sederhana, tidak memiliki daun dan
akar sejati namun memiliki rizom yang dikelilingi rizoid. Batangnya memiliki
percabangan dikotomus, untuk paku purba yang memiliki daun, ukuran daunnya kecil
(mikrofil) berbentuk sisik. Kumpulan sporangium bernama Sinangium berada di ketiak
ruas batang. Hanya beberapa jenis yang masih hidup di bumi, salah satunya adalah
psilotum nudum.8
a. Morfologi

Gambar 4. Morfologi psilotum nudum pada kelas psilotopsida

6
Ulfa, S.Widya op.cit., h.122.
7
Ulfa, S.Widya loc.cit., h.122-124.
8
Jannah, M., Prihanta, W., Susetyorini, E. Identifikasi Pteridophyta di Piket Nol Pronojiwo Lumajang
sebagai Sumber Belajar Biologi.Jurnal Pendidikan Biologi. 2018. Vol 1 (1) : 89 – 98
7
1) Batang
Paku yang berupa pohon. batangnya dapat mencapai besar satu lengan atau
lebih, umumnya tidak bercabang dan pada ujungnya terdapat suatu rozet daun.
Batangmengeluarkan banyak akar, tetapi jika tidak dapat masuk ke dalam
tanah akar-akaritu tidak bertambah panjang dan karena rapatnya satu sama
lain, seakan-akan akar-akar itu menye- lubungi batang. Kekuatan batang
diperoleh dari berkas-berkas pengangkut yang peng masing-
masing mempunyai susunan konsentrik, lempeng-lem sklerenkim, dan kadang-
kadang batang itu diselubungi oleh akar-akar pendekyang kaku.
2) Daun
Menyirip ganda sampai beberapa kali, panjangnya dapat sampai 3 m, dan
jika telahgugur meninggalkan bekas-bekas yan jelas pada batang. Daun yang
masih mudaselalu tergulung, dan sifat ini sangat karakteristik bagi warga
Filicinae umumnya. Tergulungnya daun itu disebabkan karena sel-sel pada
sisi bawah daun lebih cepat pertum- buhannya, dan baru ditiadakan dengan
terbukanya daun.
3) Susunan anatomi daun
Telah menyerupai daun Spermatophyta. Padanya telah terdapat
diferensiasi dalam jaringan tiang dan jaringan bunga karang. Jika pada
mikrofil, Lycopodinae hanyaterdapat satu tulang daun, pada daun Filicinae
tulang-tulang daunnya bercabang-cabang dengan bermacam-macam pola.
4) Sporangium
a) Bentuk susunan sporangium itu pun dapat berbeda-beda. Seperti
halnyadengan sistem pertulangan, susunan sporangium itu pun digunakan
sebagaisalah satu dasar untuk mengklasifikasikan leptosporangiatae,
sporangiumterkumpul menjadi sorus yang bentuknya dapat bermacam-
macam.
b) Sporangium itu muncul dari suatu penonjolan jaringan daun yang
dinamakan plasenta atau resep- takulum, dan sebelum masak, sorus itu
tertutup oleh suatuselaput yang dinamakan indusium.
c) Tiap sporangium berasal dari satu sel epidermis yang lalu membelah-
belah, sehingga akhimya tiap spora ngium dapat dibedakan dalam kotak
(kapsul)yang dindingnya hanya terdiri atas satu lapis sel, dengan di
dalamnya sejumlah besar isospora.
d) Pada dinding sporangium seringkali terdapat suatu cincin (anulus) yang
terdiriatas sel-sel yang menonjol keluar dengan penebalan pada dinding
radial dandinding dalam. Cincin itu tidak merupakan ingkaran yang
sempurna, biasanyameliputi punggung, ujung, sampai tengah-tengah sisi

