Anda di halaman 1dari 6

RANGKUMAN

MANAJEMEN SUMBER DAYA LAHAN DAN AIR

OLEH:

ANDI NURUL ARIFATHUL JANNAH

000108262022

MAGISTER AGROTEKNOLOGI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2023
1. Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan

Manusia membutuhkan air dan pangan untuk hidup. Air dibutuhkan langsung untuk air
minum dan juga untuk keperluan rumah tangga. Dalam skala yang lebih luas, air dibutuhkan
utnuk keperluan peternakan, irigasi, perikanan, pariwisata dan industri. Semua aktivitas ini
membutuhkan air dalam jumlah besar dan ke depan kebutuhannya menjadi lebih besar lagi.
semua aktivitas tersebut akan berlangsung normal apabila senantiasa kebutuhan airnya selalu
bisa terpenuhi.

Di bidang pertanian, ketersediaan air ini merupakan salah satu penentu untuk dapat
menjamin pertumbuhan dan produksi tanaman secara optimal. Sumber air dari curah hujan
sering tidak cukup, terutama pada musim kemarau. Bahkan, meskipun sudah ada irigasi juga
seringkali mengalami kekurangan. Di masa yang akan datang, untuk meningkatkan produksi
pangan kebutuhan akan air juga akan semakin meningkat.

Ketersediaan air, pertumbuhan tanaman, produksi pangan, dn ketahanan pangan


merupakan satu urutan mata rantai yang berhubungan erat. Pertumbuhan tanaman tidak mungkin
baik kalau airnya kurang, produksi tidak mungkin tinggi kalau pertumbuhan tanaman tidak baik,
ketahanan pangan akan bermasalah apabila produksi rendah. Dapat dikatakan tinggi rendahnya
produksi pangan sangat tergantung pada ketersediaan air atau mantap tidaknya ketahanan pangan
tergantung pada ketersediaan air. Apabila persediaan air cukup, maka produksi akan tinggi
sehingga ketahanan pangan menjadi mantap atau sebalikny. Harapan yang ideal adalah agar
ketahanan pangan selalu kondisinya mantap sepanjang waktu.

Masalah yang dihadapi belakangan ini dan juga ke depan adalah kurangnya ketersediaan
air atau krisis air dan juga tidak atau kurangnya ketahanan pangan. Permasalahan bertambah
dengan adanya tuntutan secara alamiah untuk meningkatkan produksi sekaligus ketahanan
pangan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Ironi yang di hadapi justru tuntutan peningkatan
produksi dan ketahanan pangan harus dicapai sementara sumberdaya air yang merupakan kunci
untuk mencapainya ketersediaannya menurun. Faktor-faktor lain yang juga berpengaruh adalah
perubahan tanaman, kondisi lahan, perubahan iklim dan kemajuan iptek di bidang pertanian.
Kenyataan ini ditunjang oleh hasil penelitian Tim Peneliti Unud (1998) yang
mendapatkan bahwa permasalahan yang menyangkut ketersediaan dan kebutuhan air di Bali
diantaranya adalah meningkatnya kebutuhan air dimasa mendatang, menurunnya daya dukung
lingkungan terhadap kelestarian fungsi dan manfaat sumberdaya air serta menurunnya kualitas
air sungai akibat prilaku masyarakat terutama masyarakat industri. Hal ini diperkuat oleh
Wirawan (1990) yang mengemukakan bahwa Bali pada tahun 2000, ketersediaan airnya 1.420 x
106 m3 dan kebutuhan 1.603 x 106 m3 atau perbandingan antara kebutuhan dan ketersediaan
113%. Lebih-lebih pada tahun 2008 ini dan seterusnya kebutuhan air sudah pasti terus akan lebih
meningkat lagi. Pada kondisi seperti ini, justru pengelolaan air yang mantap menjadi semakin
penting peranannya, untuk bisa mencukupi kebutuhan air tanaman atau paling tidak dapat
meminimalisasi kekurangannya, untuk dapat menunjang ketahanan pangan.

2. Pengelolaan Air Untuk Sawah Mendukung Ketahanan Pangan

Komponen penting dalam kehidupan manusia salah satunya adalah air. Air menunjang
hampir semua lini kehidupan, tidak hanya pada manusia tetapi semua makhluk hidup yang ada di
muka bumi. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya air penting untuk dilakukan demi
menjamin ketersediaannya. Salah satu pengelolaan sumber daya air yaitu dengan irigasi.

