Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN SEMISOLID DAN LIQUID

SEDIAAN EMULSI MINYAK IKAN

KELOMPOK 3C
Anggota:
Reiza Alvita Rafanida 31120159
Idan Zaenuri 31120142
Nadia Azzahra Salsabila 31120145
Mohammad Angga Ibnu Romadon 31120149
Melliany Rosna Hendari 31120153
Rin Rin Roudatul Jannah 31120155
Manita Cenda Yassinqi 31120158
Asep Dani R 31120177
Risa Nur Fauziah 31120178
Childa Syundari 31120184
Irma Dwi Setiawan 31120247

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKes BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Laporan
Praktikum Sediaan Semisolid dan Liquid Sediaan Emulsi” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Sediaan Semi Solid Dan Liquid. Selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk
memberi pemahaman dan lebih mendalam dalam pembuatan emulsi, khususnya proses
pembuatan dan sediaan dasar suspensi yang digunakan bagi penulis dan pembaca.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak apt, Fajar Setiawan , M. Farm dan
Bapak apt, Firman Gustaman, M. Farm selaku Dosen Teknologi Sediaan Semi Solid dan
Liquid yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada kepada semua pihak yang tidak
dapat kami sebutkan semua, terimakasih atas bantuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini.

Kami menyadari, tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun kami butuhkan demi kesempurnaan laporan
ini.

Tasikmalaya, 05 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................iii
DAFTAR TABEL.......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 TujuanPraktikum.....................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................3
2.1 Dasar Teori..............................................................................................................3
2.2 Kajian Preformulasi.................................................................................................8
BAB III METODE.....................................................................................................14
3.1 Metode...................................................................................................................14
3.1 Formulasi..............................................................................................................15
3.2 Cara Kerja.............................................................................................................15
3.4 Kemasan..............................................................................................................18
BAB IV HASIL EVALUASI DAN PEMBAHASAN.............................................19
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................24
5.1 Kesimpulan............................................................................................................24
5.2 Saran......................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................25
LAMPIRAN...............................................................................................................27

ii
DAFTAR LAMPIRAN

GAMBAR UJI TIPE EMULSI....................................................................................27


GAMBAR UJI STABILITAS.....................................................................................28
GAMBAR UJI BOBOT JENIS...................................................................................29
GAMABR UJI ORGANULEPTIK DAN HOMOGENITAS.....................................30

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pengamatan Uji Organuleptik dan Homogenitas...........................................19


Tabel 2 Pengamatan Uji Bobot Jenis...........................................................................19
Tabel 3 Pengamatan Uji Viskositas.............................................................................20
Tabel 4 Pengamatam Uji Tipe Emulsi.........................................................................20
Tabel 5 Pengamatan Uji Stabilitas...............................................................................20

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki luas
perairan sebesar 3.257.483 km2 . Luasnya laut Indonesia menandakan banyaknya
jumlah dan variasi ikan yang ada di laut sehingga hasil perikanan melimpah. Data
Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2014 menyatakan bahwa produk olahan
industri perikanan mencapai 5,37 juta ton pada tahun 2014 (Kementerian Kelautan dan
Perikanan, 2014).
Ikan merupakan salah satu dari sekian banyak bahan makanan yang dibutuhkan
manusia. Ikan sangat bermanfaat bagi manusia sebab di dalamnya terdapat bermacam
zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti protein, vitamin A, vitamin B1 dan
vitamin B2.
Minyak ikan merupakan asupan minyak esensial yang mengandung banyak nutrisi
penting yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Minyak ikan adalah salah satu zat yang
mengandung asam lemak kaya manfaat karena mengandung sekitar 25% asam lemak
jenuh dan 75% asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh atau polyunsaturated
fatty acid yang disingkat PUFA, diantaranya DHA dan EPA dapat membantu proses
tumbuhkembangnya otak (kecerdasan), perkembangan indra penglihatan, dan sistim
kekebalan tubuh balita (Ackman, 1982).
Dalam pengambilan ekstrak dari minyak ikan terdapat beberapa metode yang
digunakan, salah satunya yaitu metode rendering. Rendering merupakan teknik
pengambilan minyak ikan dengan cara pemanasan. Lemak akan mengapung di
permukaan sehingga dapat dipisahkan. Pemanasan yang dilakukan terdapat dua
metode yaitu rendering basah (direbus) dan rendering kering (oven). Pada penelitian
ini akan dilakukan dengan menggunakan metode rendering basah, karena metode ini
cukup efektif terhadap ikan berlemak tinggi dan dalam jumlah besar.
Asam lemak Omega-3 khususnya asam lemak rantai panjang EPA (Eikosapentanoat
Acid) dan DHA (Dokosaheksaenoat Acid) merupakan asam lemak esensial yang
memiliki peranan penting bagi kesehatan manusia. Carvalho et al. (2009), Schuchardt
(2010), Baken et al. (2014) menjelaskan bahwa asam lemak omega-3 dibutuhkan
untuk perkembangan otak, retina mata, peningkatan kekebalan dan pencegahan
penyakit degenaratif, membantu dalam pengembangan kejiwaan, pertumbuhan,
perkembangan dan perilaku serta pertumbuhan anak-anak usia dini, terutama bagi
anak-anak penderita autism spectrum disorders dan dapat mencegah resiko retinopati
pada balita lahir prematur. Selain asam lemak omega-3 yang di peroleh dari minyak

