Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ANALIS LEMAK DAN MINUMAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pengantar


lingkungan Oleh :

Ery Tauqifi E61151104


Pendi Riswandi E61151006

POLITEKNIK TEDC BANDUNG


BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kese`mpurnaan makalah ini.

Cimahi, Februari 2017

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................... ………………. iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1


1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2.Tujuan .......................................................................................................... 1

BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................... 2


2.1. bahan .......................................................................................................... 3
2.2. metode soxlet ............................................................................................. 8
2.3. perinsisf analisis ..........................................................................………. 10
2.4. penyebab kerusakan lemak ……….. .....................................…………… 11
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..............................................…. 12

BAB IV KESIMPULAN ..........................................................................…… 15

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Lehninger (1982), lemak merupakan bagian dari lipid yang
mengandung asam lemak jenuh bersifat padat. Lemak dapat larut dalam pelarut
tersebut karena lemak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut. Lemak
merupakan salah satu sumber utama energi dan mengandung lemak esensial.
Untuk mengetahui kadar lemak yang terdapat pada bahan pangan dapat
dilakukan dengan cara mengekstraksi lemak. Namun mengekstrak lemak secara
murni sangat sulit dilakukan, sebab pada waktu mengekstraksi lemak, akan
terekstraksi pula zat-zat yang larut dalam lemak seperti sterol, phospholipid, asam
lemak bebas, pigmen karotenoid, khlorofil, dan lain-lain. Pelarut yang digunakan
harus bebas dari air (pelarut anhydrous) agar bahan-bahan yang larut dalam air
tidak terekstrak dan terhitung sebagai lemak dan keaktivan pelarut tersebut
menjadi berkurang.
Sifat-sifat dari lemak dapat diidentifikasi dengan beberapa metode Terdapat
dua metode untuk mengekstraksi lemak yaitu metode ekstraksi kering dan metode
ekstraksi basah. Metode kering pada ekstraksi lemak mempunyai prinsip bahwa
mengeluarkan lemak dan zat yang terlarut dalam lemak tersebut dari sampel yang
telah kering benar dengan menggunakan pelarut anhydrous. Pada praktikum
penetapan kadar lemak ini digunakan metode ekstraksi kering yaitu metode
Soxhlet.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui cara analisis kadar lemak atau minyak pada bahan
pangan dan hasil pertanian dengan metode ekstraksi Soxhlet.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penjelasan Bahan Baku


2.1.1 Kacang Tanah
Kacang Tanah merupakan tanaman polong-polongan kedua terpenting
setelah kedelai di Indonesia. Tanaman ini sebetulnya bukanlah tanaman asli
Indonesia, melainkan tanaman yang berasal dari benua Amerika, tepatnya di
daerah Brazil (Amerika Selatan)(Tim Bina Karya Tani, 2009). Kacang tanah
adalah komoditas agrobisnis yang bernilai ekonomi cukup tinggi dan merupakan
salah satu sumber protein dalam pola pangan penduduk Indonesia. Kebutuhan
kacang tanah dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan bertambahnya
jumlah penduduk, kebutuhan gizi masyarakat, diversifikasi pangan, serta
meningkatnya kapasitas industri makanan di Indonesia (Adisarwanto, 2000).
Dilihat dari kandungan gizinya, kacang tanah memiliki nilai gizi yang
tinggi. Kadar protein mencapai 25 gram per 100 gram. Protein kacang merupakan
protein nabati berkualitas tinggi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan anak,
vegetarian dan orang yang mengkonsumsi sedikit daging. Kadar lemak kacang
tanah merupakan bahan pangan sumber minyak. Kadar lemak kacang tanah
mencapai 43 gram per 100 gram. Kacang tanah kaya akan asam lemak tidak jenuh
yang dapat menurunkan kolesterol darah.
Kacang tanah sebagai salah satu komoditi tanaman pangan memiliki nilai
gizi yang tinggi dan lezat rasanya. Kacang tanah dapat digunakan sebagai bahan
pangan, makanan ternak dan bahan minyak goreng. Selain itu, kacang tanah dapat
diolah menjadi peanut butter. Sebagai bahan pangan, kacang tanah mempunyai
senyawa-senyawa tertentu yang sangat dibutuhkan organ-organ tubuh untuk
kelangsungan hidup, terutama kandungan protein, karbohidrat dan lemak (Susanto
dan Saneto, 1994). Adapun komposisi kimia kacang tanah dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.

