Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Pemanfaatan Filum Chordata Dalam Industri Farmasi


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Produk Farmasi Kelautan
Dosen Pengampu : apt. Elisa Issusilaningtyas, M.Sc

Disusun Oleh Kelompok 3

1. Sutikno (32121231009)
2. Dewi Angguningtiyas (32121231010)
3. Hindun Rifngatunnisa (32121231012)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI, SAINS, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AL IRSYAD CILACAP
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas pembuatan makalah tentang
Pemanfaatan Filum Chordata Dalam Industri Farmasi.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan tugas pembuatan makalah tentang Pemanfaatan
Filum Chordata Dalam Industri Farmasi. Tentunya tidak akan bisa maksimal jika tidak
mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam tugas ini. Oleh karena itu, kami dengan
rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki pembuatan
makalah tentang Pemanfaatan Filum Chordata Dalam Industri Farmasi. Penulis berharap
semoga tetap dapat memberikan manfaat pada dunia pengetahuan, masyarakat, dan
perkembangan ilmu pengetahuan.

Cilacap, November 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... 1


KATA PENGANTAR................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 5
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................... 5
D. Manfaat penulisan ............................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Filum Chordata.................................................................................................. 6
BAB III METODE PENELITIAN
A. Alat dan Bahan ................................................................................................ 12
B. Pengambilan Sampel ....................................................................................... 12
C. Maserasi .......................................................................................................... 12
D. Formulasi Sabun .............................................................................................. 13
E. Proses Pembuatan Sabun ................................................................................. 13
F. Pengujian Sampel ............................................................................................ 13
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengertian Filum Chordata .............................................................................. 14
B. Ciri-Ciri Filum Chordata ................................................................................. 14
C. Klasifikasi Filum Chordata ............................................................................. 15
D. Ascidian Lissoclinum sp................................................................................... 17
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 19
B. Saran ............................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 20

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bumi dihuni oleh organisme hidup, salah satunya adalah hewan.


Populasi hewan di bumi jumlahnya sangat banyak baik berbagai jenis (lebih dari
1.000.000) dan banyak hewan telah hidup selama waktu geologis lampau dalam
sejarah bumi. Kehidupan dan kebiasaaan hewan menjadi bidang yang menarik
untuk dipelajari bagi banyak orang. Bumi banyak menyimpan keanekaragaman
hayatinya baik flora maupun fauna. Fauna yang merupakan kingdom animalia
memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Jika manusia
dapat mengoptimalkan kemampuannya untuk mengembangkan
keanekaragaman fauna, maka akan banyak sekali keuntungan yang diperoleh
dari usaha tersebut. Namun, sebagian besar manusia tidak memahami benar
mengenai kingdom itu sendiri. (Anshori, 2017).
Kebanyakan Masyarakat Indonesia tidak mengetahui benar klasifikasi
kingdom animalia serta jenis-jenisnya. Untuk itu, penulis tergerak hatinya untuk
membuat makalah yang menjelaskan salah satu filum dari kingdom animalia,
yaitu “Chordata”. Chordata merupakan semua hewan yang memiliki penyokong
tubuh dalam,mulai dari tingkat sederhana berbentuk seperti cacing (Tunicata),
ikanlancelet sampai mamalia. (Anshori, 2017).
Filum chordata merupakan kelompok hewan yang mencangkup
vertabrata. Namun, tidak semua chordata adalah vertabrata. Chordata berasal
dari bahasa Yunani yaitu “Chorda” yang memiliki arti dawai, senar, ataupun
tali. Sesuai dengan namanya, anggota kelompok chordate memiliki notokord
(korda dorsalis) memanjang sebagai kerangka sumbu tubuh. Animalia ini
memiliki ciri-ciri multiseluler, heterotrof, eukariotik, dan tidak memiliki
dinding sel. Animalia dikelompokkan dalam dua golongan besar, yaitu
Invertebrata yang meliputi Porifera, Coelenterata, Platyhelminthes,
Nemathelminthes, Annelida, Mollusca, Arthropoda dan Echinodermata, dan
Vertebrata meliputi satu filum yaitu Chordata. Filum Chordata merupakan salah
satu filum dalam kingdom Animalia yang mencakup hewan-hewan bertulang
belakang. Hewan-hewan ini memiliki ciri khas berupa adanya notokorda, yang