1
ikan, terdapat juga kandungan squalen yang sangat penting bagi tubuh manusia yaitu
dapat mencegah penyakit degenerative, penyakit liver, kencing manis dan penguat
stamina tubuh (Kelly 1999).
Besarnya manfaat dari asam lemak omega3 dan squalen mendorong pemanfaatanya
dalam bidang pangan fungsional terus di hasilkan.Namun sifat sensitif minyak ikan
terhadap oksigen menyebabkan penggunaannya dalam makanan sangat terbatas. Salah
satu cara untuk mengurangi kerusakan oksidatif ialah dengan merangkum lipit
teroksidasi sehingga dapat mengurangi kontak dengan oksigen, logam atau zat lain
yang dapat menyerang ikatan asam lemak tidak jenuh pada minyak ikan tersebut.
Emulsi minyak ikan adalah salah satu produk yang dihasilkan dengan tujuan mencegah
kerentanan terhadap sifat oksidatif minyak ikan.. Produk emulsi dengan
mengkombinasi minyak ikan sardin yang kaya akan omega-3 dan minyak ikan cucut
kaya akan kandungan squalen sejauh ini belum pernah dilakukan. Penelitian ini di
harapkan dapat menghasilkan produk emulsi kaya omega-3 dan squalen.
1.2 Tujuan Praktikum
Setelah melakukan praktikum ini, kami mampu melakukan kajian preformulasi,
membuat formulasi, produk jadi, dan kajian evaluasi sediaan emulsi.

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi
dalam cairan lainnya dalam bentuk tetesan kecil (DepkeRI, 1995). Emulsi adalah
sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan
pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok (DepkesRI,
1979). Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-
bulatan kecil zat cair terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. Dalam
batasan emulsi fase terdispersi dianggap sebagai fase dalam dan medium dispersi
sebagai fase luar atau fase kontinu (Ansel, 1989).
Pada umumnya tipe emulsi diklasifikasikan sebagai minyak dalam air (M/A) atau air
dalam minyak (A/M), bergantung pada kecepatan relatif koalesensi dari masing-masing
tipe tetesan, dengan tetesan yang paling cepat berkoalesensi akan membentuk fasa
kontinu. Biasanya hal ini terjadi pada emulsi dengan jumlah cairan terbesar, karena pada
jumlah tetesan yang lebih besar akan meningkatkan kemungkinan terjadinya tumbukan
dan koalesensi. Dengan volume fase minyak dan air mendekati 50%, faktor lain seperti
urutan dan kecepatan penambahan masing-masing cairan, sangat penting. Jika pengadukan
dihentikan, maka koalesensi akan berlanjut sampai terjadi pemisahan fasa secara
sempurna, yaitu keadaan energi bebas minimum tercapai. Jadi, emulsifikasi dapat
dianggap sebagai hasil dari 2 kompetisi, yaitu pemecahan (disruption) ruahan cairan yang
menghasilkan tetesan halus serta rekombinasi tetesan untuk kembali ke keadaan asal, yaitu
ruahan cairan (Agoes, 2012).
Dengan penambahan komponen ketiga, yaitu penstabil/ pengemulsi (emulgator), tipe
emulsi yang terbentuk tidak lagi hanya merupakan fungsi dari fasa volume dan urutan
pencampuran, tetapi juga kelarutan relatif zat pengemulsi dalam fasa minyak dan fasa air
(Agoes, 2012). Zat pengemulsi memudahkan pembentukan emulsi dengan tiga mekanisme
:
1. Mengurangi tegangan antarmuka – stabilisasi termodinamis.
2. Pembentukan suatu lapisan antarmuka yang kaku – pembatas mekanik untuk
penggabungan.
3. Pembentukan lapisan listrik rangkap – penghalang elektrik untuk mendekati
partikel-partikel.
Salah satu emulgator yang yang banyak digunakan adalah zat aktif permukaan atau
lebih dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerja emulgator ini adalah menurunkan
tegangan antar permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan

