Anda di halaman 1dari 14

MATA KULIAH IRIGASI DAN DRAINASE

TM 9
“SELEKSI SISTEM IRIGASI”

Disusun Oleh:
Nama : Amelinda Rahma Putri
NIM : 205040207111154
Kelas :R
Dosen Pengampu : Prof.Dr.Ir. Sugeng Prijono, SU

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Irigasi merupakan suatu proses untuk mengalirkan air dari suatu sumber air
ke sistem pertanian. Sistem irigasi pada pertanian merupakan suatu kesatuan
yang sangat diperlukan dalam kegiatan pertanian. Sistem pertanian terdiri atas
beberapa kegiatan dan komponen mengenai penyediaan air, pembagian air,
pengelolaan air, dan pengaturan air untuk meningkatkan produksi dalam
pertanian. Pengelolaan lahan pertanian harus menggunakan jaringan irigasi yang
optimal sesuai dengan kebutuhan air tanaman dan kondisi yang sesuai pada
lahan. Kegiatan irigasi bertujuan untuk mengalirkan air secara teratur sesuai
kebutuhan tanaman pada saat persediaan lengas tanah tidak mencukupi untuk
mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan
optimal (Juhana et al., 2016). Jenis irigasi bermacam-macam, meliputi irigasi
permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak,
dll. Adapun kendala utama terkait irigasi yang sering dihadapi oleh petani yaitu
masalah kebutuhan air. Kebutuhan air irigasi merupakan jumlah volume air yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evaporasi, kehilangan air, dan kebutuhan
air untuk tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam
melalui hujan dan kontribusi air tanah. Masalah-masalah tersebut membuat
tanaman budidaya tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga
produksi komoditas pertanian menjadi menurun dan tidak terpenuhi.
Padi sebagai salah satu komoditas pertanian yang utama memerlukan
sistem irigasi yang baik untuk menghasilkan produk yang berkualitas baik.
Tanaman ini umumnya ditanam pada lahan basah. Dalam budidaya tanaman
padi, perlu diketahui sistem irigasi yang tepat dengan memperhatikan
kesesuainnya dengan kondisi lahan dan kebutuhan tanaman budidaya. Petani
pada umumnya menggunakan sistem irigasi permukaan dengan tipe basin,
dimana irigasi tersebut sesuai atau coock untuk diterapkan pada lahan dengan
lahan datar. Pada awal pertumbuhannya, padi memerlukan air yang cukup
sehingga ketersediaan airnya perlu diperhatikan. Sistem irigasi permukaan
dengan tipe basin merupakan sistem irigasi dengan penggenangan yang banyak
digunakan untuk tanaman padi. Akan tetapi, pengelolaan sistem irigasi tersebut
perlu memperhatikan beberapa hal seperti kondisi lahan berdasarkan
topografinya, sumber air, dan lain-lain.
Dalam mengatasi hal tersebut, maka diperlukan suatu rancangan sistem
irigasi dengan memperhatikan kondisi lahan, serta kebutuhan air bagi tanaman
yang hendak dibudidayakan. Diperlukan pengkajian terkait berbagai
pertimbangan untuk menentukan atau merancang sistem irigasi yang hendak
diterapkan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini yaitu supaya mahasiswa mampu
menyeleksi sistem irigasi yang tepat di lapangan pada budidaya tanaman padi
pada lahan pertanian di Desa Pulosari, Kecamatan Ngunut, Kabupaten
Tulungagung, Jawa Timur.
BAB II
MEKANISME SELEKSI IRIGASI
2.1 Target Pengembangan Irigasi
2.1.1 Tujuan dan Sasaran Investasi Irigasi
Adapun beberapa faktor yang dapat mendukung investasi irigasi, seperti
ekonomi, pertimbangan lingkungan atau sosial atau kombinasi dari faktor-faktor
ini. Tujuan sosial berhubungan dengan masalah gaya hidup, seperti mendapatkan
istirahat malam yang baik tanpa memikirkan tanaman kekurangan air. Tujuan
ekonomi dapat berfokus pada peningkatan produksi tanaman untuk mencapai
hasil yang lebih baik sekaligus mengurangi input tenaga kerja. Tujuan lingkungan
dapat berhubungan dengan pengurangan run-off dan drainase pada lahan
pertanian. Sementara itu, untuk saranan dalam investasi irigasi ini yaitu supaya
biaya tagihan penggunaan air dapat dikurangi, mengurangi penggunaan air,
supaya air yang terbatas dapat dimanfaatkan dilahan yang lebih luas, mengurangi
kebutuhan tenaga kerja, meminimumkan run-off irigasi dari areal pertanaman,