4
merupakan struktur penyangga yang terletak di bagian dorsal tubuh. Notokorda
ini hadir pada tahap embrio dan pada beberapa spesies, seperti manusia,
notokorda akan berkembang menjadi tulang belakang. Chordata merupakan
sekumpulan hewan yang memiliki tulang belakang. (Ghiseelin, 2023).
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, maka dianggap perlu
untuk menyusun suatu tulisan yang berisi uraian mengenai filum Chordata dari
berbagai aspek, baik dari segi karakteristik atau ciri-ciri, perkembangan evolusi
dan klasifikasinya. Hal ini dimaksudkan sebagai acuan dalam mempermudah
pemahaman terhadap filum ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas maka dapat dirumuskan
masalah pada makalah ini adalah :
1. Bagaimana penjelasan mengenai ciri umum chordata ?
2. Bagaimana penjelasan mengenai klasifikasi chordata ?
3. Bagaimana penjelasan mengenai peranan chordata dalam dunia
Kefarmasian?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui penjelasan mengenai ciri-ciri chordata
2. Untuk mengetahui penjelasan mengenai klasifikasi chordata
3. Untuk mengetahui penjelasan mengenai peranan chordata dalam dunia
Kefarmasian
D. Manfaat Penulisan
1. Penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah filum Chordata
pada mata kuliah produk farmasi kelautan.
2. Agar penyusunan makalah ini dapat menambah wawasan para pembaca
baik dosen maupun mahasiswa/mahasiswi Universitas Al Irsyad
Cilacap.
3. Penulis lebih mengetahui sistematika penulisan makalah, saling
bekerjasama sebagai satu tim dan menghargai pikiran atau ide satu sama
lain.
4. Penulis menghargai waktu dan berusaha menyelesaikan makalah ini
dengan lebih cepat dari waktu yang ditentukan

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. FILUM CHORDATA
Chordata merupakan sekumpulan hewan yang memiliki tulang belakang. Filum
chordata merupakan kelompok hewan yang mencangkup vertabrata. Namun, tidak
semua chordata adalah vertabrata. Chordata berasal dari bahasa Yunani yaitu “Chorda”
yang memiliki arti dawai, senar, ataupun tali. Chordata berasal dari bahasa Yunani,
yaitu chorde yang berarti dawai/senar atau tali. Sesuai dengan namanya, anggota
kelompok chordate memiliki notokord (korda dorsalis) memanjang sebagai kerangka
sumbu tubuh. Animalia ini memiliki ciri-ciri multiseluler, heterotrof, eukariotik, dan
tidak memiliki dinding sel. Animalia dikelompokkan dalam dua golongan besar, yaitu
Invertebrata yang meliputi Porifera, Coelenterata, Platyhelminthes, Nemathelminthes,
Annelida, Mollusca, Arthropoda dan Echinodermata, dan Vertebrata meliputi satu
filum yaitu Chordata. Pembagian hewan ke dalam filum-filum tersebut berdasarkan
jumlah lapisan jaringan embrionalnya, rongga tubuh (selom), habitat, anggota gerak
(sirip, sayap, kaki dan tangan), kelengkapan organ (pencernaan, respirasi, ekskresi,
reproduksi, saraf), ada tidaknya ruas tulang belakang. (Nandy, 2023).
Chordata adalah hewan bilateria (bersimetri bilateral) dan berada di dalam
Bilateria. Mereka tergolong ke dalam kelas hewan yang dikenal sebagai Deuterostomia.
Deuterostom yang paling diketahui selain vertebrata adalah ekinodermata, kelompok
yang mencakup bintang laut dan bulu babi. Akan tetapi dua kelompok deuterostomia
invertebrata, sefalokordata dan urokordata berkerabat lebih dekat vertebrata
dibandingkan dengan invertebrata yang lain. Bersama dengan lampre dan vertebrata
kedua kelompok tersebut membentuk Chordata. Filum Chordata memiliki simetri
bilateral, tubuh pada dasarnya bersegmen-segmen, saluran pencernaan sempurna, dan
selom berkembang dengan baik. Empat karakteristik dari chordata yaitu, tali saraf
tunggal, dorsal dan berbentuk pipa, sebuah notokorda, celah insang di faring dan ekor
di belakang anus. Karakteristik ini semua berbentuk pada embrio awal Chordata, dan
mereka dipertahanan, berubah atau dapat menghilang ketika dewasa (Faisal, 2010 : 15).
Adapun teori-teori tentang asal usul Chordata disusun berdasarkankarakteristik
invertebrata dan Chordata rendah. Ada 2 teori yang dapat dikemukakan mengenai asal
usul filum Chordata yaitu:

6
a. Teori Anelid
Baik anelida maupun Chordata bersifat bilateral simetris dan bersegmen.
Organ-organ ekskresi bersegmen, selom tumbuh baik, ada korda saraf di pembuluh-
pembuluh darah longitudinal. Apabila pada anelida kita menempatkan korda
sarafnya di sebelah dorsal saluran pencernaan, maka tipe aliran darahnya akan sama
dengan yang terdapat pada Chordata. Namun, mulut anelida itu lalu ada di sebelah
dorsal, tidak seperti pada Chordata yang mulutnya di sebelah ventral. Demikian pula
berbagai hubungan dorsoventral akan berubah. Lebihlebih lagi, annelida itu tidak
mempunyai struktur yang serupa dengan notokorda atau celah-celah insang.
b. Teori Araknid
Persamaanya adalah pada eurypterid (artropoda zaman paleozoik) dan ostracoderm
(chordata pada zaman purba), yaitu adanya eksoskeleton dorsal, namun demikian,
chordata tidak mempunyai apendiks-apendiks seperti pada artopoda, dan korda
sarafnya terletak sebelah dorsal. Sedangkan pada artopoda, korda sarafnya ada di
sebelah ventral. (Anshori, 2017).
Chordata diklasifikasikan kedalam 4 subfilum, yaitu :
a. Sub Filum Hemichordata
Kedudukan Hemichordata dalam filum Chordata sulit untuk dibedakan, karena dalam
sub filum ini terdapat beberapa jenis binatang yang mempunyai bentuk seperti cacing.
Oleh karena ini dan lain faktor, hemichordates diperlakuk an sebagai famili dari
echinodermata dan chordata (Romimohtarto, 2009 : 25).
Anatomi
Anatomi hemichordata ialah lunak dan berbentuk silinder seperti cacing. Dataran badan
dilapisi epidermis yang terdiri atas satu lapis sel yang mempunyai cilia. Pada badan
dapat dibedakan: Proboscis, yang berbentuk seperti conus Collare, yang berbentuk
sebagai leher baju dan menglilingi colum dan basis proboscis. Dinding badan terdiri
atas jaringan otot. Di dalam proboscis terdapat satu celom yang bermuara keluar melalui
satu lubang, ialah porus proboseis. Di dalam collare terdapat dua celom yang dipisah
satu dari yang lain oleh suatu sekat median ialah mesenterium dorsale dan menseterium
entrale. Juga celom ini bermuara keluar masing-masing melalui porus collare. Celom
di dalam proboscis dan di dalam. Chordata collare dilalui oleh fasciculi jaringan
pengikat. Cellom itu dapat diisi dengan air laut melalui pori (Romimohtarto, 2009 : 25).
Fisiologi

7
Cellom proboscis dan cellom collare diduga dapat diisi dengan air laut sehingga
mengembang dan mengeras. Oleh karenanya dan dengan bantuan gerakan otot tuncus,
hewan dapat masuk ke dalam lumpur. Mulut tetap terbuka, sehingga air dan lumpur
yang mengandung sisa-sisa organis masuk ke dalam mulut. Air kemudian keluar
melalui lubang-lubang, kandung-kandung, celah-celah insang, sisa-sisa organis
merupakan makanan dan tanah, dikeluarkan melalui anus (Romimohtarto, 2009 : 25).
Reproduksi
Pada Balanoglossus terdapat amphigoni dan gonochorisme. Ovaria dan testes berbentuk
sebagai kandung-kandung yang tersusun dalam dua baris. Mereka terdapat di dalam
cristae genitales. Mereka bermuara keluar dengan baris pori yang terdapat pada tepi
crista genetalis.Fertilisasi berlangsung external. Perkembangan dapat langsung atau
dengan metamorphosis. Gastroporus kemudian menutup dan entoderm memisah dari
ectoderm. Embrio memanjang dan suatu salcus memanjang melingkar terjadi sebagai
invaginasi di dalam sulcus. Anus terjadi pada tempat gastroporus (Romimohtarto, 2009
: 25).
Sub Filum Hemichordata dibagi menjadi dua klas dan dua ordo yaitu:
Class : Enteropneuta, contoh Balanoglossus sp.
Class : Peterobranchia
Ordo : Cephalodiscoides, contoh Cephalodiscus sp.
Ordo : Rhabdopleuridea, contoh : Rhabdopleura sp.
b. Sub Filum Urochordata
Terdapat di laut dari daerah tropis sampai kutub pada pantai sampai kedalaman 4.803
m. Beberapa hidup bebas, dan beberapa melekat atau sesil, setelah masa larva yang
hidup bebas. Nothocord hewan-hewan ini terdapat pada ekor pada masa larva saja.
Filum Hemichordata Bentuk hewan ini bermacam-macam, ada yang kecil ada yang
besar. Beberapa hidup secara soliter bererapa hidup secara koloni.
Anatomi
Salah satu contoh dari sub filum Urochordata adalah Ascidia berbentuk sebagai silinder
atau bulat memanjang. Pada satu ujung ia melekat pada sesuatu. Tubuhnya ditutup oleh
tunica yang dibuat dari cellulose atau tunicin. Ia dibuat oleh cel-cel mesoderm. Tunica
melapisi pallium, ialah suatu lapisan yang tersusun dari ectoderm, jaringan pengikat
dan serabut-serabut otot, yang terutama berjalan melingkar (Romimohtarto, 2009 : 27).
Pada ujung yang bebas terdapat satu lubang yng disebut lubang oral. Pada satu sisi dekat
ujung bebas terdapat lubang lain adalah lubang atrul. Pada tepi lubang tersebut pallium