8
perut. Bagian sisi perutyang sel-selnya menebal itu dinamakan stomium.
Anulus bekerja sebagaisuatu bagian.
e) Kapsul biasanya mempunyai suatu tangkai yang terdiri atas banyak sel.
5) Sorus
a) Bentuk dan tempat sorus, ada atau tidaknya anulus dan bagai mana letak
anulus pada sporangium, ada atau tidaknya indusium. merupakan ciri-ciri
pengenal yang sangat penting.
f) Letak sorus pada sisi bawah daun dan berbagai bentuk indusium. Semua
wargaFilices (Leptosporangiatae) menghasilkan iso-spora. Dari spora itu
tumbuh protalium, yang paling banyak hanya mencapai panjang beberapa
cm sajadengan umur yang terbatas. Mula-mula dari spora tumbuh
protonema berbentuk benang.9
b. Habitat
Ciri-ciri psilopsida ini adalah habitatnya di daerah beriklim tropis dan subtropis. Ia
bersifat homospora, memiliki daun mikrofil dengan batang berklorofil, dan tidak
memiliki daun sejati.
1) Tersebar d tropika dan sub tropika,
2) Epifit,
3) hanya bangsa Psilotum yang masih dapat ditemukan sampai sekarang,
misalnya, Psilotum nudum masih terdapat di Pulau Jawa, Psilotum triquetrum
hanya terdapat di daerah tropika, dan Tmesipteris tannensis di Australia.
c. Struktur
Pada struktur tubuh kelas psilotopsida daun mikrofil Batang bercabang
dikotom, dan berfungsi dalam fotosintesis. Pada ruas-ruas batang dihasilkan
sporangium Spora dihasilkan oleh sporangium Untuk memperoleh hara, gametofit
paku ini tergantung pada bersimbiosis dengan cendawan mikoriza, karena tidak
mempunyai klorofil.
Adapun strukturnya sebagai berikut:
1) Psilo: gundul/tanpa daun
2) Tinggi batang 20-30 cm
3) Rhizom penuh rizoid
4) Tumbuhan paku ini dikenal pula sebagai paku telanjang, karena
sporangiumnya terbuka.

9
Andre, L.D.G & al. (2011). A Classification for Blechnaceae (Polypodiales: Polypodiopsida): New
genera, resurrected names, and combinations. Journal Phytotaxa, 275(3), 23-76

9
5) Tumbuhan berpembuluh tidak berbiji paling primitif. Karena tidak memiliki
daun, akar, dan batangsejati, meskipun telah mempunyai berkas pengangkut.
6) Protalus 1-18 mm dg diameter 0.5-2 mm. Permukaanya terdapat anteredia dan
arkegonia.
7) Wujud sporofit berupa tangkai bercabang-cabang menggarpu dengan
sporangium pada ujung cabangcabangnya. Sporofit menghasilkan satu jenis
spora (homospora).
8) Sebagian anggota dari tumbuhan paku ini sudah punah. Selain jenis-jenis yang
masih bertahan, terdapat anggota yang diketahui dari fosil-fosilnya, seperti
Rhynia major dan Asteroxylon.
d. Siklus hidup

Gambar 5. Siklus hidup Psilotopsida


Generasi Saprofit merupakan tumbuhan paku itu sendiri yang dapat
menghasilkan spora. Spora dihasilkan oleh struktur daun khusus yang disebut
sporofil. Spora tersebut mudah menyebar diterbang angin, dan sporran yang jatuh
ditempat yang sesuai akan tumbuh menjadi tumbuhan baru yaitu berupa
protalium. Generasi Gametofit merupakan tumbuhan penghasil gamet. Generasi
gametofit ditanai dengan adanya protalium. Yaitu tumbuhan paku baru yang
berbentuk seperti jantung, berwarna hijau, dan melekat pasda substrat dengan
rizoisnya. Generasi gametofit tidak berlangsung lama karena biasanya
protaliumnya berukuran kecil dan tidak berumur panjang.