Keadaan saat ini seperti penebangan hutan secara masif, pembukaan kebun,
pengalihgunaan lahan, pembuangan sampah domestik maupun industri yang sembarangan
menyebabkan kualitas dan kuantitas air menurun. Dilansir dari bisnis.com, pada tahun 2018
Indonesia kehilangan mata air sekitar 20 persen hingga 40 presen. Hal ini berbanding terbalik
dengan jumlah masyarakat yang semakin meningkat. Berdasarkan data dari Dinas
Kependudukan dan pencatatan sipil per Juni 2021, jumlah rakyat Indonesia sekitar 272 juta jiwa
yang naik 2 juta jiwa dari tahun sebelumnya. Kenaikan jumlah penduduk ini linear dengan
kebutuhan air bersih dan pangan yang jika tidak disikapi dengan bijak akan menimbulkan
masalah yang serius seperti kelaparan di masyarakat.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Irigasi adalah pengaturan pembagian atau
pengaliran air menurut sistem tertentu untuk sawah dan sebagainya. Sistem irigasi yang andal
akan menciptakan sistem pangan nasional yang kuat dan dapat mendorong kemajuan bangsa
Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan irigasi harus diperhitungkan dan dipertimbangkan
dengan baik sehingga hasil yang diperoleh maksimal untuk mewujudkan kedaulatan ketahanan
pangan.

Sistem irigasi dibuat berdasarkan kebutuhan dan kondisi yang ada di daerah tersebut
sehingga terdapat beberapa tipe jaringan. Jaringan irigasi dibagi dalam tiga tingkatan yang
dibedakan berdasarkan cara pengaturan pengukuran aliran air dan kelengkapan fasilitasnya.
Tingkat pertama yaitu jaringan irigasi sederhana dengan bangunan utama sementara,
kemampuan pengukuran debit aliran tergolong jelek, saluran irigasi dan pembuangan tidak
terpisah, serta ukuran tidak lebih dari 500 ha. Kelemahan jaringan tingkat ini yaitu pemborosan
air dan biaya yang lebih tinggi,

Tingkat kedua yaitu jaringan irigasi semiteknis dengan bangunan utama permanen/semi
permanen, kemampuan pengukuran debit aliran tergolong sedang, saluran irigasi dan
pembuangan tidak terpisah sepenuhnya, serta ukuran area sampai dua ribu hektare. Dalam
tingkat semiteknis ini memerlukan banyak peran dari pemerintah karena mencangkup daerah
layan yang cukup luas. Tingkat terakhir yaitu jaringan irigasi teknis dengan bangunan utama
permanen, kemampuan pengukuran debit sudah dalam kategori baik, saluran irigasi dan
pembuangan terpisah, serta ukurannya tidak ada batasan.

Dalam jaringan irigasi terdapat beberapa bangunan-bangunan penting yang perlu diketahui.
Pertama, bangunan utama digunakan untuk membelokkan air ke dalam saluran yang telah
direncanakan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai irigasi pertanian atau yang lainnya. Kedua,
jaringan irigasi yang digunakan untuk mengalirkan air dari saluran yang besar ke saluran yang
lebih kecil sehingga sesuai dengan kebutuhan. Ketiga, bangunan sadap yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan air irigasi pada jumlah dan waktu tertentu. Keempat, bangunan pengatur
muka air yang digunakan untuk mengatur debit aliran sehingga konstan sepanjang waktu.
Kelima, bangunan pembawa seperti got, gorong-gorong, talang dan lainnya. Dan terakhir
bangunan lindung, bangunan ini digunakan untuk melindungi aliran dari limpasan air.

Dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan irigasi didasarkan pada perhitungan


dengan data yang disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi daerah. Data-data yang diperlukan
seperti kebutuhan air, topograsi, hidrologi, morfologi, geologi, mekanika tanah, lingkungan, dan
standar perencaan yang ada. Hal-hal tersebut perlu diperhatikan untuk menghasilkan hasil yang
maksimal dan mengurangi kemungkinan terjadi kegagalan yang mengakibatkan bencana baru.
Dalam pelaksanaan di lapangan, tentunya bangunan-bangunan irigasi baik teknis maupun non
teknis juga tidak akan berfungsi secara maksimal kalau pengelolaannya sembarangan.

3. Pengelolaan Air Untuk Lahan Kering Mendukung Ketahanan Pangan

Pemanfaatan lahan kering merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk
dapat meningkatkan produksi pertanian nasional. Produktivitas lahan kering rata rata saat ini
mempunyai tingkat produktivitas masih lebih rendah karena tingkat kesuburan yang rendah,
namun potensi luasannya sangat tinggi. Selain produktivitas yang rendah indek pertanamannya
juga belum maksimal karena ketersediaan air merupakan faktor pembatas dalam usahatani,
sehingga tidak dapat dilakukan sepanjang tahun.