3
globul-globul fase terdisperisnya. Tipe emulsi dapat ditentukan dari jenis surfaktan
digunakan. Secara kimia, molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan non polar.
Apabila surfaktan dimasukkan ke dalam sistem yang dari air dan minyak, maka guugus
polar akan terarah ke fasa air sedangkan gugus non polar terarah ke fasa minyak.
Surfaktan yang mempunyai gugus polar lebih kuat akan cenderung membentuk emulsi
minyak dalam air, sedangkan bila gugus non polar yang lebih kuat maka akan cenderung
membentuk emulsi air dalam minyak.
Diantara zat pengemulsi dan zat penstabil untuk sistem farmasi adalah sebagai
berikut:
1. Bahan-bahan karbohidrat seperti zat-zat yang terjadi secara alami : aksia (gom)
tragakan, agar, kondrus, dan paktin. Bahan-bahan ini membentuk koloida hidrofilik
bila ditambahkan ke dalam air dan mumumnya menghasilkan emulsi m/a.
2. Zat-zat protein seperti : gelatin, kuning telur,dan kasein. Zat-zat ini
manghasilkan emulasi m/a. Kerugian gelatin sebagai suatu zat pengemulasi adalah
bahwa emulasi yang disiapkan dari gelatin seringkali terlalu cair pada pendiaman.
3. Alkohol dengan bobot molekul tingi seperti: stearil alkohol, setil alkohol, dan
gliseril monostearat. Bahan-bahan ini digunakan terutama sebagai zat pengantal dan
penstabil untuk emulasi m/a dari latio dan salep tertentu dan digunakan sebagai obat
luar. kolesterol dan turunan kolesterol bisa juga digunakan sebagai emulasi untuk
obat luar dan menghasilkan emulasi a/m.
4. Zat-zat pembasah,yang bisa bersifat kationik, anionik, dan nonionik. Zat-zat ini
mengandung gugus-gugus hidrofilik dan lipofilik, dengan bagian lipopilik dari
molekul menyebabkan aktivitas permukaan dari molekul tersebut. Dalam zat anionik,
bagian lipofilik ini bermuatan negatif, tapi dalam zat kationik bagian lipofilk ini
bermuatan positif. Lantaran muatan ini ionnya yang berlawanan, zat anionik dan zat
kationik cenderung untuk saling menetralkan jika ada dalam sistem yang sama, jadi
kedua bahan ini tidak tercampurkan satu dengan yang lainnya. Zat pengemulsi
nonionik menunjukkan tidak adanya kecenderungan untuk mengion. Tergantung pada
sifatnya masing-masing, beberapa dari grup ini membentuk emulsi a/m.

5. Zat padat yang terbagi halus, seperti tanah liat koloid termasuk bentonit,
magnesium hidroksida dan alminium hidroksida. Ini umumnya membentuk emulsi
m/a bila bahan yang tidak larut ditambahkan ke fase air jika ada sejumlah volume
pase air lebih besar dari pada fase minyaknya. Tetapi, jika serbuk padat yang halus
ditambahkan kedalam minyak lebih besar, suatu zat seperti bentonit sanggup
membentuk suatu emlsi a/m (Ansel, 1989).

4
Kestabilan suatu emulsi adalah kemampuan suatu emulsi untuk mempertahankan
distribusi yang teratur dari fase terdispersi dalam jangka waktu yang lama. Penurunan
stabilitas dapat dilihat jika terjadi campuran (BJ fase terdispersi lebih kecil dari BJ fase
pendispersi ). Hal ini menyebabkan pemisahan dari kedua fase emulsi. Ada beberapa hal
yang dapat mempengaruhi kestabilan yaitu :
1. Teknik pembuatan
2. Penambahan garam atau elektrolit lemah dalam konsentrasi besar
mempengaruhi kestabilan emulsi.
3. Pengocokan yang keras, apabila emulsi dikocok keras-keras maka partikel-
partikel kecil akan mengadakan kontak menjadi partikel yang lebih besar sehingga
emulsi akan pecah.
4. Penyimpanan
Sedangkan bentuk-bentuk ketidakstabilan dari emulsi sendiri ada beberapa macam
yaitu sebagai berikut :
– Flokulasi, karena kurangnya zat pengemulsi sehingga kedua fase tidak tertutupi
oleh lapisan pelindung sehingga terbentuklah flok-flok atau sebuah agregat.
– Koalesens, yang disebabkan hilangnya lapisan film dalam globul sehingga
terjadi pencampuran.
– Kriming, adanya pengaruh gravitasi membuat emulsi memekat pada daerah
permukaan dan dasar.
– Inverse massa (pembalikan massa) yang terjadi karena adanya perubahan
viskositas.
– Breaking/demulsifikasi, lapisan film mengalami pemecahan sehingga hilang
karena pengaruh suhu.

(Gambar 1. Ketidakstabilan Emulsi)

5
Pembuatan emulsi
a. Metode gom basah (metode Inggris)
Dibuat mucilago yang kental dengan sedikit air lalu ditambahkan minyak sedikit
demi sedikit dengan diaduk cepat.
b. Metode gom kering
Korpus emulsi dibuat dengan 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom,
sselanjutnya sisa air dan bahan lain ditambahkan. Metode ini juga disebut metode
4:2:1.
c. Metode HLB
Untuk memperoleh efisiensi emulgator perlu diperhatikan sifat-sifat dari emulgator
untuk tipe sistem yang dipilih (Anief, 2007).
Cara yang mungkin dapat memandu pemilihan agen pengemulsi dari surfaktan
adalah dengan konsep kesetimbangan hidrofil-lipofil (HLB). HLB adalah angka yang
menunjukkan perbandingan antara senyawa hidrofilik (suka air) dengan senyawa lipofilik
(suka minyak). Semakin besar harga HLB berarti semakin banyak kelompok senyawa
yang suka air. artinya, emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian
sebaliknya. kegunaan suatu emulgator ditinjau dari harga HLB-nya. Griffin menemukan
suatu skala nilai arbiter sebagai ukuran kesetimbangan hidrofil – lipofil (HLB) dan
surfaktan. Melalui sistem HLB ini, ditetapkan rentang HLB dengan efisiensi optimum
untuk setiap kelas surfaktan (Agoes, 2012).
Rentang HLB surfaktan dan aplikasi
1–3 Antibusa
3–6 Pengemulsi A/M
7–9 Agen pembasah
8 – 18 Pengemulsi M/A
13 – 15 Detergen
15 – 18 Pensolubilisasi