untuk menyimpan air serta untuk mencegah pencemaran sungai.
2.1.2 Keselarasan Investasi dengan Tujuan Jangka Panjang
Investasi irigasi pada lahan pertanian dimaksudkan pada suatu
kepemilikan yang nantinya dapat memberikan keuntungan lebih atau sekurang-
kurangnya menghasilkan sesuatu yang setara ketika dioperasikan. Tipikal lahan
pertanian di Desa Pulosari, kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung, Jawa
Timuryang umumnya berupa lahan tadah hujan kurang sesuai apabila
diaplikasikan suatu sistem irigasi berbasis teknologi tinggi karena resiko
kerusakan dan kegagalannya akan tinggi. Suastikan (2018) menyatakan bahwa
permasalahan utama dalam kegiatan pertanian pada lahan tadah hujan yang
berdampak pada rendahnya tingkat produktivitas tanaman adalah
terdegradasinya tanah, tingginya evaporasi, kekeringan, banjir, dan minimnya
manajemen air.
Salah satu alternatif dari mengatasi permasalahan tersebut adalah
dengan melakukan pengembangan irigasi kecil baik yang bersumber dari sumber
air alami yang manajemennya diperbaiki, maupun melalui sumur pribadi yang
nantinya dipasang pompa untuk pemenuhan air tanaman pada fase-fase tertentu.
Hal tersebut didukung oleh Rivai et al. (2013) yang menyatakan bahwa
permasalahan kekurangan air pada lahan tadah hujan dapat dilakukan dengan
pemanfaatan irigasi kecil dari sungai atau parit dan pemasangan pompa lahan
dari sumur bor pribadi. Dari hal tersebut, maka adanya investasi irigasi dapat
selaras dengan kondisi pertanian apabila dalam pemilihannya disesuaikan
dengan kondisi lingkungan yang terdapat pada lahan pertanian atau kondisi
lapang.
2.2 Kondisi dan Kendala Sistem Irigasi Saat Ini
2.2.1 Kondisi Sistem Irigasi Saat Ini
Kondisi sistem irigasi yang terdapat pada lahan-lahan pertanian di Desa
Pulosari, kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur hingga saat
ini sangat bergantung dari sadapan air sungai dan air tanah. Dilihat dari kondisi di
lapangan, penyekatan dan pengelolaan irigasi yang bersumber dari sungai kecil
kurang dilakukan dengan baik. Banyak lahan-lahan pertanian yang akhirnya
memanfaatkan sumber air tanah sebagai air irigasi. Rivai et al. (2013)
menyatakan bahwa pemanfaatan air permukaan dan air tanah sebagai air irigasi
dapat dikembangkan dan potensinya besar bagi masa depan pertanian
Indonesia. Dari hal tersebut, dapat dikatakan bahwa kondisi jaringan irigasi di
Desa Pulosari, kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur yang
belum dikelola dengan baik dapat dievaluasi dan dikembangkan guna
meningkatkan hasil dari sektor pertanian dan perekonomian masyarakatnya.
2.2.2 Kondisi Lahan Pertanian Saat Ini dan Kendalanya
Berdasarkan hasil pengamatan, lahan pertanian sawah yang terdapat di
Desa Pulosari, kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur memiliki
terkstur tanah lempung berliat. Pada tekstur tanah lempung berliat dapat
meminimalisir air irigasi yang langsung terperkolasi ke bawah sehingga akar
tanaman dalam kondisi terlalu kering dan tidak mampu untuk menyerap air sesuai
dengan kebutuhan tanaman. Hal ini menyebabkan sistem irigasi yang digunakan
dikatakan sebgai sistem irigasi yang tidak efisien. Lahan pertanian tersebut juga
tidak sepenuhnya datar, ada beberapa permukaan tanah yang kurang rata (terlalu
rendah dan terlalu tinggi), banyak lubang-lubang pada tanah yang menyebabkan
terjadinya genangan yang tidak dibutuhkan sehingga membuat volume air pada
petak ada yang berbeda-beda. Untuk mengatasinya, maka perlu dilakukan land
levelling dan pengukuran debit air yang digunakan untuk untuk melihat pengaruh
pada kapasitas lahan sehingga air pada lahan tidak terlalu penuh dan hanya
menggenangi lahan saja. Sumber air yang digunakan untuk mengairi lahan
tersebut adalah sungai kecil yang terdapat di sekitar wilayah tersebut. Air yang
berasal dari sumber air tersebut dikumpulkan pada suatu bagungan yaitu parit
yang berperan sebagai water storage facilities sebelum dialirkan pada petak-
petak sawah. Pengaliran tersebut harus dijaga supaya tidak ada air yang
teralirkan secara berlebihan atau untuk mencagah kebocoran sistem irigasi.