10
Di dalam protalium terdapat suatu gametangium sehinga dapat membentuk
anteridium yaitu alat kelamin jantan yang akan menghasilkan sperma, dan
arkegonium aitualat kelamin betina yang akan menghasilkan sel telur. Jika terjadi
pertemuan antara sperma dan sel telur, maka akan terbentuk zigot dan akan
tumbuh menjadi tumbuhan paku baru

Gambar 6. Skema metagenesis pada tumbuhan paku homospsora


Proses metagenesis paku homospora - Spora yang jatuh ke tanah yang lembab
membentuk protalium haploid (Protalium adalah gametofit paku yang terdapat
antheridium dan arkhegonium) - Dan protalium terbentuk melalui pembelahan
m - Antheridium menghasilkan spermatozoid, dan arkhegonium m ovum.
Masing-masing bersifat haploid. - Pembuahan mutlak terjadi dengan
bantuan air, dan terbentuk zigot membelah secara meiosis membentuk embrio. -
Embrio yang tercukupi nutrisinya tumbuh menjadi tumbuhan -
Tumbuhan paku menghasilkan sporogonium/kotak spora dan sporangium.10
e. Reproduksi
Reproduksi tumbuhan ini dapat seara aseksual (Vegetativ), yakni
dengan stolon yang menghasilkan gemma (tunas). Gemma adalah anakan pada
tulang daun atau kaki daun yang mengandung spora. Reproduksi secara seksual
(generative) melalui pembentujan sel kelamimn jantan dan betina oleh alat-alat
kelain (gametogonium). Gametogonium jantan (anteredium) menghasilkan
spermatozoid dan gametogonium betina menghasilkan sel telur (ovum).

10
Arini, D. I. D dan Kinho, J. 2012.Keragaman Jenis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di Cagar Alam
Gunung Ambang Sulawesi Utara. Jurnal Kehutanan. 2 (1) : 1-24

11
Sepertihalnya tumbuhan lumut, tumbuhan paku mengalami
metagenesis (pergiliran keturunan Tumbuhan paku mengalami metagenesis atau
pergiliran keturunan antara generasi sporofit dan generasi gametofit.
Perkembangbiakan P. nudum dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif.
Perkembangbiakan vegetatif P. nudum melalui rhizoma. Tunas baru akan muncul
pada bagian samping tumbuhan. Sementara itu, perkembangbiakan generatif P.
nudum melalui spora yang tersimpan di dalam kotak spora (sporangia) berwarna
kuning.11 Berikut adalah salah satu contoh kelas psilotopsida ini yaitu psilotom
nudum.

(Gambar 7. psilotum nudum)

Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Tracheophyta
Kelas: Psilopsida
Bangsa: Psilotales
Suku: Psilotaceae
Marga: Psilotum Sw.
Jenis: Psilotum nodum