Tabel 1. Komposisi kimia kacang tanah (per 100 gram bahan kering)

5
Komposisi Jumlah
Kadar air (g) 4,0
Protein (g) 25,3
Lemak (g) 42,8
Karbohidrat (g) 21,1
Fosfor (mg) 334,0
Kabri (kal) 425,0
BDD (%) 100,0
Sumber : Departemen Kesehatan, RI, (1996)

2.1.2 Ikan Lemuru


Ikan lemuru (Sardinella longiceps) memiliki gigi pada langit-langit mulut
sambungan tulang rahang bawah dan lidah. Sisik-sisiknya lembut dan bertumpuk
tidak teratur, jumlah sisik didepan sirip punggung 13-15. Sisik duri terdapat pada
lambung, 18 di depan sirip perut dan 14 lainnya di belakang sirip perut (Weber
dan de Beaufort, 1965). Ikan lemuru berwarna biru kehijauan pada bagian
punggung dan putih keperakan pada bagian lambung, serta mempunyai sirip-sirip
transparan. Panjang tubuh dapat mencapai 23 cm tetapi pada umumnya hanya 10-
15 cm. Menurut Whitehead (1985) ikan lemuru tersebar di lautan hindia bagian
timur yaitu Phuket, Thailand, di pantai-pantai sebelah selatan Jawa Timur dan
Bali, Australia sebelah barat, lautan Pasific sebelah barat (Laut Jawa ke utara
sampai Philipina, Hongkong sampai Jepang bagian selatan).
Ikan Lemuru termasuk ikan berlemak tinggi dengan kandungan lemak yang
bervariasi. Kandungan lemak yang berbeda ini tergantung pada ukuran ikan,
kedewasaan, musim, makanan dan sebagainya (Moeljanto, 1988). Menurut
Stansby (1982), minyak ikan banyak mengandung jenis asam lemak omega-3
yakni EPA (Eicosapentaenoic Acid) dan DHA (Docosahexaenoic Acid). Hasil
penelitian Dewi (1996) menunjukkan bahwa kandungan EPA dan DHA pada
minyak ikan lemuru masing-masing sebesar 15 % dan 11 %. Minyak ikan lemuru
ini merupakan hasil samping dari industri pengalengan dan penepungan ikan
lemuru yang banyak terdapat di daerah Muncar Jawa Timur.
Tabel 2 . Komposisi kimia ikan lemuru (Sardinella lemuru)

6
Komposisi %
Kadar air 64,55 - 69,86
Kadar protein 20,36 - 23,01
Kadar lemak 4,48 - 11,86
Kadar abu 2,07 - 3,03
Kadar garam 0,11 - 0,17
Sumber : Hanafiah dan Murdinah, 1982

2.2.3 Daging Ayam


Daging ayam merupakan salah satu bahan makanan utama mayoritas
masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena harga daging ayam dapat
dijangkau oleh masyarakat luas. Daging ayam mengandung protein yang tinggi
serta berlemak rendah. Murtidjo (2003) memaparkan bahwa daging ayam juga
memiliki tekstur yang lebih halus dan lebih lunak jika dibandingkan dengan
daging sapi dan ternak lain sehingga lebih mudah dicerna.Namun, sebelum
mendapatkan mutu daging ayam yang baik dan layak untuk dimakan oleh
masyarakat, perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi mutu daging
ayam tersebut. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam budidaya ayam pedaging
komersil diantaranya pengelolaan pemeliharaan, pemberian pakan, pencegahan
dan penanggulangan terhadap penyakit, pengangkutan, pemotongan, dan faktor-
faktor lain. Nilai gizi serta komposisi asam amino pada daging ayam dapat dilihat
pada tabel berikut:

Tabel 3 . Komposisi kimia Daging ayam


Komposisi Jumlah
Protein (g) 18,20
Lemak (g) 25,00
Kalsium (mg) 14,00
Fosfor (mg) 200,00
Besi (mg) 1,50
Vitamin B1(mg) 0,08
Air (g) 55,90

7
Kalori (kkal) 302,00
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1972)

2.1.4 Sosis
Sosis (dalam bahasa Inggris sausage) berasal dari bahasa Latin salsus yang
artinya asin adalah suatu makananyang terbuat dari daging cincang, lemak hewan
dan rempah, serta bahan-bahan lain. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu
pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tapi
sekarang sering kali menggunakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu
cara, misalnya dengan pengasapan. Komponen utama sosis terdiri dari daging,
lemak, dan air. Selain itu, pada sosis juga ditambahkan bahan tambahan seperti
garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat
protein, dan karbohidrat. Sosis daging sapi dapat mengandung air sampai 60%
(Soeparno, 1994). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis
yang baik harus mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan
karbohidrat maksimal 8%.