Pada umumnya emulsi menunjukkan fase eksternalnya. Terdapat beberapa metode


untuk penentuan tipe emulsi diantaranya :

6
1. Uji Pengenceran
Emulsi dapat diencerkan hanya dengan fase luar
2. Uji pewarnaan
Zat warna larut air yang ditaburkan pada permukaan emulsi akan mengindikasikan
sifat dari fasa kontinu. Pada emulsi M/A akan berlangsung inkorporasi warna larutan
secara cepat ke dalam system, sedangkan pada emulsi A/M warna akan berupa
kelompok vesikel yang tampak. Peristiwa sebaliknya akan terlihat jika digunakan zat
warna larut minyak. Pengujian ini, secara esensial, adalah untuk mengidentifikasi fasa
kontinu dan tidak mengindikasikan terbentuknya emulsi multiple. Untuk selanjutnya
dapat dilihat secara mikroskopik.
3. Kertas kobal klorida
Kertas asaring dibacam (diimpregnasi) dengan kobal klorida dan dikeringkan. Warna
biru akan berubah menjadi warna merah muda (pink) jika diteteskan/ ditambahkan
emulsi M/A. Dapat mengalami kegagalan (tidak berhasil) jika emulsi tidak stabil atau
pecah dengan keberadaan elektrolit.
4. Fluoresensi
Fluoresensi di bawah cahaya ultraviolet. Emulsi M/A menunjukkan pola bintik (titik),
sedangkan pada emulsi A/M, fluoresensi terlihat secara menyeluruh (Agoes, 2012).
Formulasi emulsi
Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
a. Komponen dasar
Adalah pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam emulsi. Terdiri dari:
– Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinue
Yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil ke dalam zat cair lain.
– Fase kontinue/ fase exsternal/ fase luar
Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari
emulsi tersebut.
– Emulgator
Adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
b. Komponen tambahan

7
– Corigen saporis, corigen odoris, corigen colouris, preservative, anti oksidan.
(Anonim, 2009).
Macam-macam emulsi
– Oral
Umumnya emulsi tipe o/w, karena rasa dan bau minyak yang tidak enak dapat
tertutupi, minyak bila dalam jumlah kecil dan terbagi dalam tetesan- tetesan kecil
lebih mudah dicerna.
– Topikal
Umumnya emulsi tipe o/w atau w/o tergantung banyak faktor misalnya sifat zatnya
atau jenis efek terapi yang dikehendaki. Sediaan yang penggunaannya di kulit dengan
tujuan menghasilkan efek lokal.
– Injeksi
Sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan
atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan secara
merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Contoh : Vit.
A diserap cepat melalui jaringan, bila diinjeksi dalam bentuk emulsi (Syamsuni, A.
2006).

2.2 Kajian Preformulasi


● Nama Bahan : Minyak ikan (FI III, Hal. 457; FI IV, Hal. 628)

Pemerian : Cairan kuning pucat, bau khas, agak manis, tidak


tengik, rasa khas.

Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95%) P; mudah larut dalam


kloroform P, dalam eter P dan dalam eter minyak
tanah P.

Titik lebur : 30º - 48 º C

pH : 4,3

Stabilitas : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya,

8
terisi penuh.

inkompatibilitas : Minyak ikan tidak dapat tercampur dengan air.

Polimorfisme : -

● Nama Bahan : PGA/Pulvis Gummi Arabian (HOPE ed. 6 : 1 - 3)


Pemerian : Serbuk putih atau putih kekuningan, tidak berbau,
bubuk atau butiran kering dan memiliki rasa yang
hambar.

Kelarutan : Larut dalam 20 ml bagian gliserin; 20 ml


propilenglikol; 2,7 air dan praktis tidak larut dalam
etanol 95% (HOPE ed 60:30).

Titik lebur : -

pH : 4,5 - 5,0

Stabilitas : Tahan terhadap degradasi bakteri atau reaksi


enzimatik tetapi harus diberi pengawet terlebih
dahulu dengan didihkan dalam pendek untuk
menonaktifkan enzim yang ada. Larutan encer dapat
diawetkan dengan penambahan pengawet
antimikroba seperti asam benzoat, natrium benzoat,
atau campuran methyl paraben dan prophyl paraben.

inkompatibilitas : Inkompatibel dengan amidopirin, apomorfin, kresol,


etanol 90%, garam besi, morfin, fenol, fisostigmin,
tannin, thymol dan vanilli. Dalam emulsi, acasia tidak
cocok dengan sabun.

Polimorfisme : -

9
● Nama Bahan : Gliserin (FI V Jilid 1, Hal. 507; FI III, Hal. 271)

Pemerian : Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, tidak


berbau, manis diikuti rasa hangat, higroskopis dan
netral terhadap lakmus.

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95%) P,


praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P
dan dalam minyak lemak.