11
Tjitrosoepomo, G. 2009.Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta, Pteridophyta).
Yogyakarta: UGM Press

12
2. Kelas Equisetopsida
Equisetopsida, juga dikenal sebagai Equisetopsida atau Equisetophyta, adalah divisi
dalam kingdom tumbuhan yang mencakup tumbuhan berkeping tinggi atau tumbuhan
ekor kuda. Tumbuhan dalam divisi ini dikenal dengan nama umum "horsetails" atau
"scouring rushes" dalam bahasa Inggris. Equisetopsida (Paku Ekor Kuda)
Equisetopsida disebut juga dengan paku ekor kuda (horsetail). Karena jenis tanaman
paku-pakuan ini memiliki percabangan yang khas berbentuk uliran atau lingkaran.12
Paku ekor kuda tumbuh melimpah pada zaman Karbon dengan ukuran yang besar dan
tingginya mencapai 15 m. Jenis tanaman paku Equisetopsida memiliki batang beruas-
ruas, berongga, serta memiliki rhizome. Daunnya kecil (mikrofil) atau berbentuk sisik
transparan yang tersusun melingkar. Terdapat strobilus di ujung batang, merupakan
jenis paku peralihan. Contoh spesies jenis paku ekor kuda adalah Equisetum debile.
Kelompok tumbuhan paku ini berupa terna yang tumbuh subur di tempat lembab.
Memiliki batang berongga dan pada umumnya memiliki cabang yang berkarang pada
buku-buku daun. Pada batang berkarang ditumbuhi daun-daun kecil berbentuk sisik.
Letak sporangiumnya berada di sisi bawah sporil yang tersusun dalam strobilus. Contoh
Equisetinae adalah equisetum sp dan rhynia elegans.
Kelas Equisetopsida adalah kelas tumbuhan berpembuluh yang masih ada sampai
sekarang, tetapi banyak anggotanya yang telah punah hanya diketahui dari sisa-sisa
fosilnya. Mereka umumnya dikenal sebagai ekor kuda dan biasanya tumbuh di daerah
basah, dengan lingkaran cabang seperti jarum memancar secara berkala dari satu batang
vertikal. Equisetopsida memiliki ciri unik yaitu memiliki batang yang berongga dan
beruas-ruas, dengan rongga tengah yang dikelilingi oleh cincin jaringan penghantar.
Daun Equisetopsida berukuran kecil dan bersisik, tersusun melingkar di sekitar batang.
a. Ciri-ciri Equisetopsida adalah:
1) Batang berongga dan bersendi dengan rongga tengah yang dikelilingi oleh
cincin jaringan konduktor
2) Lingkaran cabang seperti jarum memancar secara berkala dari satu batang
vertikal
3) Daun kecil dan seperti sisik tersusun dalam lingkaran di sekitar batang
4) Batang beruas-ruas, berongga, serta memiliki rimpang

12
Ayatusa‘adah. ―Inventarisassi Tumbuhan Paku (Pteridophyta) Di Kawasan Kampus IAIN Palangka
Raya Sebagai Alternatif Media Pembelajaran Materi Klasifikasi Tumbuhan.‖ Jurnal Pendidikan Sains &
Matematika 5, no. 2 (2017): 50–61.

13
5) Daunnya kecil (mikrofil) atau berbentuk sisik transparan yang tersusun
melingkar
6) Terdapat strobilus di ujung batang
7) Tumbuhkan kelimpahan pada zaman Karbon dengan ukuran yang besar dan
tingginya mencapai 15 m.
Equisetopsida diklasifikasikan sebagai salah satu dari empat kelas
pteridophytes, yang merupakan tumbuhan vaskular pembawa spora primitif. Tiga
kelas lainnya adalah paku sejati (pteropsida), paku purba (psilopsida), dan paku
kawat (lycopsida). Equisetopsida juga dikenal sebagai Sphenopsida di paleobotani.
Klasifikasi Equisetopsida masih diperdebatkan di kalangan ahli taksonomi, apakah
itu divisi terpisah dari tanaman spora, sebagai Equisetophyta (atau Sphenophyta),
atau kelas pakis, sebagai Equisetopsida (atau Sphenopsida).
b. Morfologi
Equisetopsida adalah kelas tumbuhan vaskular pembawa spora primitif. Mereka
umumnya dikenal sebagai ekor kuda dan biasanya tumbuh di daerah basah, dengan
lingkaran cabang seperti jarum memancar secara berkala dari satu batang vertikal.
Equisetopsida sebelumnya dianggap sebagai divisi terpisah dari tanaman spora dan
disebut Equisetophyta, Arthrophyta, Calamophyta, atau Sphenophyta. 13 Saat
diperlakukan sebagai kelas, nama Equisetopsida ss dan Sphenopsida juga
digunakan. Mereka sekarang diakui sebagai kerabat dekat pakis (Polypodiopsida)
yang membentuk garis keturunan khusus. Sebagian besar anggota kelompok ini
telah punah dan hanya diketahui dari sisa-sisa fosil mereka, tetapi satu-satunya
genus yang masih hidup, Equisetum, ordo Equisetales, terdiri dari 15 spesies
tanaman herba yang sangat purba. Batang Equisetum yang ramping dan berumput
memiliki ruas berongga, dan daun melingkar tersusun di sekitar batang.
c. Habitat
1) Tumbuhan kecil ini sebagian besar terdapat di habitat perairan atau terestrial basah
di daerah tropis dan subtropics
2) Habitat Equisetum yang biasa basah hingga lembab, meskipun beberapa jenis
tumbuh di tempat yang mungkin lembab hanya secara musiman
3) Sebagian besar spesies Equisetum ditemukan di habitat basah atau lembap,
seringkali di lokasi teduh di sepanjang sungai, selokan, dan kanal; beberapa spesies,
bagaimanapun, telah beradaptasi dengan kondisi yang lebih kering dan lebih cerah