2.2 Macam-Macam Analisa Lemak


2.2.1 Metode Soxhlet
Analisis kadar lemak dilakukan untuk mengetahui kandungan lemak dari
masing-masing sampel. Analisis kadar lemak dengan metode soxhlet
menggunakan alat ekstraksi yang terdiri atas kondensor dan pemanas listrik untuk
mengekstrak kandungan lemak yang terdapat dalam bahan. Untuk sampel
dilakukan metode hidrolisis karena mengandung kadar air yang besar. Hidrolisis
ini bertujuan mempermudah mengekstrak lemak yang terikat dalam matriks-
matriks sampel. Sampel yang telah dihaluskan, ditimbang sebanyak 1-2 g,
dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas. Selongsong
kertas yang berisi contoh tersebut disumbat dengan kapas pada kedua ujungnya.
Sebelum disuling, selongsong tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu tidak
lebih dari 80°C selama kurang lebih 1 jam. Setelah dioven, sampel tersebut
dimasukkan ke dalam alat penyulingan soxhlet yang telah dirangkai dengan labu
lemak berisi labu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya.

8
Sampel tersebut diekstrak dengan pelarut heksan selama kurang lebih 6 jam.
Setelah selesai di suling selama 6 jam, heksan disulingkan dan ekstrak lemak
dikeringkan di dalam oven pengering pada suhu 105°C. Selesai di oven, ekstrak
tersebut didinginkan di dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Pengeringan ini
diulangi terus hingga tercapai bobot yang relatif tetap. Pengukuran kadar lemak
dilakukan dengan tiga ulangan.
Kadar lemak dapat dihitung dengan persamaan berikut Kadar lemak (%
bb) = (W1-W2)/W0 x 100 Kadar lemak (% bk) = (kadar lemak (bb))/((100-kadar
air (bb))) x 100 dimana: W0 = Bobot contoh dalam gram (g) W1 = Bobot labu +
lemak hasil ekstraksi (g) W2 = Bobot labu lemak kosong (g) Metode Soxhlet
termasuk jenis ekstraksi menggunakan pelarut semikontinu. Ekstraksi dengan
pelarut semikontinu memenuhi ruang ekstraksi selama 5 sampai dengan 10 menit
dan secara menyeluruh memenuhi sampel. Kemudian kembali ke tabung
pendidihan. Kandungan lemak diukur melalui berat yang hilang dari contoh atau
berat lemak yang dipindahkan. Metode ini menggunakan efek perendaman contoh
dan tidak menyebablan penyaluran (Nielsen, 1998).

2.2.2 Metode Babcock


Bahan yang berbentuk cair, penentuan lemaknya dapat menggunakan botol
Babcock. Penentuan lemak dengan Babcock sangatlah sederhana. Sampel yang
telah ditimbang dengan teliti dimasukan kedalam botol Babcock. Pada lehernya
telah dilengkapi dengan skala ukuran volume. Sampel yang dianalisa ditambah
asam sulfat pekat untuk merusak emulsi lemak sehingga lemak akan terkumpul
menjadi satu pada bagian atas cairan. Pemisahan lemak dari cairannya dapat lebih
sempurna bila dilakukan sentrifugasi. Rusaknya emulsi lemak dikarenakan asam
sulfat dapat merusak lapisan film yang menyelimuti globula lemak yang biasanya
terdiri dari senyawa protein. Dengan rusaknya protein (denaturasi ataupun
koagulasi) maka nenubgkinkan globula lemak yang satu akan bergabung dengan
golula lemak yang lain dan akhirnya menjadi kumpulan lemak yang lebih besar
dan akan mengapung di atas cairan. Setelah disentrifugasi lemak akan semakin
jelas terpisah dengan cairannya dan agar dapat dibaca banyaknya lemak kedalam

9
botol ditambahkan akuades panas sampai lemak atau minyak tepat pada tanda
skala bagian atas (Sudarmadji, 1996).

2.2.2. Metode Goldfish


Metode Goldfish adalah ekstraksi dengan alat Goldfish sangat praktis.
Bahan sampel yang telah dihaluskan dimasukan kedalam thimbel dan dipasang
dalam tabung penyangga yang pada bagian bawahnya berlubang. Bahan pelarut
yang digunakan ditempatkan dalam bekerglas di bawah tabung penyangga. Bila
bekerglas dipanaskanuap pelarut akan naik dan didinginkan oleh kondensor
sehingga akan mengembun dan menetes pada sampel demikian terus menerus
sehingga bahan akan dibasahi oleh pelarut dan akan terekstraksi, selanjutnya akan
tertampung ke dalam bekerglas kembali. Setelah ekstraksi selesai, sampel berikut
penyangganya diambil dan diganti dengan bekerglas yang ukurannya sama
dengan tabung penyangga. Pemanas dihidupkan kembali sehingga pelarut akan
diuapkan lagi dan diembunkan serta tertampung ke dalam bekerglas yang
terpasang di bawah kondensor, dengan demikian pelarut yang tertampung dapat
dimanfaatkan untuk ekstraksi yang lain (Sudarmadji, 1996).