Potensi lahan kering nasional untuk pembangunan pertanian adalah kekuatan besar yang
dimiliki Indonesia yang belum terkelola dengan optimal. Lahan kering terbentang dari Sabang
sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote, dengan keragaman jenis tanah, iklim menurut ruang
(temporal) dan waktu (spasial). Artinya, a priori, semua tanaman tropis dan non tropis dapat
dibudidayakan di lahan kering, dengan menyesuaikan kebutuhan tanamannya. Paling tidak ada
dua prasyarat lahan kering dapat dikelola secara berkelanjutan untuk produksi pertanian
utamanya tanaman pangan dan lebih spesifik lagi tanaman pangan semusim utamanya padi lahan
kering. Pertama pengelolaan ketersediaan lengas tanah (soil moisture) sesuai kebutuhan tanaman,
kedua produksi dan pengelolaan bahan organik in situ agar kandungan bahan organik dapat
dipertahankan diatas 3%.

Sumber air untuk produksi pertanian lahan kering satu-satunya adalah air hujan, sehingga
budidaya lahan kering berkelanjutan dapat dilakukan jika air hujan yang terdistribusi 3 sampai 7
bulan per tahun dapat ditampung dan didistribusikan lebih luas lagi, sehingga ketersediaan
lengas tanah menjadi lebih lama. Cara praktis yang dapat dilakukan petani dengan membangun
rorak lubang kecil berukuran 50x50x50 cm untuk menampung air agar tanah tetap lembab. Selain
menampung air, rorak juga berperan untuk menurunkan laju aliran permukaan (run off) dan laju
erosi (erosion rate) sehingga laju penurunan lapisan olah tanah permukaan (top soil) yang sangat
subur termitigasi. Beberapa wilayah yang tersedia alur sungai, dapat dikembangkan dam parit
(channel reservoir) yang dapat menampung aliran air di musim penghujan untuk digunakan pada
musim kemarau. Beberapa petani yang kreatif, air tampungan di dam parit banyak digunakan
untuk pengembangan perikanan darat. Pengembangan lebih jauh, agar air hujan tidak mengalir
ke sungai utama menuju ke laut, maka di bawah dam parit dapat dikembangkan dam parit
lainnya sehingga menyerupai teras sawah bertingkat, sehingga praktis air hujan dapat ditampung
di dalam dam parit. Secara operasional, pendekatan ini dilakukan dalam manajemen aliran
permukaan dan sedimen waduk. Waduk Saguling, Waduk Cirata dan Waduk Juanda adalah
contoh konkrit pembanguan Dam Parit bertingkat skala luas. Jika semua petani lahan kering
dapat mengelola airnya secara berkelanjutan, maka masalah kekeringan a priori dapat
diselesaikan. Argumennya, curah hujan Indonesia umumnya lebih dari 1.500 mm per tahun.
Artinya jika durasi musim hujan 4 bulan dapat ditampung dan didistribusikan pada bulan ke-5
dan ke-6, maka masa tanam bisa bertambah dari empat ke enam bulan dalam setahun.
Implikasinya budidaya tanaman pangan bisa dilakukan dua kali setahun. Pendekatan ini dengan
asumsi bahwa padi lahan kering bukan digenangi tetapi cukup lembab saja, sehingga
penggunaan air untuk budidaya padi lahan kering lebih effisien dan produktif. Kelembaban tanah
yang terkelola dengan baik (well maintain) akan menyebabkan akar mendapatkan porsi lengas
tanah dan udara secara ideal, dibandingkan padi irigasi yang digenang. Jika sistem produksi padi
lahan kering dikelola lengas tanahnya secara tepat dengan asupan pupuk sesuai kebutuhan, maka
dipastikan produksi padi lahan kering lebih tinggi dibandingkan lahan sawah. Keyakinan itu
didasari fakta bahwa pada lahan hutan yang selesai dibuka dan dibudidayakan padi lahan kering
di musim hujan, hasilnya jauh lebih tinggi dibandingkan produksi lahan sawah. Pertanyaan
selanjutnya, bagaimana mengelola agar lengas tanah lahan kering terkendali? Menjaga
kandungan bahan organik tanah tetap tinggi merupakan jawabannya.

Anda mungkin juga menyukai