Titik lebur : 17,88 ºC

pH : 8

Stabilitas : Gliserin bersifat higroskopis, murni tidak rentan


terhadap oksidasi oleh atmosfer dibawah kondisi
penyimpanan biasa. Tetapi terurai oleh pemanasan
dengan evolusi akrotein beracun, campuran gliserin
gliserin dengan air, etanol 95% dan propilenglikol
stabil secara kimiawi.

inkompatibilitas : Gliserin dapat meledak jika dicampur dengan


oksidator kuat seperti kromium trioksida, potassium
klorat atau potassium permanganat. Dalam pelarut
encer proses reaksi pada tingkat yang lebih lambat
dengan beberapa produk oksidasi yang terbentuk.
Warna hitam gliserin terjadi karena paparan cahaya

10
atau kontak dengan seng oksida atau dasar bismuth
nitrat.

Polimorfisme : -

● Nama Bahan : Na-Benzoat (FI V Jilid 2, Hal. 905)


Pemerian : Granul atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau
praktis tidak berbau, stabil diudara.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol
dan lebih mudah larut dalam etanol 90%.

Titik lebur : 410° C

pH : 8

Stabilitas : Larutan yang mengandung air dapat disterilkan


dengan autoclaving atau penyaringan.

inkompatibilitas : Inkompatibilitas dengan komponen guarter, gelatin,


garam feri, garam kalsium dan garam dari heavy
metalis termasuk silver, leab dan menty. Aktivitas
preserfative mungkin jarang jika berinteraksi dengan
kaolin ataupun surfaktan non-ionik (Excipient,
Hal.603).

Polimorfisme : -

11
● Nama Bahan : Syrupus simplex (FI III, Hal. 567)
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna.

Kelarutan : Larut dalam air, mudah larut dalam air mendidih,


sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform
dan eter.

Titik lebur : 160° - 186° C

pH : -

Stabilitas : Stabil pada suhu ruang, terkaramelisasi pada suhu


160° , mudah terurai dengan adanya udara dari luar.

inkompatibilitas : Bubuk sukrosa akan terkontaminasi dengan adanya


logam berat yang akan berpengaruh pada zat aktif
dan dapat bereaksi dengan tutup alumunium.

Polimorfisme : -

● Nama Bahan : Essense yellow FCF (Hope ed 6 : 123)


Pemerian : Serbuk kering kemerahan di dalam larutan
memberikan warna orange terang.

Kelarutan : Mudah larut dalam gliserin dan air, agak sukar larut
dalam aseton dan propilenglikol. Tetapi mudah larut
dalam propilenglikol (50%), sukar larut dalam etanol
(75%).

Titik lebur : 390° C

pH : Bergantung pada pH sekitar 480 nm pada pH 1 dan

12
443 pada pH 13.

Stabilitas : Stabil terhadap asam dan alkali, dan biasanya menjadi


tengik.

inkompatibilitas : Asam askorbat, gelatin, glukosa.

Polimorfisme : -

● Nama Bahan : Aqua Destilata/Air suling (FI III, Hal. 96)

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak


mempunyai rasa.

Kelarutan : Praktis bercampur dengan pelarut, banyak tercampur


dengan pelarut polar.

Titik lebur : 0° C (273,15 K) (32 F)

Ph : 5–7

Stabilitas : Dapat stabil dalam semua bentuk fisik (air, es uap).


Air harus disimpan dalam wadah yang sesuai. Pada
saat penyimpanan harus terlindungi dari kontaminasi
partikel partikel ion dan bahan organik yang dapat
menaikan konduktivitas dan jumlah karbon organic
serta terlindungi dari partikel partikel lain dan
mikroorganisme yang dapat tumbuh dan merusak
fungsi air.

inkompatibilitas : Dalam formula farmasi dapat bereaksi dengan obat


dan bahan tambahan lainnya yang mudah terhidrolisis

13
pada temperature tinggi.

Polimorfisme : -

BAB III

METODE

3.1 Metode

A. Alat yang Digunakan


1) Mortir dan Stemper
2) Gelas kimia

14
3) Batang pengaduk
4) Gelas ukur
5) Spatel
6) Botol 100 ml ( 3 buah )
7) Kertas perkamen
8) Sudip
9) Timbangan analitik
B. Bahan yang Digunakan
1) Minyak ikan
2) PGA
3) Gliserin
4) Na Benzoat
5) Sirupus Simplex
6) Essenese Yellow FCF
7) Aquadest

3.2 Formulasi

Komposisi Formula 3 Kegunaan Konsentrasi

Minyak ikan 30 % Sumber vitamin A dan D 16 %

PGA 15 % emulsifying agent 5 - 10%

Gliserin 10 % Zat tambahan < 30 %

Na Benzoat 0,1 % Antioksidan, pengawet 0,02 - 0,5 %

15
Syrupus simplex 10 % Pemanis 20 - 60 %

Essense yellow Qs pewarna <7%


FCF

Aquadest Ad 100 g Pelarut -

3.3 Cara Kerja

No Tahap Pengerjaan Pelaksana Paraf

1. Preformulasi :
a. Identifikasi bahan bahan yang telah tercantum
pada formula sediaan.
b. Penyediaan bahan baku atau bahan utama.
c. Perhitungan bahan yang akan digunakan serta
perhitungan dosis.
2. Persiapan :
a. Sebelum dilaksanakan praktikum, setiap ruangan
harus dibersihkan terlebih dahulu agar tidak ada
zat yang mengkontaminasi suatu sediaan dan
terjaga dengan baik mutu obat tersebut.
b. Bersihkan meja kerja dan peralatan yang akan
digunakan menggunakan alkohol 70% ataupun
bisa dilakukan dengan cara lap meja dan alat
dengan kain lap yang sudah dibasahi.