2.3 Prinsip analisa


Metode ekstraksi soxhlet adalah metode ekstraksi dengan prinsip pemanasan
dan perendaman sampel. Hal itu menyebabkan terjadinya pemecahan dinding dan
membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan diluar sel. Dengan
demikian, metabolit sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan terlarut ke
dalam pelarut organik. Larutan itu kemudian menguap ke atas dan melewati
pendingin udara yang akan mengembunkan uap tersebut menjadi tetesan yang
akan terkumpul kembali. Bila larutan melewati batas lubang pipa samping soxhlet
maka akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang berulang itulah yang menghasilkan
ekstrak yang baik (Harborne, 1987).
Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan
dengan adanya pendingin balik. Soxhlet terdiri dari pengaduk atau granul

10
antibumping, still pot (wadah penyuling, bypass sidearm, thimble selulosa,
extraction liquid, syphon arm inlet, syphon arm outlet, expansion adapter,
condenser (pendingin), cooling water in, dan cooling water out (Darmasih, 1997).

2.4 Penyebab kerusakan lemak


2.4.1 Oksidasi dan ketengikan
Ketengikan disebabkan oleh adanya autooksidasi radikal asam lemak tidak
jenuh dalam lipid. Autooksidasi ini dimulai dengan pembentukan radikal-radikal
bebas yang disebabkan oleh faktor, seperti oksigen, panas, enzim lipoksidase,
cahaya, hidroperoksida, logam berat Cu, Fe, Mn, Co, dan logam porfirin. Radikal
asam lemak tidak jenuh yang kontak dengan oksigen dari udara akan membentuk
peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak
stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon lebih pendek,
seperti aldehid, asam lemak, dan keton yang bersifat volatil sehingga dapat
menimbulkan bau tengik pada lipid (Winarno, 2004).

2.4.2 Hidrolisis
Lipid dapat terhidrolisis menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol.
Reaksi hidrolisis ini berlangsung karena adanya air dan dipercepat oleh adanya
kondisi basa, kondisi asam, maupun enzim lipase. Jumlah asam lemak bebas yang
meningkat pada bahan dapat memudahkan terjadinya oksidasi sehingga akan
menghasilkan citarasa dan bau tengik yang tidak dikehendaki (Winarno, 2004)
.
2.4.3 Penyerapan bau Lipid mudah sekali menyerap bau.
Jika bahan pembungkus bahan dapat menyerap lipid, maka lipid yang
terserap dapat teroksidasi oleh udara sehingga rusak dan berbau. Bau dari lipid
yang rusak ini akan mudah terserap oleh lipid lain yang ada dalam bungkusan
sehingga seluruh lipid akan menjadi rusak (Winarno, 2004).

11
BAB 3
METODOLOGI

Ekstraktor soxhlet adalah alat yang digunakan untuk mengekstraksi suatu


senyawa dari material padatnya. Alat ini ditemukan oleh Franz von Soxhlet pada
tahun 1879 dan pada awalnya hanya digunakan untuk mengekstraksi lemak dari
material padatnya. Suatu senyawa yang memiliki kelarutan yang sangat spesifik
dengan larutan tertentu dapat dipisahkan dengan mudah dengan proses filtrasi
sederhana. Namun apabila senyawa tersebut memiliki kelarutan yang terbatas,
dapat digunakan ekstraktor soxhlet untuk memisahkan senyawa tersebut dari
material asalnya.

Dalam soxhlet akan digunakan pelarut yang berfungsi melarutkan senyawa


yang akan diekstraksi. Pelarut ini biasanya adalah larutan yang bersifat non polar
seperti metana. Pelarut tersebut akan diuapkan kemudian dembunkan. Embun
hangat yang mengenai material padat akan menyebabkan senyawa yang
dikandungnya larut bersama larutan tersebut. Perhatikanlah gambar ekstraktor
soxhlet di bawah ini.

Bagian-bagian ekstraktor soxhlet

 Stirrer, agar panas tersebar merata


 Tabung distilasi, sebagai wadah untuk pelarut
 Saluran uap distiasi
 Tudung bahan

12
 Tempat material padat
 Sifon atas
 Saluran sifon keluar
 Penyambung
 Kondenser, untuk mengembunkan uap
 Saluran air pendingin masuk
 Saluran air pendingin keluar.