Gambar 1. Kondisi Lahan Pertanian (Dokumentasi Pribadi, 2022)


2.2.3 Kinerja Sistem Irigasi Saat Ini
Sistem irigasi sebagai salah satu cara untuk menyuplai kebutuhan air bagi
tanaman budidaya sangat diperlukan. Pemilihan sistem irigasi yang baik dan
sesuai dengan kebutuhan tanaman akan mendukung pertumbuhan dan
perkembangan tanaman budidaya dengan baik. Pada masa kini, kondisi sistem
irigasi yang baik jarang bisa ditemukan, seperti pada sistem irigasi permuakaan
yang ada di Desa Pulosari, Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung, Jawa
Timur. Dari hasil pengamatan, kondisi sistem irigasi ada yang tidak terawat dan
beberapa bangunan irigasi mengalami kerusakan baik karena bencana alam
ataupun ulah manusia.
Parit sebagai pembendung air sebelum dialirkan ke petak-petak sawah
berperan sangat penting dalam penyediaan air bagi tanaman. Air yang dibendung
harus dijaga dengan hati-hati. Saluran pembagi air ke petak-petak juga harus
dijaga. Adanya kotoran dan sampah yang tertimbun pada saluran air mengganggu
aliran air, dan dapat berpotensi menyebabkan banjir sewaktu-waktu. Terganggu
atau rusaknya bangunan irigasi tersebut turut mempengaruhi kinerja sistem irigasi,
dimana kinerjanya semakin menurun serta menyebabkan efisiensi dan efektifitas
irigasi juga menurun. Apabila permasalahan tersebut tidak segera diatasi, maka
dapat menurunkan produksi pertanian.
2.3 Proses Mempertimbangkan Pilihan Irigasi
2.3.1 Kekuatan dan Keterbatasan dan Biaya Relative dari 3 Alternatif Sistem
Irigasi yang Dikembangkan
Alternatif sistem irigasi yang bisa digunakan pada lahan pertanian di Desa
Pulosari, kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur adalah irigasi
permukaan, irigasi bawah tanah, dan irigasi tetes. Berikut ini merupakan deskripsi
beserta kekuatan dan keterbatasan masing-masing sistem irigasi:
1) Irigasi permukaan
Irigasi permukaan adalah cara pemberian air ke lahan pertanian dengan
mengalirkan air ke permukaan lahan pertanian (Wirosoedarmo, 2019).
Kekuatan dari irigasi permukaan ini adalah caranya sederhana atau tidak
memerlukan pemahaman yang cukup tinggi mengenai sistem pengoperasian
dan manajemennya. Biaya yang dibutuhkan tidak terlalu besar jika topografi
lahan rata atau datar. Sementara itu, kekurangan atau keterbatasannya
adalah membutuhkan jumlah air yang banyak, membutuhkan tenaga kerja
yang banyak, serta perkiraan jumlah air irigasi yang diperlukan lebih sulit.
2) Irigasi bawah tanah
Irigasi bawh tanah (sub surface irrigation) adalah irigasi yang pemberian