16
c. Bentuk tabel identitas proses pengerjaan dan
cantumkan.

3. Penimbangan bahan obat :


Minyak ikan 90 g
PGA 45 g
Air panas 67,5 mL
Gliserin 30 g
Na Benzoat 0,3 g
Sirupus simplex 30 mL
Saccarum album 19,5 g
Metil paraben 0,075 g
Air mendidih 30 mL
Essense yellow FCF 0,3 g
Aquadest 36,9 g
4. Produksi sediaan :
a. Siapkan alat dan bahan
b. Setarakan timbangan
c. Timbang bahan obat yang dibutuhkan
d. Kalibrasi botol 100 g, sebanyak 3 botol
e. Pembuatan sirupus simplex
- Panaskan air hingga mendidih
- Masukan sacharum album sebanyak 19,5 g
kedalam beaker glass berisi air panas, aduk
hingga larut.
- Tambahkan metil paraben sebanyak 0,075 g
kedalam beaker glass, aduk hingga larut.

17
f. Panaskan air
g. Pembuatan emulsi minyak ikan
- Masukan PGA 45 g kedalam mortir berisi air
panas, gerus hingga terbentuk corpus emulsi.
- Masukan minyak ikan 90 g kedalam mortir,
gerus hingga larut dan homogen.
- Masukan Na Benzoat 0,3 g kedalam mortir,
gerus hingga homogen.
- Masukan gliserin 30 g kedalam mortir, gerus
hingga homogen.
- Masukan sirup simplex 30 mL kedalam
mortir, gerus hingga homogen.
- Tambahkan Essense yellow FCF 0,3 g gerus
hingga homogen.
- Tambahkan aquadest ad 300 g.
5. Pengisian :
- Kalibrasi botol 100 g, sebanyak 3 botol.
- Masukan sediaan emulsi kedalam botol
100 mL, dibagi menjadi 3 botol sama
rata.
- Jika belum ditambahkan aquadest,
masukan ad 100 g/botol
- Tutup rapat botol, kocok dan pastikan
tidak ada kebocoran.
6. Pengemasan :
- Sediaan diberi label yang berisi informasi
obat
- Masukan kedalam kemasan beserta

18
brosurnya
- Simpan sediaan

3.4 Kemasan

BAB IV

HASIL EVALUASI DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Evaluasi


 Uji organoleptic

19
Tujuan : Memastikan bahwa sediaan yang dihasilkan telah memenuhi
Persyaratan yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia

Hasil Uji organoleptik Hasil


Bentuk
Warna
Rasa

 Uji homogenitas
Tujuan : untuk melihat dan mengetahui tercampurnya bahan-bahan
dalam sediaan emulsi yang telah dibuat.
Hasil : Homogen dan tidak terlihat ukuran partikelnya

 Uji Ph
Tujuan : Memastikan bahwa sediaan steril yang dihasilkan telah
memenuhi persyaratan pH derajat keasaman yang ditetapkan
dalam Farmakope Indonesia
Hasil : 5

 Uji bobot jenis


Tujuan : Untuk mengetahui bobot jenis suatu sediaan
Hasil : piknometer kosong+ piknommeter sediaan
bobot jenis=
piknometer kosong+ piknommeter air
14,5+ 22,97
¿
14,5+22
37,45
= 1,02
36,5

 Uji viskositas
Tujuan : untuk mengetahui kekentalan suatu sediaan
Spindle : No 3
Hasil : 1. 50 rpm -> 150 cp -> 7,5 %
2. 100 rpm -> 136 cp -> 13,6 %

20
 Uji tipe emulsi
Tujuan : untuk membuktikan bahwa sediaan yang dibuat merupakan tipe
emulsi m/a dengan melakukan beberapa metode yaitu
pengenceran dan pewarnaan.
Tabel 4.1 Hasil Uji Tipe Emulsi
Sampel Indikator uji Tipe Emulsi
M/A A/M
Emulsi Minyak Ikan Methylblue  -
(Larut dan
Homogen)

 Uji Stabilitas

Tujuan : untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas, dan


kemurnian produk yang telah diluluskan dan
beredar di pasaran, sehingga aman di- gunakan
oleh konsumen

Tabel 4.2 Hasil Uji


Stabilitasi Suhu

Sampel Hasil
Oven suhu 40 C (20 menit) Freezer suhu 3 C (15 menit)
Emulsi Minyak Ikan Agak sedikit cair (baik) Agak sedikit beku (baik)

Tabel 4.3 Hasil Uji Pengenceran


Sampel Pengencer Hasil
Emulsi Minyak Ikan Aquadest Larut dan homogen (baik)