8
berhubungan dengan tunica. Di keliling lubang-lubang tersebut di dalam pallium ada
otot spinecter yang kuat. Oral dari crista peripharyngealis yang oral, terdapat suatu
lingkaran tenrakel-tentakel kecil. Diduga bahwa pada tentakel-tentakel ini ada sel-sel
indra yang berfungsi sebagai chemore\eseptor. Esophagus mulai dari dasar saccus
branchialis dan bermuara ke dalam ventriculus yang melebar. Ventriculus melanjutkan
diri ke dalam intestinum. Intestinum bermuara melalui anus ke dalam atrium dekat
lubang atrist. Pada Ascidia ada hermaproditisme protogyni. Ovarium dan testis
berlekatan, dikelilingi oleh intestinum. Oviduct dan ductus deferens berjalan mengikuti
intestinum dan bermuara ke dalam atrium dekat anus. Adaptasi terhadap Lingkungan
Memiliki getah pekat yang terdapat di faring. Makanan berupa planktonplankton kecil
masuk ke dalam faring. Plankton ini terjerat oleh getah yang pekat yang berasal dari
sel-sel kelanjar yang berasal dari endostyle, dan dialirkan oleh gerakan silia pada
endostyle (Faisal, 2010 : 20).
Fisiologi
Makanan berupa plankton-plankton kecil masuk ke dalam faring. Plankton ini terjerat
oleh getah yang pekat yang berasal dari sel-sel kelanjar yang berasal dari endostyle, dan
dialirkan oleh gerakan silia pada endostyle, cristae epicaryngeales dan lamina dorsalis
ke lubang esophagus, lalu mengalir melalui stigmata di mana terjadi pertukaran gas
antara darah dan air. Kontraksi cor ialah secara peristaltik dengan arah yang berganti-
ganti, sehingga aliran darah juga berganti-ganti. Kelompok sel-sel besar dengan
gelembung-gelembung besar yang mengandung asam urat diduga berfungsi sebagai
alat exskresi. Juga diduga bahwa grandula neurelaris berhubungan dengan exkresi. Pada
tentakel di dalam lubangmulut diduga ada sel-sel yang berfungsi sebagai
chemoreceptor. Juga diduga bahwa tuberculum dorsale merupakan suatu alat indera.
Pada keadaan protogyni, ovarium berfungsi dulu, kemudian testis. Oleh karenanya
dapat terjadi autofertilisasi (Faisal, 2010 : 20).
Reproduksi
Fertilisasi berlangsung external. Pembelahan terjadi sampai terjadi bentuk blastula.
Bentuk blastula ialah pipih dengan sel-sel, yang membentuk ectoderm yang agak
cembung di atas dan sel-sel yang embentuk entoderm yang agak cekung di bawah. Sel-
sel ectoderm memperbanyak diri lebih cepat, sehingga mereka lebih kecil. Bentuk
gastrula terjadi kebanyakan dengan cara invanigasi epibolis. Pada cara ini sel-sel
ectoderm terus memperbanyak diri lebih cepat, sehingga entoderm makin lama makin
cekung dan ectoderm meluas menutupi entoderm. Blastocela menghilang dengan

9
mendalamnya cekung terjadilah bentuk gastrula dengan archenteron dan gastoporus.
Gastoporus kemudian mengecil dan terletak pada ujung caudal sebelah dorsal atau atas.
Embryo kemudian memanjang, sebelah atau Chordata lebih mendata, padahal sebelah
bawah atau ventral tetap cembung (Faisal, 2010 : 22). Pada tahap metamorphosis,
jumlah stigmata (lubang insang) bertambah, ekor serta chordata dorsalis dan bagian
caudal medulla spinalis menghilang. Bangunan-bangunan yang dipandang mata dan
otocyt serta kandungan alat indera menghilang, bagian cranial medulla spinalis menjadi
suatu ganglion dan dan gonades serta saluran mereka terjadi antara ventriculus dan
intestenum dari mesoderm (Faisal, 2010 : 22).
c. Subfilum Chepalochordata
Ciri Chordata pada chepalochordata jelas sekali bila dibandingkan dengan Sub Filum
Hemichordata dan Tunicata.
Anatomi
Badan panjangnya tidak melebihi 5,8 cm. Ia adalah runcing pada kedua ujung. Ujung
cranial disebut rostum. Pada tepi dorsal terdapat suatu lipatan median longitudinal, ialah
sirip dorsal yang melanjutkan diri ke caudal sebagai sirip caudal yang kemudian
melanjtkan diri ke venral cranial sampai dimana penampang melintang badan menjadi
segitiga, sebagai sirip ventral. Ada ⅔ bagian cranial badan tidak ada sirip ventral tetapi
pada batas antara dataran lateral dan dataran ventral terdapat suatu lipatan yang disebut
metapleura Ada 100 celah-celah insang atau lebih. Mereka ialah memanjang ke arah
entrodorsal atau agak miring. Pada Amphioxus terdapat gonochorisme, tetap bentuk
hewan jantan dan hewan betina ialah sama, sehingga tidak ada dimorphisme. Gonades
berbentuk sebagai kandung-kandung sejumlah 26 pasang yang tersusun antara dinding
badan dan dinding lateral atrium, di daerah pharyngeal dan post-pharyngeal. tidak
mempunyai saluran keluar. Bila sel-sel kelamin masak, sel-sel tersebut menembus
dinding lateral aerom dan datang di dalam atrium untuk kemudian keluar melalui
actoporus.
Fisiologi
Interaksi satu myomer, menyebabkan badan membengkok pada tempat myomer itu.
Bila kontraksi myomer-myomer itu terjadi berturut-turut dari canial ke caudal dan
berganti-ganti kanan dan kiri, terjadi gerakan mengelombang dari tubuh cranial ke
caudal
Reproduksi