airnya melalui bawah permukaan tanah yang dilakukan menggunakan pipa
(tiles) yang dibenamkan kedalam tanah dan penyuplaian air langsung ke
daerah perakaran tanaman yang membutuhkannya melalui aliran air tanah
(Pane et al., 2021). Kelebihan sistem irigasi ini adalah dapat menghemat
pengelolaan tanah karena tidak memerlukan permukaan tanah yang rata,
serta dapat mengurangi kehilangan air yang disalurkan karena air dialirkan
melalui saluran tertutup. Kelemahan dari sistem irigasi ini adalah kemampuan
pengaliran sering tidak sesuai dengan keterhantaran hidrolik tanah,
menyebabkan evaporasi meningkat, serta terjadi penggumpalan garam di
permukaan tanah pada tanah dengan kadar garam yang tinggi (Imanudin dan
Prayitno, 2015; Haryati, 2014).
3) Irigasi tetes
Irigasi tetes merupakan cara pemberian air dengan jalan meneteskan air
melalui pipa-pipa secara setempat di sekitar tanaman atau sepanjang larikan
tanaman (Udiana et al., 2014). Setelah keluar dari penetes (emiter), air
menyebarke dalam profil tanah secara horizontal maupunvertikal akibat gaya
kapilaritas dan gravitasi. Kelebihan sistem irigasi tetes adalah berpotensi
menghemat air dan nurisi dengan cara meneteskan air secara lambat ke
daerah perakaran tanaman baik di atas permukaan tanah maupun di bawah
permukaan tanah dengan potensi efisiesnsinya sebesar 80-95%, menghemat
tenaga kerja, mengurangi pertumbuhan gulma, hasil panen tinggi (Velthuzend
et al., 2017). Sementara kelemahannya berupa dapat terjadi penyumbatan
pada emitter atau penetes, perlu tenaga kerja atau petani yang mampu
mengoperasikannya, modal yang dibutuhkan cukup mahal, kurang baik untuk
perkecambahan atau persemaian tanaman, cukup sulit dan memakan waktu
untuk mengawasi operasional emitter di lahan pertanian (Tribowo, 2017).
2.3.2 Pertimbangan Pemilihan Sistem Irigasi ((dengan penilaian : 0 = tidak
relevan; √ = Sesuai; X = Tidak sesuai; ! = masih dibutuhkan lebih banyak
informasi)
Faktor kunci Pilihan Pilihan Pilihan Komentar Kebutuhan
yang perlu 1 2 3 informasi
dipertimbangka (Irigasi (Irigasi (Irigasi lanjutan
n Tetes)
Permu Bawah
kaan) Tanah)
Apakah pilihan √ √ √ Ketiga sistem Diperlukan
tersebut irigasi tersbut informasi
memenuhi memenuhi tambahan
kebutuhan yang kebutuhan mengenai
ingin dicapai yang hendak sistematika
(tujuan dan dicapai, yaitu perancang
target) dalam pemenuhan an dari
merancang dan kebutuhan ketiga
mengelola air bagi alternatif
irigasi? tanaman irigasi
budidaya untuk
memaksim
alkan
kinerjanya