Langkah-langkah penggunaan soxlet

Bungkus bahan padat yang akan diekstrak dengan kertas saring

 Masukkan bahan padat pada tempatnya


 Masukkan pelarut pada tabung distilasi
 Rangkai alat soxlet sesuai dengan gambar dan jangan lupa menyambung
condenser dengan keran air
 Panaskan tabung dengan reflux
 Suhu pemanas harus lebih rendah dari titik didih senyawa yang akan
diekstraksi

Setelah pelarut mencapa titik didihnya, pelarut tersebut akan menguap dan
naik ke atas. Ketika uap mencapai condenser, uap akan mengembun dan
kemudian membentuk tetesan-tetesan air. Tetesan air ini akan jatuh menuju
ruangan tempat bahan padat, sedikit demi sedikit.

13
Ruang bahan padat secara perlahan terus terisi dengan tetesan pelarut, hal ini
memungkinkan senyawa-senyawa tertentu yang diinginkan larut pada pelarut.
Ketika pelarut telah memenuhi ruangan bahan, sifon akan bekerja dan
mengeluarkan seluruh pelarut menuju tabung distilasi kembali. Metode
pengeluaran ini mirip dengan kerja selang yang digunakan untuk menyedot air di
bak mandi. Untuk lebih jelas perhatikanlah animasi dalam link berikut ini.

Bahan padat dibungkus kertas saring agar material padat tidak ikut larut
bersama pelarut. Satu siklus soxhlet berakhir ketika sifon mengeluarkan seluruh
isinya menuju tabung distilasi. Siklus tersebut dilakukan berulang-ulang hingga
seluruh senyawa yang diinginkan terekstraksi.

Ekstraktor soxhlet akan menghemat penggunaan pelarut, karena dapat


digunakan berulang-ulang. Senyawa yang telah terlarut tidak akan ikut menguap
saat dipanaskan karena suhu reflux telah diatur di bawah titik didih senyawa.

14
BAB 4
PENUTUP

1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa :
 Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh
bersifat padat
 Metode ekstraksi soxhlet adalah metode ekstraksi dengan prinsip
pemanasan dan perendaman sampel.
 Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut
konstan dengan adanya pendingin balik.

15
DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. 2000. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah dan


Lahan kering. Jakarta: Penebar Swadaya
BeMiller, JN. 1998. Carbohydrate analysis. Di dalam: S. Nielsen (eds). 2010. Food
Analysis. New York: Springer Science
Darmasih. 1997. Prinsip Soxhlet. peternakan.litbang.deptan.go.id/user/ptek97-24.pdf.
Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa.
Jakarta: Depkes.
Dewi, UN. 1996. Isolasi Asam Lemak Omega-3 Dari Minyak Hasil Limbah
Penepungan dan Pengalengan Ikan Lemuru (Sardinella Longiceps). Skripsi.
Bogor: FTP IPB
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. 1972. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Bharat. Jakarta. 57pp.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. 1972. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Bharat. Jakarta. 57pp
Hanafiah, Murdinah. 1982. Evaluasi mutu pada penanganan lemuru di Muncar.
Prosiding Seminar Perikanan Lemuru. Banyuwangi, 18- 21 Januari 1982. Jakarta:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Departemen Pertanian, hal 187-
198
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: Penerbit ITB
Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Jakarta: Maggy Thenawijaya,
penerjemah Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Moeljanto, R. 1988. Hubungan Kandungan Lemak Ikan Lemuru Dengan Beberapa Sifat
Biologinya.Jakarta: Liberty
Murtidjo, B. A. 2003. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Yogyakarta : Kanisius.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press.
Stansby. 1982. Cured Fisheri product.s, in Industrial Fisheri Technology. Reinold Pub.
Co. New York.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi.1996. Analisa bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Liberty dan PAU Pangan dan Gizi UGM

16
Susanto, T. dan B. Saneto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu,
Surabaya
Tim Bina Karya Tani. 2009. Pedoman Bertanam Kelapa Sawit. Bandung: Yrama
Widya.
Weber, Mand L.F De Beaufort. 1965. The Fishes of Indo-Australian Archipelago. E.J
Brill Ltd. Leiden
Whitehead, P.J.P. 1985. FAO Species Catalogue. Vol. 7. Clupeid fishes of the world. An
annotated and illustrated catalogue of the Herrings, Sardines, Pilchards, Sprats,
Anchovies, and Wolf Herrings. Part 1. Chirocentridae, Clupeidae and
Pristigasteridae. FAO Fish. Synop., 7(25).
Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

17

Anda mungkin juga menyukai