13
Azizah. (2016), Karakter Morfologi Paku Sisik Naga (Pyrrosia Piloselloides) Berdasarkan Pada
Pohon Inang Berbeda. Universitas Islam Maulana Malik Ibrahim Malang. Jurnal Medika Nusantara.Medika
Nusantara.
14
4) Equisetum variegatum ditemukan di padang rumput basah, rawa, semak aluvial,
tanah berpasir di tepi sungai, parit, danau, dan lainnya.
d. Struktur Tubuh
Struktur dasar tumbuhan dalam divisi Equisetopsida terdiri dari akar, batang, dan
daun. Berikut adalah penjelasan singkat tentang struktur-struktur tersebut:
1) Akar: Equisetopsida memiliki akar yang berkembang dari bagian bawah batang
atau rizoma. Akar ini bertanggung jawab untuk menyerap air dan nutrisi dari
tanah.
2) Batang: Batang
3) Daun: Daun pada tumbuhan Equisetopsida sangat berbeda dengan daun pada
tumbuhan lainnya.14
Selain struktur dasar tersebut, tumbuhan Equisetopsida juga memiliki struktur
khusus yang disebut "strobilus" atau "kerucut". Strobilus adalah struktur berbentuk
seperti tabung yang berduri, Tumbuhan Equisetopsida. Strobilus adalah struktur
berbentuk seperti tabung yang terdiri dari mikrofil yang mendukung sporangia yang
tersusun rapat dan membentuk struktur seperti jarum. Strobilus terletak pada ujung
batang (apikal) dan spora tersimpan pada struktur berbentuk gada yang disebut
strobilus (jamak strobili). Pada banyak spesies, batang penyangga strobilus tidak
bercabang dan tidak berfotosintesis (tidak berwarna hijau) serta baru muncul segera
setelah musim salju berakhir. Jenis-jenis lain tidak memiliki perbedaan ini (batang
steril mirip dengan batang pendukung strobilus). Organ pada sisi lateral strobilus
adalah mikrofil yang mendukung sporangia yang tersusun rapat dan membentuk
struktur seperti tenda.15
e. Siklus Hidup
Siklus hidup Equisetopsida yang merupakan salah satu jenis tumbuhan paku
terdiri dari dua tahap yaitu sporofit dan gametofit. Selama tahap sporofit, pucuk
yang telah dibuahi mengandung sporangia yang menghasilkan spora. Spora
kemudian tersebar dan berkecambah menjadi gametofit. Gametofit menghasilkan
gamet, yang kemudian bergabung membentuk zigot. 16 Zigot tumbuh menjadi

14
Gembong, Tjitoseopomo. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 1989.
15
Sadono, Agus. ―Keanekaragaman Jenis ( Species ) Tumbuhan Paku ( Pteridophyta) Di Area
Kampus Upr. Jurnal Hutan Tropika XIII, no. 2 (2018): 63–76.
16
Sulasmi, Eko Sri, and Kata Kunci. ―Analisis Kekerabatan Spora Tumbuhan Paku Koleksi
Herbarium Malangensis.‖ Jurnal Biologi: Prosding Seminar Nasional Hayati V, 2017, 162–69.