Kondisi dan
Kendala areal
pertanaman
- Topografi √ X X Topografinya
kurang cocok
untuk irigasi
bawah tanah
dan irigasi
tetes
- Tipe tanah √ X √ Tipe tanah Perlu dicari
sesuai untuk tahu lebih
irigasi lanjut
permukaan mengenai
dan irigasi kesesuaian
tetes tanah
lempung
berliat
terhadap
ketiga
alternatif
sistem
irigasi
- Ukuran lahan √ √ X Ukuran lahan Diperlukan
untuk irigasi informasi
tetes terlalu tambahan
besar karena mengenai
akan ukuran
memakan lahan efektif
modal yang dari
cukup besar penerapan
irigasi.
- Bentuk lahan √ √ √ Bentuk lahan -
sudah sesuai
- Pohon di X X X Tidak ada -
lahan pohon di
(remnant lahan
vegetation)
Tanaman yang Padi- Padi- Padi- Pergiliran -
di budidayakan Jagung Jagun- Jagung tanaman
- Pergiliran -Padi Padi - Padi dilakukan
tanaman 1 sebanyak 3
- Pergiliran kali dengan
tanaman 2 komoditas
- Pergiliran padi-jagung-
tanaman 3 padi
Pertimbangan
air
- Penyediaan √ √ √ Suplai air Perlu
(Supplay) tercukupi dilakukan
pengkajian
lebih lanjut
mengenai
penyediaan
air yang
diperlukan
secara
tepat
terhadap
luasan
lahan
pengamata
n
- Ketersediaan √ √ √ Ketersediaan Setelah
(availability) sumber air diketahui
ada penyediaan
air yang
diperlukan,
dapat
dilakukan
perhitungan
untuk
menyediak
an air pada
lahan
supaya
efektif
- Kualitas √ √ √ Kualitas air -
baik
Obligasi daerah
tangkapan
Kebutuhan ijin
perencanaan:
- Earthworks √ √ √ Kebutuahn -
earthworks
baik
- Remnant √ √ √ Remnant -
veg. removal veg.
Removal
baik
- Farm effluent √ √ √ Farm effluent -
management management
baik
Pertimbangan
managemen
- Asesibilitas √ √ √ Lahan -
lahan mudah
pertanian diakses
karena
berada di
pinggir jalan
raya
- Irrigation √ X X Jadwal irigasi Diperlukan
scheduling pada irigasi informasi
permukaan tambahan
masih dijaga mengenai
dengan jadwal
teratur irigasi yang
bersumber
dari sungai
di Desa
Pulosari
sehingga
sebisa
mungkin
dilakukan
evaluasi
untuk
menyesuaik
an waktu
irigasi yang
tepat sesuai
dengan
jenis
tanaman
budidaya.
- Ketersediaan √ X X Tenaga kerja -
tenaga kerja untuk operasi
sistem irigasi
bawah tanah
dan tets
masih jarang
atau terbatas
- Manajemen √ √ X Manajemen -
tanaman tanaman
pada irigasi
tetes tidak
terlalu baik
Pertimbangan
biaya
- Biaya modal √ X X Modal untuk -
menggunaka
n irigasi
bawah tanah
dan tetes
cukup mahal
- Biaya √ X X Biaya -
operasional operasional
irigasi bawah
tanah dan
tetes cukup
mahal bagi
petani dan
lebih murah
menggunaka
n irigasi
permukaan
- Ketersediaan √ X X Petani Diperlukan
finansial memerlukan informasi
untuk audit dkungan lebih lanjut
irigasi finansial jika mengenai
ingin range biaya
mengemban kegiatan
gkan sistem audit dari
irigasi bawah ketiga
tanah dan alternatif
tetes sistem
irigasi
Apakah anda √ √ √ Perlu -
membutuhkan informasi
informasi lain tambahan
dalam tentang
perencanaan, perencanaan
rancangan, , rancangan,
biaya, dan biaya, dan
manajemen manajemen
pada sistem
yang berbeda?

2.4 Rancangan, Manajemen dan Biaya Sistem Irrigasi yang Terpilih


2.4.1 Sistem Irigasi yang Terpilih
Sistem irigasi yang digunakan oleh petani pada lahan pertanian di
Desa Pulosari, Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung adalah sistem irigasi
permukaan dengan tipe irigasi basin. Sistem tersebut diterapkan karena sesuai
atau cocok dengan kondisi topografi yang datar. Hal tersebut disebabkan oleh
sesuainya kondisi lapangan, jenis komoditas budidaya, serta jenis sistem
irigasinya sendiri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lima et al. (2014)
yang menyatakan bahwa furrow irrigation merupakan salah satu jenis irigasi
permukaan yang paling banyak digunakan hingga saat ini dan memiliki efisiensi
penggunaan air yang paling rendah. Hal tersebut diakibatkan oleh mudahnya
operasi dari furrow irrigation yang diiringi denga murahnya biaya yang perlu
dikeluarkan. Lopez (2006) menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan dalam
melakukan kegiatan irigasi furrow hanya terbatas pada bangunan irigasi dan
pembuatan saluran di lahan saja, namun yang perlu menjadi perhatian adalah
distribusi air terinfliltrasi secara merata sehingga dapat dicapai keseimbangan
antara pemberian air dan proses penyerapan air. Berdasarkan kondisi di
lapangan, kegiatan irigasi furrow dapat dilakukan dengan pengaluran air dari
sungai ke lahan atau dapat menggunakan diesel untuk memompa air keluar dari
sumur bor yang kemudian dialirkan untuk digunakan sebagai air irigasi.