10
Fertilisasi berlangsung external. Pembelahan melalui meridional, kemudian sampir
equatorial, sehingga terjadi micromer dan macromer dan terjadi bentuk morula.
Kemudian terjadi bentuk blastula disusul oleh bentuk glastula. Bentuk glastrula terjadi
oleh karena adanya invaginasi secara epiboli. Bentuk gastrula semula berbentuk seperti
piring, tetapi kemudian archenteron mendalam dan gastoporus mengecil dan terdapat
pada ujung yang akan menjadi ujung caudal, di datran yang akan menjdi dataran dorsal.
Dataran ini mendatar padahal dataran yang akan menjadi dataran ventral tetap
melengkung. Pada sel-sel ectoderm terdapat cilia.
d. Subfilum Vertebrata
Filum Chordata merupakan salah satu dari tiga filum hewan yang terbanyak anggota
jenis hewannya saat ini. Keadaan ini disebabkan oleh adanya subfilum vertebrata.
Kebanyakan hewan yang kita kenal termasuk di dalam subfilum ini, misalnya : ikan,
katak, ular, burung , dan mamalia ciri khas vertebrata yaitu :
1. pada tingkat dewasa, korda dorsalisnya diganti oleh tulang punggung (kolumna
vertebralis) yang tersusun dari tulang biasa. Otak terdapat pada bagian anterior
sumsum punggung. Otak dilindungi oleh tulang tengkorak. Subfilum ini dibagi atas
dua superklas (induk kelas), yaitu Superkelas Pisces dan Superkelas Tetrapoda
Adapun sub filum vertebrata terdiri dari beberapa kelas yaitu : Kelas pisces, Kelas
amfibi, Kelas reptil, Kelas aves, Kelas mamalia

11
BAB III
METODOLOGI

ALAT BAHAN
1. Timbangan 1. Ascidia
2. Botol evaporasi. 2. Minyak Kelapa
3. Satu Set Rotary. 3. Minyak Zaitun
4. Vacuum Evaporator 4. Asam Stearat
5. Corong Pisah. 5. KOH
6. Statif 6. NaOH
7. Klem 7. Gliserol
8. Erlenmeyer 8. Etanol 95 %
9. Oven. 9. Parfum
10. Mistar 10. Aquades
11. Spatula
12. UV Sprektrofotometer
13. Gelas Piala
14. Pengaduk Gelas
15. Kertas Minyak

PENGAMBILAN SAMPEL
Pengambilan sampel Ascidia dilakukan di Perairan Bunaken dengan teknik menyelam
dengan menggunakan set SCUBA Diving. Sampel Ascidia yang diambil, dicuci bersih
dengan air
mengalir kemudian di identifikasi untuk mengetahui spesiesnya. Setelah diambil sampel
selanjutnya dibawa ke Laboratorium Biologi Molekuler dan Farmasetika Laut untuk proses
selanjutnya.

MASERASI
Maserasi dilakukan selama 1x 24 jam dengan 3x ulangan. Setelah itu dipisahkan filtrat dan
debris. Hasil filtrat diuapkan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 40oC hingga
diperoleh ekstrak kasar (Ebada et al., 2008).

12
FORMULASI SABUN
Formulasi tahap pembuatan sabun dapat dilihat pada tabel berikut :

PROSES PEMBUATAN SABUN


1. Pembuatan sabun dilakukan dengan cara melarutkan NaOH dalam akuades.
Dicampurkan minyak zaitun, minyak kelapa, parfum, asam stearate, KOH dan gliserol.
2. Dipanaskan hingga mencapai suhu 90oC.
3. Selanjutnya dimasukan larutan NaOH ke dalam campuran minyak sedikit demi sedikit,
diaduk sampai homogen sampai terjadi trace (kondisi di mana sabun sudah terbentuk
dengan tanda masa sabun mengental).
4. Selanjutnya ekstrak Ascidia ditambahkan pada saat trace tersebut, diaduk kembali
sampai homogen.
5. Sabun yang masih berbentuk cair dituang ke atas cetakan yang disediakan dan
didiamkan selama 24 jam sampai mengeras.