15
tanaman sporofit baru, menyelesaikan siklus hidup paku, termasuk Equisetopsida,
ditandai dengan pergantian generasi atau metagenesis, yang melibatkan pergantian
fase sporofit dan gametofit. Fase sporofit dominan dan lebih panjang, sedangkan
fase gametofit lebih pendek dan lebih kecil. Gametofit menghasilkan gamet, yang
bergabung membentuk zigot yang tumbuh menjadi tanaman sporofit baru,
menyelesaikan siklus hidup.
f. Reproduksi
Tumbuhan paku Equisetopsida, atau yang juga dikenal sebagai paku ekor kuda,
memiliki beberapa cara reproduksi. Reproduksi pada tumbuhan paku dapat terjadi
secara seksual maupun aseksual. Reproduksi aseksual pada tumbuhan paku dapat
terjadi melalui pembentukan spora atau tunas. Pada tumbuhan paku Equisetopsida,
reproduksi aseksual dapat terjadi melalui pembentukan tunas pada stolon. Tunas
tersebut disebut gemma dan tumbuh pada tulang daun atau kaki. Sementara itu,
reproduksi seksual pada tumbuhan paku Equiseopsida melibatkan pembentukan
gamet jantan dan betina yang kemudian bergabung membentuk zigot. Zigot tersebut
kemudian berkembang menjadi sporofit yang menghasilkan spora. Spora tersebut
kemudian tumbuh menjadi individu baru melalui proses metagenesis. Berikut
adalah contoh dari equisetopsida..
Kerajaan : Plantae
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Equisetopsida
Ordo : Equisetales
Famili : Equisetaceae
Spesies : Equisetum sp.
C. Peran Tumbuhan Psilotopsida dan Equisetopsida
1. Peran Positif
a. Sebagai Antioksidan
Tumbuhan paku kelas equisetopsida kaya akan senyawa fenolik yang dapat
melawan radikal bebas yang dapat menghambat kerusakan oksidatif pada
membrane sel.
b. Membantu Penyembuhan luka.
c. Sebagai dierutik alami
Zat yang meningkatkan eksresi urine karena memiliki konsentrasi antioksidan
dan mineral garam yang tinggi
d. Mendukung kesehatan tulang
Kandungan silica yang dimiliki oleh tanaman paku ekor kuda dapat berguna
untuk penyakit tulang seperti osteoporosis.

16
2. Peran Negatif
a. Sebagai gulma pada tanaman
Tanaman paku dapat sebagai gulma pada tanaman artinya tanaman paku ini
dapat tumbuh disela-sela tanaman pertanian seperti pada tanaman padi. Contohnya
ialah Salvinia molesta17
b. Sebagai Tanaman invasif
Tanaman paku sebagai tanaman invasive artinya tanaman paku ini akan
merugikan pertumbuhan tanaman asli. Maksudnya ialah tanaman pakuu memiliki
kemampuan pertumbuhan dan penyebaran yang lebih luas dan cepat sehingga
tumbuhan asli kalah.Contohnya ialah Gleichenia lineari.