2.4.2 Rancangan Sistem Irigasi yang di Rekomendasikan


Dalam merancang suatu sistem irigasi, maka perlu dilakukan
survei pada daerah atau lokasi penelitian mengenai kondisi daerah tersebut,
identifikasi jenis tanah pada lahan pertanian, membagi bagian-bagian yang akan
diirigasi, dan cara-cara lainnya. Lahan yang datar cocok untuk penggunaan
sistem irigasi permukaan tipe basin. Irigasi permukaan memiliki efisiensi
pemakaian air sebesar 45-80% (Velthuzend et al., 2017). Rancangan sistem
irigasi alur atau furrow irrigation dapat ditingkatkan dengan perhitungan infiltrasi
air seperti yang dilakukan oleh Lima et al. (2014) yang diilustrasikan pada gambar
dibawah ini.

Gambar 2. Status infiltrasi air dalam furrow irrigation


Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa efektifitas dari furrow
irrigation dilihat dari besarnya air terinfiltrasi yang terletak pada zona perakaran
tanaman dan dalam keadaan yang seragam. Keragaman air terinfiltrasi dalam
furrow irrigation dipengaruhi oleh beberapa faktor penting seperti kondisi
klimatologi lingkungan, kondisi tanah pada lahan, jenis tanah, serta besarnya
volume dan debit air yang diberikan. Untuk rancangan manajemen furrow
irrigation yang akan diterapkan pada lahan pertanian dengan komoditas
hortikultura di Desa Pulosari akan disajikan pada gambar 2 berikut ini.
Gambar 3. Ilustrasi penerapan furrow irrigation pada lahan pengamatan