4.2 Pembahasan

21
Emulsi adalah suatu system yang secara termodinamik tidak stabil, terdiri dari
paling sedikit dua fase sebagai globul – globul dalam fase cair yang lainnya. System
ini biasanya disatbilkan dengan adanya emulsi. Dalam bidang farmasi, emulsi
biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fase terdispersinya dikenal dua jenis
emulsi, yaitu :

a. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fase minyak terdispersi di dalam fase air
b. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fase air terdispersi di dalam fase minyak

Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan suatu emulgator merupakan factor


yang penting karena mutu dan kestabilan suatu emusli banyak dipengaruhi oleh
emulgator yang digunakan. Mekanisme kerja emulgator ini adalah menurunkan
tegangan antar permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada
permukaan globul – globul fase terdispersinya.
Pada praktikum kali ini melakukan pembuatan emulsi, dimana dalam pembuatan
emulsi ini kami sebagai mahasiswa atau praktikan diharapkan dapat melakukan
preformulasi, formulasi, membuat produk jadi dan evaluasi sediaan emulsi.
Pembuatan emulsi ini bertujuan untuk menutupi rasa yang tidak enak pada obat,
memudahkan proses pencernaan, dan memudahkan dalam pemakaian.
Pada praktikum ini metode yang diguankan dalam pembuatan emulsi yaitu
dengan metode gom kering sebab seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa metode
gom kering dilakukan dengan xara zat pengemulsi (PGA) dicampur dengan minyak
terlebih dahulu, kemudian ditambahkan air untuk membentuk corpus emulsi, baru
diencerkan dengan sisa air yang tersedia. Hal ini juga dilakukan pada prosedur krtja
yang digunakan pada percobaan ini (Syamsuni, A. 2006).
Pada percobaan ini kita menggunakan formulasi ke 3, bahan yang terdapat dalam
formulasi ke 3 ini adalah minyak ikan sebagai 90 ml, PGA sebanyak 45 gram, air
untuk PGA sebanyak 67,5 ml, gliserin sebanyak 30 gram, Na Benzoat sebanyak 0,3
gram, sirupus simplex sebanyak 30 ml, essense yellow FCF sebanyak 0,3 gram dan

22
aquadest ad 300 ml. Hal pertama yang dilakukan yaitu tara botol 100 ml, selanjutnya
semua bahan dibuat atau diracik menjadi sediaan emulsi dengan cara pertama : dibuat
corpus emulsi dengan cara kembangkan PGA sebanyak 45 gram dengan air panas
sebanyak 67,5 ml aduk dengan kecepatan konstan hingga homogen, kemudian
tambahankan sedikit demi sedikit minyak ikan sebanyak 90 ml aduk sampai
homogen, selanjutnya tambahkan sedikit demi sedikit gliserin sebanyak 30 ml
kedalam mortir gerus homogen, kemudian tambahkan Na Benzoat sebanyak 0,3 gram
ke dalam mortir gerus homogen, tambahkan gliserin sebanyak 30 ml ke dalam mortir
gerus homogen, tambahkan sirupus simplex 30 ml ke dalam mortir grus homogen,
kemudian tambahkan essense yellow sebanyak 0,3 gram gerus homogeny dan yang
terakhir tambahkan air panas sampai batas kalibrasi.
Khasiat dari bahan – bahan yang digunakan adalah minyak ikan sebagai sumber
vitamin A dan D, PGA sebagai zat pengemulsi (emulgator), gliserin sebagai zat
tambahan (corigen saporis), Na Benzoat sebagai antioksidan dan zat pengawet,
sirupus simplex sebagai zat tambahan (corigen odoris), essense yellow FCT sebagai
zat tambahan (corigen coloris) dan aquadest sebagai pelarut atau fase air (Farmakope
Indonesia edisi III, 1979).
Setelah sediaan emusli selesai dibuat selanjutnya dilakukan evaluasi sediaan,
yang diantaranya uji pertama yaitu uji organoleptik yang dilakukan dengan
menggunakan panca indra yaitu penglihatan berupa warna, penciuman berupa bau dan
perasa. Hasil evaluasi dari kelompok kami menunjukan bahwa sediaan emulsi
menghasilkan berwarna orange, bau khas minyak ikan dan menyengat dan
menghasilkan rasa yang manis.
Uji yang ke dua, uji pH yang dilakukan dengan cara sediaan dimasukan ke
dalam gelas kimia secukupnya kemudian masukan pH meter kedalam gelas kimia
yang berisi sediaan dan amati pHnya. Menurut persyaratan pH emulsi berada pada
rentang 5 - 7,5. Hasil pengamatan kelompok kami menunjukan bahwa sediaan emulsi
menunjukan pH 5 sehingga sediaan tersebut sesuai standar.