17
Gembong, Tjitoseopomo. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 1989.

17
D. Integrasi Ayat Al-Quran Terkait Psilotopsida dan Equisetopsida

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan tumbuhan yang


digolongkan menjadi dua yaitu tumbuhan berjunjung dan tak berjunjung. Tumbuhan paku
ini termasuk kegolongan tumbuhan tak berjunjung karena tumbuhan paku mempunyai
rimpang yang sejajar dengan permukaan tanah dan tumbuhan paku bereproduksi tidak
dengan biji, melainkan dengan spora. Tumbuhan paku merupakan suatu tanaman dari divisi
yang jelas mempunyai kormus yang artinya tubuhnya dengan nyata dapat dibedakan antara
akar,batang dan daunnya. Namun demikian, pada tumbuhan paku ini belum dihasilkan biji
melainkan mempunyai alat perkembangbiakan berupa spora.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pteridophyta berasal dari bahasa Yunani yang diambil dari kata pteron yang berarti
sayap atau bulu dan phyta yang artinya tumbuhan. Di Indonesia pteridophyta lebih dikenal
dengan sebutan tumbuhan paku.Tumbuhan paku merupakan suatu tanaman dari divisi yang
jelas mempunyai kormus yang artinya tubuhnya dengan nyata dapat dibedakan antar
akar,batang dan daunnya. Namun demikian, pada tumbuhan paku ini belum dihasilkan biji
melainkan mempunyai alat perkembangbiakan berupa spora. Tumbuhan paku juga sudah
memiliki berkas pembuluh angkut, yaitu xilem dan floem. Tersdapat beberapa kelas dari
Pterydophyta, dua diantaranya ialah kelas Psilotopsida dan Equisetopsida dimana pada
kelas ini perkembangbiakannya juga hanya dengan spora yang artinya tidak berbiji.
Tumbuhan paku termasuk kelompok tumbuhan kuno. Fosil tumbuhan paku pertama
dimulai awal periode mesozoic sekitar 360 juta tahun yang lalu. Keberadaan tumbuhan
paku di muka bumi jauh lebih tua jika dibandingkan dengan hewan darat seperti
dinosaurus. Tumbuhan paku berkembang dua ratus juta tahun sebelum tanaman berbung
berkembang. Jenis tumbuhan paku bersifat kosmopolit yaitu dapat tumbuh dimana-mana
mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi (terrestrial), ada yang hidup di permukaan
(hidrofit) bahkan ada yang hidupnya menumpang tumbuhan lain (epifit), tumbuhan epifit
adalah tumbuhan yang menempel pada tumbuha lain, hanya menopang terhadap tumbuhan
lain dan tidak menibulkan akibat apa-apa terhadap inangnya.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kiritik dan saran yang membangun agar
kedepannya penulis dapat meningkatkan kulitas dengan lebih baik.

19
DAFTAR PUSTAKA

Andre, L.D.G & al. (2011). A Classification for Blechnaceae (Polypodiales:


Polypodiopsida): New genera, resurrected names, and
combinations. Journal Phytotaxa, 275(3), 23-76

Arini, D. I. D dan Kinho, J. 2012.Keragaman Jenis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di


Cagar Alam Gunung Ambang Sulawesi Utara. Jurnal Kehutanan. 2 (1) : 1-24

Ayatusa‘adah. 2017. Inventarisassi Tumbuhan Paku (Pteridophyta) Di Kawasan Kampus


IAIN Palangka Raya Sebagai Alternatif Media Pembelajaran Materi Klasifikasi
Tumbuhan. Jurnal Pendidikan Sains & Matematika 5, no. 2 50–61.

Azizah. 2016. Karakter Morfologi Paku Sisik Naga (Pyrrosia Piloselloides) Berdasarkan
Pada Pohon Inang Berbeda. Universitas Islam Maulana Malik Ibrahim Malang.
Jurnal Medika Nusantara.Medika Nusantara.

Gembong, Tjitoseopomo. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada,


1989.

Jannah, M., Prihanta, W., Susetyorini, E. 2018. Identifikasi Pteridophyta di Piket Nol
Pronojiwo Lumajang sebagai Sumber Belajar Biologi.Jurnal Pendidikan Biologi. 1
(1) : 89 – 98

Mulyadi Hasanuddin. 2014. Botani Tumbuhan Rendah, Banda Aceh: Syiah Kuala
University Press.

Sadono, Agus. 2018. Keanekaragaman Jenis ( Species ) Tumbuhan Paku ( Pteridophyta)


Di Area Kampus Upr. Jurnal Hutan Tropika XIII, no. 2 : 63–76.

Sulasmi, Eko Sri. 2017. Analisis Kekerabatan Spora Tumbuhan Paku Koleksi Herbarium
Malangensis. Jurnal Biologi: Prosding Seminar Nasional Hayati V: 162–69.

Tjitrosoepomo, G. 2014. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Ulfa, S.Widya. 2017. Botani Cryptogamae, Medan: Perdana Publishing.

Yusna. 2016. Keanekaragaman Pteridaceae Berdasarkan Karakter Morfologi dan Fitokimia


di Hutan PT. Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) Rumbai. Jurnal Riau Biologia 1
(2): 165-172.

20

Anda mungkin juga menyukai