2.5 Revaluasi Pilihan Sistem Irigasi untuk Ketercapaian Tujuan


2.5.1 Analisis Ketercapaian Tujuan
Ketercapaian tujuan dari aspek ekonomi menggunakan jenis irigasi
permukaan dengan tipe irigasi basin berfokus pada peningkatan produksi
tanaman untuk memenuhi kebutuhan pengan. Ketercapaian kegiatan irigasi
furrow pada lahan pertanian ditinjau dari besarnya jumlah produksi dibandingkan
dengan jumlah air yang diberikan. Cook et al. (2012) menyatakan bahwa
ketahanan air irigasi merupakan hal terpenting dari berbagai komponen
ketahanan air dan indikator untuk menyatakan ketahanan air pertanian adalah
produktivitas air untuk pertanian, dalam satuan Rupiah per meter-kubik air.
Tampungan air berupa waduk dan danau dalam ketahanan air, juga berperan
penting terutama dalam memenuhi kebutuhan air rumah-tangga, perkotaan, dan
perekonomian termasuk irigasi. Hal yang sama disampaikan oleh Wiberg (2015)
yang memformulasikan bahwa ketahanan air pada dasarnya dapat dikaji dari 4
indikator, yaitu: 1) jumlah air per-kapita; 2) rasio antara penggunaan air terhadap
air yang tersedia; 3) variabilitas debit bulanan; dan 4) bagian air tersedia yang
berasal dari dalam negeri. Dari indikator-indikator tersebut, maka tingkat efisiensi
penggunaan air irigasi dapat diperhitungkan dan dapat dijadikan sebagai audit
dalam mengavaluasi kinerja sistem irigasi.
2.5.2 Analisis Resiko
Indeks resiko sistem irigasi dapat dilihat dari mampu atau tidaknya sistem
irigasi untuk memenuhi kebuhtuhan air dan kelayakan pelaksanaan sistem irigasi
dalam memenuhi kaidah keberlanjutan. Kelayakan sistem irigasi ditinjau
berdasarkan tingkat efisiensi pemberian air dan kondisi fisiologi dari alat-alat
penunjang irigasi yang digunakan. Dalam kegiatan irigasi furrow, kondisi lahan
seperti adanya erosi dan invasi gulma juga dapat digolongkan sebagai resiko
kegagalan dalam proses irigasi yang efektif. Seeda et al. (2020) menyatakan
bahwa kondisi lahan berpengaruh besar terhadap faktor resiko kegagalan proses
irigasi furrow termasuk terjadinya degradasi akibat erosi yang berdampak pada
potensi run-off yang tinggi. Manajemen sistem irigasi yang baik diperlukan untuk
meminimalisir terjadinya indeks resiko dari kegagalan atau tidak efektifnya
penerapan sistem irigasi furrow.
BAB III
PEMBAHASAN HASIL SELEKSI IRIGASI
Berdasarkan seleksi dan pertimbangan dari alternatif sistem irigasi
diketahui bahwa penerapan furrow irrigation merupakan pilihan yang paling
sesuai. Seeda et al. (2020) menyatakan bahwa furrow irrigation merupakan
metode irigasi yang dilakukan dengan cara mengalirkan air dari sumber air ke
lahan pertanian melalui permukaan tanah oleh bantuan gaya gravitasi untuk
menyebar dan berinfiltrasi. Dalam penerapan sistem irigasi furrow pada lahan
umumnya akan dibentuk alur-alur irigasi atau dibentuk bedengan pada tempat
penanaman tanaman budidaya. Furrow irrigation tepat diterapkan pada lahan
dengan kondisi topografi yang cukup datar dan mudah untuk diterapkan dengan
ketersediaan air yang cukup. Hal tersebut didukung oleh pendapat dari
Koesmaryono et al. (2012) yang menyatakan bahwa Kemiringan lahan
merupakan salah satu dasar dalam sistem irigasi teknik furrow karena
berpengaruh pada kecepatan aliran air dari hulu sampai ke hilir dan juga
memengaruhi tingkat peresapan air ke dalam tanah yang juga berkaitan erat
dengan debit dan volume air yang diberikan pada lahan. Faktor lain yang dapat
berpengaruh terhadap kegiatan irigasi furrow adalah sifat fisik tanah, kondisi
agroklimat lokasi lahan pengamatan, serta tingkat indeks resiko sistem irigasi.
Ilustrasi infiltrasi air dari sistem irigasi furrow berdasarkan pendapat dari Seeda et
al. (2020) disajikan pada gambar 3 berikut.