PENGUJIAN SAMPEL
Pengujian anti-UV dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Sediaan
sabun dari masing-masing formula ditimbang menggunakan timbangan analitik sebanyak
0,1gr diujikan menggunakan alat UV-1800 SHIMADZU spektrofotometer untuk mengetahui
serapan sampel pada panjang gelombang 310-362 nm dengan 3x ulangan . Hasil pengujian
menunjukkan adanya penurunan aktivitas anti-UV dari masing-masing formula sabun.

13
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filum Chordata


Chordata berasal dari bahasa Yunani, yaitu chorde yang berarti dawai/senar atau
tali. Sesuai dengan namanya, anggota kelompok chordate memiliki notokord (korda
dorsalis) memanjang sebagai kerangka sumbu tubuh. Animalia ini memiliki ciri-ciri
multiseluler, heterotrof, eukariotik, dan tidak memiliki dinding sel. Animalia
dikelompokkan dalam dua golongan besar, yaitu Invertebrata yang meliputi Porifera,
Coelenterata, Platyhelminthes, Nemathelminthes, Annelida, Mollusca, Arthropoda dan
Echinodermata, dan Vertebrata meliputi satu filum yaitu Chordata. (Nandy, 2023).

B. Ciri-Ciri Filum Chordata


Chordata adalah filum hewan yang dapat dengan mudah kita kenali dengan
melihat ciri-cirinya. Biasanya pada hewan chordata memiliki empat ciri utama yang
muncul selama perkembangan embrionik. Berikut beberapa ciri-ciri chordata yaitu :
1. Mempunyai notochord, yaitu suatu tangkai pendukung atau semacam tulang
rawan yang memanjang di bagian dorsal tepatnya di bawah susunan saraf.
Notochord berfungsi sebagai pendukung tubuh. Pada tahap embrionik semua
chordata dan pada tahap dewasa dari beberapa spesies chordata memiliki
Notochord.
2. Tali saraf dorsal (nervecord), adalah tabung yang berasal dari serat saraf yang
berkembang menjadi sistem saraf pusat, yang terdiri dari otak dan sumsum
tulang belakang dalam vertebrata. Pada chordata, terletak dorsal ke notochord.
Sebaliknya, filum hewan lainnya dicirikan oleh tali saraf padat yang terletak di
bagian ventral atau lateral.
3. Celah faring, merupakan celah atau bukaan di faring (daerah tepat di belakang
mulut) yang meluas ke lingkungan luar. Pada organisme yang tumbuh di habitat
perairan, celah ini memungkinkan untuk keluarnya air yang masuk ke dalam
mulut saat makan. Pada beberapa invertebrata chordata, celah faring digunakan
sebagai filter makanan dari air yang masuk ke mulut, sementara pada ikan
vertebrata celah ini dimodifikasi atau berkembang menjadi celah insang.
Embrio manusia juga memiliki insang, namun menghilang sebelum kita
dilahirkan dan jaringan berkembang menjadi struktur lain di kepala serta leher.

14
4. Ekor post-anal, merupakan perpanjangan posterior tubuh yang mengarah ke
anus. Ekor mengandung komponen kerangka dan otot, sehingga membantu
mendorong pergerakan hewan air seperti ikan. Pada hewan vertebrata juga
digunakan untuk memberikan keseimbangan, menarik pasangan, dan
memberikan persinyalan saat bahaya sudah dekat. Ekor post-anal juga
menyusut pada manusia dan kera.
5. Hewan-hewan ini sudah memiliki organ-organ pencernaan seperti mulut, faring,
usus, dan anus. Mereka umumnya adalah hewan yang makan dengan menyaring
partikel makanan. Organ yang berfungsi untuk menyaring makanan tersebut
adalah lekukan bersilia yang terletak pada faring (disebut endostyle).
6. Berkembang biak secara seksual dengan fertilisasi eksternal. Sperma dan telur
dilepaskan ke air di mana pembuahan akan berlangsung. Sedangkan tunicata
mayoritas adalah hermafrodit dan perkembangbiakan dapat terjadi secara
seksual atau aseksual (dengan bertunas). (Aditya, 2023).
C. Klasifikasi Chordata
Filum chordata terbagi menjadi tiga subfilum, yaitu Cephalochordata,
Urochordata, dan Vertebrata. Urochordata dan chepalochordata digolongkan ke
dalam kelompok chordata tidak bertengkorak atau disebut Arcania (Prochordata).
3 Subfilum pada Filum Chordata antara lain:
1. CEPHOCHORDATA (LANCELET)

Lancelet memiliki bentuk menyerupai ikan, namun tidak memiliki sirip,


transparan, memanjang seperti pisau, dan ukuran tubuhnya lebih kecil. Karena
tubuhnya seperti pisau, maka hewan ini dinamakan lancelet. Lancelet hidup
dengan mengubur tubuhnya di dalam pasir di dasar laut tropis, hanya
memperlihatkan bagian kepala saja. Hewan ini menggunakan tentakelnya untuk
membawa makanan ke dalam mulutnya.