23
Uji yang ke tiga, uji homogenitas yang dilakukan untuk melihat dan mengetahui
tercampurnya bahan – bahan dalam sediaan emulsi yang telah dibuat. Hasil
pengamatan kelompok kami menunjukan bahwa sediaan emulsi yang kita buat
homogeny dan tidak terlihat ukuran partikelnya.
Uji yang ke empat, uji viskositas yang dilakukan untuk mengetahui besarnya
kekentalan yang dihasilkan. Sediaan emulsi yang baik yaitu berada pada rentang
2.000 cps – 50.000 cps (Gozali, dkk., 2009). Hasil pengamatan sediaan emulsi
menunjukan 15 cps dalam 50 RPM dan 13.6 cps dalam 100 RPM.
Uji yang ke lima, uji bobot jenis dilakukan dengan menggunakan alat dengan
nama piknometer. Hasil pengamatan sediaan emulsi menunjukan 0,076 g/ml.
Uji yang ke enam, uji stabilitas dilakukan untuk mengetahui kualitas bahan obat
seiring dengan perubahan waktu di bawah pengaruh berbagai kondisi lingkungan.
Hasil pengamatan yang dilakukan menggunakan 2 perlakuan yaitu perlakuan pertama
di diamkan dalam suhu dingin 30C kemudian perlakuan ke dua di diamkan didalam
oven dengan suhu 400C keduanya didiamkan selama 30 menit. Dari kedua perlakuan
tersebut menunjukan bahwa sediaan emulsi tersebut mempunyai kestabilan yang baik.

Uji yang ke tujuh, uji tipe emulsi yaitu dilakukan dengan cara penambahan
larutan metylen blue, dimana jika larutan tersebut dapat homogen dengan sediaan
emulsi dikatakan tipe minyak dalam air, tetapi jika larutan tersebut tidak dapat
homogen maka tipe air dalam minyak. Berdasarkan hasil pengamatan yang kami
lakukan sediaan emulsi yang dibuat merupakan sediaan emulsi tipe minyak dalam air
karena larutan metylen blue dapat homogeny dengan sediaan emulsi yang kami buat

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

24
1.1 Kesimpulan
Dari percobaan praktikum sediaan emulsi yang kami buat termasuk ke dalam tipe
emulsi minyak dalam air dan hasil evaluasi yang telah kami lakukan menghasilkan
sediaan yang baik dan bisa dikatakan memenuhi persyaratan karena hampir semua
pengujian menunjukan hasil yang memenuhi persyaratan.

1.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya, diharapkan agar lebih mengasah lagi kemampuannya
dalam membuat sediaan emulsi karena sediaan emulsi merupakan sediaan yang
membutuhkan ketelitian dalam pembuatannya. Setiap uji atau pengamatan yang dilakukan
juga harus dilakukan dengan teliti agar mendapatkan hasil yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerjemah Farida


Ibrahim; Pendamping Asmanizar, Iis Aisyah. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI Press).

25
Agoes, Goeswin. 2012. Sediaan Farmasi Likuida dan Semisolida, Bandung:
Penerbit ITB.

Anief M. 1987. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Yogyakarta : UGM

Anonim. 2009. Ilmu Resep Jilid II. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Anonim. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta : Departemen


Kesehatan RI

Ackman, R.G. 1982. Fatty acid composition of fish oil.In Nutritional Evaluation of
Long Chain Fatty Acid in Fish Oil.Barlow S.M. and Stasby(Ed).AkademicPress Ltd.
London.

Baliga S, Sangeeta, Muglikar, Rahul K. Salivary pH: A Diagnostic

Biomarker. Journal of Indian Society of Periodontology 2013; 17(4):461-


465.

Baken, Dilli, Fettah, Kabatas. 2014.The influence of fish-oil lipid emulsions on


retinopathy of prematurity in very low birth weight infants: A randomized controlled
tria. Journal Early Human Development Vol. (90) 27±31.

Carvalho PO, Paula RBC, Maximiliano DN, Patricia BLF, Leonardo VF. 2009.

Enzymatic hydrolysis of salmon oil by native lipase: optimization of process


parameters. Journal of Food Chemistry 20 (1): 117-124.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. Statistika Perikanan Tangkap Indonesia.


Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2014.

Kelly G. 1999. Squlene and its Potential Clinical Uses. Alternative Medicine Review.
4 (1) 29-36.

Martin, A., et-al, 1993, Physical Pharmacy, Fourth Edition, Lea & Febiger,
Philadelphia.

26
Press. Anief, Moh. 2007. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada
University
Press.

Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC.

Schuchardt JP, Huss M, Stauss-Grabo M, Hahn A. 2010. Significance of long-chain


polyunsaturated fatty acids (PUFA) for the development and behaviour of children. J
Nutrition 169(2): 149-164.

27
LAMPIRAN

1. Uji Tipe Emulsi


Alat dan Bahan Hasil

Kaca objek

Sebelum di tetesi metil blue

Pipet tetes

Setelah di tetesi methyl ble larut dan


homogen (minyak dalam air)
Sampel sediaan

Methyl blue

28
2. Uji stabilitas
Alat dan bahan Hasil

Sebelum dipanaskan
Cawan petri

Oven
Seseudah di oven

Freezer
Sebelum di freezer

Sampel

Ssudah di freezer

29
Sebelum di campur aquadest

Setelah dicampur aquadest larut dan


homogen
3. Uji Bobot Jenis
LAMPIRAN

Piknometer

30
Piknometer + Air Piknometer + Hasil

4. Uji Organoleptik dan Homogenitas

Organoleptik dan Homogenitas

31

Anda mungkin juga menyukai