Gambar 4. Perbedaan ilnfiltrasi air pada irigasi furrow berdasarkan tekstur


tanah (kiri) dan bentuk furrow/saluran (kanan).
Biaya modal (investasi), operasional, perawatan, dan audit irigasi dari
irigasi furrow juga tergolong relative murah karena minimnya input yang perlu
diberikan dan hanya dilakukan ketika diperlukan saja. Berdasarkan pengamatan
lapang dapat dilihat bahwa perkiraan peralatan yang dibutuhkan dalam
menunjang berjalannya sistem irigasi furrow adalah berupa diesel/pompa air,
selang, dan pengaturan saluran irigasi. Invasi gulma sering menjadi
permasalahan utama dalam pengembangan irigasi furrow karena keberadaannya
dapat menghambat proses infiltrasi dan penyebaran air. Evaluasi perbaikan
sistem irigasi yang terdapat pada lingkungan lahan pertanian di Desa Pulosari
dapat dilakukan dari arah hulu ke hilir sehingga proses diverting, conveying, dan
distributing air dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan awal
dilakukannya integrasi irigasi. Hal tersebut didukung oleh pendapat dari Negasa
(2021) yang menyatakan bahwa manajemen penjadwalan dan jaringan irigasi
yang baik dapat meminimalisr terjadinya resiko kehilangan air dan dapat
meningkatkan produktivitas tanaman pada lahan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Irigasi merupakan penyaluran air untuk memenuhi kebutuhan tanaman
dengan mendistribusikannya secara sistematis ke tanah yang diolah. Sistem
irigasi yang digunakan pada lahan pertanian di Desa Pulosari, Kecamatan Ngunut,
Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur sudah sesuai, yaitu dengan menggunakan
sistem irigasi permukaan dengan tipe basin. Pemilihan sistem tersebut
menyesuaikan dengan kondisi topografi lahan, dimana lahan tersebut relatif datar.
Sistem irigasi permukaan akan menyerap air langsung di sungai sebagai sumber
air, kemudian ditampung pada bangunan bendung maupun bangunan pengambil
bebas, kemudian air irigasi akan dialirkan secara gravitasi melalui saluran irigasi
sampai ke lahan pertanian yang dikenal dengan nama saluran primer, saluran
sekunder, dan saluran tersier
4.2 Saran
Perencanaan sistem irigasi perlu diperhatikan dan dikaji dengan baik dan
teliti. Diperlukan survei terkait kondisi daerah yang bersangkutan beserta
informasi-informasi tambahan, kemudian identifikasi jenis-jenis tanaman
pertanian, jenis tanah, bagian-bagian yang diairi dan lain-lain untuk menentukan
cara irigasi dan kebutuhan air tanamannya. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk meningkatkan efisiensi kinerja irigasi furrow
DAFTAR PUSTAKA
Juhana, E. A., Permana, S., dan Farida, I. 2016. Analisis kebutuhan air irigasi
pada Daerah Irigasi Bangbayang UPTD SDAP Leles Dinas Sumber Daya
Air dan PertambanganKabupaten Garut. Jurnal Konstruksi. 13(1): 1-28.
Koesmaryono, Y., Haruna, Kartiwa, B., and Impron. 2012. The Effects of Water
Irrigation Settings and Pruning Lower Leaves on Water and Radiation
Efficiency, and Productivity of Maize Grown on Dry Land of Dry Climate.
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), 17(3): 192-198.
Lima, V. I. A., Pordeus, R. V., Azevedo, V., Piereira, J. O. Lima, V. L. A., and
Azevedo, M. R. Q. A. 2014. Optimization of Furrow Irrigation Systems
with Continous Flow Using the Software Applied to Surface Irrigation
Simulations. African Journal of Agricultural Research, 9(42): 3115-3125
Lopez, R. A. A. 2006. Metodos de Riego. (online)
www.buenastareas.com/ensayos. Accessed at 24 April 2022.
Negasa, Garuma. 2021. GIS-Based Irrigation Potential Assessment for Surface
Irrigation: The Case of Birbir River Watershed, Oromia, Ethiopia.
American Journal of Civil Engineering, 6(4):127-137.
Pane Y., Suhelmi, Simamora, A., dan Sembiring, D. S. P. S. 2021. Control Valve
pada Irigasi Persawahan. Medan: Umsu Press.
Rivai, R. S., Supriadi, H., Prasetyo, B., Suhaeti, R. N., Purwantini, T. B., Trijono,
D. 2013. Kajian Pengembangan Irigasi Berbasis Investasi masyarakat
pada Agroekosistem Lahan tadah Hujan.
Seeda, A., Yassen, A., El-Nour, A., Hammad, S. A. 2020. Management of Furrow
Irrigation Technology and Its Risk Assessments: A review. Middle east
Journal of Applied Sciences, 10(4):590-616.
Suastika, I Wayan. 2018. Sistem Pengelolaan Lahan Tadah Hujan Mendukung
Pengembangan Kawasan Pangan dan Hortikultura. AGROINOVASI, pp:
1-19.
Tribowo, I. R. 2017. Perancangan Irigasi Tetes untuk Tanaman Hortikultura.
Jakarta: LIPI.
Udiana, I M., Bunganaen, W., dan Padja, R. A. P. 2014. Perencanaan Sistem
Irigasi Tetes (Drip Irrigation) di Desa Besmarak Kabupaten Kupang. Jurnal
Teknik Sipil. 3(1): 63-74.
Velthuzend, A., Idrus, M., Kuswadi, D., Suprapto, dan Darmaputra, I G. 2017.
Kinerja Irigasi Tetes Tipe Emiter Aries pada Tanaman Pisang Cavendhis
di PT Nusantara Tropical Farm. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan.
18(1): 33-38.
Wirosoedarmo, R. 2019. Teknik Irigasi Permukaan. Malang: UB Press.

Anda mungkin juga menyukai