15
2. UROCHORDATA (TUNICATE)

Hewan ini hidup di laut secara mandiri atau parasit. Fase larvanya
biasanya memiliki empat struktur chordata, sementara pada fase dewasanya,
meskipun tunicate diklasifikasikan sebagai chordata, mereka telah kehilangan
notochord, tali saraf dorsal, dan ekor post-anal, tetapi mereka masih memiliki
celah faring. Kebanyakan tunicate adalah hermafrodit. Tunicate memakan
plankton dan detritus. Contoh: Molgula sp, Botryllus sp.
3. VERTEBRATA (CRANIATA)

Hewan Vertebrata memiliki ruas-ruas tulang belakang sebagai


perkembangan dari notokorda. Habitatnya di darat, air tawar maupun di laut.
Vertebrata memiliki bentuk kepala yang jelas dengan otak yang dilindungi oleh
cranium (tulang kepala). Memiliki rahang dua pasang (kecuali Agnatha),
bernapas dengan insang, paru-paru, dan kulit. Anggota geraknya berupa sirip,
sayap, kaki dan tangan, namun juga ada yang tidak memiliki anggota gerak.
Reproduksinya secara seksual, jenis kelamin terpisah, fertilisasi eksternal atau
internal, ovipar, ovovivipar, atau vivipar. Jantung Vertebrata berkembang baik,
terbagi menjadi beberapa ruangan, darahnya mengandung hemoglobin,
sehingga berwarna merah. Vertebrata memiliki sepasang mata, umumnya juga
memiliki sepasang telinga. (Aditya, 2023)

16
D. Ascidia Lissoclinum sp
Klasifikasi Ascidian Lissoclinum sp (Opa, 2018)
Kingdom. : Animalia
Filum. : Chordata
Subfilum. : Tunikata/Urochordata
Kelas. : Ascidiacea
Genus. : Ascidian
Spesies. : Ascidian Lissoclinum Sp

Ascidia merupakan hewan avertebrata laut yang tergolong dalam filum


chordata dan dapat ditemukan pada daerah litoral. Organisme ini menjadi sangat
penting karena mereka berkontribusi banyak bagi stabilitas ekosistem laut
dengan menyediakan lahan subur bagi sejumlah fauna air, bagian dari rantai
makanan, dan mangsa bagi banyak hewan laut (Ali dkk., 2011; Shenkar dan
Swalla, 2011). Ascidia juga dikenal karena keberadaan metabolit sekundernya
yang sangat potensial dalam dunia biomedis (Erba dkk., 2001). Adapula
metabolit Ascidia yang berpotensi sebagai antifouling yaitu alkaloid eudistomin
dari jenis Eudistoma olivaceum, dan pelindung UV serta antioksidan dan berupa
asam amino seperti mycosporine (McClintock dan Baker, 2001).
Beberapa penelitian mengenai anti-UV dari organisme telah tim
temukan sebelumnya, namun penelitian mengenai penggunaan organisme ini
sebagai bahan ekstrak dalam pembuatan sabun belum pernah ditemukan
sebelumnya. Maka dari itu tim berinisiatif untuk menguji aktivitas anti-UV dari
sediaan sabun dengan penambahan ekkstrak ascidia Lissoclimun sp..
Alatas (2004) menjelaskan bahwa sinar UV seringkali disebut sebagai
sunburn spectrum yang mampu merusak membran sel. Hal ini mengakibatkan
kulit terbakar dan menjadi kemerahan, merusak sel-sel kulit yang selanjutnya
mengakibatkan kerusakan mekanisme regenerasi dari sel-sel kulit.

17
Studi ini bertujuan untuk menganalisis aktivitas anti-UV dari sediaan
sabun dengan penambahan ekstrak ascidia Lissoclinum sp. Pengujian aktivitas
anti-UV dilakukan pada tiga formula sabun menggunakan spektrofotometer.
Hasilnya menunjukkan adanya penurunan aktivitas anti-UV dari masing-masing
formula. Nilai SPF (Sun Protection Factor) rata-rata untuk masing-masing
formula adalah sebagai berikut:
Sabun Formula 1: 10.45
Sabun Formula 2: 20.21
Sabun Formula 3: 9.35.
Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan ekstrak ascidia
Lissoclinum sp. pada sediaan sabun memiliki dampak terhadap aktivitas anti-UV.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa formula sabun dengan penambahan ekstrak
ascidia Lissoclinum sp. memiliki nilai SPF yang bervariasi. Hal ini menunjukkan
bahwa penambahan ekstrak ascidia Lissoclinum sp. dapat memengaruhi tingkat
perlindungan terhadap sinar UV pada sediaan sabun. Penelitian ini memberikan
kontribusi dalam pengembangan sediaan sabun dengan perlindungan anti-UV
yang lebih baik. Senyawa anti-UV yang dihasilkan diduga merupakan bentuk
adaptasi organisme ini terhadapan paparan radiasi UV, yang kemudian
senyawa ini dapat diterapkan oleh manusia sebagai bahan pembuatan tabir
surya yang berpotensi melawan ataupun mengurangi pengaruh buruk dari
radiasi UV. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan pentingnya pengujian
aktivitas anti-UV pada produk-produk perawatan kulit, terutama yang
mengandung bahan alami seperti ekstrak ascidia Lissoclinum sp. Penelitian ini
didanai oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Sam
Ratulangi melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM - P), dan mengacu pada
berbagai jurnal dan penelitian terkait. Dengan demikian, penelitian ini
memberikan informasi yang berharga dalam pengembangan produk-produk
perawatan kulit yang dapat memberikan perlindungan yang optimal terhadap
sinar UV.

18
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Studi ini bertujuan untuk menganalisis aktivitas anti-UV dari sediaan sabun
dengan penambahan ekstrak ascidia Lissoclinum sp.
2. Hasil pengujian menunjukkan adanya penurunan aktivitas anti-UV dari masing-
masing formula sabun.
3. Nilai SPF rata-rata untuk masing-masing formula menunjukkan variasi, dengan
sabun formula 2 memiliki nilai SPF tertinggi.
4. Adapun peranan chordata dalam kelangsungan kehidupan makhluk hidup
lainnya adalah alat transportasi, bahan sandang, hobi dan rekreasi,
pengembangan ilmu dan teknologi, bahan obat obatan, dan bahan makanan.

B. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memahami faktor-faktor yang
menyebabkan penurunan aktivitas anti-UV pada masing-masing formula sabun.
2. Studi lanjutan dapat memperluas cakupan pengujian aktivitas anti-UV dengan
mempertimbangkan variasi kondisi lingkungan dan waktu penyimpanan.
3. Penting untuk mengeksplorasi potensi bahan alami lainnya yang dapat
meningkatkan aktivitas anti-UV pada sediaan sabun.
4. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami mekanisme kerja ekstrak
ascidia Lissoclinum sp. dalam memberikan perlindungan anti-UV pada sediaan
sabun.
5. Studi selanjutnya dapat mempertimbangkan penggunaan metode pengujian
lainnya untuk mengonfirmasi hasil pengujian SPF pada masing-masing formula
sabun.
6. Perlu dilakukan penelitian komparatif dengan produk-produk perawatan kulit
lainnya untuk mengevaluasi efektivitas perlindungan anti-UV dari sediaan
sabun yang mengandung ekstrak ascidia Lissoclinum sp.

19
DAFTAR PUSTAKA

Aditya, Rangga. (2023). Chordata. Cerdika. Diakses pada 25 November 2023, dari
https://cerdika.com/chordata/#Klasifikasi_Chordata.

Ali, H. A. J., Tamiselvi, M., & Sivakumar, V. (2011). Marine ascidian biodiversity a
promising resource for bioactive compounds. Journal of Advanced Biotechnology,
10(10), 126–132.

Alatas, Z. (2004). Efek radiasi pengion dan non pengion pada manusia. Buletin Alara,
5(203), 99–112.

Anshori, I., Si, M., Anggaraini, N., Sc, M., & Bengkulu, U. (2017). CHORDATA Hari
/ Tanggal : Refi Muhammad Ridha PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
Tahun Ajaran 2016 / 2017.

Ebada, S. S., Edrada, R. A., Lin, W., & Proksch, P. (2008). Methods for isolation,
purification, and structural elucidation of bioactive secondary metabolites from marine
invertebrates. Nature protocols, 3(12), 1820-1831.

Faisal, A. H. (2010). Sistematika Vertebrata. Alamat Web: [25 November 2023].


Ghiselin, M. T. (2023, October 8). Chordate. Encyclopedia Britannica. Diakses pada
25 November 2023, dari https://www.britannica.com/animal/chordate.

McClintock, J. B., & Baker, B. J. (2001). Marine Chemical Ecology. Journal of


Advanced Biotechnology, 10(10), 126–132.

Nandy. (2023). Chordata. Gramedia Literasi. Diakses pada 25 November 2023, dari
https://www.gramedia.com/literasi/chordata/.

Opa, S., Bara, R. A., Gerung, G. S., Rompas, R. M., Lintang, R. A., & Sumilat, D. A.
(2018). Uji aktivitas antibakteri fraksi n-heksana, metanol dan air dari ascidian
Lissoclinum sp.

Palit, C., Aulina, A., Roring, R. T., Rori, J., & Sumilat, D. A. (2022). AKTIVITAS
ANTI-UV SEDIAAN SABUN DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK ASCIDIA
Lissoclinum sp. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 10(1), 89-94.

Romimohtarto, K. (2007). Biologi laut. Djambatan: Jakarta.

Shenkar, N., & Swalla, B. J. (2011). Global diversity of ascidiacea. PLoS One, 6(6),
e20657. Diakses pada 25 November 2023, dari
https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371%2Fjournal.pone.0020657.

20

Anda mungkin juga menyukai